Mental Remaja
Disusun oleh:
Devita Puspasafira Srilankawati Hardijanto
072011533016
II. Pendahuluan
Secara umum, komunikasi keluarga selalu dikategorikan menjadi salah satu aspek
besar dalam hubungan interpersonal dinamika hubungan keluarga (Zarnagash et al.,
2012:405). Melalui lockdown ini diberikan kesempatan besar untuk memahami lebih lanjut
secara emosional setiap anggota keluarga (Monin et al., 2020:1300). Memfokuskan hal ini
pada kesehatan mental merupakan kajian yang sangat penting. Komunikasi keluarga telah
berubah dari stress jangka pendek menjadi sebuah ketakutan dan ketidakpastian jangka
panjang.
III. Diskusi
Waktu yang dihabiskan dalam keluarga lebih berbeda hari ini karena kita terjebak di
tempat dengan orang yang sama. Jika kita berbicara tentang komunikasi keluarga khususnya
waktu pandemi, sangatlah penting bagi anggota keluarga menganggap remaja sebagai teman.
Mendengarkan menjadi peralatan dan komponen terpenting dalam komunikasi keluarga.
Pastikan ketika remaja hendak mengeluarkan ekpresi dan pikiran mereka, anggota keluarga
harus berkontak mata dengannya serta gerakan kecil seperti mengangguk dapat memberikan
remaja tersebut sebuah penghargaan. Sangatlah penting juga memberi tahu keluarga tentang
ruang pribadi remaja dengan anggota keluarga agar remaja merasa nyaman di rumah.
Tinggal di tempat yang relatif kecil dengan anggota keluarga dalam situasi pandemi
akan membuat suasana tidak positif. Dilihat dari sudut pandang lain, hal ini jelas dapat
mempersatukan anggota keluarga, tetapi sayangnya akan ada tantangan dan akan lebih sulit
lagi untuk mendukung anggota keluarga secara individual ketika mereka membutuhkannya.
Hal tersebut dapat menunjukkan fungsi dan komunikasi keluarga dengan gejala depresi
sangat terkait di berbagai titik waktu remaja, terutama dalam unit keluarga (Freed et al.,
2016:505).
Tingkat stress dan depresi yang dirasakan individu remaja bergantung pada persepsi,
penilaian kognitif, dan penafsiran dari pemicu stress (Widyastuti, 2017:1026). Adanya
tekanan tersebut dari komunikasi keluarga di masa pandemi dapat menciptakan
ketidakseimbangan. Keluarga harus mengetahui bahwa individu remaja memiliki tekanan
yang berat. Hal ini seharusnya memungkinkan suatu keluarga untuk membuka tangannya
agar remaja dapat membuka diri tanpa dihakimi dan membantu remaja dalam tekanan yang
dialami.
IV. Kesimpulan
Umumnya, keluarga terlalu sensitif dan tidak siap untuk memeluk proses penyakit dan
perawatan mental (Pompeo et al., 2016:2). Justru hal tersebut akan membuat tingkat depresi
remaja khususnya dalam masa lockdown meningkat. Penyakit mental yang dimiliki remaja
haruslah diberikan kemudahan komunikasi dan divalidasi secara efektif (Maina et al., 2016).
Dari hal tersebut, diupayakan meningkatkan kualitas hidup fungsional keluarga sebagai
sistem dukungan harus difokuskan dalam wawasan serta keterampilan terkait kesehatan
mental (Nebhinani & Subodh, 2017).
Komunikasi keluarga sangatlah penting dalam setiap aspek untuk menanggapi efek
kesehatan mental setiap remaja (Abbasi-Asl et al., 2017). Jadi, di saat seperti ini, fokus
komunikasi keluarga harus membangun sebuah fondasi dan mengurangi adanya penyakit
mental. Menyebarkan hal positif, komunikasi yang suportif, dan mengurangi konflik dapat
membuat nyaman komunikasi keluarga serta membantu komunikasi tersebut bertahan dalam
waktu pandemi.
DAFTAR PUSTAKA
Clark, A.M. (2015). Family Communication Patterns and Adolescent Emotional Well-being:
Freed, et al. (2016). The Relationship Between Family Functioning and Adolescent
Keating, et al. (2013). Family Communication Patterns and Difficult Family Conversations.
Maina, et al. (2016). Anxiety and Depression. Journal of Psychopathology, 22, 236-250.
Marra, et al. (2020). How COVID-19 pandemic changed our communication with families:
Mohamad, E. & Azlan, A.A. (2020). COVID-19 and Communication Planning for Health
Emergencies. Malaysian Journal of Communication, 36(1), 1-3. Diakses dari
http://ejournal.ukm.my/
Nebhinani, N. & Subodh, B.N. (2017). How Mental Illness Affects the Family – Different
Worlds, Similar Suffering. Indian Journal of Social Psychiatry, 33(3), 187. DOI:
10.4103/ijsp.ijsp_65_17
Pompeo, et al. (2016). Strategies for coping with family members of patients with mental
Rizvi, S.F. & Najam, N. (2014). Parental psychological abuse toward children and mental
adolescent problem behavior. Asian Journal of Social Psychology, 14(4), 236– 245.
DOI: 10.1111/j.1467-839X.2011.01350.x
Zarnagash, et al. (2012). The relationship between family communication patterns and mental