Anda di halaman 1dari 53

1

Bahan Ajar 1. LOGIKA MATEMATIKA

Tujuan Pembelajaran:
1. Mampu membedakan pernyataan dan bukan pernyataan
2. Menentukan nilai kebenaran pernyataan tunggal dan majemuk

Ketika seorang ahli matematika akan membuktikan atau memutuskan situasi


yang dihadapi, maka ia harus menggunakan sistem logika. Logika adalah suatu
metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran.

1. Pernyataan dan Kalimat Matematika


Untuk menyampaikan pemikiran, sesorang menggunakan kalimat. Banyak
bentuk kalimat dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam matematika
hanya akan dipelajari kalimat yang mempunyai arti saja yaitu:
a. Kalimat pernyataan
Kalimat pernyataan biasa juga disebut proposisi adalah kalimat yang
bernilai benar atau salah,tetapi tidak sekaligus benar dan salah.
b. Kalimat terbuka
Kalimat terbuka adalah kalimat yang memuat variabel dan menjadi
pernyataan jika variabel tersebut diganti konstanta dalam himpunan
semestanya.
c. Kalimat bukan pernyataan
Kalimat bukan pernyataan adalah kalimat yang tidak dapat ditentukan
nilai kebenarannya.
Contoh:
a. Delapan adalah bilangan genap. (pernyataan)
b. Mari kita pergi ke pasar. (bukan pernyataan)
c. x adalah bilangan prima yang kurang dari 15. (kalimat terbuka)
d. 5 + 4 = 9. (pernyataan)
e. 7 adalah faktor dari 44. (pernyataan)
f. Jakarta ibukota R.I. yang terletak di Pulau Jawa. (pernyataan)

2. Notasi dan Nilai kebenaran Pernyataan


Pada pelajaran logika, pernyataan-pernyataan dinotasikan dengan huruf
kecil seperti p, q, r, …, z. Misalnya pernyataan “Palu ibukota Provinsi Sulawesi
Tengah” dapat dinotasikan dengan huruf p, pernyataan “10 + 45 = 65” dapat
dinotasikan dengan huruf q. Pernyataan-pernyataan tersebut ditulis seperti
berikut ini.
p : Palu ibukota Provinsi Sulawesi Tengah
q : 10 + 45 = 65
Sementara nilai kebenaran suatu pernyataan ditulis B apabila pernyataan
tersebut bernilai benar dan ditulis S apabila pernyataan tersebut bernilai salah.
Pernyataan p di atas bernilai benar dan pernyataan q bernilai salah.

Latihan 1.
1. Tentukan kalimat berikut, manakah yang merupakan kalimat pernyataan,
kalimat terbuka dan kalimat bukan pernyataan.
a. Ada tujuh hari dalam satu minggu.
b. Siapa namamu?
c. 75 habis dibagi 3.
d. 72 + 32 = 102
e. Mari kita belajar matematika.
f. 2a + 4 (a + 1)2 = 2.
2

2. Tentukan nilai kebenaran pernyataan-pernyataan berikut.


a. Jumlah ketiga sudut segitiga dalam geometri Euclik sama dengan 180o.
b. 2 adalah satu-satunya bilangan prima yang genap.
c. Danau tiga warna Karimutu terletak di Pulau Flores.
d. Sin 60o = cos 300.
e. 49 adalah bilangan kuadrat sempurna.
f. 2 bilangan rasional.
g. Presiden RI yang ketiga adalah Prof. Dr. BJ. Habibie.
3. Tentukan himpunan penyelesaian kalimat terbuka berikut agar menjadi
pernyataan yang benar.
a. 3x + 5 = 17.
b. a bilangan bulat yang kalau dikuadratkan sama dengan 9 dan kalau
dijumlahkan dengan 4 sama dengan 1.
c. x2 + 5x + 6 = 0, x elemen bilangan real.
d. 20 – 2x > 12, x elemen bilangan cacah.

3. Pernyataan Majemuk atau Pernyataan Komposisi


Dalam kehidupan sehari-hari, sering didapatkan kalimat yang menggunakan
kata penghubung “dan”, “atau” , “jika …, maka …”. Pada logika matematika,
beberapa pernyataan tunggal dapat dikomposisikan menjadi suatu pernyataan
baru, dengan menggunakan kata hubung logika. Pernyataan baru yang
diperoleh dengan cara demikian disebut pernyataan majemuk atau pernyataan
komposisi.

a. Konjungsi
Dua pernyataan yaitu pernyataan p dan q digabung menjadi pernyataan
majemuk menggunakan kata penghubung “dan” disebut konjungsi dari
pernyataan p dan q. Konjungsi dari p dan q dinyatakan dengan lambang “p 
q” , dan dibaca “ p dan q “.
Untuk mengetahui nilai kebenaran konjungsi perhatikan empat pernyataan
konjungsi berikut ini.
1. Jakarta ibukota Republik Indonesi dan terletak di Pulau Jawa.
2. Jakarta ibukota Amerika Serikat dan terletak di Pulau Jawa.
3. Jakarta ibukota Republik Indonesi dan terletak di Pulau Sulawesi.
4. Jakarta ibukota Amerika Serikat dan terletak di Pulau Sulawesi.

pernyataan 1 bernilai benar, karena kedua pernyataannya bernilai benar.


Pernyataan 2 dan 3 bernilai salah, karena ada salah satu dari pernyataannya
yang salah., dan pernyataan 4 bernilai salah karena kedua pernyataannya
bernilai salah.
Jadi konjungsi p dan q bernilai benar apabila pernyataan p bernilai benar dan q
bernilai benar. Atau dengan kata lain disjungsi bernilai benar apabila kedua
pernyataannya bernilai benar
Tabel nilai kebenaran disjungsi p dan q dapat dinyatakan seperti tabel berikut.

p q pq
B B B
B S S
S B S
S S S
3

Contoh.
1. Misalkan p: Indonesia anggota ASEAN.
q: Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
p  q : Indonesia anggota Asean dan merdeka pada tanggal
17 Agustus 1945.
Pernyataan p  q bernilai benar karena p bernilai benar dan q bernilai benar.
2. Misalkan p: 20 bilangan genap.
q: 20 bilangan prima.
p  q: 20 bilangan genap dan bilangan prima.
pernyataan p  q bernilai salah karena salah satu pernyataannya yaitu
pernyaan q bernilai salah.

b. Disjungsi
Misalkan pernyataan p dan pernyataan q digabung menggunakan kata
penghubung “ atau”, maka pernyataan gabungan p dan q disebut disjungsi
dari p dan q. Disjungsi dari p dan q dinyatakan dengan simbol “p  q”, dan
dibaca “p atau q”.

Contoh.
1. Misalkan p: Segitiga ABC siku-siku.
q: Segitga ABC sama kaki.
p  q: Segitiga ABC siku-siku atau sama kaki.
Dalam contoh ini pernyataan p dan q bisa terjadi kedua-duanya bernilai
benar yaitu segitiga ABC siku-siku dan sama kaki.
2. Misalkan p: Habibi lahir di Pare-pare.
q : Habibi lahir di Bandung.
p V q: Habibi lahir di Pare-pare atau di Bandung.
Pada contoh ini , pernyataan p dan q tidak dapat bersama-sama benar,
sebab manusia hanya dilahirkan satu kali sehinggga hanya dapat lahir di
satu tempat.

Disjungsi pada contoh nomor 1 disebut “disjungsi ingklusif”. Disjungsi ini


dinyatakan dengan simbol “p V q”. Sedangkan disjungsi pada contoh nomor
2 disebut “disjungsi eksklusif”., dan dinyatakan dengan simbol “p V q”.
Untuk menentukan nilai kebenaran disjungsi, perhatikan kembali contoh
disjungsi di atas. Pada contoh nomor 1 (disjungsi inklusif), disjungsi p dan q
akan bernilai benar kalau salah satu pernyataannya bernilai benar ataukah
kedua pernyataannya. bernilai benar, kemudian akan bernilai salah kalau
kedua pernyataan salah. Sementara disjungsi pada contoh 2 (disjungsi
eksklusif), disjungsi bernilai salah kalau kedua pernyataanya benar atau
kedua pernyataannya salah. Nanti benar kalau salah satu pernyataannya
yang benar.
Kebenaran disjungsi p dan q di atas dapat digambarkan dengan tabel
seperti berikut ini.

Tabel Kebenaran disjungsi ingklusif Tabel kebenaran disjungsi Eksklusif


p q pVq p q pVq
B B B B B S
B S B B S B
S B B S B B
S S S S S S

Untuk selanjutnya, pernyataan yang akan dibahas hanya disjungsi ingklusif.


4

Contoh.
Tentukan nilai kebenaran kalimat “51 bilangan komposit atau bilangan
ganjil”.
Jawab
Misalkan p : 51 bilangan komposit. ………………………... (S)
q : 51 bilangan ganjil …………………………… (B)
p V q : 51 bilangan komposit atau bilangan ganjil ……………. (B)

c. Implikasi
Misalkan pernyataan p dan pernyataan q digabung dalam bentuk kalimat
“jika p maka q”, pernyataan ini dinamakan implikasi p dan q yang kemudian
disimbolkan “p  q”.
Pada implikasi p dan q (p  q), pernyataan p disebut antecedent (Sebab)
dan pernyataan q disebut consequent (akibat).
Dalam logika matematika implikasi p dan q (p  q) tidak diharuskan ada
hubungan antara p dan q. Sementara nilai kebenaran implikasi p  q
ditentukan oleh nilai kebenaran kedua pernyataannya.
Misalkan pernyataan Jika hari turun hujan, maka tanah pekarangan
kampus basah.
Pernyataan di atas bernilai benar kalau :
 Terjadi turun hujan dan tanah pekarangan kampus basah.
 Tidak turun hujan dan tanah pekarangan kampus tidak basah
 Tidak turun hujan dan tanah pekarangan kampus basah.
Pernyataan “jika hari turun hujan, maka tanah pekarangan kampus tidak
basah”, bernilai salah kalau benar terjadi turun hujan dan tanah pekarangan
basah.

Kebenaran implikasi p dan q di atas dapat digambarkan dengan tabel


seperti berikut ini.

Tabel Kebenaran implikasi


p q pq
B B B
B S S
S B B
S S B

Contoh
Misalkan p: 10 habis dibagi oleh 5 …………….. (B)
q: 10 bilangan prima ………………… (S)
p  q: Jika 10 habis dibagi oleh 5, maka 10 bilangan prima ……….(S)

d. Biimplikasi (implikasi dua arah)


Perhatikan dua implikasi berikut:
Jika xy = 0 maka x = 0 atau y = 0.
Jika x = 0 atau y = 0 maka xy = 0.
Kedua implikasi di atas bernilai benar dan kalau kedua implikasi digabung
menggunakan kata penghubung “ dan” , akan menjadi “ xy = 0 jika dan
hanya jika x = 0 atau y = 0.
Misalkan pernyataan p : xy = 0 dan pernyataan q: x = 0 atau y = 0,
maka implikasi di atas secara simbolik kita tulis “(p  q)  (q  p). Bentuk
logika (p  q)  (q  p) disebut implikasi dwi arah yang kemudian disebut
biimplikasi dan diberi simbol “ p  q “.
5

Kebenaran biimplikasi p dan q di atas dapat digambarkan dengan tabel


seperti berikut ini.

Tabel Nilai Kebenaran Biimplikasi

p q pq (q  p) (p  q)  (q  p)
B B B B B
B S S B S
S B B S S
S S B B B

Dari tabel biimplikasi di atas pernyataan (p  q)  (q  p) yang kemudian


ditulis “ p  q”, akan bernilai benar apabila kedua pernyataannya bernilai
benar atau kedua pernyataannya bernilai salah.

Contoh.
1. Misalkan p: 13 adalah bilangan ganjil ……….. (B)
q: 13 dapat dibagi 3. ………………… (S)
p  q : 13 adalah bilangan ganjil jika dan hanya jika 13 dapat
dibagi 3. …… (S)

2. Misalkan p: 29 adalah bilangan prima ……….. (B)


q: 29 hanya mempunyai dua fakror. ………… (B)
p  q : 29 adalah bilangan prima jika dan hanya 29 mempunyai dua
faktor …… (B)

4. Kesepakatan Penggunaan Kata hubung Kalimat


Untuk mencari nilai kebenaran suatu pernyataan majemuk, pertama-tama
carilah nilai kebenaran pernyataan-pernyataan didalam kurung yaitu ( . . . ),
kemudian yang di dalam kurung siku [ . . . ] dan seterusnya. Jika tidak ada
pengelompokan seperti ( . . . ), [ . . . ], dan sebagainya dalam sebuah pernyataan
majemuk, maka urutan pengerjaan (urutan kuat ikat) seperti di bawah ini.
1. Negasi
2. Konjungsi
3. Disjungsi
4. Implikasi
5. Biimplikasi

Contoh
1. p  q  r artinya p  (q  r) yang merupakan kalimat biimplikasi.
2. p  q  r  s artinya (p  q)  (r  s) yang merupakan implikasi.

5. Menentukan Nilai Kebenaran Pernyataan Majemuk yang Lain


Tabel kebenaran konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplkasi yang sudah
dibahas di atas dinamakan tabel kebenaran dasar, dengan menggunakan tabel
kebenaran dasar ini, dapat ditentukan kebenaran pernyataan-pernyataan
majemuk lainnya.

Contoh.
Tentukan nilai kebenaran pernyataan (p  q)  (q  p)
6

Jawab.

Cara 1.
P q pq qp (p  q)  (q  p)
B B B B B
B S B S S
S B B S S
S S S S B
(1) (1) (2) (3) (4)

Jadi nilai kebenaran (p  q)  (q  p) = BSSB.

Cara II
Perhatikan kolom, dan nomor kolom pada hasil tabel kebenaran di atas.
Penyusunan tabel kebenaran di atas dapat pula dimodifikasi seperti tabel berikut
ini.

(p  q)  (q  p)
B B B B B B B
B B S S S S B
S B B S B S S
S S S B S S S
(1) (2) (1) (4) (1) (3) (1)

Jadi nilai kebenaran (p  q)  (q  p) = BSSB.

6. Pernyataan Majemuk yang Ekuivalen


Dua pernyataan majemuk u dan v dikatakan ekuivalen dan ditulis u  v jika dan
hanya jika mempunyai nilai kebenaran yang sama.

Contoh.
Tunjukkan dengan tabel kebenaran bahwa
p  (q  r) ekuivalen dengan (p  q)  r.
Jawab.
Harus ditunjukkan bahwa p  (q  r)  (p  q)  r.

p q r (q  r) p  (q  r) (p  q) (p  q)  r
B B B B B B B
B B S S S B S
B S B B B S B
B S S B B S B
S B B B B S B
S B S S B S B
S S B B B S B
S S S B B S B
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

sama

Karena nilai kebenaran pada kolom (5) sama dengan kolom (7) maka
disimpulkan bahwa p  (q  r)  (p  q)  r.
7

Bahan Ajar 2. NEGASI SUATU PERNYATAAN

Tujuan Pembelajaran:
1. Menentukan negasi suatu pernyataan
2. Menentukan negasi konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi
3. Menentukan konvers, invers dan kontraposisi pernyataan implikasi p dan q

1. Negasi Pernyataan
Dari suatu pernyataan p, dapat dibuat pernyataan baru dengan menam-
bahkan kata “tidak benar” di depan pernyataan p. Pernyataan yang baru tersebut
dinamakan negasi (ingkaran) pernyataan p, dan ditulis dengan simbol p.

Contoh.
p: Soeharto Presiden Republik Indonesia yang kedua.
p: Tidak benar Soeharto Presiden Republik Indonesia yang kedua.

Negasi suatu pernyataan tidak selamanya harus menggunakan kata “tidak


benar”. Terkadang hanya menggunakan kata “tidak” atau menggunakan kalimat
yang berlawanan dengan pernyataan semula.
Nilai kebenaran dari negasi pernyataan p, tergantung pada realitas. Jika p
bernilai benar, maka p bernilai salah atau sebaliknya.

Contoh.
1. p : 3 = 2 ………………. (S)
p : 3  2 ……………….. (B)
2. p : 123321 habis dibagi oleh 11 ………………….. (B)
p : 123321 tidak habis dibagi 11 ………………….. (S)

2. Negasi Pernyataan Majemuk


a. Negasi dari konjungsi
Untuk menentukan negasi suatu konjungsi, perhatikan tabel kebenaran
berikut ini.
Tabel nilai kebenaran negasi suatu konjungsi.
p q p q pq (pq) p  q
B B S S B S S
B S S B S B B
S B B S S B B
S S B B S B B

Dari tabel kebenaran di atas terlihat bahwa nilai kebenaran untuk pernyataan
 ( p  q ) bernilai sama dengan pernyataan p  q
Jadi  ( p  q)  p  q.

Contoh.
p: 100 adalah bilangan genap. ……………….. (B)
q: 100 habis dibagi 5 …………………………… (B)
p  q : 100 adalah bilangan genap dan habis dibagi 5 ……………….. (B)
 ( p  q): 100 bukan bilangan genap atau 100 tidak habis dibagi 5 …. (S)
8

b. Negasi dari disjungsi


Negasi dari disjungsi (p  q) dapat ditentukan dengan melihat tabel
kebenaran berikut ini.
Tabel nilai kebenaran negasi suatu disjungsi.

p q p q pq (pq) p  q
B B S S B S S
B S S B B S S
S B B S B S S
S S B B S B B

Jadi  (p  q)  ( p   q)

Contoh
p: 2 + 2 = 4 …………………. (B)
q: 17 bilangan komposit …… (S)
p  q: 2 + 2 = 4 atau 17 bilangan komposit …………….. (S)
 (p  q): 2 + 2  4 dan 17 bukan bilangan komposit …………….. (B)

c. Negasi dari Implikasi


Untuk menentukan negasi dari pernyataan implikasi (p  q), perhatikan tabel
berikut ini.

Negasi untuk implikasi

p q q pq (pq) p  q
B B S B S S
B S B S B B
S B S B S S
S S B B S S

Jadi  (p  q)  p  q

Contoh.
p: Majene ibukota Provinsi Sulawesi Barat. …………………. (B)
q: Majene terletak di Pulau Sulawesi. ……………….. (B)
p  q: Jika Majene ibukota Provinsi Sulawesi Barat maka Majene terletak
di Pulau Sulawesi …………….. (B)
 (p  q): Majene ibukota Provinsi Sulawesi Barat dan Majene tidak terletak
di Pulau Sulawesi. …………….. (B)

d. Negasi dari Biimplikasi


Negasi untuk biimplikasi (p  q) dapat ditentukan pada tabel berikut

Negasi Biimplikasi
p q p q p  q q  p pq  (p  q) (pq)  (q p)
B B S S S S B S S
B S S B B S S B B
S B B S S B S B B
S S B B S S B S S

Jadi  (p  q)  (p  q)  (q  p).


9

3. Konvers, Invers dan Kontraposisi

Definisi:
Dari suatu implikasi p  q, maka
a. Implikasi berbentuk q  p disebut konvers dari implikasi p  q.
b. Implikasi berbentuk p  q disebut invers dari implikasi p  q.
c. Implikasi berbentuk q  p disebut kontraposisi dari implikasi p  q.

Hubungan antara implikasi, konvers, invers dan kontraposisi dalam bentuk tabel
kebenaran ditunjukkan oleh tabel berikut ini.

Implikasi Konvers Invers Kontrapo


p q p q sisi
pq qp p  q q  p
B B S S B B B B
B S S B S B B S
S B B S B S S B
S S B B B B B B
Sama
sama

Dari tabel kebenaran di atas dapat disimpulkan bahwa:


(i). p  q  q  p
(ii). q  p  p  q

Contoh.
1. Implikasi “jika 50 bilangan genap maka 50 habis dibagi oleh 2” ekuivalen
dengan “jika 50 tidak habis dibagi oleh 2 maka 50 bukan bilangan
genap”.
2. Implikasi “jika 50 habis dibagi oleh 2 maka 50 bilangan genap” ekuivalen
dengan “jika 50 bukan bilangan genap maka 50 tidak habis dibagi oleh
2”.

Karena implikasi p  q ekuivalen dengan kontraposisinya yaitu q  p, maka


bentuk ini nanti banyak dipakai dalam materi pembuktian matematika khusus
pembuktian tidak langsung.

Latihan.
1. Tentukanlah negasi (ingkaran) pernyataan berikut:
a. Jumlah ketiga sudut segitiga dalam geometri Euclik sama dengan 180o.
b. 2 adalah satu-satunya bilangan prima yang genap.
c. Danau tiga warna Karimutu terletak di Pulau Flores.
d. Sin 60o = cos 300o.
e. 49 adalah bilangan kuadrat sempurna.
f. 2 bilangan irrasional.
2. Tentukanlah negasi (ingkaran) pernyataan mejemuk berikut:
a. 6 kelipatan 2 dan 16 kelipatan 8.
b. Anjing binatang Carnivora atau anjing binatang buas
c. 8 > 2 atau 8 habis dibagi 2.
d. Jika 2 < 5, maka 22 < 52
e. Jika ABCD bujursangkar, maka AC = BD dan AC tegak lurus BD.
f. (-2)2 = (2)2 jika dan hanya jika 4 = 2
10

3. Tentukan konver, invers dan kontraposisi pernyataan berikut:


a. Jika 49 = 7, maka (7)2 = 49.
b. Jika x < y, maka 2x < 2y
11

Bahan Ajar 3. TAUTOLOGI, KONTRADIKSI DAN KUANTOR

Tujuan Pembelajaran:
1. Mampu membedakan tautologi dan kontradiksi
2. Menentukan kuantor umum dan khusus beserta nilai kebenarannya
3. Menentukan negasi kuantor umum dan khusus serta nilai kebenarannya

Ada beberapa pernyataan majemuk selalu bernilai benar.


Contoh pernyataan: “Hasan masih bujang atau Hasan bukan bujang”
Pernyataan di atas akan selalu bernilai benar, tidak bergantung pada apakah Hasan
benar-benar masih bujang atau bukan bujang.
Jika pernyataan p: Hasan masih bujang, dan ~p : Hasan bukan bujang, maka
pernyataan majemuk di atas berbentuk p  ~p. Apabila diperiksa menggunakan
tabel kebenaran, maka diperoleh semua komponennya bernilai benar. Setiap
pernyataan yang bernilai benar, untuk setiap nilai kebenaran komponen-
komponennya, disebut tautologi.

Setiap pernyataan majemuk yang selalu bernilai salah, untuk setiap nilai
kebenaran dari komponen-komponen disebut kontradiksi. Karena kontradiksi selalu
bernilai salah, maka kontradiksi merupakan ingkaran dari tautologi dan sebaliknya.

1. Fungsi Pernyataan

Definisi : Suatu fungsi pernyataan adalah suatu kalimat terbuka di dalam semesta
pembicaraannya (semesta pembicaraan diberikan secara eksplisit atau
implisit).
Fungsi pernyataan merupakan suatu kalimat terbuka yang ditulis sebagai p(x) yang
bersifat bahwa p(x) bernilai benar atau salah (tidak keduanya) untuk setiap x (x
adalah anggota dari semesta pembicaraan). Ingat bahwa p(x) suatu pernyataan.

Contoh.
1. p(x) = 1 + x > 5
p(x) akan merupakan fungsi pernyataan pada himpunan bilangan asli. Tetapi
p(x) bukan merupakan fungsi pernyataan pada himpunan bilangan kompleks.
2. a. Jika p(x) = 1 + x > 5 didefinisikan pada himpunan bilangan asli, maka p(x)
bernilai benar untuk x = 5, 6, 7, . . .
b. Jika q(x) = x + 3 < 1 didefinisikan pada himpunan bilangan asli, maka tidak
ada x yang menyebabkan p(x) bernilai benar.
c. Jika r(x) = x + 3 > 1 didefinisikan pada himpunan bilangan asli, maka r(x)
bernilai benar untuk x = 1, 2, 3, . . .

Dari contoh di atas terlihat bahwa fungsi pernyataan p(x) yang


didefinisikan pada suatu himpunan tertentu akan bernilai benar untuk semua
anggota semesta pembicaraan, beberapa anggota semesta pembicaraan, atau
tidak ada anggota semesta pembicaraan yang memenuhi.

2. Kuantor
Kuantor adalah suatu lambang yang menunjukkan generalisasi suatu fungsi
pernyataan. Ada dua macam kuantor yaitu kuantor umum (kuantor universal) dan
kuantor khusus (kuantor eksistensial).
12

a. Kuantor Umum (Kuantor Universal)


Suatu pernyataan yang menggambarkan bahwa semua objek atau masalah
memenuhi syarat yang ditentukan disebut kuantor umum atau kuantor
universal.
Simbol yang diberikan untuk kuantor umum yaitu “” ,dibaca “untuk semua”
atau “untuk setiap”.
Jika p(x) adalah fungsi pernyataan, maka;
( x) p(x)
mempunyai arti ‘untuk semua x berlaku p(x)’ atau ‘untuk setiap x berlaku p(x).
Jika p(x) adalah fungsi pernyataan pada suatu himpunan A (himpunan A
adalah semesta pembicaraannya) maka
( x  A) p(x)
adalah suatu pernyataan yang dibaca ‘Untuk semua x elemen A, berlaku p(x) ‘
atau ‘untuk setiap x elemen A, berlaku p(x)’.
Penambahan kuantor di depan fungsi pernyataan juga mengubahnya menjadi
suatu pernyataan (benar atau salah).

Contoh.
1. Misalkan p(x) = x + 3 > 1 didefinisikan pada himpunan bilangan asli (A).
Kuantor (xA) p(x) = (xA) (x + 3 > 1), mempunyai arti ‘ untuk semua
x elemen himpunan A, berlaku x + 3 > 1. Jelas bahwa pernyataan ini
bernilai benar, karena semua bilangan asli kalau ditambah dengan 3 selalu
lebih dari 1,
2. Jika q(x) = 2x + 1 > 5, didefinisikan pada himpunan bilangan Asli (A).
maka (xA) p(x) = (xA) (2x + 1 > 5), mempunyai arti ‘untuk setiap x 
A berlaku 2x + 1 > 5’. Pernyataan tersebut bernilai salah, karena kita dapat
menemukan x yang tidak memenuhi pertidaksamaan 2x + 1 > 5. Misalnya
x = 1.

b. Kuantor Khusus (Kuantor Eksistensial)


Pernyataan yang menggambarkan bahwa beberapa (sebagian, ada) objek
atau masalah memenuhi syarat yang ditentukan disebut kuantor khusus
atau kuantor eksistensial.
Simbol yang diberikan untuk kuantor khusus yaitu “” ,dibaca “ada” atau
“untuk beberapa”.
Jika p(x) adalah fungsi pernyataan pada suatu himpunan A maka
( x  A) p(x)
adalah suatu pernyataan yang dibaca ‘ada suatu x elemen A, sedemikian
hingga berlaku p(x) ‘ atau ‘untuk beberapa x elemen A, berlaku p(x)’. Pada
tulisan lain ada yang menggunakan simbol ! untuk menyatakan “Ada
hanya satu”.

Contoh :
1. Misalkan p(x) = x + 1 < 5 pada A = {bilangan asli} maka pernyataan
( x A) p(x) = ( x A) (x + 1 < 5) dibaca ‘ada x anggota bilangan asli
sedemikian hingga berlaku x + 1 < 5’ Pernyataan ini bernilai benar,
karena ada x = 2 sehingga 2 + 1 < 5.
2. (x), r(x) = (x), (3 + x > 1) pada A = {bilangan asli} maka pernyataan
itu bernilai salah.
13

c. Negasi Suatu Pernyatan yang Mengandung Kuantor


Negasi dari pernyataan “Semua manusia tidak kekal” adalah “Tidak benar
bahwa semua manusia tidak kekal” atau “ada manusia kekal”.

Misalkan p(x): manusia tidak kekal,


(x) p(x): Semua manusia tidak kekal ……………… (B)
Pernyataan “ada manusia kekal” disimbolkan “(x), ~ p(x)”, bernilai salah.
Negasi pernyataan di atas dapat dituliskan dengan simbol :
~ [(x), p(x)]  (x), ~ p(x)
Jadi negasi dari suatu pernyataan yang mengandung kuantor universal
adalah pernyataan yang mengandung kuantor eksistensial (fungsi
pernyataan yang dinegasikan) dan negasi kuantor eksistensial adalah
kuantor universal dengan fungsi pernyataan yang dinegasikan. Secara
simbolik ditulis seperti berikut ini.

~ [(x), p(x)  (x), ~ p(x)

d. Fungsi Pernyataan yang Mengandung Lebih dari Satu Variabel


Misalkan himpunan A1, A2, A3, . . ., An, suatu fungsi pernyataan yang
mengandung variabel pada himpunan A1 x A2 x A3 x . . . x An merupakan
kalimat terbuka p(a1, a2, a3, …, an) yang mempunyai sifat p(a1, a2, a3, …,
an) bernilai benar atau salah (tidak keduanya) untuk (a1, a2, a3, . . ., an)
anggota semesta A1 x A2 x A3 x . . . x An.
(x), (y), p(x,y) atau (x), (y) (z), p(x,y,z)

Contoh.
1. Diketahui himpunan P = {pria}, W = {wanita}.
“p menikah dengan w”  M(p,w) adalah fungsi pernyataan pada P x W.
2. Diketahu A = {bilangan asli}. “2x – y – 5z < 10”  K(x,y,z) adalah fungsi
pernyataan pada A x A x A.

Suatu fungsi pernyataan yang bagian depannya didahului oleh kuantor untuk
setiap variabelnya, merupakan suatu pernyataan dan mempunyai nilai kebe-
naran. Perhatikan contoh berikut.

Contoh.
Misalkan P = {Nyoman, Agus, Darman} dan W = {Rita, Farida}, serta
p(x,y) = x adalah kakak y.
Maka (x  P), (y  W), p(x,y) dibaca “Untuk setiap x di P ada y di W
sedemikian hingga x adalah kakak y”
Jadi setiap anggota P adalah kakak dari Rita atau Farida.

Jika pernyataan itu ditulis dengan bentuk (y  W) (x  P) p(x,y) dibaca
“Ada y di W untuk setiap x di P sedemikian hingga x adalah kakak y” .
Ini berarti bahwa ada (paling sedikit satu) wanita di W mempunyai kakak
semua anggota P.

Negasi dari pernyataan berkuantor yang mengandung lebih dari satu


variabel, dapat dilihat pada contoh berikut.

~ [(x), {(y), p(x,y)}]  (x), ~ [(y), p(x,y)]  (x), (y), ~ p(x,y)


14

Contoh.
1. Misalkan P = {Nyoman, Agus, Darman} dan W = {Rita, Farida}, serta
p(x,y) = x kakak y.
Tuliskan negasi dari pernyataan : (x  P), (y  W), p(x,y)

Jawab :
~ [(x  P), (y  W), p(x,y)]  (x  P), (y  W), ~ p(x,y)
2. Tuliskan negasi dari (x  R), (y  R), x2 + y = 0

Jawab.
~[(x  R), (y  R), x2 + y = 0]  (x  R), (y  R), x2 + y  0

Latihan.
1. Buktikan bahwa (p  p) merupakan tautologi
2. Buktikan bahwa (p  q)  ~ (p  q) merupakan kontradiksi.
3. Tentukan pernyataan berikut ini yang merupakan tautologi, kontradiksi atau
bukan kedua-duanya.
a. p  (p  q)
b. p  (p  q)
c. (p  q)  p
d. (p  q)  p
e. q  (p  q)
4. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan berikut ini dalam semesta
pembicaraan B = Himpunan bilangan Bulat.
a. (xB), (x2 = x). e. (xB), (x2 –2x + 1 = 0)
b. (xB), (3x = 0) f. (xB), (x2 + 2x + 1 > 0)
c. (xB), (x < x + 1) g. (xB), (x2 + 4  0)
d. (xB), (x – 1 = x) h. (xB), (x2 – 3x + 2 = 0)
5. Tentukan negasi pernyataan-pernyataan berikut ini;
a. (xA), (x + 3 = 5).
b. (nA), (2 + n > 5) .
c. (x  R) (2x  0).
d. (x  R) (3x > x).
6. Semesta pembicaraan pernyataan-pernyataan berikut adalah
W = {1, 2, 3, 4,5}. Tentukan nilai kebenaran setiap pernyataan berikut ini,
kemudian tentukan negasinya.
a. (xW), (4 + x < 10)
b. (xW), (4 + x = 7)
c. (xW), (4 + x  7)
d. (xW), (4 + x > 8)
7. Tentukan nilai kebenaran dari setiap pernyataan berikut ini dengan semesta
pembicaraan himpunan A = {1, 2, 3}.
a. x y (x + y = 1) h. x y (x2 < y + 1)
b. x y (x + y = 1) i. x y (x2 + y2 < 20)
c. x y (x + y = 1) j. x y (x2 + y2 < 13)
d. x y (x2 < y + 1) k. x y (x2 + y2 < 13)
e. x y (x < y + 1)
2
l. x y (x2 + y2 < 13)
f. x y z (x + y < z )
2 2 2
m. x y z (x2 + y2 < z2)
g. x y (y = x) d. x y (y = x)
15

8. Tentukan negasi dari pernyataan-pernyataan berikut ini !


a. x y p(x,y) d. x y [~ p(x)  q(y)]
b. x y p(x,y) e. x y [p(x)  q(y)]
c. x y [p(x)  q(y)] f. x y z p(x,y,z)
16

Bahan Ajar 4. PENARIKAN KESIMPULAN

Tujuan Pembelajaran:
1. Menarik kesimpulan menggunakan modus Ponens
2. Menarik kesimpulan menggunakan modus Tollens
3. Menarik kesimpulan menggunakan silogisme

a. Premis dan Argumen


Logika berkenaan dengan penalaran yang dinyatakan dengan pernyataan
verbal. Suatu pembuktian yang bersifat matematik, terdiri atas pernyataan-
pernyataan yang saling berelasi. Biasanya kita memulai dengan pernyataan-
pernyataan tertentu yang diterima kebenarannya dan kemudian
berargumentasi untuk sampai pada kesimpulan (konklusi) yang ingin
dibuktikan.
Premis adalah pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk menarik suatu
kesimpulan. Suatu premis dapat berupa aksioma, hipotesa, definisi atau
pernyataan yang sudah dibuktikan sebelumnya.
Sedang yang dimaksud dengan argumen adalah kumpulan kalimat yang
terdiri atas satu atau lebih premis yang mengandung bukti-bukti (evidence) dan
suatu (satu) konklusi. Konklusi ini sebaiknya diturunkan dari premis-premis.

b. Validitas Pembuktian
Untuk menentukan validitas suatu argumen dapat menggunakan bantuan yang
sudah dijelaskan pada bagian terdahulu, tetapi cara ini tidaklah praktis. Cara
yang lebih praktis banyak bertumpu pada tabel kebenaran dasar dan bentuk
kondisional. Bentuk argumen yang paling sederhana dan klasik adalah Modus
ponens dan Modus tolens.

Modus Ponen
Premis 1 :pq p  q ……(B)
Premis 2 :p atau p ……(B)
Kesimpulan : q  q ……(B)
Cara membacanya: “jika p maka q benar, dan p benar, disimpulkan q benar”.

Contoh.
1. Premis 1 : Jika saya belajar, maka saya lulus ujian (benar)
Premis 2 : Saya belajar (benar)
Kesimpulan : Saya lulus ujian (benar)

2. Tunjukkan bahwa persamaan x2 – 14x + 49 = 0 mempunyai dua akar real


yang sama.

Jawab.
Premis 1 : Jika diskriminan persamaan x2 – 14x + 49 = 0 sama dengan nol,
maka persamaan tersebut mempunyai dua akar real yang sama.
Premis 2 : D = (-14)2 – 4.(1).(49) = 0
Kesimpulan: persamaan x2 – 14x + 49 = 0 mempunyai dua akar real yang
sama.
17

Modus Tolens :
Premis 1 :pq
Premis 2 :~q
Kesimpulan :~p

Contoh.
Premis 1 : Jika hari turun hujan maka saya memakai jas hujan (benar)
Premis 2 : Saya tidak memakai jas hujan (benar)
Kesimpulan : Hari tidak turun hujan (benar)

Perhatikan bahwa jika p terjadi maka q terjadi, sehingga jika q tidak terjadi
maka p tidak terjadi.

Silogisme :
Premis 1 :pq
Premis 2 :qr
Kesimpulan :pr

Contoh :
Premis 1 : Jika kamu benar, maka saya bersalah (B)
Premis 2 : Jika saya bersalah, maka saya minta maaf (B)
Kesimpulan : Jika kamu benar, maka saya minta maaf (B)

Silogisma Disjungtif
Premis 1 :pq
Premis 2 :~q
Kesimpulan :p
Contoh :
Premis 1 : Pengalaman ini berbahaya atau membosankan (B)
Premis 2 : Pengalaman ini tidak membosankan (B)
Kesimpulan : Pengalaman ini berbahaya (B)

Konjungsi
Premis 1 :p
Premis 2 :q
Kesimpulan :pq Artinya : p benar, q benar. Maka p  q benar.

Tambahan (Addition)
Premis 1 :p
Kesimpulan : p  q
Artinya : p benar, maka p  q benar (tidak peduli nilai benar atau nilai salah
yang dimiliki q).

Dua bentuk argumen valid yang lain adalah Dilema Konstruktif dan Dilema
Destruktif.
18

Dilema Konstruktif
Premis 1 : (p  q)  (r  s)
Premis 2 :p r
Kesimpulan :q s

Dilema konstruktif ini merupakan kombinasi dua argumen modus ponen


(periksa argumen modus ponen).

Contoh :
Premis 1 : Jika hari turun hujan, aku akan tinggal di rumah; tetapi jika
pacar datang, aku pergi berbelanja.
Premis 2 : Hari ini turun hujan atau pacar datang.
Kesimpulan : Aku akan tinggal di rumah atau pergi berbelanja.

Dilema Konstruktif :
Premis 1 : (p  q)  (r  s)
Premis 2 :~q~s
Kesimpulan :~p~r

Dilema destruktif ini merupakan kombinasi dari dua argumen modus tolens
(perhatikan argumen modus tolen).

Contoh :
Premis 1 : Jika aku memberikan pengakuan, aku akan digantung; dan
jika aku tutup mulut, aku akan ditembak mati.
Premis 2 : Aku tidak akan ditembak mati atau digantung.
Kesimpulan : Aku tidak akan memberikan pengakuan, atau tidak akan
tutup mulut.

Latihan.

1. premis 1: Semua bilangan prima habis dibagi 0leh 1 dan dirinya


premis 2: p adalah bilangan prima

Kesimpulan: ……………………………………………………………

2. premis 1: Semua lingkaran berjari-jari r mempunyai luas r2


premis 2: …………………………………………………..
Kesimpulan: Lingkaran O mempunyai luas r2
3. premis 1: Jika {4, 5, 6} = 4, x, 6}, maka x = 5
premis 2: { 4, 5, 6} = { 4, x, 6}

Kesimpulan: …………………………………………….

4. premis 1: Jika x adalah bilangan ganjil, maka x2 adalah bilangan ganjil


premis 2: x2 bukan bilangan ganjil

Kesimpulan: …………………………………………….
19

Bahan Ajar 5. TEKNIK PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

Tujuan pembelajaran:
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan dapat membuktikan sifat, dalil, rumus atau
teorema matematika menggunakan bukti langsung, bukti tidak langsung atau induksi
matematika
Suatu pernyataan yang berupa sifat, dalil, rumus, atau teorema dalam
matematika dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan pernyataan-pernyataan
lain yang bernilai benar.
Pembuktian kebenaran suatu pernyataan sama halnya dengan memberikan
premis-premis atau argumen-argumen yang benar sehingga dapat disimpulkan
bahwa pernyataan tersebut benar.
Metode pembuktian yang digunakan dalam membuktikan pernyataan
matematika adalah bukti langsung, bukti tidak langsung dan induksi matematika.

1 Bukti Langsung
Pembuktian langsung adalah pembuktian yang dimulai dari premis yang
bernilai benar kemudian premis tersebut diturunkan dengan menggunakan
kaidah matematika sehingga akhirnya diperoleh kesimpulan yang bernilai benar.
Untuk membuktikan suatu pernyataan matematika dengan bukti langsung, kita
dapat menggabungkan definisi, aksioma, sifat, maupun dalil-dalil matematika.
Penarikan kesimpulan berdasarkan argu-men Modus Ponens, Modus Tollens,
dan silogisme termasuk bukti langsung dalam matematika. Untuk lebih jelasnya
perhatikan contoh-contoh berikut ini.

Contoh 1.
Buktikan dengan menggunakan bukti langsung pernyataan Jika n bilangan
ganjil, maka n 2 bilangan ganjil.

Bukti:
Diketahui: n bilangan ganjil
Akan dibuktikan: n 2 bilangan ganjil.
Penyelesaian:
Karena diketahui n bilangan ganjil, maka n = 2k – 1, k  Bilangan Asli
Sehingga n 2 = (2k – 1)2
= 4k2 – 4k + 1
= 2 (2k2 – 2k) + 1
= 2p + 1, dimana p = 2k2 – 2k.
Karena 2p adalah bilangan genap, maka 2p + 1 adalah bilangan ganjil,
sehingga n 2 = 2p + 1 adalah bilangan ganjil
Jadi terbukti jika n bilangan ganjil maka n 2 bilangan ganjil.

Contoh 2.
Buktikan dengan menggunakan bukti langsung pernyataan
jika x2 – 6x + 5  0, maka x  1 atau x  5.

Bukti:
Diketahui: x2 – 6x + 5  0.
Akan dibuktikan: x  1 atau x  5.
Penyelesaian
Karena x2 – 6x + 5  0, maka (x – 5) (x – 1)  0
Untuk menentukan titik pemisah dimisalkan (x – 5) (x – 1) = 0
 (x – 5) = 0 atau (x – 1) = 0
 x = 5 atau x = 1
20

Jadi titik pemisah pada garis bilangan adalah x = 5 atau x =1.

I II III
+++++ --------------- + ++++
 
1 5

Pengujian:
Interval I, ambil x = 0  (0-5)(0-1) = 5 > 0
Interval II, ambil x = 3  (3 – 5) (3 – 1) = (-2) (2) = -4 < 0.
Interval III, ambil x = 6  (6 – 5) (6 – 1) = (1)(5) = 5 > 0.
Jadi diperoleh x  1 atau x  5.
Terbukti bahwa jika x2 – 6x + 5  0, maka x  1 atau x  5.

2 Bukti Tidak Langsung


Buktian tidak langsung yang biasa juga disebut Reduction Ad Absordum.
Dalam metode ini argumen dibentuk dari premis tambahan, yaitu negasi dari
kongklusinya dan akhirnya menghasilkan apa yang disebut suatu bentuk
kontradiksi (bertentangan) eksplisit. Apabila ditemukan bentuk kontradiksi
(bertentangan) eksplisit, maka argumen itu dianggap cukup. Metode inin
dibenarkan, karena suatu pernyataan bernilai benar apabila negasi pernyataan
tersebut bernilai benar. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh-contoh berikut ini.

Contoh 1.
Jika a  b dan b  c, maka a  c.

Bukti:
Diketahui: a  b dan b  c. (Premis 1)
Akan dibuktikan: a  c (Premis 2)
Penyelesaian.
Andaikan a  c, (Premis 3 yang merupakan negasi premis 2)

Karena diketahui a  b , maka a  c


ba
+
a+b c+a
b  c, (bertentangan dengan b  c pada Premis 1)
Karena diketahui b  c, maka a  c
cb
+
a+c c+b
a  b, (bertentangan dengan a  b pada Premis 1)

Karena adanya premis-premis yang bertentangan dengan premis yang sudah


diketahui bernilai benar, berarti premis 3 bernilai salah.
Pengandaian a  c bernilai salah, sehingga premis 2 yaitu a  c bernilai benar.
Jadi terbukti jika a  b dan b  c, maka a  c.

Contoh 2.
Buktikan 2 bilangan irrasional.
21

Bukti:
Akan dibuktikan: 2 bilangan irrasional ……. (P1)
Penyelesaian
Andaikan 2 bilangan rasional. ………… P2 (P2 merupakan negasi P1)
p
2 = q , dengan p, q elemen bilangan bulat, q  0 dan (p, q) = 1…… (P3)

p2
2 = , …….. (P4)
q2
2q2 = p2, ……... (P5)

Karena 2q2 bilangan genap, maka p2 bilangan genap, akibatnya p bilangan


genap. …………… (P6)
Karena p bilangan genap, maka p = 2k, k  N ………… (P7)
P2 = 4k2 ……………………. (P8)
Dari (P5) sehingga diperoleh 2q2 = 4k2 ………………. (P9)
q2 = 2k2 ……………….. (P10)
Diperoleh q2 bilangan genap.
Karena q2 bilangan genap, maka q bilangan genap.
Misalkan q = 2s, s  N. ……… (P11)
p 2k
Dari (P7) dan (P11), diperoleh q = . ………. (P12)
2s
Akibatnya (p, q) = 2 ……….. (P13).
(P13) bertentangan dengan pernyataan (p , q) = 1 pada (P3)
Jadi pengandaian 2 bilangan rasional bernilai salah.
Terbukti bahwa 2 bilangan irrasional bernilai benar.

3. Induksi Matematika
Buktikan bahwa 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + . . . + (2n-1) = n2
Untuk membuktikan rumus di atas dapat digunakan pembuktian dengan induksi
matematika.
Langkah-langkah pembuktian suatu rumus Sn, untuk n bilangan asli dengan
induksi matematika adalah sebagi berikut:
1. Buktikan bahwa rumus Sn berlaku untuk n = 1.
2. Buktikan bahwa jika rumus Sn berlaku untuk n = k, maka rumus berlaku
untuk n = k + 1.
Jika langkah 1 dan 2 telah dilakukan dengan benar, maka dapat disimpulkan
bahwa rumus Sn berlaku untuk setiap bilangan asli n.

Contoh.
Buktikan dengan induksi matematika bahwa untuk setiap bilangan asli n berlaku
1 + 3 + 5 + 7 + 9 + . . . + (2n-1) = n2

Bukti:
1. Untuk n = 1, ruas kiri = 2 . 1 – 1 = 2 - 1 = 1
Ruas kanan = 12 = 1
2. Misalkan berlaku untuk n = k
1 + 3 + 5 + 7 + 9 + . . . + (2k-1) = k2
apakah berlaku untuk n = k + 1.
Karena untuk n = k , 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + . . . + (2k-1) = k2, maka

1 + 3 + 5 + 7 + 9 + . . . + (2k-1) + 2 (k+1)-1 = k2 + 2 (k+1)-1


= k2 + 2k + 2 – 1
22

= k2 + 2k +1
= (k + 1)2
= n2 sebab n = k +1
Karena berlaku untuk n = k + 1, maka terbukti bahwa
1 + 3 + 5 + 7 + 9 + . . . + (2n-1) = n2

Latihan:
1. Buktikan pernyataan “Jika n bilangan genap, maka n 2 + n bilangan genap “
dengan menggunakan bukti langsung.
2. Buktikan pernyataan “Jika ab = 0, maka a = 0 atau b = 0”, dengan menggunakan
bukti tidak langsung .
3. Buktikan dengan induksi matematika bahwa untuk setiap bilangan asli n berlaku
12 + 22 + 32 + 42 + 52 + 62 + . . . + n2 = 1
6 n(n + 1)(2n + 1).
4. Buktikan pernyataan-pernyataan berikut ini.
a. Jika n habis dibagi 6, maka n habis dibagi 3.
b. Untuk setiap bilangan prima x, jika x > 3, maka (x + 3) (x – 1) habis dibagi
24.
c. Jika titik P berada diluar bidang v, maka dapat dibuat satu bidang yang
sejajar dengan bidang v.
d. Jika k bilangan bulat ganjil, maka k + 1 bilangan genap.
e. Setiap pasang garis yang bersilangan hanya ada satu garis yang memotong
kedua garis itu tegak lurus.
f. 1 + 2 + 3 + 4 + . . . + n = 12 n(n+1)
g. Untuk setiap bilangan asli n, n(n +1) habis dibagi 2.
n
h.  3i1 = 1 n
2 (3 – 1)
i 1
23

Bahan Ajar 6. HIMPUNAN

Tujuan pembelajaran:
1. Menentukan himpunan dan bukan himpunan
2. Menulis anggota suatu himpunan
3. Menentukan hubungan dua himpunan

1. Pengertian himpunan
Definisi
Himpunan adalah kumpulan objek-objek yang didefinisikan dengan jelas

Objek-objek dari kumpulan yang dimaksud adalah suatu objek yang dapat
ditentukan dengan pasti termasuk dalam kumpulan atau tidak termasuk dalam
kumpulan tersebut. Objek yang termasuk dalam kumpulan disebut anggota
(elemen) sementara objek yang tidak termasuk dalam kumpulan disebut bukan
anggota (elemen). Anggota suatu himpunan ditulis dengan simbol “”, sementara
yang bukan anggota himpunan ditulis dengan simbol “”

Contoh
 Kumpulan makhluk hidup berkaki empat merupakan suatu himpunan.

Kuda merupakan salah satu anggota himpunan, dan ayam salah satu yang
bukan anggota himpunan.

 Kumpulan kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin merupakan


suatu himpunan.

Sepeda motor merupakan anggota himpunan, sementara becak tradisional


bukan anggota himpunan

 Kumpulan wanita cantik bukan suatu himpunan, karena istilah cantik tidak
terdefinisi dengan jelas.

2. Notasi Himpunan
Pada umumnya nama himpunan dinotasikan dengan huruf kapital, seperti A,
B, C dan seterusnya. Anggota atau elemen dari himpunan dinotasikan dengan
huruf kecil seperti a, b, c dan seterusnya. Notasi “aB” dibaca a anggota B atau
a elemen B, sementara notasi “ aB” dibaca a bukan anggota B atau a bukan
elemen B.
Suatu himpunan dapat dinyatakan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Dengan mendaftar seluruh anggotanya di antara kurung kurawal buka dan


tutup (tabular form)
24

b. Dengan menyatakan sifat anggotanya

c. Dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan

Contoh :
Himpunan A dan P dapat dinyatakan dengan tiga cara berikut:
 A = {1, 2, 3, 4, 5}

= himpunan bilangan Asli yang kurang dari 6

= {x|x adalah bilangan Asli yang kurang dari 6}

2 adalah anggota A ditulis 2  A sementara 10 bukan anggota A ditulis


10 A

 P = {2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18}

= himpunan bilangan genap yang kurang dari 20

= { x  x adalah bilangan genap yang kurang dari 20}

Meskipun himpunan digunakan untuk mengelompokkan objek yang


mempunyai sifat yang mirip/sama, tetapi dari definisi himpunan kita
mengetahui bahwa elemen-elemen di dalam himpunan tidak mempunyai
hubungan satu sama lain, asalkan berbeda.

Contoh

Q = {kucing, a, Amir, 10, paku}.

Q adalah himpunan yang terdiri dari lima elemen, yaitu kucing, a, Amir, 10
dan paku.

Contoh-contoh himpunan lainnya :

R = {a, b, {a, b, c}, {a, c} }

C = {a, {a}, {{a}} }

K={ { } }

Pada contoh di atas, C adalah himpunan yang terdiri dari 3 elemen, yaitu a,
{a}, dan {{a}}. Contoh tersebut memperlihatkan bahwa suatu himpunan
dapat merupakan anggota himpunan lain. Sedangkan K hanya berisi satu
elemen, yaitu { }, disebut himpunan kosong, sering dilambangkan dengan Ø.
25

Untuk menuliskan himpunan dengan jumlah anggota yang besar dan telah
memiliki urutan tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan tanda ‘…’
(ellipsis)

Contoh
Himpunan alfabet ditulis sebagai { a, b, c,…, x, y, z}
Himpunan 100 bilangan asli pertama ditulis sebagai {1, 2,…,100}.
Untuk menuliskan himpunan yang tidak berhingga banyak anggotanya, dapat
juga menggunakan tanda ‘…’ (ellipsis)

Contoh
Himpunan bilangan bulat positif ditulis sebagai {1, 2, 3,…},
Himpunan bilangan bulat ditulis sebagai {…,-2, -1, 0, 1, 2,…}.
Penyajian himpunan menggunakan notasi pembentuk himpunan dilakukan
dengan cara menulis syarat yang harus dipenuhi oleh anggotanya.
Notasi yang digunakan: {x | syarat yang harus dipenuhi oleh x}
Aturan dalam penulisan syarat keanggotaan :
Bagian di kiri tanda ‘ | ‘ melambangkan elemen himpunan
Tanda ‘ | ‘ dibaca dimana atau sedemikian sehingga
Bagian di kanan tanda ‘|’ menunjukkan syarat keanggotaan himpunan
Setiap tanda ‘ , ‘ di dalam syarat keanggotaan dibaca sebagai dan.
Notasi pembentuk himpunan sangat berguna untuk menyajikan himpunan
yang anggota-anggotanya tidak mungkin didaftar/enumerasi.

Contoh
 himpunan bilangan rasional, dinyatakan sebagai Q = { a/b | a, b  Z, b  0}
 M adalah himpunan mahasiswa yang mengambil kuliah Matematika Diskrit.
 M = { x | x adalah mahasiswa yang mengambil kuliah Matematika Diskrit}
 A adalah himpunan bilangan bulat positif yang kecil dari 7, dinyatakan sebagai
A = {x | x adalah himpunan bilangan bulat positif lebih kecil dari 7 }
atau dalam notasi yang lebih ringkas :
A = {x | x Z, x < 7}
yang ekivalen dengan A = {1, 2, 3, 4, 5, 6}

3. Himpunan kosong
Himpunan yang tidak memiliki anggota disebut himpunan kosong (empty set),
dilambangkan dengan { } atau Ø.
26

Contoh
E = {x | x < x}, maka n(E) = 0.
P = {orang Indonesia yang pernah ke Bulan}, maka n(P) = 0.
A = {x | x adalah akar-akar persamaan kuadrat x2 + 5x + 10 = 0}, n(A) = 0.

Perhatikan bahwa {Ø} bukan himpunan kosong karena ia memuat satu elemen
yaitu Ø.
Istilah seperti kosong, hampa, nihil, ketiganya mengacu pada himpunan yang
tidak mengandung elemen, tetapi istilah nol tidak sama dengan ketiga istilah di
atas, sebab nol menyatakan sebuah bilangan tertentu.

4. Keanggotaan himpunan (kardinalitas)


Misalkan A merupakan himpunan yang elemen-elemennya berhingga
banyaknya. Jumlah elemen di dalam A disebut kardinal dari himpunan A yang
dinotasikan n(A) atau |A|
Contoh
 B = {x | x merupakan bilangan prima yang lebih kecil dari 20}, maka |B| = 8,
dengan elemen-elemen B adalah 2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19.
 T = { kucing, a, Amir, 10, paku} maka |T| = 5, dengan elemen-elemen T
(yang berbeda) adalah kucing, a, Amir, 10 dan paku.
 A = {a, {a}, {{a}} }, maka |A| = 3, dengan elemen-elemen A (yang berbeda)
adalah a, {a}, dan {{a}}.
Himpunan yang tidak berhingga banyak anggotanya mempunyai kardinal tidak
berhingga pula. Sebagai contoh, himpunan bilangan riil mempunyai jumlah
anggota tidak berhingga, maka |R| = 
5. Hubungan Dua Himpunan
Tiap dua himpunan mempunyai hubungan, diantaranya;
a. Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian dari himpunan yang lain.
b. Dua himpunan saling lepas
c. Dua himpunan berpotongan
d. Dua himpunan ekuivalen.
Berikut ini akan dibahas tiap-tiap hubungan dua himpunan tersebut.
a. Himpunan Bagian (subset)
Misalkan dipunyai dua himpunan yaitu A dan B. Himpunan A = { 3, 9, 15}
dan B = {3, 6, 9, 12, 15, 18, 21}. Perhatikan bahwa 3, 9 dan 15 merupakan
anggota himpunan A dan juga anggota himpunan B, sehingga dapat
dikatakan bahwa setiap anggota himpunan A merupakan anggota himpunan
27

B. Hal seperti ini dikatakan bahwa A merupakan himpunan bagian dari


himpunan B. Pengertian himpunan bagian secara formal didefinisikan seperti
berikut ini.

Definisi
Himpunan A adalah himpunan bagian dari himpunan B (ditulis A  B), jika
setiap anggota A merupakan anggota B. Definisi ini secara matematika dapat
ditulis seperti berikut ini.
(A  B)  ( x), xA  xB
Contoh.
1. Misalkan P = {a, i, u, e, o} dan Q adalah himpunan semua huruf Latin,
maka P  Q sebab semua anggota P juga merupakan anggota Q.
2. Misalkan A = {xxZ, x < 20}, dan B = {xxZ, x faktor-faktor 12}, maka
B  A sebab B = {1, 2, 3, 4, 6, 12}, anggota B semua bilangan Bulat dan
kurang dari 20. Jadi semua anggota B juga anggota A.
A  B dapat pula dibaca “ A termuat dalam B” yang sama artinya dengan “B
memuat A” yang diberi simbol “B  A”
Dalam suatu pembicaraan, himpunan biasanya dibatasi, atau
pembahasan difokuskan pada himpunan tertentu. Himpunan yang anggota-
anggotanya merupakan objek pembicaraan disebut himpunan semesta atau
semesta pembicaraan, yang kemudian dilambangkan dengan huruf S atau U.

b. Himpunan saling lepas


Dua himpunan yang tidak kosong A dan B, dikatakan saling lepas/asing
ditulis “A // B” dan dibaca A lepas dengan B jika dua himpunan itu tidak
mempunyai anggota persekutuan, atau dikatakan setiap anggota A bukan
anggota B dan setiap anggota B bukan anggota A.
Contoh.
1. Jika A = { 1, 3, 5, 7, 9} dan B =
{2, 4, 6, 8, 10}, maka A//B.
2. Jika P = (a, i, u, e, o}, dan Q =
{b, c, d, f, g, h, r, t}, maka P//Q

c. Dua Himpunan Sama


Definisi
28

Dua himpunan A dan B dikatakan sama ditulis A = B, jika A


merupakan himpunan bagian dari B dan B merupakan himpunan
bagian dari A.

Contoh
1. Jika A = {1, 2, 3, 4} dan B = {4, 2, 1, 3}, maka A = B.
2. Jika himpunan P pembentuk kata matematika dan Q = {k, e, t, a, m, i},
maka P = Q

d. Dua Himpunan Ekuivalen


Definisi
Dua himpunan berhingga A dan B dikatakan ekuivalen ditulis A  B,
Jika banyaknya anggota A sama dengan banyaknya anggota B.
Contoh
1. Jika A = {2, 4, 6, 8, 10}, dan B = {a, b, c, d, e}, maka A B.
2. Jika P = {10, 20, 30, 40, 50}, dan Q = {ayam, kambing, kerbau, itik, sapi},
maka P  Q.

Latihan

1. Manakah kumpulan objek-objek berikut yang merupakan himpunan.


a. Kumpulan nama bulan yang dimulai dengan huruf D.
b. Kumpulan orang yang mempunyai tinggi badan kurang dari 160 cm.
c. Kumpulan delapan rumah besar.
d. Kumpulan aktor yang paling cerdas.
e. Kumpulan huruf vokal pada kata matematika.
f. Kumpulan bilangan bulat yang habis dibagi 5.
2. Misalkan D adalah himpunan semua segiempat pada bidang datar.
Berikut ini manakh yang merupakan anggota dari D?
a. bidang empat b. persegi c. layang-layang
d. limas e. trapesium f. lingkaran
g. jajargenjang h. persegi panjang i. Belah ketupat
3. Tentukanlah banyaknya anggota himpunan-himpunan berikut ini.
a. Himpunan huruf vokal pada kata matematika.
b. H = { xxZ, x < 10}
c. P = { xxZ, 2x2 + 11x - 6 = 0}
d. D = { mm ialah nama bulan yang mempunyai 31 hari}
29

4. Berikan tanda  pada relasi himpunan yang sesuai untuk himpunan-himpunan


berikut ini.
a. Diketahui P = { 2, 5, 10, 25, 50}, Q = { x  N  x faktor dari 50}
PQ P=Q PQ  P // Q
b. Diketahui R = { 1, 3, 5, 7, 9}, S = { a, b, c, d, e}
RS R=S RS  R // S
d. Diketahui A = { x  R  x2 - 5x + 6 = 0 },
B = { x  x bilangan prima kurang dari 30}
AB A=B AB  A // B
e. Diketahui P = { x  x huruf pembentuk kata “matematika” },
Q = { k, e, t, a, m, i }
 P Q P=Q PQ  P // Q
f. Diketahui W = { segitiga sama sisi}, Y = { segitiga sama kaki }
WY W=Y WY  W // Y
g. Diketahui A = { x  R  x3 - 6x2 + 3x + 10 = 0 },
B = { x  x kelipatan 3 yang kurang dari 25 }
AB A=B AB  A // B
30

Bahan Ajar 7. OPERASI HIMPUNAN

Tujuan pembelajaran:
1. Menentukan jenis-jenis operasi himpunan
2. Menentukan hasil operasi dua himpunan

Apabila diketahui dua himpunan, maka dapat dibentuk himpunan yang baru
dengan cara mengoperasikan kedua himpunan tersebut. Operasi himpunan yang
dapat dilakukan yaitu gabungan, irisan, penjumlahan dan selisih. Sementara untuk
satu himpunan dapat dilakukan dengan operasi komplemen.

1. Gabungan
Definisi
Gabungan himpunan A dan B ditulis A  B himpunan dari semua anggota A
atau semua anggota B.
Secara simbolik pernyataan ini ditulis seperti berikut ini.

A  B = {xxA  xB}

Diagram Venn dari A  B adalah daerah yang diarsir pada gambar berikut.

A B

Contoh
a. Jika A = { 3, 5, 7, 9, 11}, dan B = {1, 4, 9, 16}, maka
A  B = {1, 3, 4, 5, 7, 9, 11, 16}
b. Jika P = {xxR, 2 < x < 10}, dan Q = {xxR, -3  x < 6}, maka
P  Q = {xxR, -3  x < 10},
c. Jika R = {a, e, i, u}, dan S = himpunan huruf pada kata “kombinasi”,
maka R  S = {a, b, e, i, k, m, n, o, p, r, s, t, u}

2. Irisan
Definisi
Irisan himpunan A dan B ditulis A  B adalah himpunan yang merupakan
persekutuan himpunan A dan B, atau himpunan yang anggotanya
merupakan anggota himpunan A dan juga merupakan anggota B.

secara simbolik ditulis seperti berikut.

A  B = {xxA  xB}

Diagram Venn dari A  B adalah daerah yang diarsir pada gambar berikut.
31

A B

Contoh
a. Jika A = { 3, 5, 7, 9, 11}, dan B = {1, 4, 9, 16},
maka
AB={9}
b. Jika P = {xxR, 2 < x < 10}, dan Q = {xxR, -3  x < 6 }, maka
P  Q = {xxR, 2 < x < 6 },
c. Jika R = {a, e, i, u}, dan S = himpunan huruf pada kata “kombinasi”, dan
S = himpunan huruf pada kata “kombinasi”, maka
R  S = {a, e, i, m, s, t}

3. Penjumlahan
Definisi
Penjumlahan himpunan A dan B ditulis A + B, adalah himpunan anggota-
anggota A dan B tetapi buka anggota irisan A dan B.
Secara simbolik dituliskan seperti berikut ini.

A + B = {x(xA  xB)  (x (A  B))}

Diagram Venn dari A + B adalah daerah yang diarsir pada gambar berikut.

A B

Contoh.
a. Jika A = { 3, 5, 7, 9, 11}, dan B = {2, 4, 9, 16}, maka
A + B = { 2, 3, 4, 7, 11, 16 }
b. Jika P = {xxR, 2 < x < 10}, dan Q = {xxR, -3  x < 6 }, maka
P  Q = {xxR, -3  x < 2  6 < x < 10 },
c. Jika R = {a, e, i, u}, dan S = himpunan huruf pada kata “kombinasi”,
maka
R + S = { b, k, n, o, p, r, t, u}

4. Selisih
Definisi
Selisih himpunan A dan B ditulis A – B, adalah anggota himpunan A yang
bukan anggota B.
32

secara simbolik ditulis seperti berikut.

A - B = {xxA  xB}

Diagram Venn dari A - B adalah daerah yang diarsir pada gambar berikut.

A B

Contoh.
a. Jika A = { 3, 5, 7, 9, 11}, dan B = {1, 4, 9, 16}, maka
A - B = { 3, 5, 7, 11}
b. Jika P = {xxR, 2 < x < 10}, dan Q = {xxR, -3  x < 6 }, maka
P - Q = {xxR, 6  x < 10 },
c. Jika R = {a, e, i, u}, dan S = himpunan huruf pada kata “kombinasi”,
maka
R - S = {e, p, r, t, u}

5. Komplemen
Definisi
Misalkan S adalah himpunan semesta dan A termuat pada S, maka A
komplemen ditulis AC adalah semua anggota S yang bukan anggota A.
secara simbolik ditulis seperti berikut.

AC = {xxS  xA}

Diagram Venn dari AC adalah daerah yang diarsir pada gambar berikut.

A
AC

Contoh
1. Jika S = Himpunan bilangan asli yang kurang dari 10, dan A = { 2, 4, 6, 8}
maka AC = { 1, 3, 5, 7, 9}
2. Jika S = {xxR, -20 < x < 20}, dan Q = {xxR, -3 <
x < 2 },
33

maka QC = {xxR, -20 < x  -3  2  x < 20},

Latihan
1. Tentukanlah A  B, jika
diketahui himpunan-himpunan seperti berikut ini.
a. A = { 5, 8, 9, 10, 15, 30, 60}, dan B = {9, 16,
20, 25, 45}
b. A = { 5, 25, 35, 45}, dan B = {9, 16, 20, 28, 41}
c. A = {xxR, 0  x < 10}, dan B = {xxR, -6 
x<4}
d. A = himpunan huruf pembentuk kata “sulawesi”
dan B = himpunan huruf pembentuk kata “kalimantan”.

2. Tentukan A  B, jika diketahui himpunan-himpunan seperti berikut ini


a. A = { 5, 8, 9, 10, 15, 30, 60}, dan B = {9, 16, 20, 25, 45}
b. A = { 5, 25, 35, 45}, dan B = {9, 16, 20, 28, 41}
c. A = {xxR, 0  x < 10}, dan B = {xxR, -6  x < 4 }
d. A = himpunan huruf pembentuk kata “sulawesi” dan B = himpunan huruf
pembentuk kata “kalimantan”.

3. Tentukanlah A + B, jika diketahui himpunan-himpunan


seperti berikut ini.
a. A = { 5, 8, 9, 10, 15, 30, 60}, dan B = {9, 16,
20, 25, 45}
b. A = { 5, 25, 35, 45}, dan B = {9, 16, 20, 28, 41}
c. A = {xxR, 0  x < 10}, dan B = {xxR, -6 
x<4}
d. A = himpunan huruf pembentuk kata “sulawesi”
dan B = himpunan huruf pembentuk kata “kalimantan”.

4. Tentukan A - B, jika diketahui himpunan-himpunan


seperti berikut ini
a. A = { 5, 8, 9, 10, 15, 30, 60}, dan B = {9, 16,
20, 25, 45}
b. A = { 5, 25, 35, 45}, dan B = {9, 16, 20, 28, 41}
c. A = {xxR, 0  x < 10}, dan B = {xxR, -6 
x<4}
d. A = himpunan huruf pembentuk kata “sulawesi
dan B = himpunan huruf pembentuk kata kalimantan”

5. Tentukanlah AC, jika diketahui himpunan-himpunan seperti berikut ini.


a. S = Himpunan bilangan asli yang kurang dari 15, dan A = { 2, 5, 7, 8, 10}
b. S = {xxR, -20 < x < 20}, dan Q = {xxR, -6< x < 0 }.

6. Jika diketahui A = { 2, 4, 6, 8, 10 }, B = { 1, 2, 5, 6 }, dan C = { 2, 3, 5, 10 },.


a. A  (B  C)
b. A – (B  C)
c. B + (A  C)
d. (A  B) + C
34

Bahan Ajar 8. SIFAT-SIFAT OPERASI HIMPUNAN

Tujuan pembelajaran:
1. Menentukan sifat-sifat operasi himpunan
2. Membuktikan sifat-sifat operasi himpunan

Berdasarkan definisi dari operasi himpunan-operasi himpunan, maka berlaku


sifat-sifat di bawah ini:

A. Sifat-sifat umum Gabungan


1. A U B   =   B U A
2. A   A U B
3. A U A   =  A
4. A U   =  A

B. Sifat-sifat umum Irisan

1. A ∩ B   =   B ∩ A
2. A ∩ B   A
3. A ∩ A   =   A
4. A ∩    =    

C. Sifat-sifat umum Komplemen

1. A U AC = U
2. A ∩ AC =  
3. (AC )C = A
4. A − A =  
5. A − B = A ∩ BC
6. (A  B)c = Ac  Bc
(Hukum De Morgan)
7. (A  B)c = Ac  Bc

D. Sifat Operasi Himpunan


1. Komutatif
(i) A  B = B  A , berlaku pula untuk irisan
(ii) A  B = B  A
2. Asosiatif
(i) (A  B)  C = A  (B  C)
(ii) A  (B  C) = (A B)  C
35

3. Distributif
(A  B)  C = (A  B)  (A  C)
4. Idempoten
(i) A  A = A
(ii) A  A = A
5. Identitas
A  U = A dan A  U = U
6. Penyerapan
(i) A  (A  B) = A
(ii) A  (A  B) = A

7. Sifat Pengurangan
(i) A–A=
(ii) A –  =A
(iii) A – B = A  BC

8. Sifat refleksif
(i) A=A
(ii) AA
(iii) A~A

9. Sifat simetrik
(i) Jika A = B, maka B = A
(ii) Jika A ~ B, maka B ~ A

10. Sifat transitif


(i) Jika A = B dan B = C, maka A = C
(ii) Jika A  B dan B  C, maka A  C
Jika A ~ B dan B ~ C, maka A ~ C

11. Sifat kanselasi (penghapusan, penghilangan)

(i) A  C = B  C  A = B (kanselasi irisan)

(ii) A  C = B  C  A = B (kanselasi gabungan).

Contoh.

Buktikan (A  B)C = AC  BC.

Bukti.

Berikut ini akan dibuktikan dengan menggunakan definisi himpunan yang sama
yaitu A = B jika dan hanya jika A  B dan B  A.
36

(i) Ambil sebarang x  (A  B)C , berarti x  (A  B) atau x  A atau x  B.

x  A atau x  B. maka x  AC dan x  BC

atau x  (AC  BC)

Jadi (A  B)C  AC  BC.

ii (ii) Ambil sebarang y  AC  BC berarti y  AC dan y  BC

akibatnya y  A atau y  B

atau y (A  B)

y  (A  B)C

Jadi AC  BC  (A B)C.

Dari (A  B)C  AC  BC, dan AC  BC  (A B)C, terbukti bahwa:

(A  B)C = AC  BC

Contoh

Sederhanakanlah : [(A  B)  (A  B)C ]  (A  B)  BC.

Penyelesaian:

[(A  B)  (A  B)C ]  (A  B)  BC = S  (A  B)  BC

= [S  (A  B)]  BC

= (A  B)  BC

= A  (B  BC

= A

= .

Latihan

1. Buktikan bahwa ;

a. A  (A  B) = A

b. A  (A  B) = A c. P  (Q  R), Q  R, Q  R.

2. Buktikan bahwa;

a. A + B = (A  B) – (A  B).

b. (B – Ac) = B  A, c. Jika A  B =  maka A  Bc.

3. Buktikan bahwa : [A’  (A  B)]  (A  B) = B.


37

Bahan Ajar 9. RELASI

Tujuan pembelajaran:
1. Menentukan relasi dua himpunan
2. Menentukan jenis-jenis relasi dua himpunan

A. Relasi
Istilah “relasi” yang dapat diartikan “hubungan” yang sudah sering didengar,
misalnya hubungan “ayah” dengan “anak”, hubungan “guru” dengan “siswa”,
dan sebagainya.
Untuk mendefinisikan suatu relasi diperlukan:
1. Suatu himpunan A.
2. Suatu himpunan B.
3. Suatu aturan atau kalimat matematika terbuka
Apabila dipunyai dua himpunan misalkan himpunan A = { 2, 4, 6, 8 } dan
himpunan B = { 4, 16, 36, 64 }. Kemudian dibuat suatu hubungan antara
anggota himpunan A dengan angota himpunan B seperti gambar berikut.

2  4

4   16

6   36

8   64

A B

Bentuk hubungan seperti gambar di atas disebut relasi, karena ada hubungan
antara anggota himpunan A dengan anggota himpunan B, dan hubungan
tersebut mempunyai aturan yang jelas yaitu x2.
Definisi:
Relasi adalah Hubungan/pertautan antara anggota dua himpunan yang
mempunyai aturan yang jelas.
38

Contoh
Misalkan:
P = { Jakarta, Manila, London, Paris, Madrid }
Q = { Prancis, Belanda, Filipina, Italia, Indonesia, Inggris }
Jika kita membuat hubungan antara himpunan P dengan Q dengan aturan “
ibukota”
Maka hubungan anggota kedua himpunan tersebut dapat dinyatakan dalam
bentuk diagram panah seperti berikut ini.

Francis   Jakarta
Belanda 
 Manila
Filipina 
 London
Iitalia 
IIndonesia  Paris
  Madrid
Inggris 

Q P

Relasi dapat pula dinyatakan dalam bentuk pasangan terurut, misalnya pada
relasi “ibukota“ di atas. “Ibukota Francis adalah Paris”, cukup ditulis dengan
singkat “(Francis, Paris). Demikian pula yang lainnya. Jadi relasi tersebut bila
dituliskan dalam bentuk pasangan terurut adalah
R = { (Francis, Paris), (Filipina, Manila), Indonesia, Jakarta), (Inggris, London)}.
Himpunan A dan Q pada kedua relasi di atas dinamakan domain (daerah
asal), sementara himpunan B dan P dinamakan kodomain (daerah kawan).
Range ( daerah hasil) pada relasi R adalah { Jakarta, Manila, London, Paris}.

B. Jenis-jenis Relasi
1. Relasi Refleksif.
Definisi :
R adalah relasi pada himpunan A, R disebut relasi refleksif jika dan
hanya jika untuk setiap a  A berlaku (a,a)  R
Secara simbolik ditulis R refleksif  ( a  A ), a R a.
39

Contoh.
1. Relasi R = {(a, a), (2, 2), (b, b) (4, 4)}
2. H = Himpunan garis pada bidang datar. R adalah relasi kesejajaran. R
merupakan relasi refleksif karena untuk setiap garis l di H maka akan
sejajar dengan dirinya sendiri.

2.Relasi Simetri (setangkup)


Definisi
R adalah relasi pada himpunan A,R dikatakan relasi simetri jika dan
jika setiap dua anggota himpunan, a, b  A berlaku jika (a,b)  R
maka (b,a)  R
Secara simbolik ditulis R simetri  (a, b  A), a R b  b R a
Contoh.
1. H = Himpunan garis pada bidang datar. R adalah relasi kesejajaran. R
merupakan relasi simetris karena untuk setiap dua garis l dan g di H dan l
sejajar dengan g maka g akan sejajar dengan l.
( l, g  H). l R g  g R l
2. Relasi bersaudaranya antara orang.
3. Ditentukan A = {3, 4, 5, 6} dan R = {(3,4), (4,3), (5,6), (6,5).
R merupakan relasi simetri. Perhatikan dan cocokkan dengan definisinya.

3. Relasi Transitif
Definisi
R relasi pada himpunan A,. R dikatakan relasi transitif jika dan
hanya jika setiap tiga anggota A, a, b,c  A, berlaku jika (a,b)  R
dan (b,c)  R maka (a,c)  R
Secara simbolik ditulis R transitif  (a, b, c  A), a R b  b R c  a R c.
Contoh.
1. Diberikan A = {3, 4, 5, 6} dan R1 = {(3,4), (4,3), (3,3), (6,5), (5,6), (6,6)}.
R1 merupakan relasi transitif.
Sebab (a, b, c  A).a R b  b R c  a R c.
2. Relasi kesejajaran.
3. Relasi bersaudara orang-orang.
40

4. Relasi Ekuivalensi
Definisi :
R relasi pada himpunan A, R dikatakan relasi ekuivalensi pada A jika
dan hanya jika R merupakan relasi refleksif, relasi simetris dan relasi
transitif.

Contoh.
1. Ditentukan A adalah himpunan sebarang dan relasi R adalah relasi pada
yang didefinisikan sebagai “x = y”. Relasi R merupakan relasi ekuivalensi
sebab dipenuhi:
a. a = a untuk a  R, (refleksif)
b. a = b maka b = a untuk a, b  R, (simetri)
c. a = b dan b = c maka a = c untuk a, b, c  R (transitif)
2. Jika A adalah himpunan segitiga pada bidang datar dan R adalah relasi
kesebangunan dari A maka R merupakan relasi ekuivalensi. Coba selidiki!
3. Relasi kongruensi antara bilangan-bilangan bulat.

LATIHAN
1. Diberikan R adalah relasi pada himpunan bilangan asli, R didefinisikan sebagai
“x – y dapat dibagi 2”. Buktikan bahwa R merupakan relasi ekuivalensi.
2. Jika R pada himpunan A merupakan relasi ekuivalensi, apakah R-1 juga
merupakan relasi ekuivalensi?
3. Periksalah kalimat-kalimat terbuka berikut ini yang mendefinisikan relasi pada
himpunan bilangan asli A:
a. “x adalah kelipatan y”
b. “x kali y merupakan kuadrat suatu bilangan”
merupakan relasi refleksif? simetris? transitf? atau ekuivalensi?
4. Selidiki apakah relasi-relasi berikut ini mempunyai sifat-sifat refleksif, simetris dan
transitif?
a. tegak lurus antar garis lurus dalam bidang datar.
b. relasi habis dibagi antara bilangan bulat.
c. relasi lebih kecil atau sama dengan antara bilangan-bilangan asli.
d. tegak lurus antara bidang pada ruang.
5. Jika diketahui A = {0,1,2,3,4,5} dan B = {a,b, c}. Relasi R dari A ke B ditulis
dengan rumusan: R = {(0,a), (2,a), (2,c), (3,b), (3,c)}. Gambarkan R dengan
diagram panah.
41

6. Jika R menyatakan relasi kurang dari atau sama dengan di dalam himpunan
bilangan asli yaitu: (a,b) jika dan hanya jika a ≤ b maka tentukan apakah R :
a. refleksif,
b. simetris,
c. transitif,
d. relasi ekuivalen.
42

Bahan Ajar 10. FUNGSI DAN JENIS-JENIS FUNGSI

Tujuan Pembelajaran:
1. Menentukan relasi yang merupakan fungsi
2. Menentukan fungsi, surjektif, injektif dan bijektif

1. Fungsi
Definisi: Misalkan f adalah relasi dari himpunan A ke himpunan B. f dikatakan
fungsi dari A ke B apabila setiap anggota A mempunyai pasangan
tepat satu anggota di B.
Definisi di atas dapat pula dituliskan dalam kalimat matematika seperti
berikut ini.
f: A  B, relasi f adalah fungsi jika dan hanya jika ( x, y A) dengan
x = y  f(x) = f(y)
Definisi ini ekuivalen dengan kontraposisinya yakni
f: A  B, relasi f adalah fungsi jika dan hanya jika ( x, y A) dengan
f(x)  f(y)  x  y
Contoh.
Relasi f: R  R dengan definisi f(x) = 3x + 4, x  R adalah suatu fungsi.
Sebab ambil sebarang x , y  R dengan syarat x = y.
Akibatnya 3x = 3y  3x + 4 = 3y + 4  f(x) = f(y).
Karena ( x, y R), dengan x = y  f(x) = f(y)
Maka relasi f adalah fungsi.

2. Jenis-jenis fungsi
a. Fungsi surjektif (fungsi onto)
Definisi: Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B dikatakan fungsi
surjektif/fungsi onto jika dan hanya jika range f sama dengan B.
Definisi di atas dapat dinyatakan dalam kalimat/simbol matematika seperti
berikut.
f: A  B, fungsi surjektif  ( xB), ( xA), sehingga berlaku f(x) = y
Contoh.
Diketahui relasi f: R  R, dengan definisi f(x) = 2x + 1.
Selidiki apakah f merupakan fungsi surjektif
43

Jawab.
Karena f masih berbentuk relasi maka terlebih dahulu diselidiki apakah relasi
f merupakan fungsi.
Ambil sebarang x, y  R dengan syarat x = y.
Karena x = y, maka 2x = 2y
 2x + 1 = 2y + 1
 f(x) = f(y)
Karena ( x, y R), dengan x = y  f(x) = f(y), maka f adalah fungsi.
Sekarang akan diselidiki apakah f fungsi surjektif.
1
Ambil sebarang yR, maka terdapat xR dengan bentuk x = 2 (y – 1),

1 1
sehingga f(x) = f( 2 (y – 1)) = 2 ( 2 (y – 1)) +1 = y – 1 + 1 = y.

Karena ( yR), terdapat xR sehingga f(x) = y, maka


f merupakan fungsi surjektif.

b. Fungsi injektif ( fungsi satu-satu)


Definisi: Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B dikatakan fungsi
injektif (fungsi satu-satu) jika dan hanya jika tidak ada anggota yang
berbeda di A mempunyai bayangan yang sama di B.
Dalam simbol matematika definisi di atas ditulis
f: A  B, fungsi injektif  ( x, y B), x  y  f(x)  f(y).
Bentuk kontraposisi simbol matematika di atas adalah
f: A  B, fungsi injektif  ( x, y B), f(x) = f(y)  x = y.
Contoh 1.
Fungsi f: R  R, dengan definisi f(x) = 2x + 1.
Selidiki apakah f fungsi surjektif
Jawab.
Ambil sebarang x, y R, dengan syarat x  y.
Karena x  y, maka 2x  2y
 2x + 1  2y + 1
Contoh 2.
Diketahui fungsi g dari himpunan bilangan real ke himpunan bilangan real
dengan definisi g(x) = x2, x R. selidiki apakah g merupakan fungsi injektif.
Jawab.
Ambil sebarang x1 , x 2 R, dengan syarat x1  x 2

g( x1 ) = x1 2 dan g( x 2 ) = x 2 2 .
44

apabila x1  x 2 , maka tidak selalu berlaku x1 2  x 2 2

Misalnya. x1 = -2 dan x 2 = 2 , x1  x 2 sebab –2  2.

Tetapi x1 2 = (-2) 2 = 4 dan x 2 2 = 2 2 = 4  x1 2 = x 2 2 .

Karena  x1 , x 2  R, dengan x1  x 2 , sehingga menghasilkan g( x1 ) =

g( x 2 ),
Maka g bukan fungsi injektif.
c. Fungsi bijektif ( fungsi korespondensi satu-satu)
Definisi: Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B dikatakan fungsi
bijektif jika dan hanya jika f fungsi surjektif dan fungsi injektif.
Contoh 1.
Fungsi f dari himpunan bilangan real ke himpunan bilangan real dengan
definisi f(x) = 2x + 1 merupakan fungsi bijektif, sebab f fungsi injektif dan
surjektif.
Contoh 2.
Fungsi g : R  R, dengan definisi g(x) = x2, xR bukan fungsi bijektif karena
f bukan fungsi injektif.
Sekarang akan diselidiki apakah g fungsi surjektif.
Ambil sebarang yR,
Apabila diambil y  0 maka terdapat xR dengan bentuk x = y sehingga
g(x) = g( y ) = ( y ) 2 = y.
Apabila diambil y  0, maka tidak ada xR sehingga g(x) = y
Misalnya diambil y = -4,
Tidak ada xR sehingga g(x) = x2 = -4.
Jadi g juga bukan fungsi surjektif.
Karena g bukan fungsi surjektif dan bukan fungsi injektif, maka jelas g
juga bukan fungsi bijektif.

Latihan
1. Diketahui relasi f: R  R dengan definisi f(x) = 6x – 5.
Buktikan bahwa f adalah fungsi.
2. Selidiki apakah fungsi f: R  R dengan definisi f(x) = 6x – 5 merupakan fungsi
surjektif.
3. Selidiki apakah fungsi f: R  R dengan definisi f(x) = 6x – 5 merupakan fungsi
injektif.
4. Selidiki apakah fungsi f: R  R dengan definisi f(x) = 6x – 5 merupakan fungsi
bijektif
45

Bahan Ajar 11. APLIKASI LOGIKA PADA JARINGAN LISTRIK

Tujuan Pembelajaran:
Menggambar pernyataan logika kebentuk jaringan listrik atau sebaliknya

Pada bagian ini, kita akan membicarakan aplikasi logika dan teori himpunan.
Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi tersebut dapat dijumpai dalam jaringan air,
jaringan listrik, khususnya dalam jaringan saklar listrik. Pada listrik, saklar “on”
berarti ada aliran listrik dan “off” berarti tidak ada aliran listrik. Penggunaan “on”
biasa juga digunakan lambang “1” sedangkan “off” digunakan lambang “0”
∙ ∙ ∙ ∙
saklar terbuka saklar tertutup
Penggunaan saklar dalam jaringan listrik mungkin menggunakan lebih dari
satu sakaar, sehingga memungkinkan adanya pemasangan jaringan saklar secara
seri atau paralel bahkan kombinasi antara keduanya.

∙ ∙ ∙ ∙ Hubungan seri
∙ ∙
∙ ∙ Hubungan paralel
∙ ∙

Dalam hubungan seri, listrik akan mengalir jika kedua saklar pada posisi tertutup.
Sedangkan pada hubungan paralel, listrik mengalir jika salah satu atau keduanya
pada posisi tertutup. Ingat pada pernyataan logika tentang konjungsi dan disjungsi.
Pada jaringan, ada saklar yang posisinya saling berlawanan, yaitu saklar
satunya terbuka lainnya tertutup atau sebaliknya. Dua saklar yang mempunyai
posisi demikian disebut dengan saling berkomplemen. Keadaan saklar saling
berlawanan dalam pernyataan logika sama dengan negasi. Coba jelaskan kalau
keadaan ini diterapkan pada hubungan seri dan paralel.
Untuk maksud memudahkan pemahaman, kita akan menggunakan bagan:
p
untuk menyatakan saklar yang posisinya belum ditentukan (terbuka-tertutup).
Sedangkan lambang p’ menyatakan negasi.
Hubungan seri dinyatakan dengan p  q (konjungsi)
Hubungan paralel dinyatakan dengan p  q (disjungsi).
Simbol 1 untuk menyatakan listrik mengalir.
Simbol 0 untuk menyatakan listrik tidak mengalir.
46

Berikut ini jaringan listriks dan tabel kebenaran untuk p  q dan p  q.

p q pq
p q
hubungan seri 1 1 1
1 0 0
0 1 0
0 0 0

p
p q pq
q 1 1 1
hubungan paralel
1 0 1
0 1 1
0 0 0

p p’ p  p’
p p’
1 0 0
0 1 0

p
p p’ p  p’
1 0 1
p’
0 1 1

Contoh.
1. Gambarkan jaringan listrik untuk p  (q  p’).
Jawab.
Perhatikan pada p  (q  p’), q dan p’ berhubungan seri, sedang p dan (q  p’)
berhubungan paralel. Jadi jaringan listrik dapat digambarkan sebagai berikut:

q p’
2. Tentukan pernyataan simbolik untuk jaringan listrik dibawah ini.
p
r
p’
q r’
47

Jawab.
Jaringan listrik di atas dinyatakan secara simbolik sebagai [r  (p  p’)]  (q  r’).

Latihan

1. Nyatakan dalam bentuk rangkaian listrik, pernyataan-pernyataan berikut ini.


a. p  q
b. p  q
c. p  (p  q)
d. (p  q)  (r  s)

2. Nyatakan dalam bentuk pernyataan logika, jaringan listrik berikut ini.


a.
p r

b. r q

p s

r t
c. p q

s u
48

BAHAN AJAR 12. ALJABAR BOOLE

Tujuan Pembelajaran
1. Menentukan hukum-hukum pada aljabar Boole
2. Membuktikan hukum-hukum aljabar Boole

Matematikawan Inggris bernama George Boole (1815 – 1864) menyatukan


sistem aljabar logika matematika dan himpunan membentuk sistem aljabar yang
membatasi secara abstrak tentang adanya unsur sebarang yang tidak dirinci lebih
lanjut.
Aljabar Boole sering disebut aljabar Boolean adalah salah satu aljabar yang
berkaitan dengan variabel-variabel biner dan operasi-operasi logika. Variabel-
variabel dalam aljabar boole/Bolean dinyatakan dengan huruf-huruf seperti : a, b, c,
…, x, y, z. Sedangkan dalam aljabar Boole terdapat 3 operasi logika dasar yaitu :
AND, OR dan NOT.
Logika memberi batasan yang pasti dari suatu keadaan, dengan keadaan
tersebut ketepatan tidak dapat berada dalam dua ketentuan sekaligus. Karena itu,
dalam logika dikenal aturan-aturan sebagai berikut :
- Suatu keadaan tidak dapat benar dan salah sekaligus.
- Masing-masing adalah hanya benar atau salah (salah satu).
- Suatu keadaan disebut BENAR bila TIDAK SALAH.
Dua keadaan itu dalam aljabar boole ditunjukkan dengan dua konstanta, yaitu logika
“1” dan logika “0”.
Misal :
Logika “1” Logika “0”

Benar Salah

Hidup Mati

Siang Malam

Contoh diatas dapat dituliskan :


Tidak Benar atau Benar = Salah
Tidak Hidup atau Hidup = Mati
Tidak Siang atau Siang = Malam
Tanda garis atas dipakai untuk menunjukkan pertentangan atau lawan dari keadaan
itu. Sehingga tanda garis tersebut merupakan pertentangan logika (Logical
Inversion) yang mempunyai fungsi untuk menyatakan “Tidak” (Not).
Ā = Tidak A atau Ā = NOT A
Kegunaan dari aljabar Boole adalah memberikan fasilitas penulisan dalam
perancangan rangkaian digital. Aljabar Boole menyediakan alat untuk dibuat :
1. Mengekspresikan dalam bentuk aljabar sebuah tabel kebenaran yang
merupakan hubungan antara variabel-variabel,
2. Mengekspresikan dalam bentuk aljabar hubungan input dan output diagram
logika,
3. Mendapatkan rangkaian-rangkaian yang lebih sederhana untuk fungsi yang
sama.

Logika Biner (gerbang Boole) adalah rangkaian digital yang menerima satu
atau lebih masukan tegangan untuk memperoleh keluaran tertentu sesuai dengan
aturan boole yang berlaku.
49

Jika membicarakan operasinal kerja komputer, maka perbedaan tegangan


yang digunakan sebagai on/off atau nilai biner 1/0. Misalnya nilai 1 ekivalen dengan
tegangan +5 volt dan nilai 0 ekivalen dengan tegangan 0 volt. Perhatikan Gambar 1
yang menunjukkan lambang gerbang-gerbang dasar NOT, AND dan OR.
Sedangkan Tabel 1 menunjukkan tabel kebenaran dari logika gerbang-gerbang
dasar yang ada.

Gambar 1

Gerbang
NOT AND OR
A Ā A B X A B X
0 1 0 0 0 0 0 0
Nilai 1 0 1 0 0 1 0 1
0 1 0 0 1 1
1 1 1 1 1 1
Tabel 1

Gerbang NOT membutuhkan minimal 1 masukan agar dapat berfungsi, sedangkan


gerbang lainnya membutuhkan minimal 2 masukan. Dari tabel 1 di atas dapat dilihat
bahwa gerbang AND hanya akan bernilai 1 pada keluarannya, jika semua
masukannya bernilai 1. Sedangkan gerbang OR akan bernilai 1 pada keluarannya,
jika salah satu atau semua masukannya bernilai 1. Salah satu contoh komponen
penyusun komputer yang menggunakan gerbang adalah memory.
Selain gerbang-gerbang dasar yang telah disebutkan, ada juga gerbang-
gerbang kombinasi yang merupakan campuran dari beberapa gerbang dasar.
Diantaranya adalah gerbang NAND (NOT AND), NOR (NOT OR), XOR (OR
Eksklusif), dan XNOR (Not OR Eksklusif). Gambar 2. berikut menunjukkan
lambang-lambang gerbang kombinasi yang ada. Sedangkan tabel 2. menunjukkan
Tabel kebenaran dari gerbang kombinasi tersebut.
50

Gambar 2

Gerbang
NAND NOR XOR XNOR
A B F A B F A B F A B F
0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1
Nilai 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0
1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0
1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1
Tabel 2

Gerbang XOR = a’ . b + a . b’
F=ab
Gerbang XNOR = (a’ . b + a . b’) ’
F = (a  b)’

Selain gerbang dasar dan gerbang kombinasi di atas, terdapat satu lagi
gerbang logika yang berfungsi sebagai penyangga (Buffer). Gerbang Buffer tidak
mengubah masukan tetapi berfungsi untuk menguatkan sinyal masukan. Selain
memperkuat sinyal masukan, Buffer juga berfungsi untuk menambah waktu tunda
(time delay). Gambar 3 menunjukkan lambang dari gerbang Buffer.

Gambar 3
51

Definisi Aljabar Boole


Misalkan B adalah himpunan yang didefinisikan pada dua operator biner, + dan . ,
serta sebuah operator uner, ‘. Misalkan 0 dan 1 adalah dua elemen yg berbeda di
B. Maka, tupel (B, +, . , ‘ ) disebut aljabar Boole jika untuk setiap a, b, c  B
berlaku aksioma-aksioma atau postulat (Postulat Huntington) berikut:
1. Tertutup : ( i ) a + b  B (artinya, hasil operasi + tetap berada di dalam B)
( ii ) a.b  B (artinya, hasil operasi . tetap berada di dalam B)
2. Identitas : ( i ) a + 0 = a
( ii ) a.1 = a
3. Komutatif : ( i ) a + b = b + a
( ii ) a.b = b.a
4. Distributif : ( i ) a.(b + c) = (a.b) + (a.c)
( ii ) a + (b.c) = (a + b).(a + c)
5. Komplemen : Untuk setiap a  B terdapat elemen unik a’  B sehingga
(i) a + a’ = 1
(ii) a.a’ = 0
Kelima aksioma di atas disebut postulat Huntington.
Sebagai akibat langsung dari sifat-sifat Aljabar Boole berlaku hukum-hukum
berikut ini.
Hukum Identitas
(i) a + 0 = a
(ii) a . 1 = a
Hukum Komplemen
(i) a + a’ = 1
(ii) a . a’ = 0
Hukum Idempoten
(i) a + a = a
(ii) a . a = a
Hukum Dominasi
(i) a + 1 = 1
(ii) a . 0 = 0
Hukum distributif
(i) a +(b c) = (a+b) (a + c)
(ii) a (b + c) = (ab) +(ac)
Hukum De Morgan
(i) (a +b )’ = a’.b’
(ii) (a b)’ = a’ + b’
Hukum 0 / 1
(i) 0’ = 1
(ii) 1’ = 0

Relasi-Relasi Dasar Aljabar Boole :

1. a+0=a 7. a + a’ = a 13. a . (b + c) = a . b + a . c
2. a+1=1 8. a . a’ = 0 14. a + b . c = (a+b) . (a+c)
3. a.0=0 9. a+b=b+a 15. (a + b)’ = a’ . b’
4. a.1=a 10. a.b=a.b 16. (a . b)’ = a’ + b’
5. a+a=a 11. a + (b + c) = (a + b) + c 17. (a’)’ = a
6. a.a=a 12. a . (b . c) = (a . b) . c 18. a . (a + b) = a
19. a + (a . b) = a

Relasi (1), (2), (3) dan (4) disebut dengan Hukum penjalinan dengan konstanta.
Relasi (5) dan (6) disebut Hukum perluasan.
Relasi (7) dan (8) disebut Hukum komplementasi
52

Relasi (9) dan (10) disebut Hukum komutatif.


Relasi (11) dan (12) disebut Hukum asosiatif.
Relasi (13) dan (14) disebut Hukum distributif.
Relasi (14) tidak dapat digunakan dalam aljabar biasa, tetapi relasi ini sangat
berguna dalam memanipulasi ekspresi-ekspresi aljabar boole.
Relasi (15) dan (16) disebut Dalil de Morgan.
Relasi (17) menyatakan jika suatu variabel dikomplemenkan sebanyak dua kali
maka akan didapat nilai asli dari variabel tersebut.
Relasi (18) dan (19) disebut Hukum absorpsi.

Contoh.
1. Buktikan a . (a + b) = a
Bukti.
a . (a + b) = (a + 0) . (a + b)
= a + (0 . b)
=a+0
=a
2. Buktikan a + (a . b) = a
Bukti.
a + (a . b) = (a . 1) + (a . b)
= a . (1 + b)
=a.1
=a

Latihan

1. Buktikan a  b jika dan hanya jika a . b = a


2. Buktikan x + (x’. y) = x + y
53

DAFTAR PUSTAKA

Adkins, W dan Weintraub. 1992. Algebra an Approach Via Module Theory. New
York: Springer-Verlag

Fraleigh, J.B. 1994. A First Course in Abstract Algebra. Massachusetts: Addison –


Wesley Publishing Company.

Stoll, R.R. 1976. Set Theory and Logic. New Delhi: Eorosia publisihing haouse

Theresia, 1995. Pengantar Dasar Matematika. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai