Anda di halaman 1dari 15

‫األسلوب القرءان‬

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulum al-Quran
Dosen Pengampu:
Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA.
Irfan Helmi, M.E.I

DISUSUN OLEH:

MUKHOBIR NIM. 18232400034

MULYADI NIM. 18232400035

PENDIDIKAN KADER ULAMA (PKU) ANGKATAN XVIII


MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)
PROVINSI DKI JAKARTA
2023 M/1445 H
BAB I

0
PENDAHULUAN

Kemukjizatan yang terdapat dalam Al-Qur‟an, meliputi 4 aspek; pertama,


kemukjizatan dari keindahan struktur bahasa dan uslubnya. Kedua, konten yang
berisikan akidah, syari’at dan ibadah. Ketiga, pengetahuan yang diungkap di
dalamnya. Keempat, Informasi mengenai hal yang ghaib.1 Terkait kemukjizatan
dalam aspek bahasa, ada beberapa pandangan yang cukup kontroversial. Ibrahim
Ibn Sayyar Al-Nazzam2 misalnya yang mencetuskan teori sarfa. Menurut teori
sarfa, tantangan yang Allah berikan kepada masyarakat Arab pada saat itu,
sebetulnya ada intervensi langsung dari Allah, sehingga kaum Arab tidak mampu
menandinginya. Jika tidak ada intervensi dari Allah, niscaya masyarakat Arab
dengan mudah mampu membuat yang semisal dengan Al-Qur’an. Adanya
intervensi inilah yang disebut dengan mukjizat. Selain itu, letak kemukjizatan Al-
Qur’an bukanlah pada aspek bahasanya melainkan dari aspek pengetahuan yang
berisikan informasi di masa lampau dan yang akan datang.3
Al-Qur'an adalah kitab suci bagi umat Islam, sebagai firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Al-Qur'an tidak hanya mengandung petunjuk dan hukum-hukum yang mengatur
kehidupan manusia, tetapi juga menunjukkan keindahan dan keunikannya dalam
bahasa yang digunakan. Makalah ini akan membahas tentang "Uslub al-Qur'an,"
yaitu keindahan dan gaya bahasa yang unik yang digunakan dalam al-Qur'an.
Kami akan mengulas beberapa aspek penting Uslub al-Qur'an, menyajikan
contoh-contohnya, serta relevansinya dalam konteks masa kini.

BAB II
PEMBAHASAN
1
Mamat Zaenuddin, Uslub Itifat dalam Al-Qur‟an, Disertasi Bidang Bahasa dan Sastra Arab
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, 3.
2
Ibrahim Ibn Sayyar Al-Nazzam adalah tokoh aliran muktazilah. Teori yang ia dapatkan
kemudian dimodifikasi oleh tokoh alirannya sendiri yaitu Abu-Hashim al-Jubba'i dan Al-
Qadhi „Abd Al-Jabbar.
3
Nasr Abu Zayd, “The Dilemma of the Literary Approach to the Qur'an”, Alif: Journal of
Comparative Poetics, No. 23 (2003), 10-11

1
A. Pengertian

Secara etimologi kata uslub, memiliki konotasi yang beragam. Kata


uslub dapat diartikan sebagai jalan di antara pepohonan, juga dapat digunakan
untuk maksud sebuah seni atau disiplin ilmu, aspek-aspek, madzhab atau
metodologi, leher singa, dan dikatakan juga bahwa makna leksikal dari kata
uslub itu adalah sebuah karakteristik seorang pembicara dalam cara
menyampaikan pembicaraannya. Atau bisa juga makna tersebut dikaitkan
dengan makna sebuah seni atau suatu metodologi, akan tetapi dengan
pembatasan dan spesifikasi tertentu.4
Adapun menurut pengertian terminologi, para ahli adab dan ilmuan-
ilmuan arab menjelaskan bahwa uslub adalah suatu cara pengucapan yang
dilakukan oleh seorang pembicara baik dalam penyusunan kata-katanya, atau
pemilihan diksi perkata, atau karakteristik penyampaian dari si pembicara itu
sendiri dalam menyampaikan makna-makna serta pesan yang terdapat pada
ucapannya tersebut. Atau uslub juga dapat diartikan sebagai thabi’ul kalam
(karakteristik ucapan) atau seni penyampaian yang dimiliki oleh si pembicara
itu sendiri.5
Dalam pengertian lain, Uslub al-Qur’an adalah suatu cara atau metode
al-Qur’an dalam penyusunan kalimat atau pemilihan diksi. Maka tidaklah
heran jika uslub yang terdapat dalam al-Qur’an itu merupakan uslub yang
khas.

B. Unsur dan Segi Kemukjizatan Al-Qur’an

Al-Qur’an sebgai mu’jizat memiliki banyak keistimewaaan, kemukjizatan al-


Qur’an bisa di lihat dari berbagai segi, antara lain:
1. Gaya Bahasa

4
Muhammad Abdul, Adhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur‟an,
(Beirut: Dar El-Kutub El-Ilmiyah, 1996), 2/325
5
Muhammad Abdul, Adhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur‟an, 2/325

2
Gaya bahasa al-Qur’an banyak membuat orang Arab saat itu
kagum dan mempesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat
banyak manusia masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pun yang
mulanya dikenal sebagai seorang yang paling memusuhi Nabi
Muhammad SAW, dan bahkan berusaha untuk membunuhnya, ternyata
masuk Islam dan beriman kepada kerasulan Muhammad hanya karena
mendengar petikan ayat-ayat al-Qur’an. Susunan al-Qur’an tidak dapat
disamai oleh karya sebaik apapun. Mukjizat al-Qur’an dari segi bahasa
pertama sekali dapat dilihat dari susunan kata dan kalimatnya, ketelitian
dan keseimbangan redaksinya.
Al-Qur'an itu sendiri menggunakan berbagai gaya bahasa atau
majas untuk menyampaikan pesan-pesannya agar lebih efektif. Berikut
beberapa jenis gaya bahasa yang umum digunakan dalam al-Qur'an:
a. Majas (Gaya Bahasa Kiasan)
i. Majas Mursal: Kata yang disengaja digunakan untuk
menunjukkan selain arti aslinya karena melihat persesuaian yang
bukan penyerupaan serta adanyapertanda yang menunjukkan
untuk tidak menghendaki makna aslinya. contohnya dalam Surah
Al-Baqarah (2:9):

٩ ... ۚ‫ُيٰخ ِد ُع ْو َن َهّٰللا َو اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا‬


Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman,.
Dalam ayat ini terdapat Majaz Mursal (Mereka Menipu Allah
SWT). Karena sesungguhnya Allah dengan segala sifat
kebesarannya tidak akan bisa ditipu. Maksud dari menipu Allah
dalam ayat tersebut adalah menipu Rasulullah SAW.
b. Balaghah (Retorika)
i. Tasybih (Perumpamaan): Al-Qur'an menggunakan perumpamaan
untuk menggambarkan sesuatu dengan lebih jelas. Contohnya,
dalam Surah An-Nur (24:35), Allah menyamakan cahaya-Nya
dengan sebuah misbah (lampu):

‫ُهَّللا ُنوُر الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِضۚ َم َثُل ُنوِر ِه َك ِم ْش َك اٍة ِفيَها ِم ْص َباٌح‬

3
ii. Tamsil (Analogi): Al-Qur'an menggunakan analogi untuk
menjelaskan sesuatu dengan contoh yang lebih mudah dipahami.
Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:261), Allah membandingkan
amal kebajikan dengan biji yang tumbuh menjadi tujuh bulir.

‫َح َّبٍة َاْۢن َبَتْت َس ْبَع َس َناِبَل‬ ‫َم َثُل اَّلِذ ْيَن ُيْنِفُقْو َن َاْم َو اَلُهْم ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللا َك َم َثِل‬
‫َّيَش ۤا ُء ۗ َو ُهّٰللا َو اِس ٌع َع ِلْيٌم‬ ‫ِفْي ُك ِّل ُس ْۢن ُبَلٍة ِّم اَئ ُة َح َّب ٍةۗ َو ُهّٰللا ُيٰض ِع ُف ِلَم ْن‬
٢٦١
Sedangkan dalam hal susunan kata dan kalimatnya dapat dilihat dari
hal-hal berikut ini:6
a. Nada dan langgam al-Qur’an; walaupun al-Qur’an itu bukan puisi atau
syair, tetapi apabila kita mendengar ayat-ayat al-Qur’an dilantunkan
akan terasa nada dan langgamnya. Sebagai contoh dapat dibaca dalam
surah an-Nazi’at ayat 1 s/d 14.
b. Singkat dan padat; tidak mudah menyusun kalimat yang singkat dan
padat makna. Al-Qur’an memiliki keistimewaan pada pilihan kalimat
yang singkat tapi padat, seperti pada ayat berikut ini:

٢١٢ ‫َو ُهّٰللا َيْر ُز ُق َم ْن َّيَش ۤا ُء ِبَغْيِر ِح َس اٍب‬


Artinya: ”......dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas”.( QS. al-Baqarah 2: 212).
c. Memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan; orang awam dengan
segala keterbatasan ilmunya dapat merasa puas memahami ayat-ayat
al-Qur’an tetapi ayat yang sama dapat dipahami oleh para ilmuan dan
filosuf.
d. Memuaskan akal dan jiwa; adakalanya seseorang berbicara dapat
memuaskan akal pikiran, tetapi tidak memuaskan rasa. Sebaliknya ada
yang dapat memuaskan rasa tetapi tidak memuaskan akal pikiran
namun al-Qur’an dapat memuaskan akal dan jiwa.
e. Penggunaan kata-kata puitis: Contoh dalam Surah Ar-Rahman (55:13)
yang menyatakan:

‫َفِبَأِّي آاَل ِء َر ِّبُك َم ا ُتَك ِّذ َباِن‬


6
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2004. hlm.,192.

4
yang diterjemahkan menjadi "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah
yang kamu dustakan?"
f. Penggunaan kata-kata berirama: contoh dalam Surah Al-Qamar
(54:55):

‫َفَذِّك ْر ِباْلُقْر آِن َم ن َيَخاُف َو ِع يِد‬


yang mengandung irama yang menyenangkan dalam pembacaan.
g. Keindahan dan ketepatan maknanya; Al-Qur’an menggambarkan
sesuatu dengan indah dan tepat seperti dua contoh dua ayat berikut ini:

‫َو ِس ْيَق اَّل ِذ ْيَن َكَف ُر ْٓو ا ِاٰل ى َجَهَّنَم ُز َم ًراۗ َح ّٰت ٓى ِاَذ ا َج ۤا ُءْو َه ا ُفِتَح ْت َاْبَو اُبَه ا‬
‫َو َق اَل َلُهْم َخَزَنُتَه ٓا َاَلْم َي ْأِتُك ْم ُرُس ٌل ِّم ْنُك ْم َيْتُل ْو َن َع َلْيُك ْم ٰا ٰي ِت َر ِّبُك ْم‬
‫َو ُيْنِذ ُرْو َنُك ْم ِلَق ۤا َء َي ْو ِم ُك ْم ٰه َذ اۗ َق اُلْو ا َبٰل ى َو ٰل ِكْن َح َّقْت َك ِلَم ُة اْلَع َذ اِب َع َلى‬
٧١ ‫اْلٰك ِفِر ْيَن‬
Artinya:. “orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam
berombong-rombongan. sehingga apabila mereka sampai ke neraka
itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka
penjaga-penjaganya: “Apakah belum pernah datang kepadamu
Rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat
Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan Pertemuan dengan
hari ini?”mereka menjawab: “Benar (telah datang)”. tetapi telah
pasti Berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir.(QS.
AzZumar 39: 71)
‫َو ِس ْيَق اَّل ِذ ْيَن اَّتَق ْو ا َر َّبُهْم ِاَلى اْلَج َّن ِة ُز َم ًراۗ َح ّٰت ٓى ِاَذ ا َج ۤا ُءْو َه ا َو ُفِتَح ْت‬
٧٣ ‫َاْبَو اُبَها َو َقاَل َلُهْم َخَزَنُتَها َس ٰل ٌم َع َلْيُك ْم ِط ْبُتْم َفاْد ُخ ُلْو َها ٰخ ِلِد ْيَن‬
Artinya: “dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke
dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila
mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan
berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan
(dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga
ini, sedang kamu kekal di dalamnya”.(QS.Az-Zumar [39]: 73).
Dua ayat di atas menggambarkan dengan indah bagaimana orang-
orang kafir digiring ke neraka dan orang-orang yang bertakwa di antar
ke surganya Allah SWT.

5
2. Susunan kalimat
kendatipun al-Qur’an, hadis Qudsi, dan hadis Nabawi sama-sama
keluar dari mulut Nabi, uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh
berbeda. Uslub bahasa al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila
dibandingkan dengan dua yang lainnya. Al-Qur’an muncul dengan uslub
yang begitu indah. Di dalam uslub tersebut terkandung nilal-nilai
istimewa dan tidak akan pernah ada pada ucapan manusia. Dalam al-
Quran misalnya, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan)
yang disusun dalam bentuk yang sangat indah lagi memesona, jauh lebih
indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan. Dapat
dihat salah satu contoh dalam surat al-Qāriah [101] ayat 5 Allah
berfirman:

٥ ‫َو َتُك ْو ُن اْلِج َباُل َك اْلِع ْهِن اْلَم ْنُفْو ِۗش‬


Dani gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan”.
(QS. al-Qari’ah (101) : 5)7
Bulu yang dihambur-hamburkan sebagai gambaran dari gunung-
gunung yang telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya. Kadang
kala al-Qur’an mengarah untuk menyatakan bahwa kedua unsur tasybih,
yakni musyabbah (yang diserupakan) dan musyabbah bih (yang
diserupakan dengannya) itu mempunyai sifat indrawi yang sama. Dalam
tasybih paling tidak harus ada musyabbah dan musyabbah bih. Kalau
salah satu dan kedua unsur tersebut tidak ada atau dibuang, ia bukan lagi
tasybih, tetapi isti’arah. Dalam al-Qur’an banyak didapati gaya bahasa
berbentuk isti’arah. Salah satu contohnya ialah:
‫َقاَل َر ِّب ِاِّنْي َو َهَن اْلَع ْظُم ِم ِّنْي َو اْش َتَعَل الَّر ْأُس َش ْيًبا َّو َلْم َاُك ْۢن ِب ُد َع ۤا ِٕىَك َر ِّب َش ِقًّيا‬
٤
Ia berkata, ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepala
ku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa
kepada engkau, ya Tuhanku.” (QS. Maryam[19]:4)

7
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, h. 193

6
Menurut pakar ilmu balaghah, al-Qur’an selain menggunakan tasybih dan
isti’arah, juga menggunakan majaz (metafora) dan matsal
(perumpamaan).
3. Hukum Ilahi yang Sempurna
Al-Qur’an menjelaskan pokok pokok akidah, norma-norma
keutamaan, sopan santun, undang-undang ekonomi, politik, sosial dan
kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Kalau pokok-pokok ibadah
wajib di akan diperoleh perhatikan, akan diperoleh kenyataan bahwa
Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkannya serta
meramunya menjadi ibadah amaliyah seperti zakat dan sedekah. Ada juga
yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah seperti berjuang
di jalan Allah. Tentang akidah, al-Qur’an mengajak umat manusia pada
akidah yang suci dan tinggi, yakin beriman kepada Allah Yang Maha
Agung menyatakan adanya Nabi dan Rasul serta memercayai semua
Kitab Samawi. Dalam bidang undang-undang, al-Qur’an telah
menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana politik, dan
ekonomi. Mengenai hubungan internasional, al-Qur’an telah menetapkan
dasar-dasarya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai
ataupun perang.8 Al-Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan
sebuah ketentuan hukum:
a. Secara global, persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global,
sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b. Secara terperinci, hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah
yang berkaitan dengan hutang piutang, makanan yang halal dan yang
haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
4. Ketelitian Redaksinya
a. Huruf-huruf hijaiyah yang terdapat pada awal beberapa surat dalam
al-Qur’an kesemuanya habis dibagi angka 19, sesuai dengan jumlah

huruf-huruf ‫; بسم هللا الّرحمن الّرحيم‬

8
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, h. 194-195

7
i. Huruf ‫( ق‬qaf) yang merupakan awal dari surat yang ke-50,
ditemukan berulang sebanyak 57 kali, atau sama dengan 3 x 19;
ii. Huruf-huruf ‫( ك‬Kaf), ‫( ـه‬Ha), ‫( ي‬Ya), ‫‘( ع‬Ain), dan ‫( ص‬Shad)
dalam surat Maryam, ditemukan sebanyak 798 kali, atau sama
dengan 42 x 19;
iii. Huruf ‫( ن‬Nun) yang memulai surat al-Qalam, ditemukan sebanyak
133 kali, atau sebanyak 7 x 19;
iv. kedua huruf ‫( ي‬Ya) dan ‫( س‬Sin) pada surat yasin masing-masing
ditemukan sebanyak 285 kali, atau15 x 19;
v. Kedua huruf ‫( ط‬Tha’) dan ‫( ـه‬Ha) pada surat Thaha masing-
masing berulang sebanyak 342 kali, atau sama dengan 18 x 19;
vi. Hurf ‫( ـه‬Ha) dan ‫( م‬Mim) yang terdapat pada seluruh permulaan
surat yang dimulai dengan huruf ini, kesemuanya berjumlah 2.166
kali, atau sama dengan 114 x 19.
b. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya
Beberapa contoh diantaranya:
i. al-Hayah (hidup) dan al-Maut (mati), masing-masing sebanyak
145 kali,
ii. an-Naf (manfaat) dan al-Madharah (mudarat), masing-masing
sebanyak 50 kali,
iii. al-Har (panas) dan al-Bard (dingin), masing-masing 4 kali,
iv. ash-Shalihat (kebajikkan) dan as-Sayyiat (keburukan), masing-
masing 167 kali,
v. ath-Thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan al-dhia
kesempitan/ kekesalan), masing-masing 167 kali.
vi. ar-Rahbah (cemas/takut) dan ar-Raghbah (harap/ ingin), masing-
masing 8 kali,
vii. al-Kufr (kekufuran) dan al-Iman (iman) dalam bentuk definite,
masing masing 17 kali,

8
viii. ash-Shayr (musim panas) dan asy-Syta (musim dingin), masing-
masing 1 kali.9
c. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya makna yang
dikandungnya.
i. al-Harts dan az-Zira’ah (membajak/bertani), masing-masing 14
kali,
ii. al-‘Ushb dan adh-Dhurur (membanggakan diri/ angkuh), masing-
masing 27 kali,
iii. adh-Dhalun dan al-Mauta (orang sesat/mati jiwanya), masing-
masing 17 kali,
iv. al-Qur’an, al-Wahyu dan al-Islam (Al-Qur’an, wahyu, dan Islam),
masing-masing 70 kali,
v. al-Aql dan an-Nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali,
vi. al-Jahr dan al-Alaniyah (nyata), masing-masing 16 kali.
d. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang
menunjuk kepada akibatnya
i. Al-Infaq (infaq) & al-Ridha (kerelaan) masing-masing 73 kali.
ii. Al-Bukhl (kikir) & al-Hasarat (penyesalan) masing-masing 12
kali.
iii. Al-Kafirun (orang kafir) & al-Nar/al-Ahraq (neraka/pembakaran)
masing-masing 154 kali.
iv. Az-Zakah (zakat/penyucian) dengan al-Barakat (kebajikan yang
banyak) masing-masing 32 kali.
e. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya
i. Al-Israf (pemborosan) & as-Sur’ah (tergesa-gesa) masing-masing
23 kali.
ii. Al-Mau’izhah (nasehat) & al-Lisan (lidah) masing-masing 25
kali.
iii. Al-Asra (tawanan) dengan al-Harb (perang) masing-masing 6
kali.

9
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, h. 195-196

9
f. Keseimbangan-keseimbangan khusus dalam al-Qur’an
i. Kata Yaum (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, atau
sama dengan jumlah hari dalam setahun. Sedangkan kata hari
yang menunjukkan dalam bentuk plural (Ayyam) atau dua
(yaumaini) jumlah keseluruhannya hanya 30, atau sama dengan
jumlah hari dalam sebulan. Selain itu, kata yang menunjukkan
“bulan” (syahr) terdapat 12 kali atau sama dengan jumlah bulan
dalam setahun.
ii. Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada “tujuh”. Penjelasan ini
di ulanginya sebanyak 7 kali pula, yaitu pada Qs. Al-Baqarah: 29,
Qs. Al-Isra: 44, Qs. Al-Mu’minun: 86, Qs. Al-Fushilat: 12, Qs.
At-Thalaq: 12, Qs. Al-Mulk: 3 dan Qs. Nuh: 15.10

5. Berita tentang hal-hal yang gaib


sebagian ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat al-Quran itu
adalah berita-berita gaib Firaun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa,
diceritakan dalam surat Yunus [10] ayat 92:

‫َفاْلَيْو َم ُنَنِّجْيَك ِبَبَد ِنَك ِلَتُك ْو َن ِلَم ْن َخ ْلَفَك ٰا َيًةۗ َو ِاَّن َك ِثْيًرا ِّم َن الَّن اِس َع ْن ٰا ٰي ِتَن ا‬
٩٢ ࣖ ‫َلٰغ ِفُلْو َن‬
Artinya: “Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu
dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesunguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasan kami.” (QS. Yunus:92)
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan Firaun tersebut diselamatkan
Tuhan untuk menjadi pelajaran generasi bagi berikutnya. Tidak seorang
pun mengetahui hal tersebut, karena telah terjadi sekitar 1.200 tahun SM.
Pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1898, ahli purbakala Loret
menemukan di lembah raja-raja Luxor Mesir, satu mumi, yang dari data-
data sejarah terbukti bahwa ia adalah Firaun yang bernama Munitah dan
yang pernah mengejar Nabi Musa AS. setelah pada tanggal 8 Juli 1908,

10
Quraisy Shihab, Membumikan Al-Quran, Jakarta: Mizan, 1994. h. 7-8

10
Euol Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka
pembalut-pembalut Firaun itu.
6. Isyarat-isyarat Ilmiah
Dalam Al-Qur’an banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan
dalam al-Qur’an. misalnya:
a. Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan
pantulan. Sebagaimana yang di jelaskan firman Allah:

‫ُهَو اَّلِذ ْي َجَعَل الَّش ْمَس ِضَيۤا ًء َّو اْلَقَم َر ُنْو ًرا َّو َقَّد َرٗه َم َناِز َل ِلَتْع َلُم ْو ا َع َدَد‬
‫الِّس ِنْيَن َو اْلِح َس اَۗب َم ا َخ َلَق ُهّٰللا ٰذ ِلَك ِااَّل ِباْلَح ِّۗق ُيَفِّص ُل اٰاْل ٰي ِت ِلَقْو ٍم َّيْع َلُم ْو َن‬
٥
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempattempat)
bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun
dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak (Penuh hikmah). Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.(QS. Yunus :
5)
b. Perbedaan sidik jari manusia, (ditemukan tahun 1884 di Inggris)
sebagaimana diisyaratkan oleh Firman Allah SWT:

٤ ‫َبٰل ى ٰق ِد ِر ْيَن َع ٰٓلى َاْن ُّنَسِّوَي َبَناَنٗه‬


Artinya: “Bukan demikian, sebenarnya kami kuasa menyusun
[kembali] jari jemarinya dengan sempurna”.(QS.
alQiyāmah[12]:04).11
c. Teori Kesatuan Alam (al-Anbiyā :30) Dan apakah orang-orang yang
kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara
keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?
d. Jenis kelamin ditentukan sperma laki-laki (QS. al-Baqarah : 223)
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,

11
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, h.197

11
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja
kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
e. Perkawinan benda mati (QS. Adzariyat : 49) Dan segala sesuatu kami
ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.
f. Penyerbukan Angin (al-Hijr : 22) Dan kami telah meniupkan angin
untuk mengawinkan (tumbuhtumbuhan) dan kami turunkan hujan dari
langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya.
g. Teori pesawat (QS. Al-Mulk: 19) Dan apakah mereka tidak
memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan
mengatupkan sayapnya di atas mereka? tidak ada yang menahannya
(di udara) selain yang Maha Pemurah. Sesungguhnya dia Maha
melihat segala sesuatu.
h. Hampa udara diatas ketinggian 30 ribu diatas permukaan laut (QS. al-
An’am: 125,
i. Dinding pemisah air sungai dengan air laut (Qs.Al-Furqan 53)
Dan dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan);
yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan dia jadikan
antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.

12
BAB III
PENUTUP

Al-Qur'an adalah sebuah karya sastra yang luar biasa dengan keindahan
bahasa dan gaya bahasa yang unik. Uslub al-Qur'an mencakup keindahan bahasa,
penggunaan majas, dan retorika yang efektif. Selain relevan dalam konteks masa
lalu, Uslub al-Qur'an juga memiliki peran yang penting dalam dunia modern,
termasuk dalam seni dan sastra, komunikasi, serta pemahaman agama Islam.
Dengan memahami dan mengapresiasi Uslub al-Qur’an.
Meskipun al-Qur'an diturunkan lebih dari 1400 tahun yang lalu, gaya
bahasanya tetap relevan dan dapat diapresiasi dalam konteks saat ini. Beberapa
aspek relevansinya adalah sebagai berikut:
1. Inspirasi dalam seni dan sastra:
Uslub al-Qur'an menjadi sumber inspirasi bagi sastra Arab dan seni klasik
Islam. Banyak puisi, prosa, dan seni kaligrafi terinspirasi dari keindahan
bahasa dan gaya al-Qur'an.
2. Relevansi dalam Komunikasi dan Pidato:
Gaya bahasa al-Qur'an, termasuk penggunaan majas dan retorika, dapat
diaplikasikan dalam komunikasi publik dan pidato untuk meningkatkan daya
tarik pesan dan mempengaruhi pendengar dengan lebih efektif.
3. Pembelajaran dan pemahaman Islam:

13
Studi tentang Uslub al-Qur'an membantu memahami pesan-pesan yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur'an dengan lebih mendalam, sehingga
membantu dalam pembelajaran dan pemahaman agama Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Muhammad dan Adhim Az-Zarqani, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an,


(Beirut: Dar El-Kutub El-Ilmiyah, 1996).
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
Shihab, Quraisy. Membumikan Al-Quran, (Jakarta: Mizan, 1994).
Zaenuddin, Mamat. Uslub Itifat dalam Al-Qur’an, Disertasi Bidang Bahasa dan
Sastra Arab Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
Zayd, Nasr Abu. The Dilemma of the Literary Approach to the Qur'an, Alif:
Journal of Comparative Poetics, No. 23 (2003).

14

Anda mungkin juga menyukai