Makalah Ini Ditulis Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Tafsir
NIM :
SRAGEN
2017
I. PENDAHULUAN
Lafal gharib berasal dari kata bahasa Arab yaitu غربsama dengan makna
بعد artinya jauh atau asing.1 Gharib memiliki makna yang berfaedah jauh
1
Ibnu Mandhur, Lisanul Arob, Lebanon : Darul Kutub Ilmiah, hal. 748
Di antara contoh dari ayat gharibul qur’an yaitu diriwayatkan bahwa
Sayyidina Abu Bakar r.a. ditanyai tentang makna lafal ابّا dalam firman Alloh : ((
)) َوفَاكِ َه ةً َوأَبًّا, lalu beliau menjawab : “Langit mana tempat aku berlindung, dan
bumi mana tempat aku berpijak, kalau aku berbicara yang berkaitan tentang
kitabulloh sedangkan aku tidak mengetahuinya.” Umar bin khattab juga berkata
seperti itu di saat beliau membaca ayat tersebut. Beliau berkata : “Semua ini telah
kita ketahui, tetapi apakah abban itu ?” Kemudian beliau mengangkat tongkat
yang dipegangnya dan berkata : “Inilah yang disebut pemaksaan. Tidak ada
celaan bagimu, wahai putra Ibu Umar, jika tidak mengetahui apakah abban itu ?”
Kemudian beliau menghadap kepada siapa saja yang di sekelilingnya seraya
berkata : “Ikutilah apa yang dijelaskan kepadamu dari sesuatu yang tercantum
dalam kitabulloh ini dan amalkanlah, sedangkan yang tidak kalian ketahui
serahkan kepada Allah.”
Padahal Umar adalah orang Arab yang ahli dalam bidang sastra Arab dan
memiliki bahasa yang paling fasih serta al-Qur’an diturunkan menggunakan
bahasa Arab. Dari peristiwa tersebut dapat kita ketahui bahwa gharibul qur’an
bukanlah hal yang baru, dan memang suatu hal yang sulit untuk dipahami secara
langsung bahkan ulama’ terdahulu tidak mau memberi makna apalagi menafsiri
ayat yang gharib. Mereka lebih memilih untuk me-mauqufkan-nya dan tidak
berpendapat sedikitpun karena kehati-hatiannya.
Ibnu Abbas r.a. berkata : “Tidaklah aku tahu firman Allah Ta’ala :
ِحِت ِ
((ني
َ الْ َف ا َ َْربَّنَ ا ا ْفتَ ْح َبْيَننَ ا َوَبنْي َ َق ْومنَ ا بِ احْلَ ِّق َوأَن
ت َخْي ُر ))2 sehingga aku mendengar anak
ِ السماو ِ 3
ِ َواأْل َْر
Abbas juga berkata tidaklah aku tau firman (( ض ات َ َ َّ ))فَاط ِرsehingga dua
2
Surat al-A’rof : 89
3
Surat Fathir : 1
orang Arab yang sedang bertengkar perihal masalah sumur mendatangiku, maka
ِ ور
meninggalkan 4 anak serta 3 cucu.” Ibnu Abbas berkata : (( اء اق َوِم ْن
َ اها بِِإ ْس َح
ََ َ ََفبَش َّْرن
وب َ ))إِ ْس َح4
َ اق َي ْع ُق
kitabnya “gharibul hadits” pada bab : “ تعلم القول فيما جيب على من طلب احلديث من
”كالم الع رب وتعري ف م ذاهبها و مص ارف وجوهها. Ia juga berkata dalam kitabnya :
Sesungguhnya barang siapa yang tidak berhukum atas dasar pondasi ini
maka tidaklah sempurna, karena sesungguhnya ia adalah muatan bagi ilmu atau
periwayatan untuk ilmu dan barang siapa yang berhukum dengan bebas, maka
sesungguhnya hal tersebut menjadikan sesuatu yang merusaknya lebih banyak
daripada sesuatu yang memperbaikinya. Contoh seperti ini sebagaimana yang
dikatakan di dalam ma’rifah gharibul qur’an, sesungguhnya kesalahan yang
terjadi yaitu kesalahan dalam menafsirkan dan jauhnya dari kebenaran sehingga
menjadi masalah besar. Maka sungguh ketika Abu al-Aliyah ar-Riyahii ditanyai
4
Surat Hud : 71
5
Surat al-Maun : 5
Aliyah ! bukan seperti itu, akan tetapi orang-orang yang lalai waktu sholat
sehingga mereka melewatkannya begitu saja, ingatlah !! kamu lihat firman-Nya :
dengan عنmaka al-Hasan mengingatkannya yang dimaksud Abu Aliyah itu ىف
Oleh karena itu Ibnu Qutaibah berkata pada firman Allah Ta’ala : (( َوَم ْن
ش َع ْن ِذ ْك ِر ال َّرمْح َٰ ِن
ُ )) َي ْع
6
sesungguhnya orang yang memperhatikan : apabila ia
Musa tidak tenggelam dan darinya ( فراغ )دمyakni tidak ada tebusan dan juga tidak
ada diyat. Sebagian sastrawan Arab berkata : Abu Ubaidah melakukan kesalahan
dalam memberi makna, seandainya memang tanpa bersedih, ada firman Allah : “ لَ ْو
”اَل أَ ْن َربَطْنَا َعلَ ٰى َق ْلبِ َها karena hampir-hampir ia menampakkan rahasia Musa.
Para shahabat r.a. adalah para ahli bahasa Arab, mereka mengetahui
firman-Nya dan paham maknanya, dan meneruskan perintah atas dasar keadaan
tersebut dan sungguh telah ditaklukan beberapa negara begitu juga perluasan
kawasan negara islam sehingga bercampur antara Arab dengan Romawi, Persia,
Habasyi, Uqbath, Barbara dan lain-lain dari berbagai suku. Hal tersebut
menjadikan tercampurnya tabi’at-tabi’at mereka dan tercampurnya sebagian lafal,
sehingga pada sebagian makna menjadi samar-samar. Para umat menghadap
kepada ulama’ untuk menafsirkan sesuatu yang butuh penjelasan dari lafal al-
Qur’an dan hadits. Inilah yang disebut dengan ilmu gharibul qur’an dan gharibul
hadits.
Ilmu gharibul qur’an sudah muncul sejak awal sejarah Islam yaitu abad
ke-2 H. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas berupa jawaban-jawaban mengenai persoalan yang ditanyakan kepadanya
oleh Nafi’ bin al-Azroq. Pada periode kedua dan ketiga hijriah bermunculan
karangan-karangan mengenai gharibul qur’an. Di antaranya karya yang ditulis
oleh Abul Hasan Ali bin Hamzah al-Kisa’i, Abu Faid as-Sadusy, Abu Ubaidah dan
Abi Said al-Ashma’iy. Kemudian pada abad ke-4 H Abu Bakar as-Sijistani
Sebelum ada penamaan dalam ilmu gharibul qur’an, ada beberapa nama :
1. Ma’anil qur’an
Ibnu Sholah berkata : “ Dimana saya melihat kitab tafsir, ahlu ma’ani berkata :
yang dimaksud darinya adalah mereka yang menulis kitab makna al-Qur’an
seperti az-Zujaj, al-Farro’, al-Akhfasy dan Ibnu al-Anbari.
2. I’robul qur’an
Telah disebutkan di dalam hadits : ( غرائبه )أعرب وا الق ران والتمس وا, Imam as-Suyuthi
berkata : “Yang dimaksud dengan i’robul qur’an adalah mengetahui makna
lafal-lafalnya dan yang dimaksud i’rob bukanlah istilah yang terdapat pada
kalangan ahli nahwu.
3. Majazul qur’an
)تأويلهdi saat menafsirkan ayat, makna dari kalimat itu semua sama atau hampir
mirip dan makna ini pada kata al-majaz adalah sebuah ungkapan tentang
metode yang digunakan al-Qur’an pada ungkapan-ungkapannya. Makna ini
lebih umum dari keadaan aslinya yaitu dari makna yang dibatasi oleh para ahli
balaghoh.
2. Ada juga yang berkata Ubban bin Taghlib al- Bikri di kitabnya
gharibul qur’an.
3. Ada juga yang berkata Abu Ubaidah, Muammar bin Mutsanna di kitabnya
majazul qur’an.
2. جماز الق ران karya Abu Ubaidah Muammar bin Mutsanna ditahqiq oleh Dr.
6. نزه ة القل وب يف تفس ري الق ران العظيمkarya Muhammad bin Aziz al-Azizi as-
Sijistanii
7. العم دة يف غ ريب الق رانkarya Makii bin Abi Tholib al-Qisa, ditahqiq oleh
Yusuf al-Mur’asyili
8. املفردات يف غريب القرانkarya Roghib al-Asfahani
11. معجم ألف اظ الق ران الك رميyang disusun oleh majma’ lughoh arobiyyah di
Qohiroh
Yaitu lam alif ( )الdibaca kasrah pada huruf lam-nya sedangkan ismun (
)اِ ْس ٌمhamzah-nya tidak dibaca. Di dalam al-Qur’an hanya ada satu yaitu
surat al-Hujurat : 11.
7. Tiga macam bacaan
Yaitu tiga macam bacaan yang terjadi karena washol dan waqof. Ketiga
hukum tersebut adalah :
a. bila washol, ra’-nya dibaca pendek keduanya.
b. bila waqof pada kalimat pertama, ra’ dibaca panjang 1 alif/ 2 harakat.
c. bila waqof pada kalimat kedua, ra’ kalimat pertama dibaca qashr
(pendek) dan ra’ kalimat kedua dibaca sukun (mati).
Tiga macam bacaan diatas hanya terdapat di surah al-Insan : 15-16.
8. Tashiil
Yaitu hamzah pertama dibaca tahqiq (jelas) dan pendek, sedangkan
hamzah kedua dibaca tashiil, yaitu meringankan bacaan antara hamzah
dan alif. Di dalam al-Qur’an hanya ada satu yaitu surat Fushilat : 44.
III. PENUTUP
Dari penjelasan diatas kita bisa mengetahui betapa pentingnya
mempelajari ilmu gharibul qur’an karena al-Qur’an adalah kalamulloh. Ilmu
gharibul qur’an menumbuhkan cara berpikir ilmiyah, artinya memahami ayat
gharib akan melahirkan berbagai usaha untuk memecahkannya dengan cara
memperhatikan pemakaiannya dalam bahasa Arab.
Para sahabat setelah wafatnya Rosululloh tidak berani menafsirkan suatu
ayat yang tidak diketahuinya karena khawatir salah dan sebagai bentuk kehati-
hatiannya terhadap al-Qur’an. Akan tetapi para ulama’ memberanikan diri untuk
menafsirkannya sehingga beberapa karangannya dapat kita lihat sampai sekarang.