Anda di halaman 1dari 21

MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN


BISNIS UNIVERSITAS
TRISAKTI

CORPORATE GOVERNANCE

Meeting 7 – RANGKUMAN IMPLEMENTASI CG DI INDONESIA

& CG RATING

Johana Della (123011911033)

Lecturer:

Dr. Regina Arsjah Jansen, CA

JAKARTA
2020
Report on the Observance of Standards
and Codes (ROSC)
The Corporate Governance ROSC
Tujuan dari ROSC adalah untuk mengidentifikasi kelemahan yang berperan dalam
menyebabkan goyahnya ekonomi suatu negara. Setiap penilaian Corporate Governance
ROSC menunjukkan benchmark dari kerangka hukum dan peraturan suatu negara, praktek
dan kepatuhan perusahaan yang terdaftar di bursa, dan penegakan Kapasitas vis-à-vis
Prinsip OECD.

I. Executive Summary
Laporan ini menilai kerangka kebijakan tata kelola perusahaan di Indonesia, mencakup
perbaikan teranyar dalam peraturan tata kelola perusahaan, membuat rekomendasi
kebijakan, dan memyediakan tolak ukur bagi investor untuk mengukur tata kelola
perusahaan di Indonesia. Ini merupakan update dari Tata Kelola Perusahaan ROSC 2004.
Tata kelola perusahaan yang baik meningkatkan kepercayaan investor, membantu
melindungi pemegang saham minoritas, dan dapat mendorong pengambilan keputusan
yang lebih baik dan meningkatkan hubungan dengan pekerja, kreditor, dan pemangku
kepentingan lainnya. Ini merupakan prasyarat penting untuk menarik modal yang
diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan jangka panjang.

Prestasi: Bapepam-LK, regulator sekuritas, terus memperkenalkan dan mengubah nya


regulasinya, dan telah aktif diberlakukan peraturan ini untuk melindungi para investor.
Pada tahun 2006, Bank Indonesia memperkenalkan aturan untuk tata kelola perusahaan
di bank, dan telah dimonitor secara aktif dan ditegakkan pelaksanaannya. Kode Good
Corporate Governance (CGCG), pertama kali diadopsi pada tahun 1999, diubah pada
tahun 2006. Pada tahun 2007, perusahaan hukum baru diadopsi yang memperkenalkan
tugas eksplisit untuk anggota dewan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga
melakukan reformasi tata kelola perusahaan yang signifikan.

Kendala utama: Masih banyak komisioner yang tidak menjalankan tugas kunci yang
disyaratkan oleh OECD Principles of CG. Pemegang saham minoritas juga memiliki
pengaruh yang minim terhadap pemilihan anggota dewan.

Hasil penilaian: Skor Indonesia ini telah membaik sejak terakhir ROSC dilakukan pada
tahun 2004. Peningkatan terbesar adalah di hak pemegang saham, di mana rata-rata
persen ketaatan meningkat dari 56 menjadi 76 dan perlakuan yang setara dari
pemegang saham, yang meningkat dari 60 menjadi 74. Namun demikian, lebih banyak
pekerjaan yang masih harus dilakukan.
II. Key Findings
Detil Negara Penilaian Prinsip OECD Corporate Governance menunjukkan bahwa:
> Skor Indonesia ini telah membaik sejak ROSC terakhir dilakukan pada tahun 2004.
> Namun demikian, lebih banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan. Menggunakan
metodologi baru untuk menilai kepatuhan dengan Prinsip OECD, 4 Prinsip sepenuhnya
diamati, 25 yang diamati sebagian besar, 34 Prinsip-prinsip sebagian diamati, dan 2 tidak
diamati.
> Indonesia tertinggal banyak negara di kawasan ini, tetapi adalah mendapatkan pada
kecepatan-setter regional. Di sebagian besar aspek tata kelola perusahaan yang baik
seperti yang didefinisikan oleh Prinsip OECD, Indonesia kini menutup pada beberapa
negara (India, Thailand, dan Malaysia).

III. Recommendations
Indonesia telah melakukan reformasi penting dalam beberapa tahun terakhir. Namun,
untuk sepenuhnya menekan potensi pasar modal dan profesionalisme dewan dan
manajemen memerlukan perubahan secara berkelanjutan. Tata kelola perusahaan yang
baik memastikan bahwa perusahaan menggunakan sumber daya mereka secara lebih
efisien dan mengarah kepada hubungan yang lebih baik dengan karyawan, kreditor, dan
stakeholder lainnya. Ini merupakan prasyarat penting untuk menarik modal pasien yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.

Perubahan-perubahan yang diperlukan meliputi:


> Regulasi yang lebih baik dari pengungkapan kepemilikan dan pengungkapan non
keuangan lainnya;
> Membutuhkan hak kunci pemegang saham dimasukkan ke artikel perusahaan;
> Lebih efektif dalam memanfaatkan keberadaan komisaris independen dan komite
audit;
> Mengubah hukum perusahaan untuk lebih melindungi pemegang saham;
> Memasukkan dan memperluas kekuasaan anggota dewan dalam hukum perusahaan
dan CGCG;
> Mensyaratkan bahwa perusahaan harus mengungkapkan kepatuhan mereka terhadap
CGCG;
> Memberikan pemegang saham minoritas peran yang lebih besar pada saat pemilihan
dewan;
> Meningkatkan kemampuan Bapepam-LK untuk mengawasi pengungkapan perusahaan
dan area lainnya;
IV. Annex : Assesment Summary
1. Shareholders Rights
2. Equitable Treatment of Shareholders
3. Equitable Treatment of Stakeholders
4. Disclosure and Transparency

5. Responsibilities of the Board


Laporan perkembangan MEMATUHI STANDAR DAN KODE (ROSC)
Penilaian Tata Kelola Perusahaan di Negara

I. RINGKASAN EKSEKUTIF

Transparansi merupakan prasyarat untuk akuntabilitas. Sementara akuntansi Indonesia


standar sebagian besar konsisten dengan standar internasional, ada kesenjangan antara
mereka standar dan praktek yang sebenarnya. Auditor eksternal perusahaan publik di masa
lalu belum memberikan jaminan yang diharapkan. Ada kebutuhan untuk pengungkapan
yang lebih besar dan transparansi dalam laporan tahunan dan laporan keuangan, dan audit
kualitas yang lebih baik dari perusahaan publik. Itu cara di mana perusahaan melaporkan
pajak penghasilan dan sering menghindari membayar pajak – serta kekuasaan diskresi
otoritas pajak dalam menilai pajak - adalah daerah yang memerlukan perhatian khusus.

Perbaikan lebih lanjut akan diperlukan untuk meningkatkan hak-hak pemegang saham
minoritas dan kemudahan dengan yang pemegang saham hak-hak tersebut. Ini dapat
mencakup langkah-langkah untuk meningkatkan lebih lanjut hak pemegang saham dengan
memungkinkan pemegang saham minoritas suara lebih besar dalam pemilihan komisaris
(yaitu kumulatif voting). Selain itu, langkah-langkah lebih lanjut harus diambil untuk
meningkatkan proses untuk pencalonan komisaris independen dengan mewajibkan
pembentukan komite nominasi.

Sementara Indonesia memiliki sistem yang rumit dari aturan tata kelola perusahaan formal,
yang dalam beberapa hal mungkin tidak secara substansial berbeda dari negara-negara
OECD, praktik tata kelola perusahaan sering jatuh pendek dari rekomendasi Prinsip OECD.
Tantangannya sekarang terletak pada meningkatkan kesadaran dan meningkatkan
efektivitas pelaksanaan dan penegakan hokum dan peraturan untuk meningkatkan budaya
dan praktik perusahaan.

 II. OVEVIEW PASAR MODAL DAN KERANGKA KELEMBAGAAN

Per Desember 2003, total kapitalisasi pasar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebesar sekitar USD
54.4billion, sekitar 25,8 persen dari PDB negara itu. Mulai April 2004, jumlah perusahaan
yang diperdagangkan di BEJ adalah 335. Rasio perputaran pada tahun 2003 adalah 28
persen, naik dari 18 persen pada tahun 2002. BEJ merupakan SRO namun belum
demutualisasi.

Badan Pengawas Pasar Modal, yang dikenal sebagai Bapepam, adalah regulator sekuritas.
Ini bukan badan sepenuhnya independen; itu bertanggung jawab kepada Menteri
Keuangan, yang menunjuk Ketua (tidak ada jangka waktu tertentu). Laporan tahunan
Bapepam disampaikan kepada Menteri Keuangan dan tersedia untuk umum di Pusat
Referensi Pasar Modal.
Komite Nasional Corporate Governance didirikan pada tahun 1999. Hal ini bertanggung
jawab untuk memperkuat, menyebarluaskan, dan mempromosikan perusahaan yang baik
prinsip tata kelola di sektor swasta.

Sejak berdirinya, ia telah mengembangkan Kode pemerintahan yang baik.3 Perusahaan


Hukum utama yang mengatur perusahaan saham Perusahaan Hukum No. 1/1995, dan UU
pokok yang mengatur pasar saham adalah UU Pasar Modal (CML) No. 8/1995. CML berisi
sejumlah aturan khusus yang berlaku untuk perusahaan yang terdaftar. Itu CML
dilaksanakan oleh Bapepam.

III. REVIEW OF PRINSIP TATA KELOLA PERUSAHAAN

Ulasan ini menilai kepatuhan Indonesia untuk setiap OECD Prinsip Corporate Governance.
Setiap pernyataan diberikan patokan, berdasarkan tingkat negara ketaatan dari Principle.

Bagian I: Hak Pemegang Saham

Prinsip IA. Kerangka corporate governance harus melindungi hak-hak pemegang saham.
hak-hak dasar pemegang saham termasuk hak untuk: (1) metode pencatatan kepemilikan
yang aman; (2) Menyampaikan atau mengalihkan saham; (3) Mendapatkan informasi yang
relevan tentang perusahaan pada tepat waktu dan teratur dasar; (4) Berpartisipasi dan
memberikan suara pada rapat pemegang saham umum; (5) anggota Rekayasa dewan; dan
(6) Share pada laba korporasi.

Prinsip IB. Pemegang saham harus memiliki hak untuk berpartisipasi dalam, dan akan cukup
informasi tentang, keputusan mengenai mendasar perubahan perusahaan, seperti: (1)
Perubahan terhadap dokumen yang mengatur perusahaan; (2) The otorisasi saham
tambahan; (3) transaksi luar biasa yang berlaku mengakibatkan penjualan perusahaan.

Prinsip IC. Pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif
dan memberikan suara pada rapat pemegang saham umum dan harus diberitahu tentang
aturan, termasuk prosedur pemungutan suara, yang mengaturnya.

Prinsip ID. struktur modal dan pengaturan yang memungkinkan pemegang saham tertentu
untuk mendapatkan tingkat kontrol yang tidak proporsional terhadap ekuitas mereka
kepemilikan harus diungkapkan.

Prinsip IE. Pasar untuk kontrol perusahaan harus diizinkan untuk berfungsi secara efisien
dan transparan.

Bagian II: Pemerataan Pemegang Saham

Prinsip IIA. Kerangka corporate governance harus menjamin perlakuan yang sama dari
semua pemegang saham, termasuk minoritas dan asing pemegang saham. Semua
pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk memperoleh ganti rugi yang efektif
untuk pelanggaran hak-hak mereka. Semua pemegang saham yang sama kelas harus
diperlakukan sama. (1) Dalam setiap kelas, semua pemegang saham harus memiliki hak
suara yang sama. Semua investor harus dapat memperoleh informasi tentang hak suara
yang melekat pada semua kelas saham sebelum mereka membeli. Setiap perubahan dalam
hak suara harus tunduk pemegang saham suara. (2) Votes harus dilemparkan oleh penjaga
atau calon dengan cara yang disepakati dengan pemilik yang menikmati pangsa ini.

Prinsip IIB. Insider trading dan kasar self-dealing harus dilarang.

Prinsip IIC. Anggota dewan dan manajer harus diminta untuk mengungkapkan setiap
kepentingan material dalam transaksi atau hal-hal yang mempengaruhi perusahaan.

Bagian III: Peran Stakeholder dalam Corporate Governance

Prinsip IIIA. Kerangka corporate governance harus mengakui hak-hak para pemangku
kepentingan yang ditetapkan oleh hukum dan mendorong aktif kerjasama antara
perusahaan dan pemangku kepentingan dalam menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan
keberlanjutan perusahaan finansial suara. Korporasi kerangka tata kelola harus menjamin
hak-hak stakeholder yang dilindungi oleh hukum dihormati.

Prinsip IIIB. Di mana kepentingan stakeholder dilindungi oleh hukum, pemangku


kepentingan harus memiliki kesempatan untuk memperoleh ganti rugi yang efektif untuk
pelanggaran hak-hak mereka.

Prinsip IIIC. Kerangka corporate governance harus izin mekanisme meningkatkan kinerja
untuk partisipasi stakeholder.

Prinsip IIID. Di mana para pemangku kepentingan berpartisipasi dalam proses tata kelola
perusahaan, mereka harus memiliki akses ke informasi yang relevan.

Bagian IV: Pengungkapan dan Transparansi

Prinsip IVA. Kerangka corporate governance harus memastikan bahwa pengungkapan yang
tepat waktu dan akurat dibuat pada semua hal yang material mengenai korporasi, termasuk
situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Pengungkapan harus
mencakup, tetapi tidak terbatas, informasi material pada: (1) The keuangan dan hasil
operasi perusahaan; (2) tujuan Perusahaan; (3) kepemilikan saham utama dan hak suara; (4)
Anggota dewan dan eksekutif kunci, dan remunerasi mereka; (5) Bahan diduga memiliki
faktor resiko; (6) masalah Material mengenai karyawan dan stakeholder lainnya; dan (7)
struktur dan kebijakan Governance.

Prinsip IVB. Informasi harus disiapkan, diaudit dan diungkapkan sesuai dengan standar
kualitas yang tinggi akuntansi, keuangan dan pengungkapan non-keuangan, dan audit.
Prinsip IVC. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen untuk memberikan
jaminan eksternal dan obyektif di jalan dimana laporan keuangan telah disusun dan
disajikan.

Prinsip IVD. Saluran untuk menyebarkan informasi harus menyediakan akses tepat waktu
dan hemat biaya adil untuk informasi yang relevan oleh pengguna.

Bagian V: Tanggung Jawab Dewan

Prinsip VA. Kerangka corporate governance harus memastikan bimbingan strategis


perusahaan, pemantauan yang efektif manajemen oleh dewan, dan akuntabilitas dewan
terhadap perusahaan dan pemegang saham. anggota dewan harus bertindak pada informasi
yang lengkap dasar, dengan itikad baik, dengan due diligence dan perawatan, dan dalam
kepentingan terbaik dari perusahaan dan pemegang saham.

Prinsip VB. Dimana keputusan dewan dapat mempengaruhi kelompok pemegang saham
yang berbeda berbeda, dewan harus memperlakukan semua pemegang saham yang cukup.

Prinsip VC. dewan harus memastikan kepatuhan dengan hukum yang berlaku dan
memperhatikan kepentingan stakeholders.

Prinsip VD. dewan harus memenuhi fungsi kunci tertentu, termasuk yang berikut: (1)
Mereview dan mengarahkan strategi perusahaan, rencana besar tindakan, kebijakan risiko,
anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan tujuan kinerja; pemantauan
pelaksanaan dan kinerja perusahaan; dan mengawasi pengeluaran modal utama, akuisisi
dan divestasi; (2) Memilih, kompensasi, pemantauan dan, bila perlu, mengganti eksekutif
kunci dan mengawasi perencanaan suksesi; (3) Meninjau kunci eksekutif dan dewan
remunerasi, dan memastikan formal dan transparan proses pencalonan papan; (4)
Pemantauan dan mengelola potensi konflik kepentingan dari manajemen, anggota dewan
dan pemegang saham, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan penyalahgunaan
dalam transaksi dengan pihak terkait; (5) Memastikan integritas akuntansi korporasi dan
sistem keuangan pelaporan, termasuk audit independen, dan bahwa sistem yang tepat dari
kontrol berada di tempat, khususnya, sistem untuk pemantauan risiko, pengendalian
keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum; (6) Memantau efektivitas praktik tata bawah
yang beroperasi dan membuat perubahan yang diperlukan; dan (7) Mengawasi proses
pengungkapan dan komunikasi.

PrinsipV E. dewan harus mampu memberikan penilaian obyektif atas urusan perusahaan
independen, khususnya, dari manajemen.

Prinsip VF. Dalam rangka untuk memenuhi tanggung jawab mereka, anggota dewan harus
memiliki akses ke informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.
The Indonesian Institute for Corporate Governance

The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yang didirikan pada tanggal 2 Juni
2000 adalah sebuah lembaga independen yang melakukan kegiatan diseminasi dan
pengembangan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance - GCG) di
Indonesia. Kegiatan utama yang dilakukan adalah melaksanakan riset mengenai penerapan
GCG, yang hasilnya berupa Corporate Governance Perception Index (CGPI).

CGPI adalah riset dan pemeringkatan penerapan GCG di perusahaan publik yang tercatat di
BEI. Pelaksanaan CGPI dilandasi oleh pemikiran tentang pentingnya mengetahui sejauh
mana perusahaan-perusahaan publik telah menerapkan GCG. CGPI diselenggarakan setiap
tahunnya, pertama kali yaitu pada tahun 2001. Pada CGPI ini, selain menjalin kerja sama
dengan Majalah SWA, yang dikenal sebagai salah satu majalah bisnis yang unggul di
Indonesia, IICG juga bekerja sama dengan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).

Cakupan penilaian dan aspek yang diukur dalam CGPI adalah pengembangan alat ukur yang
dimiliki IICG, pedoman dan prinsip GCG yang diterbitkan OECD dan dari berbagai sumber,
serta perangkat hukum yang mengatur tentang penerapan prinsip-prinsip GCG. Metodologi
riset yang dipakai meliputi empat tahapan riset yang melibatkan pihak internal dan
eksternal stakeholders perusahaan.

 Proses Pemeringkatan Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik dalam CGPI

Tahapan dalam pemeringkatan penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik dalam CGPI
adalah sebagai berikut :

1. Self-assessment

Pada tahap ini perusahaan diminta mengisi kuesioner Self-assessment seputar penerapan
konsep Tata Kelola Perusahaan yang Baik di perusahaannya.

2. Pengumpulan Dokumen Perusahaan

Pada tahap ini perusahaan diminta untuk mengumpulkan dokumen dan bukti yang
mendukung penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik di perusahaannya. Bagi
perusahaan yang telah mengirimkan dokumen terkait pada penyelenggaraan CGPI yang
telah mengirimkan dokumen terkait pada penyelenggaraan CGPI tahun sebelumnya boleh
memberikan pernyataan konfirmasi pada dokumen sebelumnya (kecuali jika terjadi
perubahan, maka revisi harus dilampirkan).

3. Penyusunan Makalah dan Presentasi


Pada tahap ini perusahaan diminta untuk menjelaskan kegiatan perusahaan dalam
menerapkan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik dalam bentuk makalah
dengan memperhatikan sistematik penyusunan yang telah ditentukan.

4. Observasi ke Perusahaan

Pada tahap ini tim peneliti CGPI akan berkunjung ke lokasi perusahaan peserta untuk
menelaah kepastian penerapan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik.

Penilaian CGPI meliputi empat tahapan tersebut dengan bobot nilai yang berbeda. Bobot
penilaian disajikan dalam tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Tahapan dan Bobot Penilaian Riset dan Pemeringkatan CGPI

No. Tahapan Bobot (%)

1 Self Assessment 20

2 Kelengkapan Dokumen 20

Makalah yang merefleksikan program dan hasil


3 penerapan good corporate governance sebagai 20
sebuah sistem di perusahaan yang bersangkutan

4 Observasi 40

Hasil program riset dan pemeringkatan CGPI adalah penilaian dan pemeringkatan
penerapan GCG pada perusahaan peserta dengan memberikan skor dan pembobotan nilai
berdasarkan acuan yang telah dibuat. Pemeringkatan CGPI didesain menjadi tiga kategori
berdasarkan tingkat/level terpercaya yang dapat dijelaskan menurut skor penerapan yang
dapat dijelaskan menurut skor penerapan GCG seperti disajikan pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2

Kategori Pemeringkatan CGPI

Skor Level Terpercaya


55-69 Cukup Terpercaya

70-84 Terpercaya
Sangat Terpercaya

85-100

Manfaat Mengikuti Pemeringkatan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (CGPI)

The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG) melalui programnya yaitu skor
pemeringkatan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (CGPI) membantu perusahaan meninjau
ulang pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik yang telah dilakukannya dan
membandingkan pelaksanaannya terhadap perusahaan-perusahaan lain pada sektor yang
sama. Hasil tinjauan dan perbandingan ini akan memberikan manfaat berikut kepada
perusahaan :

 Perusahaan dapat membenahi faktor-faktor internal organisasinya yang belum


sesuai dan belum mendukung terwujudnya Tata Kelola Perusahaan yang Baik
berdasarkan hasil temuan selama survei CGPI berlangsung.
 Kepercayaan investor dan publik meningkat terhadap perusahaan karena adanya
hasil publikasi IICG tentang pelaksanaan konsep CG yang dilakukan perusahaan.
Peningkatan kesadaran bersama di kalangan internal perusahaan dan stakeholder
terhadap pentingnya Tata Kelola Perusahaan yang Baik dan pengelolaan perusahaan
kearah pertumbuhan yang berkelanjutan.

 Pemetaan masalah-masalah strategis yang terjadi di perusahaan dalam penerapan


Tata Kelola Perusahaan yang Baik sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang
diperlukan.

 CGPI dapat dijadikan sebagai indikator atau standar mutu yang ingin dicapai
perusahaan dalam bentuk pengakuan dari masyarakat terhadap penerapan prinsip-
prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik.

 Perwujudan komitmen dan tanggung jawab bersama serta upaya yang mendorong
seluruh anggota organisasi perusahaan untu menerapkan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik.

Corporate Governance Perception Index (CGPI) Tahun 2001 – 2005

Program CGPI akan memberikan apresiasi dan pengakuan kepada perusahaan-perusahaan


yang telah menerapkan CG melalui CGPI. Awards dan penobatan sebagai Perusahaan
Terpercaya. CGPI telah diikuti oleh lebih dari 60 perusahaan publik (emiten), BUMN,
Perbankan nasional dan daerah, dan perusahaan swasta lainnya selama penyelenggaraan
CGPI tahun 2001 hingga 2010.
Untuk melahirkan indeks penerapan GCG, IICG membentuk Tim Kerja — meliputi
Penanggung Jawab, Komite Penilaian, dan Analis — dan mendasarkannya pada 7 kriteria
yang terbagi 40 pertanyaan, dengan indikator penilaian yang ditetapkan Komite Penilaian.
Kriteria tersebut: (1) Komitmen perseroan terhadap implementasi GCG; (2) Pelaksanaan
RUPS dan perlakuan atas pemegang saham minoritas; (3) Dewan

Komisaris; (4) Struktur direksi; (5) Hubungan dengan stakeholder; (6) Transparansi dan
akuntabilitas; (7) Tanggapan terhadap riset IICG.

CLSA – Corporate Governance Watch 2014


Dark Shades of Grey – Corporate Governance and Sustainability in Asia –
September 2014.

Laporan ini dihasilkan dari hasil kolaborasi dengan Asian Corporate Governance Association
(ACGA), yaitu organisasi independen dan non-profit yang bermarkas di Hong Kong dan
bekerja atas nama seluruh investor dan pihak lain yang berkepentingan untuk
meningkatkan praktek corporate governance di Asia. CLSA adalah salah satu perusahaan
sponsor pendiri ACGA.

Indonesia – Perjalanan Panjang, Sebuah Langkah


Kategori makro CG Indonesia terdiri dari:
1. Peraturan CG dan Prakteknya (CG rules and practices)
2. Penegakan / Kepatuhan (Enforcement)
3. Lingkungan Politik dan Peraturan (Political & regulatory environment)
4. IGAAP (Accounting and Auditing)
5. Budaya CG (CG culture)

1. Peraturan CG dan Prakteknya (CG rules and practices)


Beberapa kemajuan telah dibuat dalam pengetatan pelaporan keuangan dan non-
keuangan di Indonesia sejak survei terakhir. Pada bulan Agustus 2012, Bapepam-LK, Pasar
Modal Indonesia dan Badan Pengawas Lembaga Keuangan (pendahulu OJK),
memperkenalkan aturan baru pada bentuk dan isi laporan tahunan dan diperlukan
pengungkapan yang lebih besar pada kepemilikan utama dan pemegang saham
pengendali. Pada bulan Desember 2012, Bapepam merilis 83 halaman penuntun bagi
emiten dalam hal pengungkapan pada laporan keuangan.
Tidak mengherankan, standar pelaporan keuangan antara perusahaan besar yang listed
bervariasi. Bank (dikenakan persyaratan peraturan yang lebih ketat), seperti Bank Rakyat
Indonesia dan Bank Negara Indonesia, demikian halnya dengan BUMN seperti Perusahaan
Gas Negara.
Kecepatan Laporan
Hasil ulasan ACGA antara 317 perusahaan besar dan 110 perusahaan menengah di Asia
pada pertengahan 2014 menemukan bahwa hanya seperempat dari 27 perusahaan besar
di Indonesia melaporkan laporan keuangan mereka telah diaudit dalam waktu 60 hari
(praktek terbaik peraturan). Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perusahaan besar
untuk menerbitkan laporan mereka adalah 75 hari (mungkin tidak mengherankan karena
batas waktu di Indonesia saat ini 90 hari). Bisa ditebak, midcaps bernasib buruk dengan
hanya salah satu dari 10 perusahaan memenuhi tenggat waktu 60 hari. Rata-rata jumlah
hari antara midcaps adalah 85 dan beberapa berada di 90 atau lebih. Menariknya, tiga
diantaranya melebihi batas waktu 90 hari dan masing-masing tiga minggu.

Kekuasaan Mayoritas
Perlindungan pemegang saham minoritas di Indonesia masih lemah pada umumnya.
Persyaratan pengungkapan untuk direksi dan pemegang saham utama masih jauh dari
seharusnya. Direksi, komisaris dan pemegang saham utama (5% keatas) diminta untuk
memberitahu OJK dalam waktu 10 hari kerja dari setiap perubahan kepemilikan mereka.
Agustus 2012 ada perubahan aturan yang mengharuskan perusahaan untuk
mengungkapkan pemilik utama di balik kepemilikan saham hingga tingkat individu.
Masalah utama adalah bagaimana OJK memaksa dipatuhinya peraturan baru.

Satu-satunya titik terang bagi pemegang saham minoritas adalah pre-emption regime.
Aturan OJK menetapkan kondisi yang ketat untuk penempatan. Oleh karena itu, emiten
sebagian besar meningkatkan modal melalui penerbitan saham dan obligasi. Aturan BEI
juga melarang pemesanan efek terlebih dahulu saat diskon dan memaksakan satu tahun
terkunci atas saham baru.

Sementara hukum Indonesia memungkinkan pemegang saham minoritas yang memegang


10% atau lebih dari saham perusahaan untuk meminta rapat umum perusahaan, proses
permintaan ini dimasukkan dulu ke dewan direksi, lalu ke dewan komisaris. Bila gagal,
dilanjutkan ke pengadilan, berarti kemungkinan praktis pemegang saham minoritas
berhasil dalam memanggil rapat sangatlah tipis.

Perusahaan diharuskan untuk mengungkapkan total remunerasi bagi anggota dewan


(termasuk direksi dan komisaris), tetapi tidak ada persyaratan untuk mengungkapkan
remunerasi secara individu.

Aturan Dewan yang Unik


Indonesia menganut struktur split-dewan, dengan dewan komisaris mengawasi dewan
manajemen eksekutif (Direksi), mengikuti model perusahaan Belanda, kualifikasi anggota
independen dari Dewan Komisaris lemah. Hal ini membuat banyak ruang untuk manipulasi
oleh dewan eksekutif dan / atau pemegang saham pengendali.

Komite audit adalah wajib bagi dewan komisaris. Sistem komite audit Indonesia adalah
penunjukan profesional independen dari luar dewan komisaris. Hal ini memenuhi
kebutuhan dalam prakteknya, khususnya kurangnya ahli akuntansi diantara komisaris.
Hanya beberapa komite audit di Indonesia bisa dikatakan benar-benar independen
dikarenakan dewan komisaris itu sendiri tidak benar-benar independen: komposisi
biasanya mencerminkan kepemilikan proporsional dari pemegang saham.

Hukum Indonesia melarang orang melayani perusahaan sebagai direktur atau komisaris
jika orang tersebut pernah dihukum karena kejahatan, atau dianggap bersalah telah
menyebabkan kebangkrutan perusahaan atau dirinya telah dinyatakan bangkrut. Hukum
hanya mencakup peristiwa-peristiwa dalam kurun waktu lima tahun kebelakang dari
penunjukkan seseorang dan belum ditemukan contoh direktur terbukti melakukan
kecurangan di Indonesia dihapus dari perusahaan.

Sustainability Reporting di Indonesia


A sustainability report is an organizational report that gives information about
economic, environmental, social and governance performance.
Sustainability reporting di Indonesia dalam tahap awal pengembangan, tetapi bergerak
cukup cepat. Mengingat pentingnya sumber daya alam dan sektor komoditas, pemerintah
telah mengamanatkan hal tersebut pada BUMN, perseroan terbatas dan pemerhati
sumber daya alam. Tidak tersedia tuntunan (guidance) dari pemerintah atau regulator
sebagai standar dari isi sustainability report. Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini tidak
memiliki persyaratan untuk sustainability report untuk perusahaan yang terdaftar. BEI
berencana untuk menerapkan ini secara sukarela, kemungkinan besar sesuai dengan
pedoman pelaporan GRI (Global Reporting Initiative), tetapi belum ditentukan tanggal
untuk penerapannya.

BEI belum secara aktif mempromosikan pengungkapan karbon dan mengklaim bahwa
penilaian dampak lingkungan diperlukan sebagai bagian dari persyaratan perusahaan
terdaftar. Namun, BEI adalah bursa pertama di Asia (ex Jepang) yang merilis indeks
keberlanjutan, yang disebut Indeks SRI-kehari. Ini terdiri dari 25 perusahaan yang dipilih
untuk kinerja yang baik keberlanjutan di enam area yang berbeda: lingkungan,
masyarakat, tata kelola perusahaan, hak asasi manusia, etika bisnis dan praktek
perburuhan / pekerjaan yang layak.

Sampel dari 10 perusahaan besar dan menengah menemukan bahwa hampir semua
perusahaan besar memiliki laporan keberlanjutan dan setengahnya memiliki pelaporan
yang relatif canggih. Dari perusahaan menengah, sebagian besar memiliki laporan, tapi
mereka tidak canggih dan sebagian besar bersifat filantropis terhadap alam.
2. Penegakan (Enforcement)
Penegakan peraturan di Indonesia tetap menjadi kunci untuk perbaikan. Skor meningkat
2% terutama untuk perbaikan oleh OJK dalam perekrutan dan transparansi.

OJK dalam hal ini bekerja sama dengan polisi atas investigasi kriminal tetapi tidak memiliki
kekuatan untuk mengadili kasus-kasus ini. Tidak pernah ada tuntutan yang sukses untuk
insider trading dan, sejauh yang kita tahu, regulator belum berusaha secara serius.

Sejauh ini terdapat sedikit bukti dari kekuatan OJK atas keberhasilan dari penegakan
peraturan. Banyak kegiatan regulator saat ini tampaknya ditujukan untuk pengawasan
pasar, seperti pemantauan transaksi dengan pihak berelasi dan memeriksa kepatuhan atas
pengajuan persyaratan dan rapat umum. OJK adalah regulator garis depan.

Penegakan pasar telah meningkat sedikit dengan keterlibatan pemegang saham selama
beberapa tahun terakhir. Beberapa perusahaan dan investor melaporkan lebih banyak
voting oleh pemegang saham dalam rapat, termasuk investor institusi. Beberapa investor
institusi memegang harapan yang realistis bahwa mereka dapat membatalkan resolusi.

3. Lingkungan Politik dan Regulasi


Ini adalah area perbaikan terbesar bagi Indonesia karena pembentukan OJK dan
diperkenalkan CG Roadmap. Roadmap tersebut merupakan rencana ambisius dan
mengesankan untuk standar CG terhadap praktek-praktek terbaik internasional, dengan
berfokus pada kerangka CG, perlindungan pemegang saham dan peran stakeholder, dewan
komisaris dan direksi. Apa yang menarik tentang dokumen tersebut adalah keterbukaan
dalam meletakkan kekuatan dan kelemahan Indonesia di CG. Ini adalah kertas yang jujur,
bukan gimmick pemasaran.

Sebagai regulator independen OJK memiliki kesempatan untuk membuktikan


efektivitasnya dalam pasar dan bekerja se-independen mungkin, dengan dewan komisaris
yang ditunjuk oleh pemerintah dimana jelas adanya potensi campur tangan politik,
menjadi tantangan penting bagi OJK.

Tantangan bagi Indonesia di arena politik dan peraturan termasuk menanggulangi masalah
korupsi yang serius, termasuk sistem peradilan, dengan sedikit tanda kemajuan sampai
saat ini. Telah ada upaya untuk melatih para hakim dan membangun pengadilan khusus
untuk mengadili kasus-kasus sekuritas, tapi ini masih dalam tahap awal.

Media terus melaporkan kasus korupsi besar dan skandal CG, dan melakukannya secara
umum dengan ketidakberpihakan. Beberapa kekhawatiran dimana kepentingan bisnis
dimanipulasi pers selama pemilihan umum baru-baru ini.
KPK, komisi anti-korupsi di Indonesia telah bertahan dalam pembersihan politik dan terus
mengejar pejabat publik, dengan beberapa keberhasilan, sehingga ada harapan untuk
masa depan, terutama dengan janji sapu bersih menyusul terpilihnya Joko Widodo sebagai
Presiden.

4. IGAAP – International General Accepted Accounting Principles


(Accounting and Auditing)
Indonesia menyelesaikan Tahap 1 konvergensi dengan IFRS 2009 di 2012. Tahap 2 proses
konvergensi akan selesai pada tahun 2015. Beberapa masalah standard mencegah
Indonesia dari adopsi penuh, terutama yang berkaitan dengan pertanian dan real estate.
Indonesia menyatakan komitmen untuk adopsi penuh IFRS, tapi belum ditentukan tenggat
waktunya.

Profesi auditor di Indonesia berada dalam posisi yang menantang. Sementara KAP tetap
kekurangan sumber daya, peraturan yang mengharuskan rotasi partner setiap tiga tahun
dan rotasi perusahaan setiap enam tahun memperburuk masalah. Situasi telah menjadi
begitu mengerikan bahwa dalam rangka untuk memenuhi persyaratan rotasi, perusahaan
secara teratur mengubah nama mereka dan menunjuk partner baru, sehingga
memungkinkan mereka untuk memenuhi syarat sebagai perusahaan audit yang baru; dan
semua ini dilakukan dengan pengetahuan penuh dan persetujuan dari Departemen
Keuangan. Regulator telah mengakui adanya masalah ini dan berencana untuk mengubah
aturan dengan menghapus rotasi KAP dengan memperpanjang rotasi partner audit untuk
lima tahun untuk perusahaan public dan perusahaan lainnya.

Meskipun membaik, pengawasan audit di Indonesia masih terbagi-bagi. Regulator Audit,


PPAJP (Pusat Pembinaan Akuntan Publik dan Jasa Penilai) memberi lisensi akuntan publik
dan melakukan inspeksi baik terhadap auditor maupun KAP. Hal ini ditujukan untuk sekitar
50 KAP tiap tahun dan setiap KAP sekali setiap tujuh tahun - ada 394 KAP di Indonesia pada
akhir 2013. Sementara itu, Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) melakukan tinjauan
kualitas rekan anggotanya atas dasar sukarela. Jika mereka menemukan masalah, mereka
akan menginformasikan PPAJP, yang memiliki pengawasan disiplin utama - meskipun telah
mengeluarkan beberapa suspensi dan teguran, namun itu belum pencabutan lisensi.
Sementara itu, OJK memiliki unit inspeksi audit yang dimaksudkan untuk melihat audit
perusahaan yang terdaftar dan laporan keuangannya. PPAJP akan berkoordinasi dengan
mereka bila diperlukan.

5. Budaya CG
Kontras dengan pengungkapan CG yang minim, emiten Indonesia mengadopsi praktek-
praktek hubungan investor cukup erat, terutama emiten yang lebih besar dikarenakan
kehadiran pemegang saham institusional asing. Website umumnya mudah dinavigasi,
dipikirkan dengan baik dan mengandung file yang berguna dan data pendukung.

Memisahkan komisaris dari CEO dan window-dressing tetap menjadi masalah bagi
perusahaan di Indonesia. Banyak perusahaan mengklaim bahwa karena mereka memiliki
presiden komisaris dan Presiden Direktur (CEO), maka sudah ada pembagian peran. Dalam
prakteknya, karena pemegang saham pengendali perusahaan Indonesia selalu mengontrol
baik dewan komisaris dan direksi, jarang ada divisi yang nyata dalam peran.

Voting jajak pendapat hanya dipraktekkan oleh sebagian perusahaan di Indonesia, dengan
sebagian besar perusahaan mengadopsi kebijakan "open dissenting vote", di mana
perbedaan suara dihitung dan dikurangi dari total saham (suara) yang diwakili dalam rapat.
Aturan OJK membutuhkan pengungkapan ringkasan, tetapi sedikit perusahaan membuat
pengumuman rinci dalam bentuk tabel yang menunjukkan suara Mendukung, Melawan
dan Tidak Memberikan Suara pada setiap resolusi. Hal ini merupakan praktek umum di
banyak pasar Asia lainnya.

Faktor yang dapat memaksa skor negara jatuh pada tahun 2016:
❑ Tidak ada pelaksanaan yang efektif dari CG Roadmap baru, khususnya yang
diusulkan kode CG baru
❑ Kemajuan terbatas pada peningkatan kualitas audit
❑ Tidak ada kemajuan dalam menuntut insider trading dan manipulator pasar
❑ Tidak ada tindakan terhadap perusahaan yang gagal untuk mengungkapkan PSI
dengan benar seperti halnya kepemilikan yang menguntungkan
❑ Tidak ada peningkatan dalam pengungkapan kegiatan penegakan peraturan

Yang Memerlukan Perbaikan Cepat


❑ Perbaikan website regulasi untuk memasukkan konten bahasa Inggris dan
database yang berfungsi, termasuk daftar kronologis dan daftar pencarian
regulasi
❑ Menghasilkan laporan tahunan berdasarkan regulasi audit dan inspeksi independen
❑ Mewajibkan publikasi semua hasil voting AGM
❑ Mewajibkan pengungkapan informasi pendukung untuk agenda resolusi AGM dan
pengungkapan nama supervisor/direktur sebelum rapat.

Anda mungkin juga menyukai