Anda di halaman 1dari 5

SIBLING KONFLIK

Bagian A

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kajian Aktualisasi Psikologi


Perkembangan

Dosen Pengampu:

Rulita Hendriyani, S,Psi., M.

Ida Wahyuningsih 1511418076

Tania Fadilla Hasna 1511418131

Wildan Prayoga 1511418137

Dina Yosiana Oci 1511418150

Rombel 4

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2021
A. Kajian Teori Sibling Konflik

1. Definisi Sibling Konflik

Konflik sibling adalah hubungan antar saudara yang dapat mempengaruhi


perkembangan individu secara positif maupun negatif tergantung pola hubungan yang
terjadi. Dengan adanya konflik antara saudara kandung yang terjadi pada masa remaja,
akan berakibat pada masa yang akan datang, ketika konflik saudara tersebut tidak
terselesaikan dengan baik (Lestari, 2012 : 178). Menurut Kramer (2014) menyatakan bahwa
konflik dalam kehidupan sehari-hari memberikan berbagai manfaat untuk menanamkan
kemampuan pemahaman emosi pada anak. Sedangkan menurut (Howe et al., 2011) bahwa
sibiling konflik adalah hasil alami dari bentrokan yang tak terhindarkan atas sumber daya
dan properti bersama di rumah Artinya, karena menghabiskan waktu bersama di rumah,
saudara kandung pasti mengalami konflik karena ketidaksesuaian antara keinginan
instrumental mereka.
Sibling konflik / konflik saudara kandung, ini berarti persaingan atas sumber daya
orang tua yang terbatas (misalnya, perhatian, waktu, dan uang di masyarakat modern
versus makanan terbatas dan sumber daya dasar seperti sebagai tempat berlindung di
masa lalu sebagai bentuk evolusi kita). Oleh karena itu, mengingat peran unik konflik
dalam hubungan saudara kandung, itu harus diberikan perhatian khusus terpisah dari
konsep yang lebih luas dari ''negativitas.''
Menurut Perlman, Ross, & Garfinkel (2009), sebagian besar ahli psikologi
perkembangan mempercayai bahwa sibling conflict atau konflik antar saudara dapat
menimbulkan dampak yang signifikan bagi perkembangan anak, terutama pada anak usia
dini yang memang paling sering mengalami konflik dengan saudaranya. Dampak semakin
kecil pula kecenderungan anak mengalami gangguan perilaku. Pola perilaku tersebut terjadi
melalui mekanisme belajar sosial atau social learning (Buist, dkk, 2013). Anak belajar
perilaku negatif saat konflik dengan saudaranya, untuk kemudian menggunakan model
perilaku yang sama pada konteks sosial yang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Scrimgeour, Mariotti, dan Blandon pada 2017,
menunjukan hasil yang sama yaitu adanya hubungan positif antara sibling conflict dengan
gangguan perilaku internal pada anak usia dini. Dalam Bowes, Wolke, Joinsonn, Lereya, &
Lewis (2014) dan Campione-Barr & Smetana (2010) memaparkan bahwa, pada penelitian
longitudinal yg lain, dampak negatif sibling conflict tersebut bahkan dapat menimbulkan
kesulitan pada anak dalam mengembangkan rasa percaya dan ikatan emosional dengan
saudara maupun temannya, baik pada masa kanak-kanak maupun masa perkembangan
selanjutnya.
Di sisi lain, konflik sebenarnya dapat menjadi wadah bagi anak untuk memahami
pikiran, pandangan, keinginan, dan keyakinan orang lain. Secara spesifik, konflik dalam
kehidupan sehari-hari memberikan berbagai kesempatan untuk pengembangan kemampuan
pemahaman emosi pada anak (Kramer, 2014). Kemudian Schleien, Ross, dan Ross (2010)
menambahkan bahwa dalam sibling conflict, anak juga belajar memaafkan dan melakukan
rekonsiliasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sibling conflict tidak selalu bersifat
negatif. Menghapuskan sibling conflict hanya akan berdampak negatif terhadap kemampuan
penyelesaian masalah dan regulasi emosi anak (Kramer, 2010).
Di Indonesia, alat ukur tentang strategi Sibling Conflict masih kurang begitu
berkembang. Ada beberapa penelitian yang mengupas strategi sibling conflict, tapi alat ukur
yang digunakan sudah sangat lama, yaitu Sibling Relationship Questionnaire dari Furman
dan Burhmester (1985; dalam Naibaho, Victoriana, & Tjoeng, 2017). Ada pula peneliti yang
justru menggunakan sibling rivalry scale dan bukan berfokus pada pengukuran strategi
sibling conflict sendiri (Muarifah & Puspitasari, 2018; Turniati & Nusantoro, 2015).

2. faktor-faktor/indikator terjadinya sibling konflik


1) Faktor penyebab terjadinya sibling konflik
Para ahli teori sistem keluarga berpendapat demikian : keluarga mempromosikan
konflik karena emosi keterlibatan, jumlah waktu yang dihabiskan bersama, lenyapnya
integrasi berbagai aktivitas dan interest, keanggotaan tidak sukarela, dan norma-norma
sosial membuat konflik terjad( Gelles & Straus, 1979; Sprey,1969)
Para ahli teori berbasis persaingan berpendapat bahwa saudara kandung mengalami
terjadinya konflik karena mereka berseteru, membelai cinta dan perhatian orang tua (mis.,
Faber & Mazlish, 1987; Freud, 1955; Ihinger,1975)
Dapat di ambil kesimpulan, bahwa konflik saudara terjadi karena perebutan
kekuasaan dianggap menjadi faktor pemicu tentang kewajiban dan aturan keluarga, konflik
saudara ini terjadi karena mereka lebih memilih untung bersaing daripada untuk bersama.
Faktor pengkhianatan dalam hubungan juga dapat memicu terjadinya konflik saudara
karena salah satu pihak merasa hak nya dirampas oleh pihak lain yang menimbulakan rasa
perlakuan yang tidak adil. Perbedaan pendapat dan kepentingan yang sangat bertolak
belakang antar saudara dengan tempramental antar individu yang tinggi dapat menyulitkan
antar pihak untuk saling toleransi.

2) Faktor dan Indikator yang muncul terjadinya fenomena sibling konflik


Menurut Hurlock (1996) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi sibling
konflik, antara lain : sikap orang tua, urutan posisi, jenis kelamin saudara kandung,
perbedaan usia, jumlah saudara, jenis disiplin, pengaruh orang. Deutch membuat catatan
bahwa timbulnya konflik apabila aktivitas- aktivitas yang tidak cocok, muncul suatu tindakan
pihak lain yang sifatnya mencegah, merintangi, mencampuri, merugikan, atau dalam hal
tertentu tindakan orang akan jadi tidak menyenangkandan tidak efektif. Selain itu, menurut
Diana Francis, sebab-sebab terjadinya konflik antara lain: Komunikasi, bahasa yang sulit
dimengerti dan informasi yang tidak lengkap. Struktur, pertarungan kekuasaan antara
pemilik kepentingan atau sistem yang bertentangan, persaingan untuk merebutkan
sumberdaya yang terbatas. Pribadi, ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi
dengan perilaku yang diperankan. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa faktor
konflik karena adanya perbedaan latar belakang diantara individu atau kelompok baik itu
latar belakang keluarga, budaya, adat istiadat, dan kebiasaan. Adapun penyebab
perselisihan itu disebabkan prilaku individu tidak mampu mengendalikan emosi dan salah
bersikap dalam menanggapi sebuah permasalahan sehingga tidak bisa menjalankan
komunikasi dengan baik.
Menurut Wijaya (dalam Adis, 2005) bahwa beberapa pendapat mengenai sibling
konflik (persaingan antar saudara kandung) adanya kenaikan indikator yang dapat
digunakan sebagai ungkapan terjadinya konflik sibling (persaingan antar saudara kandung)
ialah memiliki terjadinya kecenderungan antara lain : terjadinya perebutan perhatian orang
tua, saling suka mengejek, serta mencaci-maki saudara (membunuh karakter saudara).
Dengan keadaan perasaan iri, serta cemburu terhadap saudara yang lain, Adanya memiliki
kompetisi agar saling mendapatkan bagian pujian (prestasi) dari lingkungan sekitar (orang
tua atau keluarga, guru atau dosen, teman sebaya, dan lain-lain).
Daftar Pustaka

Abuhatoum, S. & Howe, N. (2013). Power in sibling conflict during early and middle
childhood. Social Development, 22(4), 738–754. doi:10.1111/sode.12021.

Buist, K. L., Deković, M., & Prinzie, P. (2013). Sibling relationship quality and
psychopathology of children and adolescents: A meta-analysis. Clinical Psychology Review,
33(1), 97–106. doi:10.1016/j.cpr.2012.10.007.

Howe, N., Ross, HS, & Recchia, H. (2011). Hubungan saudara pada anak usia dini dan
tengahjilbab. Dalam PK Smith & CH Hart (Eds.), Buku pegangan Blackwell tentang
perkembangan sosial masa kanak-kanak ( Edisi ke-2, hlm. 356–372). New York, NY: Wiley-
Blackwell.

Hurlock, E. (1996). Psikologi perkembangan. Alih bahasa: dr. Med. Metasari T. & Dra.
Muslichah Z. Jakarta: Erlangga.

Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga Penanaman nilai dan Konflik dalam Keluarga. Jakarta :
Kencana Prenada Group.

Kramer, L. (2014). Learning emotional understanding and emotion regulation through sibling
interaction. Early Education and Development, 25(2), 160–184.

Raffaelli, M. (1992). Konflik saudara di masa remaja awal. Jurnal Pernikahan dan Keluarga ,
652-663.

Rusmani, U. (2009). STRATEGI COPING KELUARGA DALAM MENGATASI KONFLIK


SIBLING (Studi Kasus Terhadap Keluarga “D” di Kelurahan Bandar Agung Kecamatan
Banding Agung Kabupaten OKU Selatan). repository.radenfatah.ac.id, 45-46.

Salistina, D. (2016). Hubungan Antara Favoritisme OrangTua dan Sibling Rivalry Dengan
Harga Diri Remaja . Jurnal Tarbiyah , 174-196.

Anda mungkin juga menyukai