Anda di halaman 1dari 6

A.

Pendahuluan

Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad Saw dan
kaumnya,merupakan kewajiban umatnya untuk membacanya, mempelajarinya, sekaligus
mengamalkannya. Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk kepada manusia dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi, ternyata ada sebagian kata atau lafal yang sulit dipahami, bahkan oleh orang
Arab sekalipun. Lafal-lafal seperti inilah seperti yang dipelajari dalam ilmu Gharibal-Quran.

Berikut ini kita akan membahas mengenai 4 lafal yang dinilai gharib oleh para sahabat, yakni
pada surat ‘Abasa ayat 31, surat Fathir ayat 1, surat Maryam ayat 13, dan surat al-A’raf ayat 89.

Namun sebelum beranjak ke inti pembahasan makalah, penulis memaparkan terlebih dahulu
sedikit mengenai gambaran apa itu Gharibal-Quran dan pembagiannya, guna memudahkan
pemahaman pembaca nantinya.

B. Pengertian Gharib Al-Quran

Kata gharib dapat kita temukan dalam hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh al-
Baihaqi dari Abu Hurairah ra. secara marfu’:[1]

‫سوا القُ ْرآنََ اَع ِْربُوا‬ ْ ُ ‫غ ََرائِبَ َه‬


ُ ِ‫والتَم‬
“I’rabilah al-Quran dan cermatilah kata-kata asingnya (gharaib) olehmu.”

Gharaib adalah jamak dari kata gharib. Gharib secara lughawibermakna “jauh” atau “sesuatu
yang bukan dari suatu kaum”, adapun gharib dalam pembicaraan ialah “tersembunyi” atau “tidak
terang arti perkataannya”.[2]Gharib al-Quran ialah “lafal di dalam al-Quran yang dianggap asing atau
sulit dipahami oleh bangsa Arab, khususnya para sahabat yang kepada mereka diturunkan al-
Quran”.

Imam as-Suyuthi berkata, “Bagi orang yang mendalami ilmu ini hendaknya kembali pada
kitab-kitab para ahli sastra bahasa Arab. Adapun para sahabat meskipun tidak mendalami bidang ini
namun mereka adalah orang Arab asli yang fashih dalam berbahasa Arab dan kepada merekalah Al-
Quran diturunkan. Mereka mencukupkan dengan bahasa mereka ketika ada kata yang mereka
anggap asing dan tidak berkomentar sedikitpun tentang itu.”[3]

C. Macam-Macam Lafal yang Gharib

Pembahasan ini berdasarkan analisis penulis dalam memahami ke-gharib-an lafal yang
terdapat dalam al-Quran. Menurut penulis ada dua macam ke-gharib-an lafal yang dijumpai para
sahabat di dalam al-Quran, yakni:

1. Gharib lafal pada lafal dan maknanya

Maksudnya lafal yang memang jarang atau tidak pernah didengar oleh para sahabat
dikarenakan tidak biasa digunakan dalam percakapan orang Arab di masa mereka. Sehingga
karenanya para sahabat merasa kesulitan dalam memahami makna lafal yang gharib tersebut.
2. Gharib lafal pada penempatan artinya di dalamkalimat

Bisa saja lafalnya sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, akan tetapi pada konteks
kalimat tertentu makna yang dikandung lafal menjadi tidak sesuai apabila diartikan dengan makna
yang biasa dipahami. Seperti pada lafal faathirdaniftah yang akan dibahas nantinya. Wallahu a’lam.

D. Beberapa Ayat-Ayat yang Gharib

1. Lafal ‫ ابّا‬dalam Surat ‘Abasa ayat 31

Diriwayatkan bahwa Sayyidina Abu Bakar ra. ditanyai tentang makna kata ini, lalu beliau
menjawab: “Langit mana tempat aku berlindung, bumi mana tempat aku berpijak, kalau aku
mengucapkan menyangkut kitab Allah sesuatu yang tidak kuketahui.” Ucapan serupa dikemukakan
oleh Umar bin al-Khattab ketika beliau membaca ayat-ayat di atas. Beliau berkata: “Semua ini telah
kita ketahui, tetapi apakah abban itu?” Lalu, beliau mengangkat tongkat yang dipegangnya dan
berkata: “Inilah yang merupakan pemaksaan. Tidak ada celaan bagimu, wahai putra Ibu Umar, jika
tidak mengetahui apakah abban itu.” Lalu beliau menghadap kepada siapa yang di sekelilingnya
seraya berkata, “Ikutilah apa yang dijelaskan kepada kamu dari yang tercantum dalam kitab suci ini
dan amalkanlah,dan apa yang kamu tidak ketahui, serahkanlah kepada Tuhan.”[4]

Bahwa Sayyidina Abu Bakar, Umar ra. dan sekian banyak sahabat lain tidak mengetahuinya
boleh jadi karena kata tersebut ada dalam perbendaharaan bahasa Arab dan pernah digunakan oleh
generasi dahulu, tetapi tidak populer lagi.[5]Gharib-nya ayat ini terletak pada lafalnya yang jarang
atau tidak pernah didengar oleh orang-orang Arab, khususnya para sahabat yang mencoba
memahami makna ayat.

Ibnu Katsir mengomentari bahwa hadits mengenai Umar ra. di atas adalah shahih,
bahwasanya Umar ra. ingin mengetahui makna abba, baik dari segi bentuknya, jenisnya, ataupun
rupanya. Menurut Ibnu Katsir abba adalah sejenis tumbuhan yang ada di bumi, hal ini dipahami
berdasarkan ayat sebelumnya (QS. 80 : 27-31). Berikut teks arab yang penulis temukan dari
penjelasan Ibnu Katsir:

Dalam suatu riwayat Ibnu Abbas berkata, “Adapun al-abb adalah dedaunan yang dimakan oleh
binatang ternak, bukan oleh manusia.” Di riwayat lain disebutkan, “Yakni rerumputan untuk
binatang ternak.”[7]

2. Lafal ‫ فاطر‬dalam Surat Fathir ayat 1 dan Surat Al-An’am ayat 14

Ibnu Abbas ra. berkata, ”Dahulu saya tidak mengerti makna, faathiru al-samaawaati wa al-
ardh, Hingga dua orang badui menemui saya, dan keduanya berselisih perihal sebuah sumur. Salah
seorang berkata kepada temannya; Ana fathartuha, yakni,”Ana abtada’tuha hafraha (Aku yang
memulai menggali dan membuatnya)” Ibnu Abbas ra. juga berkata faathiru al-samaawaati wa al-
ardhartinya badii’ual-samaawaati wa al-ardh (Pencipta pertama langit dan bumi), atau dalam
riwayat lain disebutkan khaliqu al-samawati wa al-ardhi (Pencipta langit dan bumi dari suatu
ketiaadaan).[8] Di dalam tafsir Al-Maraghi lafal faathir berasal dari faathara asy-syaian yakni
“mengadakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya”.[9]
Ke-gharib-an lafal ini terletak pada maknanya, dalam pembicaraan sehari-harifathara
diartikandengan makna membelah,seperti pada ayat “idzaa al-samawaat infatharat”.Namun pada
ayat ini kata fathara mengandung arti menciptakan.

3. Lafal ‫ حنانا‬di dalam surat Maryam ayat 13

Lafal ini asing dalam pembicaraan orang-orang Arab, Ibnu Abbas ra. tidak mengetahui apa
maksud dari kata tersebut.

Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dari Sa’id bin Jubair, sesungguhnya ia ditanya tentang firman Allah:
wa hanaanan min ladunna maka ia menjawab, “Aku telah menanyakannya kepada Ibnu Abbas,
namun ia tidak menjawab apapun.”

Dikeluarkan dari jalur Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu apa itu
hanaanan.”

Diriwayatkan oleh al-Firyabi dari Isra’il dari Simak bin Harbi dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia
berkata, “Aku mengetahui semua yang ada dalam Al-Quran kecuali empat hal: ghislin, wa hanaanan,
awwah, dan arraqiim.”[10]

Ke-gharib-an lafal ini terletak pada asingnya penggunaan kata tersebut dalam pembicaraan
orang Arab sehari-hari. Adapun penafsiran para mufassir dalam mengartikan lafal hanananadalah
sebagai berikut:

Dalam Tafsir ath-Thabari sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau, Ali bin
Abi Thalhah menuturkan dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, wa hanaanan min ladunna yakni rahmat
dari sisi Kami.”[11]

Dalam sebuah riwayat yang panjang, Nafi’ bin Azraq menanyakan kepada Ibnu Abbas perihal
lafal hananan tersebut apakah dikenal oleh bangsa Arab sebelumnya? Beliau menjawab, “Ya.
Tidakkah kamu mendengar Tharfah bin Abd berkata:[12]

Hai Abu Mundzir, kamu telah menghabiskan! Sisakan sebagian untuk kami

Dua kasih sayangmu, sebagian kejahatan lebih ringan daripada yang lain

Selain pengertian di atas, para mufassir juga menafsirkan kata tersebut dengan makna lain,
namun semuanya masih saling berdekatan.

Mujahid mengatakan maknanya adalah tha’attufan min rabbihi‘alaihi (perlakuan lemah


lembut dari Tuhannya).[13]

Ibnu Zaid berkata maknanya adalah mahabbah‘alaihi (rasa cinta terhadapnya).

Atha’ bin Abi Rabah mengatakan maknanya adalah ta’zhiman min ladunna(kemuliaan dari sisi
kami).

4. Lafal ‫ افتح‬di dalam Surat Al-A’raf ayat 89


Sebagaimana pada ayat-ayat sebelumnya penulis cantumkan, pada ayat ini para sahabat pun
merasa kesulitan dalam memaknai suatu lafal yang gharib.

Ibnu Abbas mengatakan, “Saya sendiri tidak mengerti apa maksud dari firman Allah Ta’ala:

ِ ّ ‫َربَّنَاا ْفتَحْ بَ ْي َنن ََاوبَ ْينَقَ ْومِ نَابِ ْال َح‬


َ‫ق‬
Sehingga saya mendengar anak perempuan Dzul Yaqin berkata kepada suaminya:

ََ‫تَعَالَىاُفَـاتِحْ ك‬
kemarilah, aku beri kamu keputusan, dan berkata seorang wanita badui:

َُ ‫ال َفت َا‬


‫ح بَ ْينَـكََ ََو بَ ْينِى‬
telah ada keputusan antara aku dan kamu.[14]

Jadi ‫ فتح‬dalam ayat tersebut bermakna memberikan keputusan, Al-Maraghi menyebutkan


bahwa pengertian seperti ini bersifat abstrak, hanya bisa diketahui dengan jalan berpikir. Fataha
dalam pengertian demikian juga dapat ditemukan dalam percakapan orang arab serta syair-syair
seperti:

َ ْ‫فَت َا َحت ُ َه ُ اَح‬


َ‫سنََ َو َما بَ ْينَ ُهـ َْم ال َحا ِك َُم َوفَت َ َح‬
“Hakim memutusi di antara mereka dan sungguh baik sekali putusannya itu.”

َ َ ‫لا َوهَبَ بَنِى ابَ ِلّ َُغ ا‬


َ‫ل‬ َ ‫͏ َرسُو‬

َّ َ ‫ن بِا‬
ِ‫ي‬ َْ ‫ع‬
َ ‫غنِيَ فَت َا َحتِ ِه َْم‬
َ ͏

“Ketahuilah, telah aku kirim kepada Bani Wahab seorang duta untuk menyatakan, bahwa aku tak
perlu putusan mereka.”

Ke-gharib-an iftah dalam ayat ini terletak pada jarangnya penggunaan makna yang
dikandung.Kata iftah biasanya dipakai dalam arti kata membuka atau menaklukkan. Menggunakan
lafal ini dalam makna memutuskan (‫ )قضى‬jarang dipakai oleh orang Arab.

E. Apakah 4 Ayat di atas memiliki Asbabun Nuzul

Keempat ayat di atas termasuk ayat-ayat yang tidak memiliki riwayat asbabun nuzul. Penulis
telah merujuk ke kitab Asbabun Nuzul karangan Imam as-Suyuthi dan Asbabun Nuzul karangan
K.H.Q. Shaleh dan H.A.A. Dahlan. Namun tidak menemukan asbabun nuzul ayat-ayat tersebut.

F. Apakah Ayat-Ayat yang Diperdebatkan Ta’wilnya juga Ayat-Ayat yang Gharib?

Penulis merasa kesulitan dalam memahami ayat-ayat yang diperdebatkan ta’wilnya oleh
ulama ilmu Kalam, seperti yadullahi fauqa aidiihim atau tsumma istawa ‘alal ‘arsy. Apakah ayat-ayat
seperti ini juga dibahas dalam ilmu Gharibal-Quran atau tidak.

Penulis meneliti kedua ayat di atas akan tetapi tidak menemukannya dicantumkan dalam
kitab-kitab yang membahas gharibal-Quran, seperti Al-Itqan fi ‘Ulumal-Quran karya Jalaluddin As-
Suyuthi, At-Tibyan fi Tafsir Gharibal-Quran karya Ibnu Al-Ha’im, dan Tafsir Gharibal-Quran karya As-
Sajastani.

G. Apakah Lafal-Lafal A’jam (non-Arab) juga Merupakan Lafal-Lafal yang Gharib?

Penulis juga tidak mengetahui dengan jelas apakah kosakata yang bukan Arab juga termasuk
lafal yang gharib atau tidak? Bahkan sebenarnya adanya kosakata non-Aran dalam al-Quran masih
diperselisihkan oleh para Ulama. Imam As-Suyuthi sendiri di dalam kitab Al-Itqan fi Ulumal-Quran
memisahkan pembahasan lafal a’jam dengan gharib al-quran.Wallahu a’lam.

H. Bukankah al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab? Kenapa ada sebagian sahabat yang tidak
mengetahui maknanya?

Penulis menjawab pertanyaan ini dengan mengutip sebuah pendapat yang disebutkan di
dalam kitab Al-Itqan fi Ulumal-Quran, yakni: “Tetapi jangkauan bahasa Arab itu sangat luas sehingga
tidak mengherankan jika ada beberapa ulama besar yang tidak mengetahui beberapa di
antaranya.”[15]

I. Kesimpulan

a. Gharibal-Quran ialah “lafal di dalam Al-Quran yang dianggap asing atau sulit dipahami oleh
bangsa Arab, khususnya para sahabat yang kepada mereka diturunkan al-Quran.”

b. Gharib terbagi kepada dua, yaitu:

1. Gharib lafal pada lafal dan maknanya

2. Gharib lafal pada penempatan artinya di dalam kalimat

c. Makna 4 lafal yang dianggap gharib:

1. Lafal abba diartikan dengan makna rerumputan bagi binatang ternak

2. Lafal fathir diartikan dengan makna menciptakan

3. Lafal hananan diartikan sebagai kasih sayang atau rahmat

4. Lafal iftah diartikan sebagai memutuskan (qadha).

d. Ke-gharib-an lafal dalam al-Quran bisa saja terjadi pada para sahabat ataupun pada orang Arab
lainnya, dikarenakan kosakata bahasa Arab itu sangat luas/banyak, sehingga tidak semua orang
mampu memahami semua kosakata tersebut.

Daftar Pustaka
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumi al-Quran. (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, tt)

Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Quran terj. Tim Editor Indiva, (Surakarta: Indiva Pustaka,
2008)

Louis Ma’luf dan Bernard Totel al-Yassul, Al-Munjid. (Beirut: Dar el-Macreq SARL, 1986)

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati,
2002)

Ibnu Katsir, Shahih Tafsir Ibnu Katsir terj. Tim Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta: Penerbit Ibnu Katsir, 2011)

Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi terj. Bahrun Abubakar dkk., (Semarang: PT. Karya
Toha Putra, 1992)

Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir. Software mawsowaat_quran.

Anda mungkin juga menyukai