2019
Abstrak
Abstract
PEMBAHASAN
Pada umumnya industri petrokimia mempunya 3 jenis limbah buangan
yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungannya. Ketiga jenis
limbah pencemaran akibat industri petrokimia tersebut adalah:
1. Bahan pencemar udara seperti SO2, CO, CO2, H2S, klorin, baubauan (ammonia,
aceton, asam sulfat, asam khlorida, methanol, amines, dan lain-lain), debu serta
padatan partikel lain.
2. Bahan pencemar air, seperti limbah organik phenol, logamlogam berat (B, Hg,
Cd, Cu, Pb, Ba, Se, Zn dan lainnya) suhu, keasaman atau kebasaan (PH),
padatan tersuspensi dan lain-lain.
3. Bahan buangan padat seperti, lumpur, katalis dan lain-lain[5]
Ada beberapa sifat dan karakteristik atau ciri khas yang menjadi latar belakang
pengendalian dampak lingkungan hidup industri petrokimia, antara lain:
1. Industri petrokimia (industri petrokimia hulu) di dalam operasinya
menggunakan hidrokarbon atau migas sebagai bahan bakunya, yang pada
pengolahan selanjutnya (yang disebut juga industri petrokimia hilir) akan
menghasilkan produk-produk petrokimia berupa produk dasar atau produk
primer, produk antara atau produk setengah jadi atau produk intermediate dan
produk jadi atau produk akhir.
2. Di samping itu, industri petrokimia ini mempunyai sifat dan karakteristik yang
lain lagi, yaitu bahan bakunya yang berupa hidrokarbon beberapa kali
mengalami perubahn bentuk mulai dari produk dasar menjadi produk antara,
yang akhirnya berubah menjadi produk akhir atau produk jadi. Pada saar setiap
tahapan proses produksi diperlukan:
a) Proses dasar yang berlainan.
b) Bahan pelarut kimia serta bahan katalis yang berlainan.
c) Air dalam jumlah yang relatif besar dengan jumlah yang berbeda pada
setiap tahapan proses, sehingga limbah buangan proses atau limbah
petrokimia berupa bahan-bahan kimia pencemar yang dihasilkan, jumlah
dan macamnya sangat baik.
3. Besarnya pencemaran yang disebabkan suatu industri petrokimia sulit
ditentukan mengingat proses produksi, bahan baku dan cara pengoperasiannya
sangat beragam. Namun demikian, pengukuran BOD (Biological Oxygen
Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) dapat menunjukkan besarnya
zat pencemar organik dalam air limbah atau sungai pembuang. Cara yang
terbaik adalah mengukur semua jumlah zat pencemar yang ada serta debit
limbah dan sungai pembuang.[2]
KARAKTERISITIK LIMBAH INDUSTRI PETROKIMIA
Emisi udara buram dari pompa, katup, flensa, tangki penyimpanan,
operasi bongkar muat, dan pengolahan air limbah menjadi perhatian terbesar.
Beberapa senyawa yang disewa kembali ke udara bersifat karsinogenik atau
beracun. Emisi etilen dan propilen menjadi perhatian karena pelepasannya dapat
menyebabkan pembentukan oksida yang sangat beracun. Senyawa yang dianggap
karsinogenik yang mungkin ada dalam emisi udara termasuk benzena, butadiena,
1,2-dikloroetana, dan vinil klorida. Sebuah cracker nafta khas di kompleks
petrokimia dapat melepaskan setiap tahun sekitar 2.500 metrik ton alkena, seperti
pro-pylene dan etilena, dalam memproduksi 500.000 metrics ton etilena. Boiler,
pemanas proses, suar, dan peralatan proses lainnya (yang dalam beberapa kasus
mungkin termasuk regenerator katalis) adalah bertanggung jawab atas emisi
partikulat, car-bon monoxide, nitrogen oxides (200 tpy), berdasarkan kapasitas
etilena 500.000 tpy, dan sulfur oksida (600 tpy).
Pelepasan senyawa organik volatil (VOC) ke udara tergantung pada
produk yang ditangani di pabrik. VOC yang dilepaskan dapat meliputi
asetaldehida, aseton, benzena, toluena, trichlo-roethylene, trichlorotoluene, dan
xylene. Emisi VOC sebagian besar adalah buron dan bergantung pada proses
produksi, penanganan bahan dan prosedur pengolahan limbah, pemeliharaan
peralatan, dan kondisi iklim. Emisi VOC dari kisaran naphtha cracker dari 0,6
hingga 10 kilo-gram per metrik ton (kg / t) dari produk etilena. Dari emisi ini,
75% terdiri dari al-kanes, 20% hidrokarbon tak jenuh, sekitar setengahnya adalah
etilena, dan 5% dari aromatik. Untuk pabrik vinil klorida, emisi VOC adalah
0,02-2,5 kg / t produk; 45% adalah etilena dichlo-ride, 20% vinil klorida, dan
15% organik terklorinasi; untuk pabrik SBR, emisi VOC adalah 3-10 kg / t
produk; untuk pabrik etil benzena, 0,1-2 kg / t produk; untuk pabrik ABS, 1,4-27
kg / t produk; untuk pabrik styrene, 0,25-18 kg / t produk; dan untuk pabrik
polystyrene, 0,2-5 kg / t produk. Unit petrokimia menghasilkan air limbah dari
operasi proses seperti kondensasi va-por, dari blowdown menara pendingin, dan
dari limpasan stormwater. Air limbah proses dihasilkan pada laju sekitar 15 meter
kubik per jam (m 3 / jam), berdasarkan pada produksi etilena 500.000 tpy, dan
dapat mengandung tingkat permintaan oksigen biokimia (BOD) 100 mg / l, juga
sebagai permintaan oksigen kimia (COD) 1.500-6.000 mg / l, padatan tersuspensi
100-400 mg / l, dan minyak dan lemak 30-600 mg / i. Kadar fenol hingga 200 mg
/ l dan kadar benzena hingga 100 mg / l juga dapat ditemukan.
Pabrik petrokimia menghasilkan limbah padat dan lumpur, beberapa di
antaranya mungkin dianggap berbahaya karena adanya racun atau ganik dan
logam berat. Bekas kaustik dan limbah berbahaya lainnya dapat dihasilkan dalam
jumlah yang signifikan; contohnya adalah residu destilasi yang terkait dengan
unit yang menangani asetaldehida, asetonitril, benzil klorida, karbon tetrachlo-
ride, cumene, phthallic anhydride, nitrobenzene, metil etil piridin, toluena
diisosianat, trichloroethane, trichloroethane, trichloroethane, trichloroethylen,
chlorine , etilena dibromida, toluenediamina, epiklorohidrin, etil klorida, etilena
diklo-tunggang, dan vinil klorida.
Pelepasan tidak sengaja sebagai akibat dari operasi abnormal, terutama
dari pabrik polietilen dan etil-oksida-glikol dalam kompleks petrokimia, dapat
menjadi bahaya lingkungan utama, melepaskan sejumlah besar polutan dan
produk ke lingkungan. Keselamatan instalasi dan prosedur pencegahan kebakaran
dan kontrol harus ada.[1]
KEADAAN LINGKUNGAN FISIKA-KIMIA
1. Iklim
Gambaran mengenai iklim dapat diperoleh dari data hasil pemantauan
stasiun meterologi yang terdekat. Stasiun meterologi ini mencatat dan
mengumpulkan data antara lain mengenai temperatur udara, temperatur
tanah,kecepatan dan arah angin,kelembababn udara,curah
hujan,penguapan,penyinaran matahari serta keadaan udara.
2. Kwalitas Udara
Dilakaukam untuk mendapatkan gambaran tentang batasan konsentrasi
dari limbah gas-gas diatas kawasan proyek dan sekitarnya sebagai akibat
emisi kegiatan suatu proyek ataupun sumber yang lain.
3. Kebisingan
faktor yang berpengaruh dalam kebisingan adalah meterologi, suhu dan
karakteristik permukaan tanah yang bersama-sama akan mengasorbsi
atau meneruskan suara. Arah angin yang dominan yang akan
mempengaruhi pola penyebaran kebisingan pada jarak tertentu.
4. Fisiografi
Menampilkan topografi lokasi dan morfologi proyek tersebut baik
dataran tinggi maupun rendah, jarak wilayah dengan pantai,
ketinggianya dari permukaan laut
5. Geologi
Secara umum meliputi jenis-jenis formasi batuan, jenis-jenis tanah,dan
gerakan-gerakan tanah. Keadaan geologi ini dalam penampilannya
dilengkapi dengan peta geologi untuk memberikan informasi.
6. Hidrologi
Ditekankan pada kelakuan fisik keadaan hidrologi setempat
(sungai,danau,laut dsb). Kelakuan seperti penyebaran air tanah, pola
aliran sungai, sifat aliran fluktuasi pasang surut, perkiraan debit.
7. Hidro oceanografi
Adalah pola hidro dinamika laut di tampilkan dengan parameter pasang
surut, glombang dan arus, intraksi pola hidrodinamika dengan cuaca,
sedimentasi dan erosi.
8. Kualitas air
a. Kualitas air permukaan
Dianalisis berdasarkan sifat fisik kimia serta program berat yang
terkandung didalamnya. Sifat fisik meliputi tempratur, warna,
kekeruhan, daya hantar listrik. Sifat kimia meliputi Ph, CO 2 bebas,
kesadahan, amonia, silikad, COD dan BOD, kandungan pestisida.
Logam logam berat yang di analisis meliputi Ca, Mg, k, Ca, Ce, Cd,
Cr, Mn, Zn, Pb, Hg.
b. Kualiats air laut
Didasarkan pada bakumutu air laut berdasarkan keputusan menteri
negara KLH. Dianalisis berdasarkan sifat fisik, kimia serta logam
berat yang terkandung
c. Kualitas air tanah
Didasarkan pada bakumutu air menurut PP 20 Tahun 1990 Golongan
B. dianalisis berdasarkan sifat kimia, fisik maupun unsur logam
berat.
d. Kualitas air limbah
Didasarkan pada keutusan menteri Negara KLH.[2]
KEADAAN LINGKUNGAN BIOLOGI
1. Flora
Untuk setiap pembangunan proyek, pada awalnya harus diketahui keadaan
daerah yang akan di jadikan lokasi proyek. Apakah daerah hutan (hitan
lindung, dan hutan produksi, suaka alam atau taman nasional), pantai
(tanaman bakau) harus di lestarikan
2. Fauna
Pada penentua lokasi yang akan di pakai proyek harus memerhatikan pula
hewan hewan yang ada di lokasi sekitar apakah hewan tersebut langka atau
tempat tersebut merupakan perlindungan bagi hewa hewan tersebut.[2]
DAFTAR PUSTAKA
[1] Middlebrooks, E.J. 1979. Industrial Pollution Control. volume I :
Agroindustries Jhon Willey & Sons. New York.
[2] Ir. Pandjaitan, Maraudin, Dipl.Ing.Petro. 2000. Industri Petrokimia
dan Dampak Lingkungannya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
[3] Sucofindo. 2011. Menteri perindustrian: Green Industry Tidak
Mustahil Dilakukan. www.sucofindo.co.id. Diakses pada 07
september 2012. 18.53.
[4] Mohammad Muhibbul Ibad. 2013. Bioremediasi Limbah Cair PT
Petrokimia Gresik dengan Bakteri Indigenus. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Surabaya.
[5] Sulaiman, fatah. 2016. Mengenal Industri Petrokimia. Untirta Press.
Serang.
[6] Suparni Setyowati Rahayu, dkk. 2008. Kimia Industri. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta
[7] Ir. S. Hindarko. 2003. Mengolah Air Limbah Supaya Tidak
Mencemari Orang Lain. ESHA Seri Lingkungan Hidup. Jakarta