Angka kejadian hamil anggur secara pasti sangatlah bervariasi di dalam
beberapa populasi yang berbeda. Pada penelitian epidemologi ditemukan angka kejadian hamil anggur di Amerika Serikat adalah 108 kasus per 100.000 kehamilan. Pada Negara Itali terdapat 62 kasus per 100.000 kehamilan. Sedangkan pada Negara China terdapat 667 kasus per 100.000 kehamilan. Angka kejadian hamil anggur tertinggi terdapat pada wilayah Asia Tenggara, dan Negara-negara yang mendominasi yaitu Jepang, China, India, Indonesia, dan Turki. Hamil anggur lebih sering terjadi pada wanita usia reproduksi yang ekstrem oleh karena itu populasi hamil anggur pada kehamilan usia dini dan usia tua lebih tinggi disbanding dengan kehamilan pada usia yang lebih terbatas. Hal ini dapat menjelaskan beberapa perbedaan observasi regional tetapi tentu tidak semuanya. Salah satu kompiklasi kehamilan dan persalinan yang menyebabkan kematian pada ibu adalah pendarahan. Pendarahan dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu pendarahan hamil muda dan pendarahan hamil tua. Pendarahan hamil muda contohnya adalah kehamilan trofoblas yang disebut dengan hamil anggur atau mola hidatidosa. Pada hamil anggur ini terjadi penimbunan cairan dalam jaringan vili chorionic dan terbentuklah gelembung mola. Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak diderita oleh golongan social ekonomi rendah, umur dibawah 20 tahun dan diatas 34 tahun serta dengan paritas yang tinggi. Contoh dari kasus hamil anggur ini adalah seorang wanita yang berusia 30 tahun memiliki keluhan keluarnya darah lewat kemaluan yang terjadi semenjak satu hari yang lalu. Darah berwarna merah segar berbentuk gelembung seperti mata ikan namun itu merupakan gumpalan-gumpalan darah. Hal ini disertai dengan nyeri pada bagian perut. Wanita ini memiliki riwayat persalinan sebelumnya dengan jarak kurang lebih delapan bulan. Setelah dilakukan perawatan didapatkan data TD 120/80mmHg, nadi 86x/menit, pernafasan 24x/menit, suhu 36,70 C. Pemeriksaan obstetric mendapatkan bahwa abdomen sedikit cembung, dan nyeri jika ditekan, uterus setinggi umbilicus. Pada pemeriksaan inspekulo ditemukan adanya portio livid, orifium uterus eksternum tertutup, fluksus, dan darah menjadi tidak aktif. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,7 gr/dl, T3 0,7 nmol/l, T4 20 nmol/l, dan tes kehamilan positif. USG menunjukkan vesicular pattern dan kista lutein berukuran 5x6 cm. Kemudian pasien ini di diagnose menderita mola hidatidosa atau hamil anggur. Setelah dilakukan studi penelitian di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat didapatkan data bahwa kasus hamil anggur paling banyak terjadi pada kelompok umur ≥35 tahun yaitu sebanyak 6 kasus. Pada kelompok umur 16-20 tahun sebanyak 4 kasus dan pada kelompok umur 30-34 tahun dengan angka kejadian yang sama. Pada kelompok umur 21-24 tahun dan 25-29 tahun juga mempunyai angka kejadian yang sama yaitu sebanyak 2 kasus. Pada kelompok umur ≤15 tahun tidak ditemukan adanya kasus hamil anggur. Sehinnga dapat diambil kesimpulan jika yang paling beresiko mengalami hamil anggur adalah kisaran umur ≥ 35 tahun. Penderita hamil anggur biasanya memiliki kadar hemoglobin ≤ 11 gr/dl, besar uterus sesuai usia kehamilan ¿ 20 minggu, penyulit hyperemesis graviadarum dan tirotoksikosis.
Hopker, S.W. and Brockington, I.F. 2011. Psychosis Following Hidatidiform Mole in a Patient with Recurrent Puerperal Psychosis. Journal of Psychiatry. Vol 158.