Anda di halaman 1dari 16

Tokoh - Tokoh yang Berperan Dalam Pengembangan Bahasa Indonesia

Nama: Nadia Iffa Zhafira NIM : 11170700000105

A. Latar Belakang

Bahasa adalah kemampuan manusia untuk dapat berkomunikasi dengan manusia


lainnya dengan di dunia beragam, berkisar antara 6.000 – 7.000 bahasa. Namun,
perkiraan tepatnya bergantung pada suatu perubahan sembarang yang mungkin terjadi
antara bahasa dan dialek. Bahasa manusia dapat dikatakan bahasa yang unik karena
memiliki sifat – sifat produktivitas, rekursif, dan pergeseran, serta karena secara
keseluruhan bahasa manusia bergantung pula pada konvensi serta edukasi sosial.
Struktur bahasa yang kompleks mampu memberikan kemungkinan ekspresi dan
penggunaan yang lebih luas daripada sistem komunikasi hewan yang diketahui.

Bahasa diperkirakan secara bertahap mengubah sistem komunikasi antarprimata.


Perkembangan tentang cara berkomunikasi tersebut terkadang diperkirakan bersamaan
dengan meningkatnya volume otak primata – primata tersebut, dan ahli bahasa banyak
yang berpendapat bahwa struktur bahasa berkembang untuk melayani fungsi sosial dan
komunikatif tertentu. Manusia mempelajari bahasa lewat interaksi sosial dengan orang
– orang disekitarnya pada saat balita, sehingga pada umur yang kurang lebih tiga tahun,
mereka sudah fasih dalam berbicara dengan orang lain. Penggunaan bahasa sudah
menjadi hal wajib untuk berkomunikasi antara satu sama lain. Selain digunakan untuk
berkomunikasi, bahasa juga memiliki fungsi - fungsi sosial dan kultural, misalnya untuk
menandakan identitas suatu kelompok, untuk stratifikasi sosial, serta untuk hiburan.

Bahasa yang digunakan di dunia sekarang sangat beragam. Terdapat banyak rumpun
bahasa di dunia ini. Beberapa diantaranya Rumpun bahasa Indo – Eropa, seperti bahasa
Inggris, Spanyol, Portugis, Rusia, dan Hindi. Kemudian terdapat rumpun Bahasa Sino -
Tibet yang melingkupi Bahasa Mandarin, Cantonese, dan lainnya. Rumpun Bahasa Afro -
Asiatik yang melingkupi Bahasa Arab, Amhar, Somali, dan Hebrew. Lalu, rumpun Bahasa
Austro – Asia yang melingkupi Bahasa Vietnam, Bahasa Khimer, dan Bahasa Mon. Dan

1
juga terdapat Rumpun Bahasa Austronesia, seperti Bahasa Melayu, Tagalog, Tetum,
Malagasi, dan Maori.

Berdasarkan Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, Bahasa


Indonesia merupakan varian dari Bahasa Melayu yang berasal dari Rumpun Austronesia.
Sejak zaman dahulu, Bahasa Melayu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan
(lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh
kawasan Asia Tenggara. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara
dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu
menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sansekerta, Bahasa
Persia, Bahasa Arab, dan bahasa - bahasa di Eropa.

Bahasa Melayu dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dikarenakan sistem


kebahasaannya yang sederhana dan mudah di pelajari, karena dalam Bahasa Melayu
tidak di kenal tingkatan bahasa. Selain itu, karena Bahasa Melayu dapat dijadikan
sebagai bahasa perhubungan dan perdagangan terutama di tepi - tepi pantai, baik
antarsuku yang ada di Indonesia maupun terhadap pedagang - pedagang yang datang
dari luar Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan perkembangan Bahasa Melayu di
wilayah Nusantara serta mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan
dan persatuan Bangsa Indonesia karena bahasa komunikasi pada masa itu menggunakan
Bahasa Melayu.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia dari berbagai pelosok
Nusantara yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan berkumpul dalam Kerapatan
Pemuda dan mengusulkan agar Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, yaitu bahasa
persatuan untuk seluruh Bangsa Indonesia. Pada tahun 1928, Bahasa Indonesia
dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Pada tanggal 18 Agustus 1945
Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa negara karena pada saat itu Undang -
Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang - Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah
bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).

2
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan Bahasa Indonesia dengan
pesat. Peranan kegiatan - kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, majalah dan
keaktifan tokoh – tokoh sangat besar dalam memodernkan Bahasa Indonesia.

B. Pembahasan

Berdasarkan latar belakang diatas, peranan atau keaktifan para tokoh sangat
berpengaruh terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Terdapat banyak tokoh yang
berperan besar dalam pengembangan Bahasa Indonesia. Beberapa diantaranya adalah:

1. Raja Ali Haji Bin Raja Ahmad

Raja Ali Haji Bin Raja Ahmad memiliki nama lengkap Raja Ali Al-Hajj ibni Raja Ahmad
Al-Hajj ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak alias Engku Haji Ali ibni Engku Haji
Ahmad Riau. Ia dilahirkan pada tahun 1808 dan merupakan seorang sastrawan dan ahli
Bahasa Melayu dari Provinsi Riau tepatnya di Pulau Penyengat Tanjung Pinang (sekarang
menjadi Provinsi Kepulauan Riau) yang berasal dari keluarga Kesultanan Riau 1. Ayahnya
bernama Raja Ahmad, dan ibunya bernama Encik Hamidah Binti Panglima Malik
Selangor. Karena sejak kecil beliau dididik dengan pendidikan agama dan sastra arab –
melayu, maka pada tahun 1822, Ia pergi ke Batavia dengan ayahnya dan melanjutkan
perjalanannya ke Mekkah untuk memperdalam agama dan bahasa arab.

Dalam usia yang masih muda, Raja Ali Haji beserta sepupunya, Raja Ali bin Raja Ja’far
dipercaya untuk mengemban tugas kenegaraan. Raja Ali Haji diangkat menjadi penasihat

1
Tim Penerbit Angkasa, Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid I, (Bandung: Angkasa,2009), Hlm. 62.

3
sekaligus tangan kanan Sutan Muda Mahmud Muzaffar Syah yang pada saat itu masih
kanak – kanak. Raja Ali Haji wafat pada tahun 1873 di usia 65 tahun.

Pada saat Sumpah Pemuda tahun 1928, Kitab Pengetahun Bahasa yang ditulis oleh
Raja Ali Haji dianggap sebagai pondasi awal terbentuknya bahasa persatuan, yaitu
Bahasa Indonesia.2 Raja Ali Haji adalah seorang pahlawan nasional di bidang bahasa dari
Provinsi Kepulauan Riau yang dikukuhkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2004
dan telah dianggap sebagai guru besar sastra Melayu bagi Bangsa Indonesia.

Karya – karya dari Raja Ali Haji Bin Raja Ahmad dominan bercorak Islam – Melayu.
Beberapa diantaranya:

 Bustanul Katibin
Bustanul Katibin berisi tentang tata bahasa Melayu.
 Kitab Pengetahuan Bahasa.
 Nahu Bahasa Melayu.
 Syair Abdul Muluk.
 Tuhfat al Nafiz .
 Gurindam Dua Belas
Gurindam Dua Belas diabadikan di makamnya yang terletak di Pulau Penyegat ).

2. Muhammad Yamin

2
Angga Priatna dan Aditya Fauzan Hakim, Nama & Kisah Pahlawan Indonesia: dari masa VOC, Belanda,
Jepang, hingga masa pembangunan, (Jakarta: Anak Kita, 2013), Hlm. 96.

4
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 23
Agustus 1903. Ia menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Salah seorang
anaknya yang dikenal, yaitu Rahadijan Yamin. Sejak kecil Muhammad Yamin sudah
diberikan pendidikan adat dan agama karena orangtua nya yang berasal dari keturunan
kepala adat di Minangkabau. Muhammad Yamin mengenyam pendidikan di Hollands
inlands School (HIS) di Palembang, Ia juga tercatat sebagai peserta kursus di Lembaga
Pendidikan Peternakan dan Pertanian di Cisarua, Bogor dan lulus lima tahun kemudian,
Lalu melanjutkan pendidikannya di Algemene Middelbare School (AMS) di Yogya 3. Di
AMS, ia mempelajari Bahasa Yunani, Bahasa Latin, Bahasa Kaei, dan sejarah purbakala.
Dan dalam waktu tiga tahun saja, ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran
tersebut. Setelah tamat dari AMS, Ia melanjutkan pendidikannya di Hollands inlands
School (HIS) di Jakarta. Dan melanjutkan kuliah di Recht Hogeschool (RHS) di Jakarta. Ia
berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten ( Sarjana Hukum ) pada tahun 1932.

Muhammad Yamin telah aktif dalam berbagai organisasi ketika masih menjadi
seorang mahasiswa. Organisasi – organisasi tersebut diantaranya adalah Yong
Sumatramen Bond ( Organisasi Pemuda Sumatera ) pada tahun 1926 - 1928. Dia juga
aktif dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 di Jakarta dimana dalam kongres
tersebut secara bersama disepakati penggunaan bahasa Indonesia. Ia merupakan salah
satu tokoh yang merumuskan ketiga butir Sumpah Pemuda 4. Organisasi lainnya adalah
Partindo pada tahun 1932 - 1938. Pada tahun 1938 - 1942 Muhammad Yamin tercatat
sebagai anggota Partindo, sekaligus merangkap sebagai anggota Volksraad ( Dewan
Perwakilan Rakyat ). Setelah Indonesia merdeka, Muhammad Yamin dipercaya untuk
menjabat dalam pemerintahan. Ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman pada 1951,
Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan pada 1953 - 1955, Ketua Dewan
Perancang Nasional pada tahun 1962, dan Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara pada
1961 - 1962.5

Muhammad Yamin meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta dan
dimakamkan di tempat kelahirannya yaitu di Sawahlunto. Karena jasa dan

3
Mirnawati, Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap, (Jakarta: CIF, 2012), Hlm. 119.
4
Tim Erlangga Eduka, TOP TRIK: UN SMA/MA IPA 2017, (Jakarta: Tangga Pustaka, 2016), Hlm. 62.
5
Tim Grasindo, Ensiklopedia Pahlawan dari Masa ke Masa, (Jakarta: Grasindo, 2011), Hlm. 115.

5
perjuangannya, Muhammad Yamin resmi menjadi Pahlawan Nasional Indonesia
berdasarkan Keppres No. 88/TK/1973 pada tanggal 6 November 1973.

Muhammad Yamin telah meninggalkan karya - karya yang berarti dalam


perkembangan sastra Indonesia. Karya – karyanya tersebut antara lain:

 Dalam bidang Puisi:


(1) Indonesia, Tumpah Darahku, Jakarta: Balai Pustaka, 1928.
 Dalam bidang Drama:

(1) Ken Arok dan Ken Dedes, Jakarta: Balai Pustaka, 1934.

(2) Kalau Dewa Tara Sudah Berkata. Jakarta: Balai Pustaka, 1932.

 Dalam bidang Sejarah:

(1) Gadjah Mada, Jakarta: 1945

(2) Sejarah Pangerah Dipenogoro, Jakarta: 1945

 Dalam bidang Terjemahan:

(1) Julius Caesar karya Shakspeare, 1952.

(2) Menantikan Surat dari Raja karya R. Tangore, 1928.

(3) Di Dalam dan di Luar Lingkungan Rumah Tangga karya R. Tigore.

(4) Tan Malaka. Jakarta: Balai Pustaka, 1945.

3. Sutan Takdir Alisjahbana

6
Sutan Takdir Alisjahbana lahir di Natal, Tapanilu, Sumatera Utara pada tanggal 11
Februari 1908 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1994, di usia 86 tahun. 6
Ayahnya bernama Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi yang berprofesi sebagai seorang
guru. Ibunya bernama Puti Samiah yang merupakan orang Minangkabau yang telah turun
temurun menetap di Natal, Sumatera Utara. Puti Samiah merupakan keturunan Rajo Putih,
salah seorang raja Kesultanan Indrapura yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di Natal.
Sutan Takdir Alisjahbana memiliki seorang kakek dari garis ayahnya yang bernama Sutan
Mohamad Zahab, beliau dikenal sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan agama dan
hukum yang luas.7

Sutan Takdir Alisjahbana menikah dengan tiga orang istri dan dikaruniai sembilan
orang putra dan putri. Istri pertamanya bernama Raden Ajeng Rohani Daha yang dinikahinya
pada tahun 1929. Dari Raden Ajeng Rohani Daha, Sutan Takdir Alisjahbana dikaruniai tiga
orang anak yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofyan Alisjahbana. Raden
Ajeng Rohani Daha wafat pada tahun 1935. Tahun 1941, Ia menikah dengan Raden Roro
Sugiarti dan dari pernikahannya itu, Ia dikaruniai dua orang anak yaitu Mirta Alisjahbana dan
Sri Artaria Alisjahbana. Pada tahun 1952, Raden Roro Sugiarti meninggal dunia. Sutan Takdir
Alisjahbana menikah dengan istri terakhirnya, Dr. Margaret Axer pada 1953 dan dikaruniai
empat orang anak, yaitu Tamalia Alisjahbana, Marita Alisjahbana, Marga Alisjahbana, dan
Mario Alisjahbana. Pada tahun 1994, Dr. Margaret Axer meninggal dunia.

6
Ainia Prihantini, Master Bahasa Indonesia: Panduan Tata Bahasa Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta: B-First,
2013), hlm. 228.
7
Windy A dkk, 100 tokoh yang mengubah Indonesia: biografi singkat seratus tokoh paling berpengaruh dalam
sejarah Indonesia di abad 20, (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2005), Hlm. 231.

7
Sutan Takdir Alisjahbana menempuh pendidikan di Fakultas Sastra Universitas
Indonesia di bidang filsafat dan sastra. Pada tahun 1933 Sutan Takdir Alisjahbana
menerbitkan majalah Poedjangga Baroe bersama-sama dengan Amir Hamzah dan Armijn
Pane. Majalah ini menyuarakan pembaharuan sastra. Sutan Takdir Alisjahbana menampilkan
beberapa tulisan yang berorientasi pada pendiriannya itu, yaitu pembaruan ala Barat. Pada
1979, Ia menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Indonesia karena
kesetiaannya untuk selalu menulis selama 50 tahun sejak Pujangga Baru terbit. Dan pada
tahun 1897, Ia menerima penghargaan yang sama dari Universitas Sains Malaysia. 8

Sutan Takdir Alisjahbana adalah seorang budayawan, sastrawan, filsuf, pendidik,


usahawan, pemimpin Universitas Nasional Jakarta, ahli tata bahasa yang sangat
berpengaruh mealui karya – karyanya antara lain Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia Jilid I
dan Jilid II, serta penerbit dan pengasuh jurnal pembina bahasa indonesia.

Sutan Takdir Alisjahbana memiliki cita – cita untuk menjadikan Bahasa Melayu
sebagai bahasa pengantar di Asia Tenggara namun belum terlaksana hingga akhir hayatnya.
Ia juga kecewa karena semakin surutnya perkembangan Bahasa Indonesia sebab awalnya
Bahasa Indonesia pernah menggegerkan dunia linguistik saat dijadikan sebagai bahasa
persatuan untuk penduduk di 13.000 pulau yang terletak di Nusantara.

Karya – karya Sutan Takdir Alisjahbana antara lain:

(1) Tak Putus Dirundung Malang, diterbitkan di Jakarta oleh Balai Pustaka pada tahun
1929, dan edisi ke-10 dicetak oleh Dian Rakyat pada tahun 1989.
(2) Dian yang Tak Kunjung Padam diterbitkan oleh Balai Pustaka, tahun 1932, dan edisi
ke-10 dicetak oleh Dian Rakyat tahun 1989.
(3) Layar Terkembang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1937, dan edisi ke-20
dicetak oleh Balai Pustaka tahun 1990.
(4) Anak Perawan di Sarang Penyamun diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1940, dan
edisi ke-10 dicetak oleh Dian Rakyat tahun 1989.
(5) Tebaran Mega diterbitkan oleh Pustaka Rakyat tahun 1935, dan dicetak ulang tahun
1963.

8
Tim Penerbit Angkasa, Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid I, (Bandung: Angkasa,2009), Hlm. 65.

8
(6) Puisi Lama diterbitkan Dian Rakyat tahun 1946, dan edisi ke-6 oleh Dian Rakyat
tahun 1975.
(7) Puisi Baru diterbitkan oleh Dian Rakyat pada tahun 1946, dan edisi ke-7 oleh Dian
Rakyat tahun 1975.
(8) Grotta Azzura, Kisah Cinta dan Cita diterbitkan oleh Dian Rakyat tahun 1970, dan
edisi ke-3 oleh Dian Rakyat tahun 1990.
(9) Kalah dan Menang pada tahun 1978.

(10)Lagu Pemacu Ombak pada tahun 1978.

4. Buya Hamka

Buya Hamka memiliki nama asli Abdul Malik Karim Amrullah. Sebutan Buya berasal
dari bahasa Arab yang berarti Abi atau Abuya ( yang berarti ayahku ) yang merupakan
sebuah panggilan yang ditujukan untuk seseorang yang dihormati, sedangkan nama
Hamka adalah singkatan dari nama lengkapnya. Ia adalah seorang sastrawan Indonesia
yang juga dikenal sebagai ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik. Di dalam dunia
kepengarangan, Buya Hamka terkadang menggunakan nama samaran, yaitu A.S. Hamid,
Indra Maha, dan Abu Zaki. Buya Hamka lahir di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat
pada tanggal 16 Februari 1908. Ayahnya adalah seorang ulama Islam yang sangat
terkenal di Sumatera sekaligus pendiri Sumatera Thawalib di Padang Panjang, beliau

9
bernama Dr. Haji Abdul karim Amrullah, sedangkan ibunya adalah Siti Shafiyah
Tanjung.9 Akibat perceraian antara kedua orangtuanya, Buya Hamka sudah berpisah
dengan ibunya di usianya baru menginjak enam tahun.

Dalam kurun waktu tujuh tahun dari 1916 – 1923, Buya Hamka berhasil menamatkan
pendidikan agamanya dari dua tempat, yaitu Diniyah School dan Sumatera Thawalib,
sekolah milik ayahnya. Sekolah yang didirikan oleh ayah Hamka itu menerapkan metode
belajar -mengajar seperti metode yang digunakan di sekolah - sekolah agama di Mesir.
Buku-buku dan kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut disesuaikan dengan buku-
buku dan kurikulum yang digunakan di sekolah Al - Azhar, Mesir.

Selain senang membaca buku-buku tentang agama, Hamka juga suka membaca
buku-buku tentang sastra, seperti kaba, pantun, petatah - petitih, dan cerita rakyat
Minangkabau. Karena senang membaca buku-buku sastra itulah, yang menjadi cikal -
bakalnnya sebagai sastrawan besar.

Pada tanggal 5 April 1929 Buya Hamka menikah dengan Siti Raham binti Endah
Sutan.10 Siti Raham adalah anak dari salah seorang saudara laki-laki ibunya. Mereka
dikaruniai sebelas orang anak, yaitu Hisyam, Zaky, Rusydi, Fakhri, Azizah, Irfan, Aliyah,
Fathiyah, Hilmi, Afif, dan Syakib. Setelah istrinya meninggal dunia, Ia menikah lagi dengan
seorang wanita yang bernama Hj. Siti Khadijah.

Buya Hamka sudah menjadi seorang wartawan sejak tahun 1920-an dari beberapa
surat kabar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan
Muhammadiyah. Ia juga bekerja sebagai guru agama di Padang Panjang pada tahun 1927,
kemudian pada tahun 1928 Ia mendirikan cabang Muhammadiyah di Padang Panjang
sekaligus mengetuainya. Pada tahun yang sama, Ia menjadi editor majalah Kemajuan
Masyarakat. Pada tahun 1932 Ia dipercayai oleh pimpinan Muhammadiyah sebagai mubalig
ke Makassar, Sulawesi Selatan. Di sana, Ia mencoba melacak beberapa manuskrip sejarawan
muslim lokal dan menjadi peneliti pribumi pertama yang mengungkap secara luas riwayat
ulama besar Sulawesi Selatan, Syeikh Muhammad Yusuf al-Makassari. Selain itu, Ia juga
menerbitkan majalah al - Mahdi di sana. Pada tahun 1934 di Medan, Ia memimpin majalah

9
Haidar Musyafa, Hamka: Sebuah Novel Biografi, (Depok: Imania,2016), Hlm. 23.
10
Rusydi Hamka, Buya Hamka: Pribadi dan Martabat, (Jakarta: Noura, 2016), Hlm. 5.

10
mingguan Pedoman Masyarakat bersama dengan M. Yunan Nasution. Di majalah itulah
dimana untuk pertama kalinya Ia memperkenalkan nama Hamka.

Hamka kembali ke Padang Panjang pada tahun 1945 dan dipercayakan untuk
memimpin Kulliyatul Muballighin. Disana, Ia menyalurkan kemampuan menulisnya dan dari
sanalah lahir beberapa tulisannya, antara lain, Negara Islam, Islam dan Demokrasi, Revolusi
Pikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, dan Dari Lembah Cita -
Cita. Hamka memutuskan untuk meninggalkan Padang Panjang menuju Jakarta pada tahun
1949. Di Jakarta, Ia bekerja menjadi koresponden majalah Pemandangan dan Harian
Merdeka.

Pada tahun 1959 Hamka mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al -
Azhar, Kairo atas jasa - jasanya dalam penyiaran agama Islam dengan menggunakan bahasa
Melayu. Pada tanggal 6 Juni 1974, Ia memperoleh gelar kehormatan yang sama dari
Universitas Nasional Malaysia dalam bidang kesusasteraan. Ia juga memperoleh gelar
Profesor dari Universitas Prof. Dr. Moestopo. Lalu, pada tanggal 26 Juli 1975, Musyawarah
Alim Ulama seluruh Indonesia melantik Hamka sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang pertama dan menjabat sampai tahun 1981. Buya Hamka dinyatakan sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia setelah dikeluarkannya Keppres No. 113/TK/Tahun 2011, pada
tanggal 9 November 2011.

Pada tanggal 24 Juli 1981, Buya Hamka meninggal dunia dalam usia 73 tahun, dan
dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Buya Hamka dijuluki sebagai Hamzah Fansuri di era modern karena Ia merupakan
salah satu orang Indonesia yang paling banyak menulis dan menerbitkan buku. Karya – karya
Buya Hamka antara lain:

 Novel:
(1) Si Sabariah (dalam bahasa Minangkabau). Padang Panjang. 1926.
(2) Di Bawah Lindungan Ka'bah. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. I, 1938. Cet. VII,
1957.
(3) Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Cet. I, 1939. Cet. VIII. Bukittinggi:
Nusantara. 1956. Cet. XIII. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
(4) Laila Majnun. Jakarta: Balai Pustaka. 1939.

11
(5) Salahnya Sendiri. Medan: Cerdas. 1939.
(6) Keadilan Ilahi. Medan: Cerdas, 1940.
(7) Dijemput Mamaknya. Cet. I. 1949. Cet. III. Jakarta: Mega Bookstrore. 1962.
(8) Angkatan Baru. Medan: Cerdas. 1949.
(9) Cahaya Baru. Jakarta: Pustaka Nasional. 1950.
(10) Menunggu Beduk Berbunyi. Jakarta: Firma Pustaka Antara. 1950.
(11) Terusir. Jakarta: Firma Pustaka Antara. 1950.
(12) Merantau ke Deli. Jakarta: Jayabaku. Cet. I. 1938. Cet.III. 1959. Jakarta:
Bulan Bintang. Cet. VII. 1977.
(13) Tuan Direktur. Jakarta: Jayamakmur. 1961.
 Kumpulan Cerita Pendek:
(1) Dalam Lembah Kehidupan. Cet.I. 1941. Cet.V. Jakarta: Balai Pustaka. 1958.
(2) Cermin Kehidupan. Jakarta: Mega Bookstore. 1962.
 Terjemahan:
(1) Margaretta Gauthier (karya Alexandre Dumas Jr. dan diterjemahkan dari
bahasa Arab). Cet. II. 1950. Medan: Pustaka Madju. Cet.III. Pustaka Madju.
Cet. IV. Bukittinggi dan Jakarta: Nusantara. 1960. Cet.Vii. Jakarta: Bulan
Bintang. 1975.
 Biografi:
(1) Ayahku (riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan perjuangannya).
Jakarta: Pustaka Wijaya. 1958.
 Otobiografi:
(1) Kenang-Kenangan Hidup. 4 Jilid. Jakarta: Bulan Bintang. 1979.
 Kisah Perjalanan:
(1) Mengembara di Lembah Nil. Jakarta: NV. Gapura. 1951.
(2) Di Tepi Sungai Dajlah. Jakarta: Tintamas. 1953.
(3) Mandi Cahaya di Tanah Suci. Jakarta: Tintamas. 1953.
(4) Empat Bulan di Amerika. 2 Jilid. Jakarta: Tintamas. 1954.

5. Jusuf Sjarif Badudu

12
Nama lengkapnya adalah Jusuf Sjarif Badudu. Ia adalah seorang ahli bahasa Indonesia
yang lahir di Gorontalo pada tanggal 19 Maret 1926. J. S. Badudu adalah seorang Guru Besar
di Universitas Padjadjaran Bandung. Ia telah mengabdi selama 66 tahun sebagai seorang
pendidik mulai dari guru SD sampe menjadi dosen di perguruan tinggi. Profesi sebagai
pengajar ini sudah di jalaninya dari usia 15 tahun. J. S. Badudu menikah dengan Eva
Henriette Alma Badudu pada tanggal 9 Mei 1953. Mereka dikaruniai sembilan putra-putri,
yaitu Dharmayanti Francisca, Erwin Suryawan, Chandramulia Satriawan, Chitra Meilani,
Armand Edwin, Rizal Indrayana, Sari Rezeki Adrianita, Mutia Indrakemala, dan Jussar
Laksmikusala.

Pada tahun 1939 J. S. Badudu manamatkan Sekolah Rakyat di Ampana, Sulawesi


Tenggara. Kemudian, pada 1941 Ia mengikuti kursus Volksonderwijser/CVO di Luwuk,
Sulawesi Tenggara. Tahun 1949 ia menyelesaikan pendidikan Normaal School di Tertena,
Sulawesi Tenggara. Dan melanjutkan sekolah di KweekschooI/SGA, Makassar, Sulawesi
Selatan dan tamat pada tahun 1951. Tahun 1955 ia menyelesaikan pendidikan B.1 Bahasa
Indonesia di Bandung dan pada 1963 Ia menyelesaikan pendidikan S1-nya di Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran, Bandung. Tahun 1971 - 1973 Badudu melanjutkan pendidikan pada
Postgraduate Linguistics di Leidse Rijksuniversiteit Leiden, Belanda. Tahun 1975 ia
memperoleh gelar Doktor Ilmu Sastra dengan pengkhususan linguistik di Universitas
Indonesia melalui disertasi yang berjudul Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo.

Jusuf Sjarif Badudu mulai di kenal masyarakat ketika membawakan acara Pembinaan
Bahasa Indonesia yang ditayangkan di stasiun TV TVRI pada tahun 1977 – 1979. Acara

13
tersebut dilanjutkan kembali pada tahun 1985 – 1986. Selama 30 tahun, Ia dipercaya
menjadi seorang penulis tetap dalam rubrik Inilah bahasa Indonesia Yang Benar dalam
sebuah majalah bernama Majalah Intisari.

Karya – karya besarnya antara lain:

 Pelik-Pelik Bahasa Indonesia.


 Membina Bahasa Indonesia Baku.
 Bahasa Indonesia: Anda bertanya? Inilah jawabnya.
 Ejaan Bahasa Indonesia.
 Sari Kesusasteraan Indonesia untuk SMA.
 Buku dan Pengarang.
 Belajar memahami Peribahasa.
 Mari Membina Bahasa Indonesia Seragam.
 Penuntun Ujian Bahasa Indonesia untuk SMP
 Kamus Umum Bahasa Indonesia pada tahun 1994
 Revisi Kamus Sutan Muhammad Zein
 Kamus Serapan Bahasa Asing.
 Kamus Peribahasa.11

J.S Badudu juga pernah melakukan penelitian bahasa, antara lain:

 Morfologi Bahasa Indonesia Lisan (Pusat Bahasa).


 Morfologi Bahasa Indonesia Tulisan (Pusat Babasa).
 Perkembangan Puisi Indonesia Tahun 20-an hingga tahun 40-an (Pusat Bahasa).
 Buku Panduan Penulisan Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah
Pertama (Pusat Bahasa).
 “Bahasa Indonesia di Daerah Perbatasan Bogor—Jakarta“ (Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran Bandung).

C. Kesimpulan

11
Tim Penerbit Angkasa, Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid I, (Bandung: Angkasa, 2009), Hlm. 140.

14
Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia berkumpul dalam Kerapatan
Pemuda dan mengusulkan agar Bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan untuk
seluruh Bangsa Indonesia. Dan didalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa
Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36). Pengembangan Bahasa
Indonesia dapat berjalan berkat kebangkitan nasional yang telah mendorong
perkembangan Bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan para tokoh terkemuka serta
sastrawan – sastrawan menjadi salah satu faktor yang memudahkan pengemabngan
bahasa Indonesia serta peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran,
majalah pun juga sangat besar dalam memodernkan Bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Penerbit Angkasa. 2009. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid I. Bandung: Angkasa.

Priatna, Angga dan Fauzan Hakim, Aditya. 2013. Nama & Kisah Pahlawan Indonesia: dari
masa
VOC, Belanda, Jepang, hingga masa pembangunan. Jakarta: Anak Kita.

Prihantini, Ainia. 2013. Master Bahasa Indonesia: Panduan Tata Bahasa Indonesia
Terlengkap. Yogyakarta: B-First.

Hamka, Rusydi. 2016. Buya Hamka: Pribadi dan Martabat. Jakarta: Noura.

A, Windy dkk. 2005. 100 tokoh yang mengubah Indonesia: biografi singkat seratus tokoh
paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia di abad 20. Yogyakarta: Penerbit
Narasi.

Musyafa, Haidar. 2016. Hamka: Sebuah Novel Biografi. Depok: Imania.

15
Badudu, Yus. 2008. Kamus peribahasa: memahami arti dan kiasan peribahasa, pepatah,
dan
ungkapan. Jakarta: Kompas.

Tim Penerbit Angkasa. 2009. Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid II. Bandung: Angkasa.

Mirnawati. 2012. Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap. Jakarta: CIF.

Tim Grasindo. 2011. Ensiklopedia Pahlawan dari Masa ke Masa. Jakarta: Grasindo.

16

Anda mungkin juga menyukai