Anda di halaman 1dari 20

PAPER

Pengolahan Limbah Cair Industri Petrokimia

Muhammad Yunus Ginanjar (16030030) Agung Setiawan (16030033)


Iqbal (16030035) Bayu Tri Darrurohman (16030037) Mohamad Fajar Amin
(16030038) Miftah Farid (16030039) Adi Rahmanto (16030040) Maulana
Hidayat (16030042) Caesar Josafat Tanamal (16030043) Shidiq Fadlilah
Ridwan (16030047) Julius Parlin (16030048) Adhemaz Noercahya Putranto
(16030053) Ahmad Kevin Ferdinan (16030055) Teguh Aji Irawan (16030056 )
Wina Oktamia (16030024) Vetia Ainun Nisa (16030026) Alfa Fuji Yadkhul
Jannah (16030028) Mayasari (16030031) Nurah Ratna Dewi (16030032)
Nurul Ainun Karimah (16030029) Elda Ika Vavilyani (16030034)

Jln. Soekarno Hatta, Indramayu, Jawa Barat Indonesia

Jurusan Teknik Kimia

Akademi Minyak dan Gas Balongan

2019

Abstrak

Seiring dengan kemajuan teknologi dalam sektor industri pada umumnya


dan dalam industri petrokimia pada khususnya, serta dengan cukup tersedianya
sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi, maka pengembangan industri
petrokimia di Indonesia perlu ditingkatkan lagi. Manfaat yang dapat diharapkan
dengan dikembangkannya suatu industri petrokimia salah satunya adalah
memberi kesempatan kerja yang lebih luas kepada para calon tenaga kerja,
sehingga dapat membantu pemerintah memecahkan masalah pengangguran.
Namun di samping manfaat-manfaat tersebut, ada kalanya kehadiran sesuatu
industri dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungannya. Dampak
negatif tersebut akan terasa lebih parah lagi apabila dari industri tersebut
dikeluarkan bahan-bahan buangan pencemaran atau limbah pencemar tanpa
dilakukan pengolahan limbah terlebih dahulu. Industri petrokimia di Indonesia
yang kini telah mulai berkembang merupakan salah satu tulang punggung dalam
mengisi dan menunjang pertumbuhan industri-industri lainnya, juga perlu
memperhatikan masalah-masalah dampak negatif lingkungan yang
ditimbulkannya.

Kata Kunci: Industri Petrokimia, Limbah Cair, Pengolahan Limbah Cair.

Abstract

Along with technological advances in the industrial sector in general


and in the petrochemical industry in particular, as well as with the availability of
natural resources in the form of oil and gas, the development of the petrochemical
industry in Indonesia needs to be increased again. One of the benefits that can be
expected from the development of a petrochemical industry is to provide job
opportunities to prospective workers, so that they can help the government solve
the unemployment problem. But in addition to these benefits, there are times when
the presence of an industry can have a negative impact on the environment. The
negative impact will be felt even worse if from the industry released pollutants or
pollutant waste without prior waste treatment. The petrochemical industry in
Indonesia, which has now begun to develop is one of the backbones in filling and
supporting the growth of other industries, also needs to pay attention to the
problems of the negative environmental impacts they cause.

Keywords: Petrochemical Industry, Waste Liquid, The Wast Processing.


PENDAHULUAN
Gas alam dan Distilat minyak mentah seperti naphta dari proses
pengolahan minyak bumi digunakan sebagai bahan baku pembuatan secara luas
produk petrokimia, yang dapat diolah untuk pembuatan bahan kebutuhan rumah
tangga sehari hari. Bahan dasar industri petrokimia dihasilkan melalui proses
cracking (perengkahan), reforming dan proses lainnya, termasuk di dalamnya
olefin (seperti ethylene, prophylene, butylene dan butadiene) dan aromatik
(seperti, benzene, toluene dan xylene). Kapasitas pemroses cracking naphta pada
umunya sekitar 250.000-750.000 ton per tahun untuk memproduksi ethylene.
Beberapa pabrik petrokimia juga memiliki unit pembuatan alkohol dan
turunannya.[1]
Sepanjang perkembangan teknologi industri migas yang sudah terbukti
keberhasilannya, maka bahan baku petrokimia berupa minyak dan gas bumi, baik
yang berbentuk gas-gas ringan yang bersifat jenuh (seperti gas propana), maupun
yang berbentuk cairan (seperti nafta dan kondensat), dapat diperoleh dari kilang
minyak atau kilang BBM maupun dari lapangan gas yang berproduksi secara
besar-besaran.[2]
 JENIS BAHAN BAKU INDUSTRI PETROKIMIA
1. Yang berasal dari kilang minyak:
a) “Fuel Gas” (bahan bakar gas untuk kilang).
b) Gas propana dan Gas butana (dicampurkan sebagai gas penyusun
utama bahan bakar LPG).
c) “Mogas” (sebagai bahan bensin/premium).
d) Nafta (C6H14-C12H26), bahan baku petrokimia ini bagus untuk industri
olefin dan aromatik.
e) Kerosin atau minyak tanah, yang kalau di ekstraksi akan
menghasilkan n-parifin yaitu bahan baku pembuatan sabun deterjen.
f) “Gas-oil” (untuk bahan bakar minyak solar).
g) “Fuel-oil (minyak bakar).
h) “Short-residu/Waxy-residu” (untuk bahan bakar minyak residu lain
juga untuk bahan baku industri petrokimia “Coke” dan “ Carbon
black” ataupun untuk industri olefin).

2. Yang berasal dari lapangan gas bumi:


a) Metana (CH4) gas ini sekitar 60%-80% volume gas bumi yang
dihasilkan sesuatu lapangan gas, dan dapat dipergunakan sebagai
bahan baku gas sintesis CO dan H 2 yang selanjutnya dapat
dipergunakan untuk pembuatan amonia/urea, metanol,”carbon black”,
dll.
b) Etana (C2H6), dapat dijadikan bahan baku untuk industri olefin untuk
menghasilkan bahan-bahan sistetik seperti plastik, sabun, deterjen,
bahan kosmetik, dll.
c) Propana (C3H8), yang dalam industri petrokimia olefin dapat dijadikan
bahan baku untuk menghasilkan polipropilen, suatu bahan plastik
sintetik.
d) Butana (n-C4H10), yang merupakan bahan baku untuk pemuatan karet
sintetik butadiena.
e) Kondesat (C5H12-C11H24), yang disebut juga sebagai “natural gasoline”
yang mempunyai sifat-sifat seperti minya/nafta dan dapat digunakan
untuk bahan baku dalam industri olefin atau industri aromatik.[2]
 CARA MENDAPATKAN BAHAN BAKU INDUSTRI PETROKIMIA
Cara memperoleh bahan baku petrokimia atau industri petrokimia
tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. Gas metana (CH4) dapat diperoleh secara langsung dari pengeboran gas di
lapangan, setelah dipisahkan dari kotoran-kotoran yang tidak di inginkan.
Sebaliknya, gas metana yang dihasilkan kilang BBM sebagai bahan baku
petrokimia, sehingga dijadikan gas buangan atau gas “flare”.
2. Gas etana (C2H6) lazimnya diperoleh dari lapangan gas bumi yang berproduksi
secara besar-besaran (seperti lapangan gas Arun di Aceh). Gas ini terlebih
dahulu harus dipisahkan dari komponen-komponen gas lainnya seperti gas
metana, propana, butana, dan kondensat dengan cara ekstraksi dan absorpsi.
3. Gas etilena (C2H4) merupakan gas yang tidak jenuh dan oada lazimnya dapat
dihasilkan dari gas etana, nafta, dan kondensat dengan cara “cracking”
(perengkahan).
4. Gas propana (C3H8) meruakan gas jenuh dan dapat dihasilkan dari gas bumi
suatu lapngan atau gas kilang, yaitu dengan cara ekstraksi dan absorpsi.
5. Gas propilena (C3H6) merupakan gas tidak jenuh dan lazimnya dapat dihasilkan
dari gas etana, propana, nafta, dan kondensat dengan cara cracking.
6. Gas butana (n-C4H10) dapat diperoleh dari hasil pemisahan gas kilang BBM
yaitu dengan cara ekstraksi dan absorpsi.
7. Kondensat (C5H12-C11H24) berbentuk cairan dan mempunyai sifat-sifat sama
dengan nafta yang berasal dari kilang BBM. Kondensat ini seperti gas-gas
jenuh lainnya (gas metana, etana, propana, dan butana) dapat dihaslikan dari
gas bumi suatu lapangan dengan cara ekstraksi dan absorpsi.
8. Benzena, Toluena, dan Xilena (Xylene atau BTX-Aromatik). Bahan baku
petrokimia aromatik ini sangat banyak digunakan untuk menghasilkan produk
petrokimia seperti serat-serat sintetik, resin-resin sintetik, bahan plastik
sintetik, bahan sabun deterjen, bahan pewarna cat, dll. BTX-Aromatik ini dapat
dihasilkan dari bahan baku nafta atau kondensat melalui proses “catalytic
reforming” atau proses pembentukan dengan katalis.
9. Nafta (C6H14-C12H26). Komposisinya sama seperti kondensat. Nafta banyak
dipergunakan sebagai bahan baku dalam industri petrokimia aromatik atau
olefin. Nafta berbentuk cair dan dapat dihasilkan dari kilang BBM melalui
proses distilasi biasa.
10. Kerosin (C12H26). Kerosin dapat dihasilkan dari kilang BBM dengan cara
distilasi atmosferik dan dapat dipergunakan untuk menghailkan bahan baku
sabun deterjen. Melalui proses klorinasi terhadap kerosin yang dilanjutkan
dengan alkilasi dan sulfonasi akan dihasilkan bahn baku deterjen yang disebut
“Sodium dodecyl benzene sulfonate surfactant”, dengan formula (C12H25-
C5H4SO3Na).
11. “Short-residue atau Waxy-residue” dapat dihasilkan dari kilang BBM setelah
melalui beberapa tingkatan proses terhadap minyak bumi yang mengandung
“paraffin-wax”. “Waxy-residue” ini sangat bermanfaat untuk menghasilkan
produk petrokimia seperti “carbon-black” dan “cokes”. Melalui proses
‘thermal black” dan “cokes” yang kegunaannya sanat diperlukan pada
industri ban dan industri peleburan alumunium.[2]

Bahan dasar petrokimia atau produk turunannya dihasilkan, yang juga


dapat dikonversi sebagai produk yang lebih luas seperti:
 resin dan plastik, sebagai contoh low-density poly-ethilene (LDPE), high-density
poliethylene (HDPE), linear low-density polyethylene (LLDPE), polypropilene,
polystyrene dan polyvinyl chloride (PVC).
 Serat sintetis seperti polyester dan acrylic.
 Polymer seperti acrilonitrile butadine styrene Berbagai jenis karet sintetis,
termasuk di dalamnya styrene butadiene rubber (SBR), dan polybutadiene
rubber (PBR).
 Berbagai jenis solvent.
 Berbagai jenis industri kimia lainnya, seperti yang digunakan untuk pembuatan
sabun/detergen, linear alkyl benzene, dan berbagai jenis coating, agrohemical,
farmasi dan bahan peledak.[1]
 JENIS PRODUK PETROKIMIA
Industri petrokimia dapat dibagi atas 2 bagian besar, yaitu:
1. Industri petrokimia hulu atau “upstream petrochemical industry”, yaitu industri
yang menghasilkan produk petrokimia yang masih berupa produk dasar atau
produk primer dan produk antara atau produk setengah jadi (masih merupakan
bahan baku produk jadi).
2. Industri petrokimia hilir atau “downstream petrochemical industry”, yaitu
industri yang menghasilkan produk petrokima yang sudah berupa produk akhir
dan/atau produk jadi.
Oleh karena itu, maka produk petrokima berdasarkan proses pembentukannya
dan pemanfaatannya dapat dibagi atas 4 jenis, yaitu:
1. Produk dasar. Yang termasuk produk dasar petrokimia antara lain adalah gas
CO dan H2 sintetik, eilena, propilena, butadiena, benzene, toluene, xilena, dan
n-parafin.
2. Produk antara. Yang termasuk produk antara, antara lain adalah amonia,
metanol, carbon black, urea, etil alkohol, etilklorida, kumen (cumene),
propilen-oksida, butil alkohol, isobutilena, nitrobenzena, nitrotoluena, PTA
(Purified Terephthalic Acid), TPA (Terephthalic Acid), DMT (Dimethyl
Terephthalate), kaproplaktam (caprolactam), LAB (Liner Alkyl Benzene), dll.
3. Produk akhir. Yang termasuk produk akhir antara lain adalah urea, carbon
black, formaldehida, asetilena, poli etilena, poli propilena, poli vinil, klorida,
poli stirena, TNT (Trinitro Toluena), poli ester, nilon, poli uretan, “LAB-
sulfonate” (surfactant), dll.
4. Produk jadi. Pada umumnya berupa barang-barang atau bahan-bahan yang
dalam kehidupan kita sehari-hari banyak dipakai di rumah tangga seperti;
plastik-plastik untuk produk-produk elektronik dan telekomunikasi (radio, tv,
film alat-alat komputer, kabel-kabel telefon, kabel-kabel listrik), plastik-plastik
untuk rumah tangga (ember plastik, kantong/karung plastik, botol-
botol/kemasan plastik), peralatan plastik untuk industri mobil dan pesawat
terbang (bemper mobil, jok/busa mobil, jok/busa pesawat terbang, ban pesawat
terbang). Baju dan kaos kaki yang kita pakai dibuat dari benang poliester dan
nilon, ban mobil dari bahan campuran karet dan carbon black, sabun bubuk
deterjen dibuat dari “LAB-sulfonate” dan lain sebagainya.[2]
 JALUR-JALUR DALAM PEMBUATAN PRODUK-PRODUK
PETROKIMIA
Proses pembuatan produk petrokimia yang lebih ekonomis dapat
ditempuh dengan 3 jalur/lintasan utama, yaitu:
1. Jalur gas sintetik, yaitu dengan pembentukan gas CO dan H 2 dari bahan baku
gas bumi (CH4).
2. Jalur olefin, yaitu dengan pembentukan gas-olefin (gas etilena, propilena, dan
butena/butadiena).
3. Jalur aromatik, yaitu dengan pembentukan fraksi-fraksi aromatik (benzena,
toluena, dan xilena).[2]
Industri petrokimia merupakan penghasil utama bahan baku bagi sektor
industri lainnya karena produk-produk akhirnya kebanyakan masih merupakan
“intermediate products” (produk antara) atau produk-produknya kebanyakan
masih merupakan bahan baku bagi industri-industri lain.

Penggunaan produk-produk petrokimia untuk industri yang semakin


meningkat, sesuai kebutuhan industri di Indonesia, dapat dibagi dalam 8 sektor
industri pemakai, yaitu:
1. Industri pupuk dan pestisida.
2. Industri serat sintetik.
3. Industri bahan plastik.
4. Indusri adhesive resin.
5. Industri bahan baku cat/coating.
6. Industri detergent/pencuci.
7. Industri elastomer/karet sintetik.
8. Indusri kimia khusus.[2]
Kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini senantiasa
menghasilkan limbah yang menimbulkan masalah bagi lingkungan. [4] Limbah
adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah
mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal
dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai
bahan dalam jumlah relatif sedikit tetapi mempunyai kondisi yang mencemarkan
atau merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Insektisida, herbisida,
zat pelarut, cairan atau bubuk pembersih deterjen, amoniak, sodium nitrit, gas
dalam tabung, zat pewarna, bahan pengawet dan masih banyak lagi untuk
menyebutnya satu per satu. Bila ditinjau secara kimia bahan-bahan ini terdiri dari
bahan kimia organik dan anorganik. Terdapat lima juta jenis bahan kimia telah
dikenal dan di antaranya 60.000 jenis sudah dipergunakan dan ribuan jenis lagi
bahan kimia baru setiap tahun diperdagangkan. Pencemaran ini dapat berupa
pengeluaran bahan buangan cair, padat, gas, suara dan panas yang berlangsung
selama proses produksi.[6]
Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari
kandungan pencemar dalam limbah. Kandungan pencemar dalam limbah terdiri
dari berbagai parameter. Semakin sedikit parameter dan semakin kecil
konsentrasi, menunjukkan peluang pencemar terhadap lingkungan semakin kecil.
Limbah yang diproduksi pabrik berbeda satu dengan yang lain, masing-
masing memiliki karakteristik tersendiri pula. Karakteristik ini diketahui
berdasarkan parameternya. Apabila limbah masuk ke dalam lingkungan, ada
beberapa kemungkinan yang diciptakan. Kemungkinan pertama, lingkungan tidak
mendapat pengaruh yang berarti; kedua, ada pengaruh perubahan tapi tidak
menyebabkan pencemaran; ketiga, memberi perubahan dan menimbulkan
pencemaran.
Kualitas limbah dipengaruhi berbagai faktor. Yaitu volume air limbah,
kandungan bahan pencemar, frekuensi pembuangan limbah. Penetapan standar
kualitas limbah harus dihubungkan dengan kualitas lingkungan.
Disisi lain pembangunan sektor industri Indonesia saat ini dituntut untuk
mengembangkan industri yang ramah lingkungan serta ikut juga memperhatikan
keberlanjutannya atau yang dikenal dengan istilah industri hijau (green industry).
Gerakan green industry merupakan industri yang berlandaskan atau berwawasan
lingkungan, menselaraskan pembangunan dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup, serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
secara berkelanjutan.[3]

PEMBAHASAN
Pada umumnya industri petrokimia mempunya 3 jenis limbah buangan
yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungannya. Ketiga jenis
limbah pencemaran akibat industri petrokimia tersebut adalah:
1. Bahan pencemar udara seperti SO2, CO, CO2, H2S, klorin, baubauan (ammonia,
aceton, asam sulfat, asam khlorida, methanol, amines, dan lain-lain), debu serta
padatan partikel lain.
2. Bahan pencemar air, seperti limbah organik phenol, logamlogam berat (B, Hg,
Cd, Cu, Pb, Ba, Se, Zn dan lainnya) suhu, keasaman atau kebasaan (PH),
padatan tersuspensi dan lain-lain.
3. Bahan buangan padat seperti, lumpur, katalis dan lain-lain[5]
Ada beberapa sifat dan karakteristik atau ciri khas yang menjadi latar belakang
pengendalian dampak lingkungan hidup industri petrokimia, antara lain:
1. Industri petrokimia (industri petrokimia hulu) di dalam operasinya
menggunakan hidrokarbon atau migas sebagai bahan bakunya, yang pada
pengolahan selanjutnya (yang disebut juga industri petrokimia hilir) akan
menghasilkan produk-produk petrokimia berupa produk dasar atau produk
primer, produk antara atau produk setengah jadi atau produk intermediate dan
produk jadi atau produk akhir.
2. Di samping itu, industri petrokimia ini mempunyai sifat dan karakteristik yang
lain lagi, yaitu bahan bakunya yang berupa hidrokarbon beberapa kali
mengalami perubahn bentuk mulai dari produk dasar menjadi produk antara,
yang akhirnya berubah menjadi produk akhir atau produk jadi. Pada saar setiap
tahapan proses produksi diperlukan:
a) Proses dasar yang berlainan.
b) Bahan pelarut kimia serta bahan katalis yang berlainan.
c) Air dalam jumlah yang relatif besar dengan jumlah yang berbeda pada
setiap tahapan proses, sehingga limbah buangan proses atau limbah
petrokimia berupa bahan-bahan kimia pencemar yang dihasilkan, jumlah
dan macamnya sangat baik.
3. Besarnya pencemaran yang disebabkan suatu industri petrokimia sulit
ditentukan mengingat proses produksi, bahan baku dan cara pengoperasiannya
sangat beragam. Namun demikian, pengukuran BOD (Biological Oxygen
Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) dapat menunjukkan besarnya
zat pencemar organik dalam air limbah atau sungai pembuang. Cara yang
terbaik adalah mengukur semua jumlah zat pencemar yang ada serta debit
limbah dan sungai pembuang.[2]
 KARAKTERISITIK LIMBAH INDUSTRI PETROKIMIA
Emisi udara buram dari pompa, katup, flensa, tangki penyimpanan,
operasi bongkar muat, dan pengolahan air limbah menjadi perhatian terbesar.
Beberapa senyawa yang disewa kembali ke udara bersifat karsinogenik atau
beracun. Emisi etilen dan propilen menjadi perhatian karena pelepasannya dapat
menyebabkan pembentukan oksida yang sangat beracun. Senyawa yang dianggap
karsinogenik yang mungkin ada dalam emisi udara termasuk benzena, butadiena,
1,2-dikloroetana, dan vinil klorida. Sebuah cracker nafta khas di kompleks
petrokimia dapat melepaskan setiap tahun sekitar 2.500 metrik ton alkena, seperti
pro-pylene dan etilena, dalam memproduksi 500.000 metrics ton etilena. Boiler,
pemanas proses, suar, dan peralatan proses lainnya (yang dalam beberapa kasus
mungkin termasuk regenerator katalis) adalah bertanggung jawab atas emisi
partikulat, car-bon monoxide, nitrogen oxides (200 tpy), berdasarkan kapasitas
etilena 500.000 tpy, dan sulfur oksida (600 tpy).
Pelepasan senyawa organik volatil (VOC) ke udara tergantung pada
produk yang ditangani di pabrik. VOC yang dilepaskan dapat meliputi
asetaldehida, aseton, benzena, toluena, trichlo-roethylene, trichlorotoluene, dan
xylene. Emisi VOC sebagian besar adalah buron dan bergantung pada proses
produksi, penanganan bahan dan prosedur pengolahan limbah, pemeliharaan
peralatan, dan kondisi iklim. Emisi VOC dari kisaran naphtha cracker dari 0,6
hingga 10 kilo-gram per metrik ton (kg / t) dari produk etilena. Dari emisi ini,
75% terdiri dari al-kanes, 20% hidrokarbon tak jenuh, sekitar setengahnya adalah
etilena, dan 5% dari aromatik. Untuk pabrik vinil klorida, emisi VOC adalah
0,02-2,5 kg / t produk; 45% adalah etilena dichlo-ride, 20% vinil klorida, dan
15% organik terklorinasi; untuk pabrik SBR, emisi VOC adalah 3-10 kg / t
produk; untuk pabrik etil benzena, 0,1-2 kg / t produk; untuk pabrik ABS, 1,4-27
kg / t produk; untuk pabrik styrene, 0,25-18 kg / t produk; dan untuk pabrik
polystyrene, 0,2-5 kg / t produk. Unit petrokimia menghasilkan air limbah dari
operasi proses seperti kondensasi va-por, dari blowdown menara pendingin, dan
dari limpasan stormwater. Air limbah proses dihasilkan pada laju sekitar 15 meter
kubik per jam (m 3 / jam), berdasarkan pada produksi etilena 500.000 tpy, dan
dapat mengandung tingkat permintaan oksigen biokimia (BOD) 100 mg / l, juga
sebagai permintaan oksigen kimia (COD) 1.500-6.000 mg / l, padatan tersuspensi
100-400 mg / l, dan minyak dan lemak 30-600 mg / i. Kadar fenol hingga 200 mg
/ l dan kadar benzena hingga 100 mg / l juga dapat ditemukan.
Pabrik petrokimia menghasilkan limbah padat dan lumpur, beberapa di
antaranya mungkin dianggap berbahaya karena adanya racun atau ganik dan
logam berat. Bekas kaustik dan limbah berbahaya lainnya dapat dihasilkan dalam
jumlah yang signifikan; contohnya adalah residu destilasi yang terkait dengan
unit yang menangani asetaldehida, asetonitril, benzil klorida, karbon tetrachlo-
ride, cumene, phthallic anhydride, nitrobenzene, metil etil piridin, toluena
diisosianat, trichloroethane, trichloroethane, trichloroethane, trichloroethylen,
chlorine , etilena dibromida, toluenediamina, epiklorohidrin, etil klorida, etilena
diklo-tunggang, dan vinil klorida.
Pelepasan tidak sengaja sebagai akibat dari operasi abnormal, terutama
dari pabrik polietilen dan etil-oksida-glikol dalam kompleks petrokimia, dapat
menjadi bahaya lingkungan utama, melepaskan sejumlah besar polutan dan
produk ke lingkungan. Keselamatan instalasi dan prosedur pencegahan kebakaran
dan kontrol harus ada.[1]
 KEADAAN LINGKUNGAN FISIKA-KIMIA
1. Iklim
Gambaran mengenai iklim dapat diperoleh dari data hasil pemantauan
stasiun meterologi yang terdekat. Stasiun meterologi ini mencatat dan
mengumpulkan data antara lain mengenai temperatur udara, temperatur
tanah,kecepatan dan arah angin,kelembababn udara,curah
hujan,penguapan,penyinaran matahari serta keadaan udara.
2. Kwalitas Udara
Dilakaukam untuk mendapatkan gambaran tentang batasan konsentrasi
dari limbah gas-gas diatas kawasan proyek dan sekitarnya sebagai akibat
emisi kegiatan suatu proyek ataupun sumber yang lain.
3. Kebisingan
faktor yang berpengaruh dalam kebisingan adalah meterologi, suhu dan
karakteristik permukaan tanah yang bersama-sama akan mengasorbsi
atau meneruskan suara. Arah angin yang dominan yang akan
mempengaruhi pola penyebaran kebisingan pada jarak tertentu.
4. Fisiografi
Menampilkan topografi lokasi dan morfologi proyek tersebut baik
dataran tinggi maupun rendah, jarak wilayah dengan pantai,
ketinggianya dari permukaan laut
5. Geologi
Secara umum meliputi jenis-jenis formasi batuan, jenis-jenis tanah,dan
gerakan-gerakan tanah. Keadaan geologi ini dalam penampilannya
dilengkapi dengan peta geologi untuk memberikan informasi.

6. Hidrologi
Ditekankan pada kelakuan fisik keadaan hidrologi setempat
(sungai,danau,laut dsb). Kelakuan seperti penyebaran air tanah, pola
aliran sungai, sifat aliran fluktuasi pasang surut, perkiraan debit.
7. Hidro oceanografi
Adalah pola hidro dinamika laut di tampilkan dengan parameter pasang
surut, glombang dan arus, intraksi pola hidrodinamika dengan cuaca,
sedimentasi dan erosi.
8. Kualitas air
a. Kualitas air permukaan
Dianalisis berdasarkan sifat fisik kimia serta program berat yang
terkandung didalamnya. Sifat fisik meliputi tempratur, warna,
kekeruhan, daya hantar listrik. Sifat kimia meliputi Ph, CO 2 bebas,
kesadahan, amonia, silikad, COD dan BOD, kandungan pestisida.
Logam logam berat yang di analisis meliputi Ca, Mg, k, Ca, Ce, Cd,
Cr, Mn, Zn, Pb, Hg.
b. Kualiats air laut
Didasarkan pada bakumutu air laut berdasarkan keputusan menteri
negara KLH. Dianalisis berdasarkan sifat fisik, kimia serta logam
berat yang terkandung
c. Kualitas air tanah
Didasarkan pada bakumutu air menurut PP 20 Tahun 1990 Golongan
B. dianalisis berdasarkan sifat kimia, fisik maupun unsur logam
berat.
d. Kualitas air limbah
Didasarkan pada keutusan menteri Negara KLH.[2]
 KEADAAN LINGKUNGAN BIOLOGI
1. Flora
Untuk setiap pembangunan proyek, pada awalnya harus diketahui keadaan
daerah yang akan di jadikan lokasi proyek. Apakah daerah hutan (hitan
lindung, dan hutan produksi, suaka alam atau taman nasional), pantai
(tanaman bakau) harus di lestarikan

2. Fauna
Pada penentua lokasi yang akan di pakai proyek harus memerhatikan pula
hewan hewan yang ada di lokasi sekitar apakah hewan tersebut langka atau
tempat tersebut merupakan perlindungan bagi hewa hewan tersebut.[2]

 DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP


Pemanfaatan proyek industri petrokimia, yaitu pengolahan atau
penggunaan bahan baku hidrokarbon/”minyak dan gas bumi”, dapat
menimbulkan dampak negatif.[2]

 DAMPAK NEGATIF YANG TIMBUL


Pemanfaatan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar dalam
idunstri petrokimia akan menimbulkan emisi bahan buangan limbah berupa
CO2, CO, CH, NOx, H2S, SOx dan Jelaga (partikel) yang dapat mempengaruhi
kualitas udara sekitarnya. Tetapi apabila kita perhatikan spesifikasi atau
karakteristiknya, maka minyak dan gas bumi indonesia termasuk jenis yang
cukup rendah kandungan belerangnya, sehingga pencemaran oleh gas SOx
dan H2S tidak perlu dikhawatirkan.
Selian limbah gas perncemar tersebut, limbah cair pencemar seperti air
buangan atau cairan berbentuk larutan buangan proses seperti resin-
resin/plastik logam berat, garam organik, dan sisa katalis baik yang dihasilkan
oleh industri petrokimia hulu maupun industri petrokimia hilir, dapat
mempengaruhi/mencemari, kualitas kehidupan disekitarnya. Begitu juga
ceceran-ceceran minyak dalam pabrik dapat menaikan suhu perairan yang
dijadikan tempat pembuangan limbah cair tersebut. Ini semua
mengakibatkan/mengganggu kehidupan flora/fauna disekitarnya.[2]
 DAMPAK NEGATIF UMUM YANG TIMBUL
1. FISIKA-KIMIA
a. Iklim makro
Perubahan iklim mikro dapa terjadi akibat perubahan habitat hutan
hutan primer/sekunder yang menjadi lokasi proyek, lahan pemukiman
pegawai/karyawan maupun untuk pertanian akibat adanya migrasi,
serta pembuangan hahan berbentuk gas lewat cerobong yang dibakar
sehingga memancarkan panas ke seliling tempat proyek/tapak proyek.
b. Kualitas udara
Pencemaran udara adalah sesuatu keadaan udara yang mengandung
senyawa kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi (diatas
normal/ambient) sehingga berpengaruh terhadap manusia, hewan,
tumbuhan dan benda benda lainnya yang berada disekitar kawasan
sumber pencemar. Disamping itu, pencemaran udara dapat mengurangi
kenyamanan hidup. Serta mengganggu kesehatan manusia. Dengan
beroperasinya industri petrokimia tersebut, maka akan menjadi emisi
dari proses pembakaran adalah SO2, CO, HC, H2S, CO2 dan jelaga
partikel partikel.
c. Kebisingan
Kebisingan ini timbul sebagai akibat bunyi mesin mesin pembangkit
listrik, pompa, kompressor, dan sebagainya, apalagi bila nilai ambang
batas kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan kepada
pekerja, karyawan dan penduduk setempat dan bahkan mengusik
satwa-satwa yang hidup disekitar proyek.
d. Kualitas Air Permukaan/Air Laut
Terjadinya pencemran air permukaan/air laut sebagai akibat
pembuangan limbah cair dan panas yang dapat mencemari dan
menaikan suhu air permukaan dan air laut sehingga mengganggu
kehidupan beberapa jenis dlora dan fauna perairan yang tidak tahan
terhadap suhu tinggi maupun polutan. Disamping limbah cair dari
proyek industri petrokimia, air permukaan atau air air laut juga dapat
tercemar oleh limbah domestik atau buangan penduduk setempet,
rumah rumah pegawai/karyawan, juga oleh adanya ceceran minyak/oli
bekas dari proyek industri petrokimia tersebut.
e. Air Tanah
Apabila proyek menggunakan air tanah sebagai sumber air kebuthuan
proyek, maka dalam penggunaan air tanah harus diperhitungan
kemampuan alam dalam penyediaan air tanah untuk proyek industri
petrokimia tersebut.
2. Biologis
a. Flora
Pembukaan lahan untuk proyek dapat menimbulkan hilangnya vegetasi
langka atau hilangnya fungsi hutan (sebagai hutan wisata, produksi, suaka
margasatwa atau suaka alam, taman nasional). Begitu juga dengan adanya
pulotan yang dihasilkan oleh proyek dapat mengurangi vegetasi tertentu
yang tidak tahan terhadap polutan.
b. Fauna
Pencemaran air dapat mengakibatkan kematian atau menurunkan populasi
biota air. Pembukaan daerah pantai yang kaya akan tanaman bakau
(mangrove), dapat mengakibatkan biota air maupun darat tertentu
kehilangan tempat tinggal, tempat berlindung, tempat mencari makan,
tempat berkembang biak, dsb.
3. Sosial – Ekonomi – Budaya
Pembebasan lahan akan mengakibatkan perubahan tataguna dan
kepemilikan lahan. Hal ini sering menimbulkan konflik antar pemrakarsa
proyek dan masyarakat.[2]
 CARA PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENCEMARAN
LINGKUNGAN LIMBAH PETROKIMIA
Cara yang paling baik melakukan pencegahan pencemaran limbah
industri petrokimia adalah melakukan pencegahan pencemaran pada “sumber-
sumber pencemar” di dalam area pabrik, seperti:
1. Penyempurnaan metode proses serta peralatan yang dipakai.
2. Menjaga kebersihan dari tumpahan atau ceceran bahan kimia serta ceceran
lainnya.
3. Menambah unit pemanfaatan hasil samping.
4. Penggunaan kembali air buangan proses (daur ulang) serta usaha-usaha
lain yang tidak menimbulkan gangguan terhadap peralatan, manusia atau
karyawan serta lingkungannya. [2]
 CONTOH CARA PENANGGULANGAN PENCEMARAN AKIBAT
LIMBAH ZAT CAIR
Ada beberapa cara penanggulangan pencemaran akibat buangan
limbah organik cair, yaitu antara lain:
1. Secara fisika, seperti dengan sedimentasi, yaitu berupa pemisahan secara
gravitasi, flotasi, penguraian (stripping), absorpsi, ekstrasi, dll.
a. Absorpsi. Dalam cara ini digunakan karbon aktif yang sering dipakai
untuk menanggulangi limbah yang mengandung zat kimia organik,
seperti pestisida, benzena, fenol, dan hidrokarbon yang telah
mengalami klorinasi (chlorinated hydrocarbon).
b. Ekstrasi. Dalam cara ini digunakan pelarut yang cocok untuk bahan
pencemar yang akan dipisahkan.
2. Secara kimia. Cara penanggulangan pencemaran ini dipakai secara
luas dalam mengolah air buangan industri, yaitu dengan cara netralisasi,
koagulasi, presipitasi, dan oksidasi.
a. Netralisasi. Cara ini dipakai untuk menanggulangi bahan-bahan
pencemar akibat pencucian bahan-bahan buangan asam atau basa
dari proses-proses alkilasi, sulfonasi, nitrasi, dan pembuangan katalis
yang bersifat asam.
b. Koagulasi. Cara ini dipakai untuk menanggulangi buangan bahan
pencemar berupa air bercampur minyak, emulsi atau logam berat
engan bantuan kapur dan fero sulfat sebagai bahan koagulan.
c. Oksidasi. Oksigen atau bahan kimia pengoksidasi digunakan dengan
atau tanpa katalis untuk menanggulangi COD. Salah satu contoh
proses oksidasi yang banyak ditemukan adalah pengolahan buangan
dosmetik secara “air stripping”.
3. Secara biologis
a. Secara Anaerobik (tanpa udara). Proses ini dilakukan di dalam suatu
reaktor di mana bakteri anaerobik akan mengubah bahan limbah cair
organik menjadi gas metana (CH4) atau bio-gas. Gas metana atau
bio-gas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas
untuk pembangkit listrik.
b. Secara Aerobik (dengan adanya udara). Proses ini dilakukan di
dalam suatu reaktor di mana limbah organik cair akan teroksidasi
oleh pertolongan bakteri aerobik dan pemanasan dari luar, sehingga
diolah menjadi air (H2O) (dan CO atau CO2 dengan mengalirkan
udara ke dalam reaktor).
Penanggulangan secara biologis dengan pertolongan bakteri telah
berkembang dengan pesat dan telah banyak digunakan untuk mengolah limbah
buangan yang mudah terurai secara biologis. [2]
Ada empat jenis mikroorganisme, menurut cara mendapatkan sumber
karbon, dan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan metabolisme, yaitu:
1. Heterotrophs, yaitu mikroorganisme yang melakukan metabolisme
dengan cara memanfaatkan bahan koloidal dan organik karbon yang
berupas suspensi, dan merubahnya menjadi gas dan cell tissue yang
segera mengendap di dasar bangunan, karena berat jenisnya lebih besar
dari berat jenis air limbah tersebut. Selanjutnya endapan yang ada pada
cell tisue biasanya dihilangkang dengan cara disaring dengan proses
filtrasi, atau di endapkan pada bak pengendap. Mengingat cara
perolehan sumber energi, mikroorganisme ini dapat dibagi lagi, atas :
 Chemoheterotrophic, karena mendapat energi dari reaksi oksidasi
dan reduksi bahan organik.
 Photoheterotrophic, karena mendapat energi dari sinar.
2. Autotrophs, yaitu mikroorganisme yang melakukan metabolisme
dengan memanfaatkan CO2, dan merubahnya menjadi cell tissue dengan
mengingat sumber energinya, maka sekali lagi, mikroorganisme ini
dapat dibagi lagi, atas:
 Chemoautotrophic, karena mendapat energi dari reaksi oksidasi dan
reduksi bahan organik.
 Photoautotrophic, karena mendapat energi dari sinar.[7]

 KUALITAS AIR LIMBAH


Untuk mengetahui jumlah limbah pencemaran di dalam air atau di dalam
sungai penampungan, dapat diukur dengan methoda atau cara, sebagai berikut:
1. B.O.D = Biological Oxygen Demand (mg/l). kebutuhan oksigan secara biologi
kehidupan.
2. C.O.D = Chemical Oxygen Demand (mg/l). kebutuhan oksigen secara kimia.
3. T.O.D = Total Organic Carbon. Jumlah karbon organik, sebagai berikut:
 Limbah dalam air dikeringkan, kemudian dibakar pada suhu tinggi. Kadar
CO2 yang terbentuk dari hasil pembakaran tersebut dianalisa dengan sinar
inframerah, didapat harga T.O.C nya.
 Reaksi penguraian senyawa karbon dalam air dapat berlangsung dengan
cara:
a. Aerob (dengan O2)
b. Anaerob (tanpa O2)
 Penguraian secara anaerob dapat menybabkan atau mengeluarkan bau busuk
yang merangsang (bau yang berasal dari H2S, NH3), dan apabila air tercemar
sampai bau busuk, maka didalam air tersebut kadar O 2 nya sudah tidak ada
lagi atau airnya sudah cukup tercemar.[2]
KESIMPULAN
1. Dengan meningkatkan kegiatan pembangunan industri pada umumnya
dan kegiatan pembangunan industri petrokimia pada khususnya, yang
sudah banyak dilakukan oleh para pengusaha swasta belakangan ini,
maka pembangunan proyek-proyek industri petrokimia di Indonesia
sudah semakin harus memperhatikan dampak-dampaknya terhadap
lingkungan di sekitarnya.
2. Pengendalian limbah pencemar industri petrokimia mudah ditangani dan
tidak akan menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap lingkungan
hidup di sekitarnya, asalkan dari semula dampak negatif yang akan
ditimbulkannya dapat di waspadai atau dengan perkata lain kalau dari
semula para petugas yang meanganinya di lapangan sudah tanggap
terhadap permasalahan dampak lingkungan hidup yang akan
ditimbulkannya.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Middlebrooks, E.J. 1979. Industrial Pollution Control. volume I :
Agroindustries Jhon Willey & Sons. New York.
[2] Ir. Pandjaitan, Maraudin, Dipl.Ing.Petro. 2000. Industri Petrokimia
dan Dampak Lingkungannya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
[3] Sucofindo. 2011. Menteri perindustrian: Green Industry Tidak
Mustahil Dilakukan. www.sucofindo.co.id. Diakses pada 07
september 2012. 18.53.
[4] Mohammad Muhibbul Ibad. 2013. Bioremediasi Limbah Cair PT
Petrokimia Gresik dengan Bakteri Indigenus. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Surabaya.
[5] Sulaiman, fatah. 2016. Mengenal Industri Petrokimia. Untirta Press.
Serang.
[6] Suparni Setyowati Rahayu, dkk. 2008. Kimia Industri. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta
[7] Ir. S. Hindarko. 2003. Mengolah Air Limbah Supaya Tidak
Mencemari Orang Lain. ESHA Seri Lingkungan Hidup. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai