Makalah Ini Ditulis Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Al Qur`an
Bima Noorsyam
1
Ibnu Mandhur, Lisanul Arob, Lebanon : Darul Kutub Ilmiah, hal. 748
Di antara contoh dari ayat gharibul qur’an yaitu diriwayatkan bahwa
Sayyidina Abu Bakar r.a. ditanyai tentang makna lafal اّباdalam firman Alloh : ((
))َو َفاِكَهًة َو َأًّبا, lalu beliau menjawab : “Langit mana tempat aku berlindung, dan
bumi mana tempat aku berpijak, kalau aku berbicara yang berkaitan tentang
kitabulloh sedangkan aku tidak mengetahuinya.” Umar bin khattab juga berkata
seperti itu di saat beliau membaca ayat tersebut. Beliau berkata : “Semua ini
telah kita ketahui, tetapi apakah abban itu ?” Kemudian beliau mengangkat
tongkat yang dipegangnya dan berkata : “Inilah yang disebut pemaksaan. Tidak
ada celaan bagimu, wahai putra Ibu Umar, jika tidak mengetahui apakah abban
itu ?” Kemudian beliau menghadap kepada siapa saja yang di sekelilingnya
seraya berkata : “Ikutilah apa yang dijelaskan kepadamu dari sesuatu yang
tercantum dalam kitabulloh ini dan amalkanlah, sedangkan yang tidak kalian
ketahui serahkan kepada Allah.”
Padahal Umar adalah orang Arab yang ahli dalam bidang sastra Arab dan
memiliki bahasa yang paling fasih serta al-Qur’an diturunkan menggunakan
bahasa Arab. Dari peristiwa tersebut dapat kita ketahui bahwa gharibul qur’an
bukanlah hal yang baru, dan memang suatu hal yang sulit untuk dipahami secara
langsung bahkan ulama’ terdahulu tidak mau memberi makna apalagi menafsiri
ayat yang gharib. Mereka lebih memilih untuk me-mauqufkan-nya dan tidak
berpendapat sedikitpun karena kehati-hatiannya.
Ibnu Abbas r.a. berkata : “Tidaklah aku tahu firman Allah Ta’ala :
(( )) َر َّبَن ا اْفَتْح َبْيَنَن ا َو َبْيَن َقْو ِم َن ا ِب اْلَح ِّق َو َأْنَت َخْي ُر اْلَف اِتِح يَن2 sehingga aku mendengar anak
perempuannya Dzi Yazin al-Hamiri berkata : “ufatihuka ya’ni uqodhika.” Ibnu
Abbas juga berkata tidaklah aku tau firman (( ))َف اِط ِر الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض3 sehingga dua
orang Arab yang sedang bertengkar perihal masalah sumur mendatangiku, maka
berkatalah salah satu di antara mereka : “ انافطرتهاya’ni ” ابتدأتها
2
Surat al-A’rof : 89
3
Surat Fathir : 1
Datanglah seorang laki-laki dari Hudail kemudian berkatalah Ibnu Abbas
kepadanya : “Apa yang telah fulan lakukan ?” dia menjawab : “ Ia mati dan
meninggalkan 4 anak serta 3 cucu.” Ibnu Abbas berkata : (( َفَبَّش ْر َناَها ِبِإْس َح اَق َوِم ْن َو َر اِء
))ِإْس َح اَق َيْع ُقوَب4
Sesungguhnya barang siapa yang tidak berhukum atas dasar pondasi ini
maka tidaklah sempurna, karena sesungguhnya ia adalah muatan bagi ilmu atau
periwayatan untuk ilmu dan barang siapa yang berhukum dengan bebas, maka
sesungguhnya hal tersebut menjadikan sesuatu yang merusaknya lebih banyak
daripada sesuatu yang memperbaikinya. Contoh seperti ini sebagaimana yang
dikatakan di dalam ma’rifah gharibul qur’an, sesungguhnya kesalahan yang
terjadi yaitu kesalahan dalam menafsirkan dan jauhnya dari kebenaran sehingga
menjadi masalah besar. Maka sungguh ketika Abu al-Aliyah ar-Riyahii ditanyai
tentang makna firman Allah Ta’ala : (( ))اَّلِذ يَن ُهْم َع ْن َص اَل ِتِهْم َس اُهوَن5 maka ia menjawab
: “Dialah orang yang mengingkari sholat dan ia tidak mengetahui tentang syafa’at
atau balasannya, berkatalah al-Hasan : “Diamlah,, wahai Abu al-Aliyah ! bukan
seperti itu, akan tetapi orang-orang yang lalai waktu sholat sehingga mereka
melewatkannya begitu saja, ingatlah !! kamu lihat firman-Nya : “ ”َع ْن َص اَل ِتِهْم.
Maka tatkala Abul Aliyah tidak mentadabburi antara huruf فىdengan عنmaka al-
Hasan mengingatkannya yang dimaksud Abu Aliyah itu فى صالتهمseandainya ia
mengatakan عن صالتهمitu menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah menyia-
nyiakan waktu.
4
Surat Hud : 71
5
Surat al-Maun : 5
Oleh karena itu Ibnu Qutaibah berkata pada firman Allah Ta’ala : (( َو َم ْن َيْعُش
Abu Ubaidah berkata pada firman-Nya : (( ))َو َأْص َبَح ُفَؤ اُد ُأِّم ُم وَس ٰى َفاِرًغ ا7, ia
berkata kosongnya kesedihan karena ia mengetahuinya bahwa sesungguhnya
Musa tidak tenggelam dan darinya ( )دم فراغyakni tidak ada tebusan dan juga tidak
ada diyat. Sebagian sastrawan Arab berkata : Abu Ubaidah melakukan kesalahan
dalam memberi makna, seandainya memang tanpa bersedih, ada firman Allah : “
”َلْو اَل َأْن َرَبْطَنا َع َلٰى َقْلِبَهاkarena hampir-hampir ia menampakkan rahasia Musa.
Para shahabat r.a. adalah para ahli bahasa Arab, mereka mengetahui
firman-Nya dan paham maknanya, dan meneruskan perintah atas dasar keadaan
tersebut dan sungguh telah ditaklukan beberapa negara begitu juga perluasan
kawasan negara islam sehingga bercampur antara Arab dengan Romawi, Persia,
Habasyi, Uqbath, Barbara dan lain-lain dari berbagai suku. Hal tersebut
6
Surat az-Zukhruf : 36
7
Surat al-Qoshosh : 10
menjadikan tercampurnya tabi’at-tabi’at mereka dan tercampurnya sebagian
lafal, sehingga pada sebagian makna menjadi samar-samar. Para umat
menghadap kepada ulama’ untuk menafsirkan sesuatu yang butuh penjelasan
dari lafal al-Qur’an dan hadits. Inilah yang disebut dengan ilmu gharibul qur’an
dan gharibul hadits.
Ilmu gharibul qur’an sudah muncul sejak awal sejarah Islam yaitu abad
ke-2 H. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas berupa jawaban-jawaban mengenai persoalan yang ditanyakan kepadanya
oleh Nafi’ bin al-Azroq. Pada periode kedua dan ketiga hijriah bermunculan
karangan-karangan mengenai gharibul qur’an. Di antaranya karya yang ditulis
oleh Abul Hasan Ali bin Hamzah al-Kisa’i, Abu Faid as-Sadusy, Abu Ubaidah dan
Abi Said al-Ashma’iy. Kemudian pada abad ke-4 H Abu Bakar as-Sijistani menulis
kitab yang berjudul نز هة القلوب ف تفسير عالم الغيوب.
Sebelum ada penamaan dalam ilmu gharibul qur’an, ada beberapa nama :
1. Ma’anil qur’an
Ibnu Sholah berkata : “ Dimana saya melihat kitab tafsir, ahlu ma’ani
berkata : yang dimaksud darinya adalah mereka yang menulis kitab makna al-
Qur’an seperti az-Zujaj, al-Farro’, al-Akhfasy dan Ibnu al-Anbari.
2. I’robul qur’an
Telah disebutkan di dalam hadits : ( )أعربوا القران والتمسوا غرائبه, Imam as-Suyuthi
berkata : “Yang dimaksud dengan i’robul qur’an adalah mengetahui makna
lafal-lafalnya dan yang dimaksud i’rob bukanlah istilah yang terdapat pada
kalangan ahli nahwu.
3. Majazul qur’an
Yang dimaksud al-majaz bukanlah yang terdapat pada kalangan ahli
balaghoh akan tetapi yang dimaksud adalah makna dari lafal-lafalnya. Oleh
karena itu Abu Ubaidah di dalam kitabnya majazul qur’an beliau memakai
kalimat ( )مجازه كذاatau ( )تفسيره كذاatau ( )معناه كذاatau ( )غريبهatau ( )تقديرهatau (
)تأويلهdi saat menafsirkan ayat, makna dari kalimat itu semua sama atau
hampir mirip dan makna ini pada kata al-majaz adalah sebuah ungkapan
tentang metode yang digunakan al-Qur’an pada ungkapan-ungkapannya.
Makna ini lebih umum dari keadaan aslinya yaitu dari makna yang dibatasi
oleh para ahli balaghoh.
2. Ada juga yang berkata Ubban bin Taghlib al- Bikri di kitabnya
gharibul qur’an.
III. PENUTUP
Dari penjelasan diatas kita bisa mengetahui betapa pentingnya
mempelajari ilmu gharibul qur’an karena al-Qur’an adalah kalamulloh. Ilmu
gharibul qur’an menumbuhkan cara berpikir ilmiyah, artinya memahami ayat
gharib akan melahirkan berbagai usaha untuk memecahkannya dengan cara
memperhatikan pemakaiannya dalam bahasa Arab.
Para sahabat setelah wafatnya Rosululloh tidak berani menafsirkan suatu
ayat yang tidak diketahuinya karena khawatir salah dan sebagai bentuk kehati-
hatiannya terhadap al-Qur’an. Akan tetapi para ulama’ memberanikan diri untuk
menafsirkannya sehingga beberapa karangannya dapat kita lihat sampai
sekarang.