BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayyid Quthb (dalam Tafsir fi Zhilalil Qur’an Vol. 24) menjelaskan bahwa surat
pendek ini mampu memecahkan hakikat besar yang mendominasi pengertian iman
dan kufur secara total. Boleh jadi definisi iman dan kufur di sini sangat berbeda bila
dibandingkan definisi tradisional. Karena kufur (mendustakan agama) di sini diartikan
sebagai menghardik anak yatim dan atau menyakitinya ( Itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, ayat 2-3). Logika
kufur muncul karena seharusnya saat iman seorang sudah mantap di hati niscaya
anak-anak yatim dan orang miskin tentu tidak akan diterlantarkan.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat di tarik dari penjelasan latar belakang adalah
bagaimana sebenarnya makna Muhammadiah dalam gerakan sosial?
Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan ini adalah melakukan diskusi yang di harapkan dapat
menjelaskan dan memahami bagaimana makna Muhammadiya dalam bidang sosial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dia berpegang pada realitas bahwa telah banyak orang non-Muslim (Kolonial
Belanda) yang dapat mendirikan rumah sakit, rumah miskin dan rumah yatim hanya
karena dorongan rasa kemanusiaan tanpa didasari rasa tanggungjawab kepada Allah
SWT. Jika umat non-Muslim saja mampu melakukan aksi-aksi sosial, mengapa umat
Islam yang mempunyai landasan agama seperti yang tertera dalam QS Al Maun, tidak
dapat melakukannya.
Lebih jauh dia berprinsip bahwa jika Allah telah menetapkan ketentuannya di
dalam Alquran, pasti ketentuan itu dapat dilakukan umat-Nya, karena mustahil Allah
membuat ketentuan yang tidak dapat dilakukan kaum-Nya. Pada perkembangannya
kemudian, ternyata apa yang digagas Sudjak menjadi kenyataan. Perlahan tapi pasti
Muhammadiyah mampu mendirikan rumah sakit di Yogyakarta serta mendirikan rumah
miskin dan panti anak yatim di mana-mana sebagai amal usaha-amal usaha andalan di
bidang sosial.
Itulah sumbangan terbesar yang diberikan Sudjak dalam merintis dan
mengembangkan gerakan Muhammadiyah, khususnya di bagian PKU. Sudjak pun
dipandang sebagai inspirator dan perintis utama aksi sosial dalam gerakan
Muhammadiyah setelah KH Ahmad Dahlan sendiri. Di lingkungan Muhammadiyah,
meski belum pernah menjabat sebagai ketua Muhammadiyah dan jabatan tertingginya
hanya sampai pada jabatan wakil ketua, tapi nama Sudjak cukup populer. Hal ini karena
dia dipandang sebagai salah seorang murid dan kader langsung dari KH. Ahmad Dahlan.
Bahkan pada sekitar tahun 1937 ketika terjadi gejolak di kalangan muda Muhammadiyah
yang menghendaki adanya regenerasi dia adalah salah satu di antara trio angkatan tua
bersama-sama dengan M. Mukhtar dan H. Hisyam yang sangat populer. Dalam kongres
Muhammadiyah yang ke-26 di Yogyakarta pada tahun 1937, Sudjak tetap diberi
kepercayaan untuk memimpin Bagian (Majlis )PKU yang memang bidangnya. Setelah
itu, Sudjak tidak lagi duduk di dalam kepengurusan besar Muhammadiyah secara
fungsional. Namun, hingga masa akhir hayatnya pada tahun 1962, dia dipercaya menjadi
anggota penasehat PP Muhammadiyah.
BABIII
PEMBAHASAN
Ketika pertama kali lahir tahun 1912, Muhammadiyah adalah sebuah gerakan
sosial keagamaan yang tidak hanya terilhami oleh kenyataan tidak murninya praktik
ajaran Islam di tanah air. Di luar persoalan ini, sebenarnya Muhammadiyah juga lahir
karena terdapat kondisi sosial yang sangat timpang. Sekadar menyebut contoh,
praktik dualisme pendidikan, yakni pendidikan Belanda yang sekular untuk kaum
priyayi dan anak-anak Belanda, di satu sisi, dan pendidikan pesantren yang sangat
tradisional untuk penduduk pribumi dan rakyat jelata, di sisi lain, merupakan contoh
ketimpangan sosial yang terjadi itu.
Tafsir sosial yang dilakukan oleh Kiai Dahlan atas semua persoalan pada
masanya sangat lugas. Penerjemahan teks-teks Qur’ani ke dalam praksis sosial
dilakukan oleh Kiai Dahlan dengan sangat tangkas. Barangkali karena Kiai Dahlan
tidak banyak berteori, sehingga sementara pengamat menggolongkannya sebagai man
of action dan bukan man of thought. Sampai batas-batas tertentu, ungkapan ini tentu
benar. Tetapi secara lebih mendasar apa yang dilakukan oleh Kiai Dahlan bukan
berarti tanpa refleksi kritis dan mendalam terhadap kondisi yang dihadapi. Refleksi
kritis terhadap realitas sosial yang terjadi dan kemudian mencarikan solusi yang tepat
untuk mengentaskannya inilah yang belakangan menjadi sebuah semangat baru dalam
ilmu sosial. Sehingga teori sosial kritis yang belakangan ini banyak diintrodusir,
dianggap perlu dipertimbangkan sebagai sebuah pendekatan baru dalam metode tafsir
sosial Muhammadiyah.
Muhammadiyah memihak pada domain sosial yang sangat luas. Penerjemahan
teks-teks Qur’an menjadi praksis sosial yang memihak merupakan sebuah ciri penting
Muhammadiyah masa awal. tidak seorangpun yang bisa membantah kenyataan bahwa
Muhammadiyah lahir dengan pemihakan yang luar biasa terhadap realitas sosial yang
terwujud dalam kemiskinan, ketertindasan, kurang atau rendahnya pendidikan.
Selama bertahun-tahun lamanya semangat ini menjadi spirit utama gerakan
Muhammadiyah, sehingga kehadiran Muhammadiyah sebagai sebuah mesin yang
mampu melakukan transformasi sosial mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari
berbagai kalangan. Contoh transformasi itu, misalnya, terwujud dalam partisipasi
Muhammadiyah menciptakan kelas-kelas sosial baru yang mungkin tidak akan pernah
terwujud jika Muhammadiyah tidak hadir dengan nilai-nilai barunya. Kuntowijoyo
bahkan meyakini bahwa sulit dibayangkan akan lahir kelas-kelas sosial baru dalam
masyarakat Indonesia, jika Muhammadiyah tidak hadir dengan menawarkan
modernisasi sistem pendidikan di Indonesia yang dualistik di atas. Karena sistem
pendidikan sebagaimana yang disebut di atas, justru melanggengkan ketimpangan
sosial.
BAB VI
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://lembagabencana.blogspot.com/2011/04/workshop.html
http://zulfiifani.wordpress.com/2010/02/12/seabad-muhammadiyah-dan-
implementasi-al-ma%E2%80%99un/
http://sakha140887.multiply.com/journal/item/6
Pembahasan dan pembicaraan tentang gerakan Muhammadiyah dapat dibaca, didengar dan
dilihat dari berbagai literature atau melalui pandangan para aktivis Muhammadiyah baik pada
tingkat lokal maupun nasional. Muhammadiyah dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 08
Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M dengan tokoh utamanya
KH. Ahmad Dalah.
[1]§ Muhammadiyah sebagai sebuah persyarikatan telah merumuskan visi dan
misi[2]§ yang sudah jelas, sehingga dapat melahirkan gerakkan yang terarah dan
mencapai tujuan serta sasaran yang diinginkan secara bersama. Sebagai sebuah
gerakan, dalam perjalanannya Muhammadiyah melaksanakan usaha dan kegiatannya
dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat di Indonesia.
Untuk lebih menghayati bagaimana variabel-variabel penting yang perlu mendapatkan perhatian dan
sekaligus pemikiran kita, setidaknya ada tiga persoalan yang menjadi bidang garap kita dalam waktu dekat
ini.
Bila pada Pilihan Presiden tanggal 5 Juli 2004 Muhammadiyah menentukan sikap untuk memunculkan
kader terbaiknya Prof. Dr. H. Amien Rais sebagai calon Presiden, maka ada beberapa catatan yang
perlu kita simak, yakni :
a. Bahwa langkah tersebut diambil tentunya dalam rangka kerja besar Muhammadiyah berupa amar
makruf nahi munkar. Dengan demikian alasan paling tepat untuk memunculkannya adalah untuk
mengatasi krisis multidimensional yang melanda bangsa ini. Seorang Amien Rais yang telah berhasil
mempelopori gerakan reformasi sejak 1997, sudah sepantasnya diberi kesempatan untuk
melanjutkan langkah-langkah reformasi yang sudah mengalami kemandegan selama empat tahun
terakhir.
b. Bilamana dalam pemilihan presiden nanti Amien Rais berhasil menduduki sebagai orang nomor satu
dalam republik ini, Muhammadiyah tidak perlu terlalu berbangga, namun justru tetap mendukung
langkah-langkah yang positif, dan menjadi yang pertama untuk mengingatkan bila terjadi
penyimpangan dalam pemerintahan. Jangan sampai terulang pengalaman seperti pendukung Gus Dur
yang membabi buta.
c. Bila tidak berhasil untuk menduduki jabatan Presiden, Muhammadiyah tidak perlu berkecil hati. Apa
yang sudah diupayakan hanyalah sebuah usaha dengan niat yang baik. Muhammadiyah harus tetap
konsisten sebagai gerakan amar makruf nahi munkar, meski tidak bisa dengan tangan (kekuasaan),
masih ada jalan yang lain (dengan lisan atau wacana).