Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT ILMU DAN METODOLOGI

PENELITIAN ILMU PEMERINTAHAN

“HAKIKAT KEHIDUPAN”

OLEH:

NAMA : MUHAMMAD FAJAR


NPP : 30.0249
KELAS : H-6
PRODI : PRAKTIK PERPOLISIAN TATA PAMONG
DOSEN : Prof. Dr. ERLIYANA HASAN., M.Si

TFAKULTAS HUKUM TATA PEMERINTAHAN


PROGRAM STUDI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah filsafat ilmu dan
metodologi penelitian ilmu pemerintahan dengan baik. Makalah yang penulis
susun dengan sistematis dan sebaik mungkin ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kuliah. Dalam makalah ini penulis menjelaskan mengenai “Hakikat Kehidupan”

Dengan terselesaikannya makalah ini, maka penulis tidak lupa mengucapkan


terima kasih kepada dosen karena telah memberikan arahan dan bimbingan
sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik.

Demikian makalah ini, penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, diharapkan kritik dan saran pembaca demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca. Sekian dan terima kasih.

Penulis
DAFTAR ISI
Isi Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................... ii
1. PENDAHULUAN ......................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ……………………….............................. 2
C. Tujuan Masalah ……………………………………………………2
II. PEMBAHASAN ............. ............................................................ 3
A. Filosofi Kehidupan………………………............................... 3
B. Tahapan Kehidupan…………………....................................... 4
C. Filososi Takdir………………………....................................... 5
D. Fillosofi Perjuangan ………………………...................................... 6
E. Filosofi Agama………………………....................................... 6
F. Filosofi Kematian………………………....................................... 6
III. PENUTUP ..................................................................................8
A. Kesimpulan ......................................................................... 8
B. Saran ..................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................9
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Filosofi hidup hampir berkaitan dengan prinsip hidup. Semua orang yang


masih eksis mempunyai pegangan hidup, tujuan hidup, prinsip hidup maupun
filosofi hidup. Tentunya hal ini cukup berbeda di antara satu dengan lainnya
dalam menyikapinya. Karena, setiap
orang itu tidak sama, setiap orang itu unik, setiap orang merupakan mahluk
individualisme yang membedakan satu dengan lainnya.
Ada yang mempunyai tujuan hidup yang begitu kuat, namun prinsip
hidupnya lemah, atau sebaliknya ada orang yang mempunyai tujuan hidup yang
lemah, namun memiliki prinsip hidup yang kuat. Ini tidaklah menjadi suatu
permasalahan, yang penting seberapa baiknya
seseorang menyambung hidupnya dengan berbagai persoalan dunia yang ada, atau
dengan kata lainnya bagaimana kondisi psikologis atau jiwa seseorang dalam
menjalani hidupnya.
Prinsip hidup masih jauh kaitannya dengan psikologi, namun psikologi
mau tak mau berhubungan langsung dengan prinsip hidup. Karena, dengan
meninjau prinsip hidup seseorang dapat diketahui kondisi jiwa seseorang. Prinsip
hidup dan filosofi hidup sangat luas cakupannya, tidak hanya ditinjau dari segi
psikologi, tapi seluruh cabang ilmu pengetahuan yang ada. Prinsip hidup
seseorang dapat diambil dari perspektif psikologi, agama, seni,
literatural, metafisika, filsafat dsb.
Bagi sebagian orang, filosofi hidup dapat dijadikan sebagai panutan hidup,
agar seseorang dapat hidup dengan baik dan benar. Adapula sebagaian orang yang
tidak menghiraukan apa itu tujuan hidup dan filosofi hidup, ia hanya hidup
mengikuti arus yang mengalir dan
sebagian orang lagi, terlalu kuat memegang tujuan hidup dan filosofi hidupnya
sehingga membuat ia menjadi keras dan keras, Jadi, kesimpulannya ada 3 sifat
manusia yang bisa ditinjau dari filosofi hidupnya, yaitu orang yang lemah, orang
yang netral dan orang yang
keras.
Orang yang lemah adalah orang yang tidak mempunyai tujuan hidup atau
prinsip hidup. Ia tidak tahu untuk apa ia hidup, ia tidak berusaha mengetahui
kebenaran di balik fenomena alam ini, sehingga terkadang baik dan buruk dapat
dijalaninya. Orang yang netral adalah orang yang mempunyai tujuan dan prinsip
hidup, tetapi tidak mengukuhinya
dengan terlalu kuat. Ia berusaha mencari kebenaran hidup dan hidup dalam
kebijakan dan kebenaran, ia bebas dan netral, tidak kurang dan tidak melampaui,
ia berada di tengah-tengah. Orang yang kuat adalah orang yang memegang kuat
tujuan dan prinsip hidupnya. Sehingga ia mampu melakukan apa saja demi
tercapai tujuannya. Ia terikat oleh

1
filosofinya, ia kuat dan kaku berada di atas pandangannya, ia merasa lebih unggul
dari orang lain dan melebihi semua orang. Jika ditinjau dari sisi psikologi. Orang-
orang yang di atas juga dapat dikategorikan, seperti orang yang mempunyai jiwa
yang lemah, jiwa yang sedang dan jiwa yang kuat. Namun, untuk yang
berjiwa sehat, seseorang tidak hanya dilihat dari jiwa lemah, sedang
ataupun kuatnya. Penerapan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari
itulah yang penting.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas ,penulis membuat rumusan masalah


sebagai berikut:
1.Apa itu Filosofi Kehidupan?
2. Apa itu Tahapan Kehidupan?
3. Apa itu Filososi Takdir?
4. Apa itu Filosofi Perjuangan?
5. Apa itu Filosofi Agama?
6. Apa itu Filosofi Kematian?

C.      Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Apa itu Filosofi Kehidupan


2. Untuk mengetahui Apa itu Tahapan Kehidupan
3. Untuk mengetahui Apa itu Filososi Takdir
4. Untuk mengetahui Apa itu Filosofi Perjuangan
5. Untuk mengetahui Apa itu Filosofi Agama
6. Untuk mengetahui Apa itu Filosofi Kematian

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filosofi Kehidupan

Pertanyaan yang yang sering melikupi kehidupan manusia yang tidak pernah
tuntas untuk diselesaikan karena selesai satu timbul lagi yang lain selama ini,
kehidupan penuh dengan misteri bagaimana manusia menjalaninya?. Awal dari
abad ke 6 meupakan langkah awal menjawab pertanyaan tersebut dengan merubah
pola pikir MITOS dengan LOGOS (Logika), dimana sejak awal abad ke 6 para
pemikir di wilayah Miletos sudah mencoba memahami dan menjelaskan dunia
dan gejalah – gejalah kehidupan tanpa bersandar pada mitos lagi, melainkan pada
hasil pemikiran yang logis (Logos). Logos berarti : kata (Tuturan, Bahasa) atau
akal budi. Karena dengan logos mereka mencari prinsip-prinsip rasional dan
objektif untuk menjelaskan keteraturan dunia dan posisi manusia didalamnya,
sejak saat itulah dimulai sejarah filsafat kuno.
Filsafat sebagai induk ilmu pelan-pelan menjadi “KURUS”, karena di
tinggalkan oleh berbagai cabang ilmu yang sebelumnya menyatu dengan Filsafat,
bagaimnapun juga sekarang terdapat wilayah tertentu yang belum mampu digarap
oleh ilmu lain kecuali oleh filsafat. Wilayah tersebut antara lain: nilai (Velue),
entah nilai barang maupun nilai hidup. Hal tersebut membuat filsafat tetap
menjadi ilmu yang belum btergantikan peranannya, karena menggantikan sesuatu
dengan bantuan akal budi untuk mengetahui sesuatu yang terdalam dari sesuatu
itu tetap menjadi wilayah garapan filsafat.
Filsafat sebagai pengetahuan yang sistematis, metode dan koheren¸tentang
seluruh kenyataan dari sisi yang paling terdalam, disebut sistematis karena :
pengetahuan yang diperoleh merupakan sesuatu keseluruhan yang terpadu,
metodis karena menggunakan penalaran tertentu yaitu penalaran yang logis dan
Koheren karena setiap bagian merupakan rangkaian yang paling bersesuaian.
Yang menjadi objek kajian adalah seluruh kenyataan, sedangkan segi pandangnya
adalah segi yang paling mendalam. Dalam filsafat baarat, aspek terdalam itu
sering diterangkan sebagai “per ultimas causas”. Filsafat bertugas menyelidiki
sebab-sebab terakhir dari kenyataan.

B. TAHAPAN KEHIDUPAN
Bagaimana kehidupan itu bermula? Teilhard de Chardin seorang ahli dari
Prancis membedakan 3 fase dalam evolusi bumi yaitu :
1. Fase geosfeer Sering juga di sebut fase Pra-hidup yakni bagaimana
terjadinhya matahari dan sembilan planet

3
2. Fase Kehidupan atau Biosfer Fase kehidupan mulai tampak dalam sel-sel,
unit kehidupan yang terkecil. Maka kehidupan cepat merata ke seluruh permukaan
bumi.
3. Fase Pikiran atau Noosfeer Fase ini diawali dari suatu peranyaan mendasar
“Bagaimana Kehidupan itu berlangsgung?” pertanyaan tersebut akan dijawab
dengana membandingkan aantara sesuatu yang memiliki kehidupan dengan
sesuatu yang tidaak memiliki kehidupan, dan antara makhluk hidup dengan mesin.
Dalam fase ini faktor terpenting adalah karakter umum makluk hidup dimana
dalam mengimplementasikan gagasan hidup tersebut lebih nyata pada sisinya
masing-masing. Mengenai tahapan kehidupan seorang ahli biologi rusia yang
bernama Oparin menyatakan bahwa “mengapa molekul-molekul makhluk hidup
tersusun menyusun struktur ini-struktur ini ?, jawabannya adalah karena struktur-
struktur inilah yang dituntut oleh tujuan kehidupan, dan tujuan itu adalah demi
kebaikan yang seharmonis mungkin dari makhluk hidup dan spesiesnya. Lebih
lanjut oparin menambahkan bahwa : Kehidupan itu berlangsung dalam suatu
proses yang terus menerus bekerja, berjuang dan menjadi sesuatu yang
bermanfaat. 2. Kehidupan yang ada pada setiap makhluk hidup mempunyai
tujuan, dengan kata lain keberadaan makhluk hidup termasuk manusia dan itu
tidak kebetulan saja.

KONSEP HAKIKAT HIDUP MANUSIA


Terdiri dari 3 konsep hakikat dasar yaitu : Menerima, memberi dan berbagi
1. Menerima Manusia terlahir kemudian menggunakan seluruh potensi dirinya
untuk menerima sesuatu (ikhlas), itulah hal pertama yang didapatkan manusia, "
manusia pada hakikatnya menerima
2. Memberi Manusia berkembang dengan mengikuti waktu, dimasa itu
manusia mulai mengumpulkan semua pengalamanyang diterima semasa
perkembangannya, karena hakikat manusia yang selalu menerima, di waktu yang
samamanusia sadar bahwa dirinya tidak sendiri, di saat aku memberikan
senyuman karena kebaikan (ikhlas), di waktuyang sama aku akan berjumpa
dengan banyak senyuman, "manusia pada hakikatnya memberi
3. Berbagi Terakhir, dengan kedua hakikat tersebut secara tidak langsung
manusia selalu berbagi, kehidupan ada karena adayang menerima dan ada yang
memberi, secara sadar (ikhlas), setiap waktu manusia selalu menerima
danmemberi, manusia menggunaka seluruh potensinya untuk menerima dan disaat
yang sama manusia memberikanseluruh potensinya untuk kelangsungan hidup,
"manusia pada hakikatnya berbagi" Kesimpulan "Disaat aku menggabungkan
ketiga hakikat dasar, aku akan berjumpa dengan satu kata yang selalu melekat
padatiap hakikat dasar, kata itu adalah "ikhlas", sederhana"

4
C. Filosofi Takdir
Masalah takdir telah dibicarakan sejak 333-263 SM oleh filsafat kaum stoa,
dimana kaum stoa memiliki pengaruh yang sangat kuat pada zaman itu, kata stoa
diambil dari kata Yunani “stoa poikile” . menurut mereka bahwa segala sesuatu
yang ada di muka bumi telah ditetapkan oleh Sang Penciptanya dimana hukum
takdir berlaku bahwa semua yang ada di jagat raya ini tidak bisa luput dari
keberlangsungan dan hukum itu mutlak menurut mereka. Sehingga untuk
mencapai kearmonisan dan keselarasan dalam menjalani takdir maka Zenon
merancang ajaran etikanya agar makhluk hidup bisa menjadikannya sebagai
pedoman.
Pernah saya baca sebuah artikel di dalam artikel ini menulis bahwa : “
seringkali dalam hidup manusia ada banyak keinginan yang tifdak terwujud, ada
banyak harapan yang tidak bisa dikerjakan walaupun manusia telah berusaha
sekuat tenaga dan sebisanya, pada awalnya sih dianggap sebagai kenyataan yang
harus diterima, namun kalau hal tersebut terus berulang, maka akan timbul
pertanyaan apakan takdir identik dengan hal-hal yang tidak diharapkan saja???”
namun ketika saya berpikir secara tajam dan merasakan secara mendalam, maka
dapat saya katakan bahwa “ semua yang manusia kerjakan dalam hidupnya tidak
ada yang sia-sia karena walaupun gagal namun semuanya menjadi pembelajaran
dalam hidup, karena takdir, nasib, dan skenario kehidupan manusia telah di
tentukan oleh yang menciptakan kita (sesuai konsep kepercayaan setiap individu),
karena menurut Phyro “Manusia selalu keliru dalam menanggapi apapun yang
terjadi dalam menerus hidupnya. Ada Peribahasa yang berbunyi “quod factum est,
infactum fieri nequit” yang berarti bila suatu peristiwa telah terjadi, tidak ada
sesuatupun yang dapat mengubahnya dan kekuasaan duniawi maupun surgawi
tidak dapat mempengaruhinya lagi.

D. Filosofi Perjuangan
Hidup ini berlangsung di dalam suatu proses yang terus menerus. Terus
menerus bekerja, berjuang mempertahankan hidup, bahkan dar evolusi diketahui
bahwa sebelum kehidupan. ada disemesta proses perjuang itu telah berlangsung
untuk membuahkaan kehidupan baru. 13 Secara sederhana, pikiran manusia dapat
di kategorikan dalam dua aspek dengan ciri dan fungsinya masing-masing:
Pertama “Pikiran itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa pikiran jenis pertama ini
bekerja di alam bawa sadar kita, pada wilayah kerja pikiran ini banya menyimpan
misteri” berkaitan dengan pikiran ini E.R. Hilgard mengungkapkan apa yang
disebutnya hidden observer dalam observasinya, Hilgard menentukan pada
banyak subjek yang di hipnotis bahwa sebagian dari pikiran yang tidak berada
dalam kesadaran tampaknya bertindak sebagai penonton terhadap apa yang
dialami oleh subjek yang diobservasi. Kedua “ pikiran yang akan memahami
dirinya sendiri, pikiran ini identik dengan kata Akal, Akal Budi yang biasa dipakai
untuk memahai pikiran, melalui jenis pikiran kedua ini manusia bisa menafsirkan
suatu nilai yang muncul dalam pikiran , oleh karena itu ada kalimat : “berpikir
sebelum berbicara” dari kalimat ini dapat dikatakan bahwa hendaknya setiap
manausia dapat menggunakan akal budinya dalam mempertimbangkan baik
buruknya segala sesuatu sebelum di ungkapkan. Fungsi pikiran kgedua ini dapat
juga dikatakan sebagai perilaku. Perilaku kehidupan manusia dari lahir sampai
mati diwarnai perjuangan. Lahir saja sudah harus berjuang, apalagji setelah lahir
dan berproses tumbuh dewasa, ada ungkapan klasik yang berbunyi : “Hidup
adalah perjuangan, dan perjuangan berarti memilih, untuk memilik manusia harus
memiliki pengetahuan yang sistematis. Perjuangan dapat dijelaskan secara singkat
secara sederhana apapun yang manusi aperoleh sekarang ini tak pernah
terbayangkan sebelumnya, namun melalui perjuangan semua yang terjadi
sekarang ini terjadi, walaupun dalam prosesnya mengalami berbagai tantangan
“Trial and Eror”.

E.Filosofi Agama

Dalam kaidah secara agama, filosofi yang terbentuk cenderung dekat dengan
akar budaya dimana (tempat) agama tersebut menjadi besar maupun tempat
dilahirkan. Kecenderungan penguasa pada saat proses terjadinya agamapun kerap
sangat berpengaruh besar atas atas kaidah maupun norma yang selanjutnya
menjadi ketetapan. Sakralisasi akan semakin terjadi bila pemahaman atas agama
sudah mulai tidak singkron dari filosofi agama itu sendiri.

Penyimpangan2 yg terjadi sebagai akibat interfensi penguasa, kelompok


kepentingan maupun golongan yg berpengaruh, sebagai akibat perkembangan
yang terjadi diwaktu belakangan hari setelah kelahiran agama akan menjadi hal
biasa disebabkan semakin pluralisasi dalam masyarakat yang terbagi dalam
banyak kepentingan.Dalam banyak kitab suci agama yang ada dengan mayoritas
pengikutnya didunia, banyak  terjadi pemahaman yang berbeda-beda dari tiap2
generasi, yang menelorkan pemahaman dan aliran yang cenderung berkelompok-
kelompok. Sehingga klaim kebenaran akan dengan sendiri nya menjadi eksklusif
milik kelompok sesuai dg pengakuan dimana masing2 bernaung.

Kebenaran itu sendiri bersifat nisbi yang menempati ruang dan waktu serta
dinamis mengikuti hukum2 yang telah ditetapkan  Sang Pencipta. Kebenaran
tidak akan bisa dicapai dalam perjalanan seseorang yang berlandaskan logika
semata dan berbekal keimanan keimanan, sampai dg pencapaian hujjah akal (akal
telah mendapat bukti atas kebenaran tsb).

Penyimpangan yang terjadi diawal akan berlarut-larut akan terus terjadi


dikarenakan kedangkalan dalam konsep berfikir, serta melupakan penguasaan atas
filosofi dari agama yg dianutnya itu sendiri. Hal ini potensial dan telah terbukti
mengakibatkan banyaknya perselisihan.

52 2
5
Mengatasnamakan Tuhan menjadi hal yg biasa dilakukan untuk mencapai
tujuan baik secara sadar maupun tidak, walaupun manusia diberikan akal untuk
berfikir, tetapi peran nafsu yang menjadi dasar, dimana akal memfasilitasi dari
nafsu itu untuk mencapai tujuan yg diinginkan, dengan pembenaran2 yang
disesuaikan. Padahal, tidak disatu kitab suci pun membolehkan nafsu untuk
berperan dalam pengambilan keputusan, tetapi nyatanya hampir semua keputusan
musyawarah secara agama melibatkan nafsu.Keterlibatan nafsu dalam diri
manusia membuktikan bahwa akal bukanlah satunya2nya fasilitas dalam
memahami dan mencapai tujuan hidup didunia.

Akal lebih dari sekedar alat yg digunakan dalam pencapaian tujuan manusia
dalam menterjemahkan elemen2 yg di tangkap manusia secara materi maupun
immateri, menterjemahkan keinginan yang muncul dan
merealisasikannya.Bagaimana mungkin dapat memahami sesuatu yang hukum
dan ketentuannya berbeda. Hal ini dapat diibaratkan manusia yang mencoba
mempelajari laut sementara mereka hidup dalam daratan. Ilmu yang mereka
peroleh sangat sedikit dan tidak akan pernah selesai karena banyaknya
keterbatasan semisal tehnologi, dana, kualitas pengetahuan dan kandugan laut itu
sendiri maupun hal lainnya, serta keterbatasan usia manusia yang melakukan riset
tersebut.Kalaupun terjadi kesimpulan maupun pendefinisian, pemahamannya akan
sangat terbatas pada mereka yang mengkhususkan diri dalam bidang tertentu.

Akal menjadi alat/ fasilitas dalam memhami ketuhanan ditahap awal, dimana
dalam tahapan berikutnya akan menjadi pembatas.Begitu juga keimanan sebagai
pintu pertama mendoktrinisasi diri dalam menerima nilai2 agama yang tidak bisa
diterima oleh akal (diwaktu tsb).Kemajuan tehnologi yang digaungkan oleh kaum
logis (mereka yang menomorsatukan logika diatas segalanya) diikuti oleh
percepatan pemahaman atas spiritual.dimana pada kenyataannya terjadi shortcut
dalam pencapaian derajat seseorang dalam konteks terpilih.

Spiritualist yang terberkati mereka yang mempunyai kemampuan lintas


agama, dimana mereka berfikir tanpa dibatasi oleh dimensi maupun ketentuan
yang terbatas, melainkan sejalan dengan hakiki kitab suci yang dapat ditemukan
dalam filosofi keagamaan.Pemahaman agama tanpa berfikir akan mudah berubah
dalam perjalanannya ataupun akan berakhir dalam fanatisme berlebihan yang
sudah pasti keluar dari filosofi agama manapun.

Mereka yang berada dan menamakan dirinya agamis, hanya layak disandang
oleh mereka yang mempunyai kemampuan menganalisa dan memperoleh
pemahaman dalam mengartikan filosofi dalam agama serta ketentuan / aplikasi
dunia secara detil. Bagaimana mungkin mereka mengatasnamakan agama
sementara mereka sendiripun tidak dapat menjelaskan secara ‘mendekati
kebenaran’ mengenai siapa Tuhan.Sebaliknya, kaum atheis tidak akan mampu
mencapai serta mempercayai konsep ketuhanan, karena ketidak adaan sesuatu’
tertentu yang mutlak dimiliki. Hal ini diibaratkanseperti halnya seorang tukang
masak disuruh membuat steik daging tetapi tidak mempunyai daging.

Sehingga dalam realitanya terdapat sedikit dari mereka yng memiliki


kemampuan memproses akal dan hati dalam menyerap ilmu Hakikat Ketuhanan.
Mereka orang yang terpilih dengan tugas masing2 dan diantara mereka suatu saat
akan saling mengenal dalam keilmuanNya.Dogma dalam masyarakat yang tidak
mendasar, erat kaitannya dengan cerita turun temurun yang dipercaya sebagian
orang sebagai sesuatu yang nyata, ditambah lagi pengkultusan individu sebagai
seseorang dengan kemampuan yang luar biasa, menimbulkan penambahan-
penambahan yang semakin menjauhkan dari esensi agama dalam misinya. Kerap
kali dalam perdebatan terjadi adu argumentasi berdasarkan emosional dan
pemahaman yang sempit atas agama, sehingga agama tersebut menjadi rancu
dalam hubungannya dengan pengetahuan.Kondisi tersebut dialami oleh semua
agama dalam perjalanannya, hanya saja ada yang tetap bisa bertahan dengan
kembali ke aturan dasar (Kitab Suci), ada yang mengalami revisi, maupun
pergeseran dalam aplikasinya.

Filsuf Jerman, Immanuel Kant dengan teori Pnoumena (realitas jasmani) dan
Noumena (realitas rohani, dengan kategori talenta), cukup mendekati terhadap
realitas atas 2 sisi kehidupan yang berbeda tersebut. Hanya saja Kant sebagai
pengamat, bukan pelaku yang memiliki Noumena cukup untuk menjembatani 2
hal yang berbeda tersebut.Bagaiman mungkin pencapaian kesimpulan spiritual
dengan hukum dan standart sendiri, dapat dinilai oleh logika yang memiliki
hukum dan standart berbeda !? Hal ini muncul sebagai reaksi kedangkalan logika
manusia dalam pemahaman yang tidak mampu dioptimalkan, diarahkan ke hal
lain yang mereka mampu menganalisa , tetapi pada kenyataannya telah jauh
melenceng dari target semula.

Sigmun Freud (1856-1939) yang menyimpulkan bahwa agama adalah satu


respon manusia terhadap ketidak berdayaan mereka untuk mengontrol dunia,
merupakan kesimpulan yang mengandung kebenaran (sebagian besar manusia
melakukan hal ini). Hanya saja tolok ukur dari sudut pandang logika akal, padahal
wilayah ini menjadi bagian dari logika spiritual

F. Filosofi Kematian

Untuk perwujudan pencitraan desain arsitektural yang seperti apa, terlebih


dahulu perlu dilakukan pengajian teori secara singkat mengenai filosofi mengenai
kehidupan setelah kematian. Manusia, memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki
makhluk hidup lain, yakni roh yang menghidupi tubuh fana manusia. Semua
ajaran agama, dan buah pemikiran manusia dari nalar, penelitian, dan fenomena
dari waktu ke waktu, menghasilkan teori bahwa, setiap insan manusia setelah

6
meninggal dunia, akan mengalami peralihan kehidupan, dimana meski tubuhnya
sudah mati, rohnya akan masih tetap hidup untuk memasuki dunia baru dalam
dimensi yang berbeda. Sehingga meskipun tubuh manusia itu tidak lagi berdetak
jantungnya, sudah tidak lagi bisa merespon dengan gerakan apapun, namun
rohnya masih dapat mendengar dan melihat kejadian yang berlangsung di
sekitarnya, walaupun juga tidak dapat berkomunikasi dengan orang yang masih
hidup secara langsung.

Riset tentang Filsafat  Kematian [Philosophy of death], maka dalam telahan


alat akademik adalah 3 tokoh yakni  Filsafat Kematian: Martin Heidegger,
Thomas Nagel, Philip Gould. Riset ini membahas 3 tokoh tesebut secara berturut-
turut Makalah ini membahas tiga pendekatan untuk konsep kematian: pendekatan
eksistensial oleh Heidegger, evaluasi pragmatis oleh Nagel, dan   pengalaman oleh
Philip Gould. Riset tentang kematian yang bersifat Experiential  [pengalaman
yang dihayati] dilakukan oleh: Philip Gould. Philip Gould, alias Lord Gould dari
Brookwood, bukan seorang filsuf.

Philip Gould [ 30 Maret 1950- 6 November 2011] adalah ahli strategi Partai
Buruh yang brilian yang membantu membawa PM Tony Blair ke tampuk
kekuasaan pada tahun 1997, dan dianugerahi gelar kebangsawanan pada tahun
2004. Di sini, di bagian pertama dari dua kutipan dari buku barunya yang
diserialkan di Mail,  menggambarkan perjalanan yang bergerak dari diagnosis
dengan kanker esofagus pada tahun 2008 untuk diberi tahu dia memiliki tiga
bulan untuk hidup. Dia meninggal pada 61 November 2011, ditemanin dengan
setia oleh  istrinya Gail dan putri mereka, Georgia, 25, dan Grace, 22, di sisi akhir
hayatnya.

BAB III

7
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Filsafat Hidup, makna filsafat sesungguhnya adalah berpikir. Artinya
apabila anda sedang berpikir itu artinya anda sedang berfilsafat. Jadi,
kesimpulannya substansi filsafat adalah “Berpikir”. Sedangkan hidup adalah
waktu dimana manusia bernyawa, tumbuh, dan berkembang. Dan setiap orang
yang hidup pasti mempunyai kehidupan dan setiap kehidupan pasti ada masalah,
dan setiap manusia melewati masalah pasti ada pengalaman, setiap pengalaman
maka ada hikmah yang diambil, dan setiap hikmah yang diambil pasti ada
pendewasaan.
Manfaat mengetahui filsafat hidup diantaranya adalah membangun diri
sendiri dengan berpikir lebih mendalam dan memberi isi kepada hidup kita
sendiri, memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan
persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari, memberikan pandangan yang luas
membendung egoisme dan egosentrisme, memberikan dasar-daar baik untuk
hidup diri sendiri maupun untuk kepentingan ilmu-ilmu pengetahuan.

B.     Saran

   Sebagai makhluk hidup sudah selayaknya kita memiliki filsafat hidup, dan
penting bagi kita untuk mengetahui tentang manfaat dari filsafat hidup itu sendiri 

8
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Eeliana. 2014. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penenelitian Ilmu
Pemerintahan. Bogor: Ghalia Indonesia
https://salwintt.wordpress.com/artikel/kisah-islami/filsafat-hidup/

Anda mungkin juga menyukai