Bumil Kek
Bumil Kek
OLEH
KELOMPOK 2
1. NILA SARI
2. YORIM DATUAN
3. IRWA JAFAR
4. JULIANA
5. SUKMAWATI
6. ERNA
7. NUR INDRA
8. DWI YUNITA
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah yang berjudul ”KURANG
ENERGI KRONIK (KEK) PADA IBU HAMIL”.
Dalam penyusunan makalah ini, saya telah banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan rasa yang tulus saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Hujeriah rahayu S.ST.M.Kes Selaku dosen mata kuliah Epidemiologi
2. Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini
saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat baik bagi saya secara pribadi maupun
kepada para pembaca pada umumnya.
. Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………………1
A. PENGERTIAN………………………………………………………………………………………………………….1
B. TUJUAN………………………………………………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………..…………………………………………………………….4
A. SKIRINING PADA IBU HAMIL…………………..………………………………………………………….…4
1. CARA MENGUKUR LILA…………………….……………………………………………………………5
2. PENGUKURAN BERAT BADAN…………….…………………………………………………………..5
3. PENGUKURAN TINGGI BADAN…………….………………………………………………………….6
4. DETEKSI DINI KEK………………………………….…………………………………………………………7
5. CARA MENGATASI RESIKO KEK……………….……………………………………………………….8
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………..10
1. KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………………………10
2. SARAN…………………………………………………………………………………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi
Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemak akibat kurang energi
yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO).
Kurang energi kronik merupakan jenis KEP akibat kurang energi yang lebih menonjol
dari kurang proteinnya. WHO juga menggunakan istilah kurus untuk KEK ini. Kurus
berdasarkan tingkat keparahannya terbagi menjadi tiga, yaitu kurus tingkat ringan (mild),
sedang (moderate), dan berat (severe) atau orang yang kurus sekali.
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita
mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai
kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA
<23,5 cm.
Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu menderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan
kesehatan pada ibu. KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil
(bumil). Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA < 23,5 cm (Depkes
RI,2012).
Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dan Kurang Energi
Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemak akibat kurang energi
yang kronis (WHO, 2011). KEK adalah penyebabnya dari ketidak seimbangan antara asupan
untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energy (Departemen Gizi dan Kesmas
FKMUI, 2010). Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja
putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau
menahun.
Empat masalah gizi utama di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Kronik (KEK),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan Vitamin A (KVA), dan
Anemia Gizi Besi (AGB). Salah satu golongan rawan gizi yang menjadi sasaran program
adalah remaja, karena biasanya pada remaja sering terjadi masalah anemia, defisiensi besi
dan kelebihan atau kekurangan berat badan. Tahun 2004, 37% balita (bawah lima tahun/bayi)
kekurangan berat badan (28% kekurangan berat badan sedang dan 9% kekurangan berat
badan akut) (sumber Susenas 2004). Pemerintah mempunyai program makanan tambahan
sehingga perempuan dan anak-anak yang terdeteksi memiliki berat badan kurang akan diberi
makanan tambahan dan saran ketika mereka datang ke puskesmas untuk memantau
pertumbuhan.
Di Indonesia banyak terjadi kasus KEK (Kekurangan Energi Kronis) terutama yang
kemungkinan disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi
yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan perumbuhan tubuh baik
fisik ataupun mental tidak sempurna seperti yang seharusnya. Banyak anak yang bertubuh
sangat kurus akibat kekurangan gizi atau sering disebut gizi buruk. Jika sudah terlalu lama
maka akan terjadi Kekurangan Energi Kronik (KEK). Hal tersebut sangat memprihatinkan,
mengingat Indonesia adalah egara yang kaya akan SDA (Sumber Daya Alam).
Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang
batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila
ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut
mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR).
BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan
perkembangan anak.
Data SDKI tahun 1997 angka kematian bayi adalah 52.2 per 1000 kelahiran hidup dan
dari data SDKI tahun 1994 angka kematian ibu adalah 390 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. Sedangkan dari data Susenas pada tahun 1999, ibu hamil yang mengalami
risiko KEK adalah 27.6 %.
B. Tujuan
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan kejadian Kurang Energi
Kronis (KEK) ibu hamil di Desa Silang jana, Kabupaten Luwu Timur
2. Tujuan Khusus
a. Pengertian kekurangan energi kronik (KEK)
b. Pengertian etiologi KEK
c. Pengertian lingkar lengkar atas
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekurangan energi kronik (KEK)?
e. Pemberian gizi pada ibu hamil
f. Cara penilaian status gizi ibu hamil
g. Pengertian gizi untuk tumbuh kembang janin
h. Kepentingan gizi saat hamil
i. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK
j. Tinjauan kasus dan pembahasan pada pasien KEK
BAB II
PEMBAHASAN
A. SKIRINING PADA BUMIL KEK
1. Pengukuran LILA
Ada beberapa cara untuk dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu
hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur
LILA, mengukur kadar Hb. Bentuk adan ukuran masa jaringan adala masa tubuh.
Contoh ukuran masa jaringan adala LILA, berat badan, dan tebal lemak. Apabila
ukuran ini rendah atau kecil, menunjukan keadaan gizi kurang akibat kekurangan
energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan. Pertambahan
otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan
(Arisman,2009).
Lingkaran Lengan Atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan
lemak dan otot yang tidak berpengaruh banyak oleh cairan tubuh. Pengukuran ini
berguna untuk skrining malnutrisi protein yang biasanya digunakan oleh DepKes
untuk mendeteksi ibu hamil dengan resiko melahirkan BBLR bila LILA < 23,5
cm (Wirjatmadi B, 2007). Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui
apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis. Ambang batas LILA WUS
dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23.5
cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko
KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah ( Arisman, 2007)
1. Pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
2. Lengan harus dalam posisi bebas.
3. Lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang.
4. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat
sehingga permukaannya tidak rata (Arisman, 2007).
Berat badan merupakan ukuran antropometris yang paling banyak digunakan karena
parameter ini mudah dimengerti sekalipun oleh mereka yang buta huruf ( Arisma,
2009).
Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa
tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya
karena terserang penyakit infeksi, menurunya nafsu makan atau menurunnya jumlah
makan yang dikonsumsi.
Pada prinsipnya ada dua macam timbangan yaitu beam (lever)balance scales dan
spring scale. Contoh beam balance ialah dancing, dan spring scale adalah timbangan
pegas. Karena pegas mudah melar timbangan jenis spring scsle tidak dianjurkan untuk
digunakan berulang kali, apalagi pada lingkungan yang bersuhu panas.
Berat badan ideal ibu hamil sebenarnya tidak ada rumusnya, tetapi rumusannya bisa
dibuat yaitu dengan dasar penambahan berat ibu hamil tiap minggunya yang
dikemukakan oleh para ahli berkisar antara 350-400 gram, kemudian berat badan
yang ideal untuk seseorang agar dapat menopang beraktifitas normal yaitu dengan
melihat berat badan yang sesuai dengan tinggi badan sebelum hamil, serta umur
kehamilan sehingga rumusnya dapat dibuat.
Dengan berbekal beberapa rumus ideal tentang berat badan, saya (penulis) dapat
kembangkan menjadi rumus berat badan ideal untuk ibu hamil yaitu sebagai berikut :
Dimana penjelasannya adalah BBIH adalah Berat Badan Ideal Ibu Hamil yang akan
dicari. BBI = ( TB – 110) jika TB diatas 160 cm (TB – 105 ) jika TB dibawah 160
cm. Berat badan ideal ini merupakan pengembangan dari (TB-100) oleh Broca untuk
orang Eropa dan disesuaikan oleh Katsura untuk orang Indonesia. UH adalah Umur
kehamilan dalam minggu. Diambil perminggu agar kontrol faktor resiko penambahan
berat badan dapat dengan dini diketahui. 0.35 adalah Tambahan berat badan kg per
minggunya 350-400 gram diambil nilai terendah 350 gram atau 0.35 kg . Dasarnya
diambil nilai terendah adalah penambahan berat badan lebih ditekankan pada kualitas
(mutu) bukan pada kuantitas (banyaknya) (Supriasa, 2002).
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan
merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan
terhadap tinggi badan , factor umur dapat dikesampingkan. Ibu hamil pertama sangat
membutuhkan perhatian khusus.
Pengukuran tinggi badan bermaksud untuk menjadikanya sebagai bahan menentukan
status gizi. Status gizi yang ditentukan dengan tinggi badan tergolong untuk
mengukur pertumbuhan linier. Pertumbuhan linier adalah pertumbuhan tulang rangka,
terutama rangka extrimitas (tungai dan lengan). Untuk tinggi badan peranan tungkai
yang dominan.
Pengukuran tinggu badan orang dewasa, atau yang sudah bisa berdiri digunakan alat
microtoise (baca: mikrotoa) dengan skala maksimal 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm.
Apabila tidak tersedia mikrotoise dapat digunakan pita fibreglas (pita tukang jahit
pakaian) dengan bantuan papan data dan tegak lurus dengan lantai. Pengukuran
dengan pita fibreglass seperti ini harus menggukan alat bantu siku-siku. Persyaratan
tempat pemasangan alat adalah didinding harus datar dan rata dan tegak lurus dengan
lantai. Dinding yang memiliki banduk di bagian bawah (bisanya pada lantai keramik)
tidak bisa digunakan. Hal yang harus diperhatikan saat pemasangan mikrotoise adalah
saat sudah terpasang dan direntang maksimal ke lantai harus terbaca pada skala 0 cm.
A.Cara Pengukuran Berdiri membelakangi dinding dimana microtoie terpasang
dengan posisi siap santai (bukan siap militer), tangan disamping badan terkulai lemas,
tumit, betis, pantat, tulang belikat dan kepala menempel di dinding. Pandangan lurus
ke depan. Sebagai pegukur harus diperiksa ketentuan ini sebelum membaca hasil
pengukuran. Tarik microtiose ke bawah sampai menempel ke kepala. Bagi terukur
yang berjilbab agak sedikit ditekan agar pengaruh jilbab bisa diminimalisir. Untuk
terukur yang memakai sanggul harus ditanggalkan lebih dahulu atau digeser ke bagia
kiri kepala. Saat pengkuran, sandal, dan topi harus dilepas. Baca hasil ukur pada
posisi tegak lurus dengan mata (sudut pandang mata dan skala microtoise harus sudut
90 derajat). Pada gambar di atas, apabila terukur lebuh tinggi dai Pengukur, maka
pengukur harus menggunakan alat peningi agar posisi baca tegak lurus. Bacaan pada
ketelitian 0,1 cm, artinya apabila tinggi terukur 160 cm, harus ditulis 160,0 cm (koma
nol harus ditulis). Tinggi badan kurang dari 145 cm atau kurang merupakan salah satu
risti pada ibu hamil. Luas panggul ibu dan besar kepala janin mungkin tidak
proporsional, dalam hal ini ada dua kemungkinan yang terjadi: a.Panggul ibu sebagai
jalan lahir ternyata sempit dengan janin/kepala tidak besar. b.Panggul ukuran normal
tetapi anaknya besar/kepala besar. Pada kedua kemungkinan itu, bayi tidak dapat lahir
melalui jalan lahir biasa, dan membutuhkan operasi Sesar.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja
putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung
lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan
dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK.
Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.
Ibu Hamil yang menderita KEK sangat beresiko melahirkan BBLR dimana
berat bayi kurang dari 2500 gram. Cara pencegahan KEK adalah dengan
mengkonsumsi berbagai makanan bergizi seimbang dengan pola makan yang
sehat.
2. Saran
Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan program
penyuluhan tentang gizi seimbang dan bagi remaja lebih meningkatkan
konsumsi makanan yang mengandung sumser zat besi seperti sayuran
hijau,potein hewani(susu, daging,telur) dan penambahan suplemen zat besi.
Dan untuk para pembaca sebaiknya juga memperhatikan gizi dan pola makan
sehari-harinya.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Seksi Gizi Subdir Bina Yankes, 2009. Mencegah Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK)
dengan gizi seimbang.