Pengantar
Bahasa Al Qur’an ini memiliki beberapa keunikan yang bisa kita dapatkan ketika
mempelajarinya. Kami mengumpulkannya agar kaum muslimin bisa tertarik mempelajari
bahasa Agama mereka. Karena bahasa Arab sangat penting dalam kehidupan seorang
muslim. Akan tetapi Bahasa Arab di zaman ini sangat jauh dari kaum muslimin khususnya
di Indonesia.
Cukup dengan mengerti dasar-dasar bahasa Arab, kaum muslimin bisa mengerti lebih dalam
petunjuk hidup mereka dan tidak perlu bergantung dengan terjemahan. Dan terjemahan tidak
bisa menggantikan makna keseluruhan Al-Quran, oleh karena itu dalam mushaf Indonesia
ditulis “terjemah maknawi Al-Quran”. Agak menyusahkan juga jika ada pentunjuk jalan
semisal peta, tetapi orang yang hendak ke tujuan masih belum menguasi benar petunjuk
tersebut.
Sebagai contoh terjemah makna yang kami maksud kurang mengena tersebut,
َ َ إِنَّا أ
َنز ْلنَاهُ قُ ْرآنا ً ع ََر ِبيّا ً لَّ َعلَّ ُك ْم ت َ ْع ِقلُون
Maka makna ini kurang mengena, karena kita lihat dari i’rab-nya (pembahasan kedudukan
kata dalam bahasa Arab). Berikut pembahasan sedikit mengenai i’rab-nya, bagi yang sudah
belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak
membingungkan dan silahkan dilewati (baca: harus semangat belajar bahasa Arab),
Imam Al Qurthubi rahimahullah menjelaskan i’rab kata [ً ]قُ ْرآناdalam tafsirnya,
نصب، إنا أنزلنا القرآن عربيا: و” عربيا” نعت لقوله” ”يجوز أن يكون المعنى. أي مجموعا،قرآنا” على الحال
و” عربيا” على الحال أي يقرأ بلغتكم يا، مررت بزيد رجال صالحا: كما تقول، ويجوز أن يكون توطئة للحال.”قرآنا
معشر العرب
“Bisa bermakna : ”[pertama] Sesungguhnya kami menurunkan Al Qur’an yang berbahasa
Arab”, kata “Qur’aanan” dinashob dengan kedudukan sebagai “haal” yaitu bermaka
terkumpul. Dan kata “’arobiyyan” berkedudukan sebagai “na’at” dari kata “qur’aanan”.
[kedua] sebagai “tauthi’ah”/pengantar bagi “haal” sebagai mana kita katakan: “saya
melewati Zaid, seorang laki-laki yang shalih”. Dan kata “’arabiyyan” berkedudukan
sebagai “haal” sehingga makna kalimat yaitu: dibaca dengan bahasa kalian wahai
masyarakat Arab.” [Al Jami’ Liahkamil Qur’an 9/199, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro,
cet.ke-2, 1384 H, Asy Syamilah]
Atau
“Sesungguhnya Kami menurunkannya [Al Qur’an] sebagai bacaan yang berbahasa Arab,
agar kalian memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)
Bukan berarti Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya tidak mampu menterjemahkan dengan
baik, akan tetapi memang agak sulit menterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dimana
bahasa Indonesia jika dibandingkan bahasa Arab, maka bahasa Indonesia kurang
usluub/gaya dan kurang ungkapan bahasanya. Kita juga patut berterima kasih sebesar-
besarnya kepada Prof.R.H.A Soenarjo S.H. dan timnya dalam upayanya menterjemahkan
Al-Quran sehingga bermanfaat bagi kaum muslimin di Indonesia. Jazahumullahu khairaa.
Supaya lebih bersemangat lagi, mari kita lihat tafsir Ibnu Katsir rahimahullah mengenai ayat
diatas. Beliau berkata,
وأكثرها تأدية للمعاني التي تقوم بالنفوس؛ فلهذا أنزل أشرف،وذلك ألن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها
وابتدئ، وكان ذلك في أشرف بقاع األرض،) أشرف المالئكة8( بسفارة، على أشرف الرسل،الكتب بأشرف اللغات
فكمل من كل الوجوه،إنزاله في أشرفشهور السنة وهو رمضان
“Yang demikian itu (bahwa Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab
adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk
jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia diturunkan (Al Qur’an) kepada
rasul yang paling mulia (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), dengan bahasa yang
termulia (bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (Jibril), ditambah
diturunkan pada dataran yang paling muia diatas muka bumi (tanah Arab), serta awal
turunnya pun pada bulan yang paling mulia (Ramadhan), sehingga Al Qur’an menjadi
sempurna dari segala sisi.” (Tafsirul Qur’an Al ‘Azhim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2,
1420 H, Asy Syamilah)
Bersambung, insya Allah…
Penyusun :
Kategori: Artikel
>>Dua kata yang berbeda satu huruf saja artinya bisa berkebalikan
Misalnya,
-[ ]نعمةdan [“ ]نقمةni’mah” dan “niqmah” artinya : nikmat dan sengsara
-[ ]عاجلةdan [’“ ]آجلةaajilah” dan “aajilah” artinya : yang segera dan yang
diakhirkan/tertunda
-[ ]قادمdan [“ ]قديمQoodim” dan “Qodiim” artinya : yang akan datang dan yang lampau
-[ ]مختلفdan [“ ]مؤتلفmukhtalifun” dan “mu’talifun” artinya : berbeda dan bersatu
Dua kata yang jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu artinya
berbeda/terpisah
Maksudnya jika dua kata tersebut terpisah atau tidak berada dalam satu kalimat maka artinya
sama. Dan jika bersatu yaitu dua kata tersebut berada dalam satu kalimat maka artinya
berbeda.
Contoh :
Jika kita membuat kalimat yang dua kata ini ada/bersatu, misalnya: “Kita harus berbuat
baik terhadap orang faqir dan miskin”
Miskin> orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.
Jika kita buat kalimat dimana dua kata ini terpisah, misalnya : “kita harus berbuat baik
terhadap orang faqir”
Maka makna faqir dalam kalimat ini mencakup kedua maknanya (mencakup makna miskin
juga –ed) yaitu orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya dan orang
yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.
Begitu juga jika kita berkata: “kita harus berbuat baik terhadap orang miskin”
Maka makna miskin dalam kalimat ini juga mencakup kedua maknanya tersebut.
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…
Penyusun :
Ada beberapa kata bisa bermakna ganda dan uniknya maknanya bisa berkebalikan.
Maknanya bisa dibedakan dengan melihat konteks kalimat.
Misalnya,
Kata [“ ]زوجzaujun” arti aslinya adalah suami dan uniknya dia juga berarti
pasangan,sehingga bisa kita artikan istri.
Kita lebih mengenal bahwa bahasa arab istri adalah [“ ]زوجةzaujatun”. contoh yang valid
dalam Al Qur’an:
Dan [“ ]زوجzaujun” bentuk jamaknya [“ ]أزواجAzwaajun”, dan sekali lagi contohnya dalam
Al Qur’an yaitu doa yang sering kita baca,
ً اجنَا َوذُ ِ ّريَّاتِنَا قُ َّرةَ أ َ ْعيُ ٍن َواجْ َع ْلنَا ِل ْل ُمتَّ ِقينَ إِ َماما
ِ َربَّنَا َه ْب لَ َنا ِم ْن أ َ ْز َو
“”Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.
Al Furqon : 74)
kata [“ ]بيعbai’un” artinya penjualan, dia juga bisa berarti kebalikannya yaitu:
pembelian. Dalam bahasa Arab pembelian lebih dikenal dengan [“ ]شراءsyira’”.
“Apabila penjual dan pembeli berselisih maka perkataan yang diterima adalah perkataan
penjual, sedangkan pembeli memiliki hak pilih “. (HR. At Tirmidzi III/570 no.1270, dan
Ahmad I/466 no.4447. dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ Al Ghalil no:
1322)
َّ َوأَ َح َّل
ّ ِ َّللاُ ا ْلبَ ْي َع َوح ََّر َم
الربَا
“… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al
Baqarah : 275)
begitu juga dengan kata [“ ]قمرqomar” yang artinya bulan, bisa berarti matahari juga.
Dan masih ada contoh yang lainnya.
>>Salah baca sedikit artinya sangat jauh berbeda bahkan bisa bertentangan
Misalnya,
Jika dibaca [“ ]آهللًأكبرAallahu akbar” dengan huruf alif dibaca panjang, artinya: apakah
Allah Maha Besar?
Jika dibaca “IYYaaka na’buduu” dengan tasydid huruf “ya” artinya: “Hanya kepada-Mu
Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.
Jika dibaca “iYaaka na’budau” tanpa tasydid huruf “ya” maka artinya: ““kepada cahaya
matahari kami menyembah dan kepada cahaya matahari kami meminta pertolongan”
وقرأ عمرو بن فايد بتخفيفها مع الكسر وهي قراءة شاذة مردودة؛ ألن “إيا” ضوء الشمس
“’Amr bin Faayid membacanya dengan tidak mentasydid [huruf ya’] dan mengkasrah
[huruf alif]. Ini adalah bacaan yang aneh dan tertolak. Karena makna “iya” adalah
cahaya matahari.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim 1/134, Asy Syamilah)
Masih ada contoh yang lain misalnya “JamAAl” artinya keindahan sedangkan “jamAl”
artinya unta.
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…
Penyusun :
>>Beda bacaan tetapi artinya sama saja (satu kata bisa I’rab-nya berbeda-beda)
Maka kata [“ ]برتقالburtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat macam bacaan pada
akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca “burtuqoolUN” atau “burtuqoolAN” atau
“burtuqooliN” atau “burtuqool”
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar
bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan
silahkan dilewati (baca : harus semangat belajar bahasa Arab).
dibaca “burtuqooliN” [majrur] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai
huruf “zaa–idah” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai mudhof
ilaih.
dibaca “burtuqoolUN” [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai
isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool]
berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang mahdzuf taqdir-nya huwa
dibaca “burtuqoolAN” [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap
sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool]
berkedudukan sebagai tamyiz manshub
dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.
(lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al Islamiyah,
Beirut)
Misalnya,
Maka kata [ ]تشربbisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU” atau TasyroBI”
jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan jangan engkau
minum susu”
jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau sedang
minum susu”
jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau boleh
minum susu”
bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB” karena
bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al laban.
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar
bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan
silahkan dilewati [baca : harus semangat belajar bahasa Arab].
Dibaca “tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf ‘athof, fi’ilnya athof
dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” men-jazm-kannya
dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal” dengan
“adawatun naasibah”, sedangkan huruf “an” wajib disembunyikan
jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu isti’naf” yaitu
“wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak berhubungan dengan kalimat
sebelumnya. Sehingga fi’il-nya hukum asalnya marfu’ jika tidak ada ‘amil.
(lihat Qowaa’idul ‘Asasiyah Lillughotil ‘Arabiyah hal 34, As Sayyid Ahmad Al Hasyimi,
Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H)
>>Terkadang harus paham dulu baru bisa dibaca lafadznya
Ini salah satu yang paling unik menurut kami. Karena umumnya bahasa yang lain
dibaca/dilafadzkan dulu baru bisa dipahami. Lebih-lebih ia juga harus paham i’rabnya.
Sudah kita ketahui bahwa bahasa Arab aslinya adalah “gundul” dan tidak ada harokatnya,
karena harokat memang sejarahnya dibuat bagi orang non-Arab. Tanpa bantuan harokat
mereka yang belum mengetahui dasar-dasar bahasa Arab tidak bisa membacanya atau
melafadzkannya. Contohnya pada Al Qur’an surat An-Nisa ayat 164,
Bacaan yang benar: “Wa kallamallaaHU Muusaa takliima” [Allah benar-benar mengajak
bicara Musa]
Maka jika pembaca tidak paham maksudnya, maka dia tidak tahu cara membacanya. Apakah
lafadz Jalalah Allah dibaca, “Allahu” atau “Allaha” atau “Allahi”
Lho dari mana dia tahu maksudnya, padahal belum dibaca, padahal juga yang dibaca adalah
sumber ilmunya?
Jawabannya : umumnya dari i’rab, konteks kalimat atau maksud kalimat sebelumnya. Pada
kasus ini, kalimat bisa dipahami dengan bekal aqidah yang benar, yaitu Allah mempunyai
sifat berbicara dan memang Allah yang mengajak Musa berbicara.
Sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati,
bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus
semangat belajar bahasa Arab].
Karena artinya nanti “Musa mengajak bicara Allah”, karena ada kemungkinan nanti
menafikan sifat Allah (yakni : berbicara) dan ini bentuk tahrif/menyelewengkan sifat Allah.
tidak mungkin lafadz Jalalah dibaca “AllaHi”
Karena tidak ada penyebab majrurnya yaitu huruf jar atau mudhaf ilaih.
Dalam bahasa Arab, i’rab terkadang membantu menyempurnakan [menangkap] makna dan
terkadang maknanya bisa menyempurnakan i’rab.
Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa orang yang ingin berbahasa
arab dengan benar dan fasih, dilatih agar berpikir dahulu baru berbicara. Tidak
sembarangan berbicara karena minimal ia memikirkan i’rab/kedudukan kata dalam kalimat.
Jelas ini tidak kita dapatkan dalam kebanyakan bahasa karena bahasa Arab itu unik. Dan
sesuatu dibilang unik jika jarang sekali dijumpai.
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…
Penyusun :
>>Beda bacaan tetapi artinya sama saja (satu kata bisa I’rab-nya berbeda-beda)
Maka kata [“ ]برتقالburtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat macam bacaan pada
akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca “burtuqoolUN” atau “burtuqoolAN” atau
“burtuqooliN” atau “burtuqool”
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar
bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan
silahkan dilewati (baca : harus semangat belajar bahasa Arab).
dibaca “burtuqooliN” [majrur] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai
huruf “zaa–idah” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai mudhof
ilaih.
dibaca “burtuqoolUN” [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai
isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool]
berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang mahdzuf taqdir-nya huwa
dibaca “burtuqoolAN” [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap
sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool]
berkedudukan sebagai tamyiz manshub
dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.
(lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al Islamiyah,
Beirut)
Misalnya,
Maka kata [ ]تشربbisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU” atau TasyroBI”
jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan jangan engkau
minum susu”
jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau sedang
minum susu”
jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau boleh
minum susu”
bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB” karena
bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al laban.
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar
bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan
silahkan dilewati [baca : harus semangat belajar bahasa Arab].
Dibaca “tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf ‘athof, fi’ilnya athof
dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” men-jazm-kannya
dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal” dengan
“adawatun naasibah”, sedangkan huruf “an” wajib disembunyikan
jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu isti’naf” yaitu
“wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak berhubungan dengan kalimat
sebelumnya. Sehingga fi’il-nya hukum asalnya marfu’ jika tidak ada ‘amil.
(lihat Qowaa’idul ‘Asasiyah Lillughotil ‘Arabiyah hal 34, As Sayyid Ahmad Al Hasyimi,
Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H)
Ini salah satu yang paling unik menurut kami. Karena umumnya bahasa yang lain
dibaca/dilafadzkan dulu baru bisa dipahami. Lebih-lebih ia juga harus paham i’rabnya.
Sudah kita ketahui bahwa bahasa Arab aslinya adalah “gundul” dan tidak ada harokatnya,
karena harokat memang sejarahnya dibuat bagi orang non-Arab. Tanpa bantuan harokat
mereka yang belum mengetahui dasar-dasar bahasa Arab tidak bisa membacanya atau
melafadzkannya. Contohnya pada Al Qur’an surat An-Nisa ayat 164,
Bacaan yang benar: “Wa kallamallaaHU Muusaa takliima” [Allah benar-benar mengajak
bicara Musa]
Maka jika pembaca tidak paham maksudnya, maka dia tidak tahu cara membacanya. Apakah
lafadz Jalalah Allah dibaca, “Allahu” atau “Allaha” atau “Allahi”
Lho dari mana dia tahu maksudnya, padahal belum dibaca, padahal juga yang dibaca adalah
sumber ilmunya?
Jawabannya : umumnya dari i’rab, konteks kalimat atau maksud kalimat sebelumnya. Pada
kasus ini, kalimat bisa dipahami dengan bekal aqidah yang benar, yaitu Allah mempunyai
sifat berbicara dan memang Allah yang mengajak Musa berbicara.
Sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati,
bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus
semangat belajar bahasa Arab].
Karena artinya nanti “Musa mengajak bicara Allah”, karena ada kemungkinan nanti
menafikan sifat Allah (yakni : berbicara) dan ini bentuk tahrif/menyelewengkan sifat Allah.
Karena tidak ada penyebab majrurnya yaitu huruf jar atau mudhaf ilaih.
Dalam bahasa Arab, i’rab terkadang membantu menyempurnakan [menangkap] makna dan
terkadang maknanya bisa menyempurnakan i’rab.
Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa orang yang ingin berbahasa
arab dengan benar dan fasih, dilatih agar berpikir dahulu baru berbicara. Tidak
sembarangan berbicara karena minimal ia memikirkan i’rab/kedudukan kata dalam kalimat.
Jelas ini tidak kita dapatkan dalam kebanyakan bahasa karena bahasa Arab itu unik. Dan
sesuatu dibilang unik jika jarang sekali dijumpai.
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…
Penyusun :
>>Bisa selamat dan tidak salah membaca harokat gundul bahasa Arab
Mungkin ada yang bertanya : “Berarti agak susah juga kalau berbicara dalam bahasa Arab
jika harus dipikirkan dulu I’rab/kedudukan tiap kata. Bagaimana juga orang-orang arab
badui dan Para TKI/TKW bisa berbicara bahasa Arab?”
Maka jawabannya adalah mereka menggunakan bahasa Arab ‘Ammiyah (atau bahasa Gaul
menurut bahasa kita) dan kurang memperhatikan kaidah. Dan ini yang lebih penting, supaya
bisa selamat dan tidak salah membaca digunakan prinsip,
Maksud men-jazm-kan adalah mensukunkan semua huruf akhirnya pada tiap kata,
contohnya,
Maka boleh saja kita baca sukun semua tiap kata seperti “AhmaD Huwa GhaaiB laa
yahdhuR fil faSHL”
Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa dalam bahasa Arab kita bisa
mengetahui kefasihan seseorang dalam berbahasa dan kemampuannya yang sebenar-
benarnya dengan melihat kemampuannya meng-i’rab. Kebanyakan orator dan tokoh
penting mempunyai kemampuan dalam hal ini sehingga terkadang kata-katanya bisa seperti
menyihir dan terdengar sangat indah bagi yang bisa memahami keindahannya [baca : tahu
kaidah-kaidah bahasa Arab]. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang
yang fasih bahasa Arabnya.
Berbeda dengan bahasa yang lain yang sudah punah atau hampir punah, sebagaimana bahasa
Ibrani yaitu bahasa Taurat dan Injil, bahasa sansekerta, dan berbagai bahasa lokal dan daerah
di dunia. Inilah faktanya,
[Sumber: http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/berita/cambodia/1076-a-5000-year-old-
language-in-cambodia-on-extinction-list]
Kita bisa melihat bukti bagaimana bahasa kromo Inggil/ bahasa jawa halus sudah sangat
jarang kita temui pemakaiannya. Begitu juga bahasa halus Sasak Lombok. Sehingga jika
seorang kakek buyut yang masih hidup berbicara dengan bahasa halus kepada cucunya,
mungkin cucunya agak sedikit tidak paham. Begitu juga bukti bahwa terkadang satu bahasa
sekedar berbeda dialek saja sudah agak kurang “nyambung” jika berbicara satu-sama lain.
Kita ambil juga contoh bahasa Inggris, dia sempat mengalami kesenjangan sejarah yaitu
mengalami perubahan yang cukup jauh dalam setiap beberapa ratus tahun. Maka bahasa
Inggris sekarang, di zaman ratu Elisabeth II jika dibandingkan dengan bahasa Inggris di
zaman kakek-buyutnya, di zaman pertengahan yaitu King Arthur, sangat jauh berbeda. Jika
mereka bertemu dan berbicara maka akan susah “nyambung”. Jangankan yang beratus-ratus
tahun, bahasa kita yaitu bahasa Indonesia belum lagi 100 tahun sejak kemerdekaan tahun
1945 sudah banyak berubah dan belum lagi muncul bahasa gaul zaman sekarang
seperti “nongkrong”, “juragan”, “sundul”, “nyokap”, “bokek” dan lain-lain. Belum lagi
penyimpangan makna misalnya “cabut” bermakna “ayo pergi” dan lain-lain.
Maka belum ada bahasa yang seperti bahasa Arab, dimana dia termasuk salah satu
bahasa tertua dan tidak berubah, masih asli sejak zaman dulu dan masih sama gaya
bahasa, dialek utama, dan pengungkapannya. Walaupun ada bermacam-macam dialek, tetapi
dialek asli -yaitu apa yang dibilang sekarang dialek Arab klasik- tetap ada dan tidak berubah
sampai saat ini.
Inilah salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al Qur’an yaitu dengan manjaga
bahasanya. Allah Ta’ala berfirman.
َِإنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ال ِذّك َْر َو ِإنَّا لَهُ لَحَا ِف ُظون
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz Dzikra [Al Qur’an] dan kamilah yang akan
menjaganya”. (QS Al Hijir : 9)
Contohnya untuk kosa-kata “kuda” maka dalam bahasa Arab seperti berikut:
-Khail ( )خيلsekumpulan kuda
-Faras ( )فرسseekor kuda (jantan atau betina)
-Hison ( )حصانkuda jantan
-Hajr ( )حجرkuda betina
-Mahr ( )مهرanak kuda jantan
-Mahrah ( )مهرةanak kuda betina
-Filw ( )فلوanak kuda jantan yang baru lepas daripada menyusu ibu
-Haikal ( )هيكلkuda yang besar dan bertubuh tegap
-Mathham ( )مطهمkuda yang sempurna dan baik
Penerapannya bisa kita lihat dalam Al Qur’an yaitu tentang istilah untuk hewan unta yaitu:
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…
Penyusun :
Begitu juga dengan ungkapan suara hewan, maka ada pengungkapannya satu-persatu dan
hanya bahasa Arab yang paling lengkap,
Begitu lengkap dan telitinya, sehingga dalam merinci atau menjelaskan sesuatu bahasa Arab
bisa menjelaskanya serinci-rincinya. Contohnya tingkatan cinta yang sangat rinci oleh Ibnu
Qayyim Al Jauziyah rahimahullah dalam kitab Madarijus Salikin,
. كانصباب الماء في الحدور. بحيث ال يملكه صاحبه. وهي انصباب القلب إليه، الصبابة:الثالثة
ومنه سمي عذاب النار. بل يالزمه كمالزمة الغريم لغريمه. الذي ال يفارقه، الغرام وهو الحب الالزم للقلب:الرابعة
وعدم مفارقته لهم.غراما للزومه ألهله
. والودود من أسماء الرب تعالى، مراتبها عشرة وخالصها ولبها، الوداد وهو صفو المحبة:الخامسة
أي وصل حبه إلى شغاف قلبه. وقد شغفه المحبوب. فهو مشغوف به. شغف بكذا: الشغف يقال:السادسة
وبينه وبين اليتم. عبد هللا: وتيم هللا. تيمه الحب أي ذهلل وعبده: يقال. والتذلل، التتيم وهو التعبد:الثامنة
بل كله عبد. فإن العبد هو الذي قد ملك المحبوب رقه فلم يبق له شيء من نفسه ألبتة. التعبد وهو فوق التتيم:التاسعة
. ومن كمل ذلك فقد كمل مرتبتها. وهذا هو حقيقة العبودية.لمحبوبه ظاهرا وباطنا
مرتبة الخلة التي انفرد بها الخليالن – إبراهيم ومحمد صلى هللا عليهما وسلم:العاشرة
Tingkatan cinta:
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…
Penyusun :
Kategori: Artikel
Ini mempermudah kita agar mengetahui kata dan lebih mudah menghapalnya. Ini yang
dikenal dengan istilah [“ ]وزنwazan” yang terangkum dalam ilmu shorof bahasa Arab. Kita
tinggal menghapal pola dan cetakan “wazan” atau yang disebut “tahsrif”, maka kita bisa
memproduksi atau melahirkan berbagai macam kata.
“Wazan” tersebut diwakili oleh kata [ ]فعلdengan huruf [ ]فsebagai wakil huruf pertama dan
[ ]عwakil huruf kedua dan [ ]لwakil huruf ketiga huruf ketiga.
Maka, dengan kita tahu ada kata kerja [“ ]خلقkhalaqa”= menciptakan, maka kita tahu
dengan “Wazan”/cetakan kata ,
Contoh lagi, kata kerja [’ “ ]علمalima” = mengetahui, kita akan tahu
Contoh lagi, kata kerja [“ ]كتبkataba” = menulis, kita akan tahu,
Bahasa Arab mengenal istilah maskulin [mudzakkar] dan feminin [mu–annats]. Dan yang
lebih membuatnya sempurna dalam bilangan dikenal juga penggunaan double/ganda
[mutsanna] yang sangat jarang ditemui dalam bahasa yang lain. Sehingga dalam
bilangan dikenal istilah tunggal [mufrad], ganda [mutsanna], dan jamak [jam’un]. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut :
– التلميذًيذهبًإلىًالمدرسةPelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah
ً
التلميذةًتذهبًإلىًالمدرسة – Pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah
ً – التلميذانًيذهبانًإلىًالمدرسةDua orang pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah
ً – التلميذتانًتذهبانًإلىًالمدرسةDua orang pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah
ً – التالميذًيذهبونًإلىًالمدرسةPelajar-pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah
ً – التلميذاتًيذهبنًإلىًالمدرسةPelajar-pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah
Begitu juga dengan kata kerjanya, lebih lengkap. Kata kerja lampau [madhi], kata kerja
sekarang dan akan datang [mudhari’], dan yang membuatnya lebih lengkap ada kata
kerja perintah [‘amr]. Perhatikan contoh berikut,
ً – ذهبًالولد ًُإلىًالمدرسةanak laki-laki itu (telah) pergi ke sekolah
– يذهبًالولدًإلىًالمدرسةanak laki-laki (sedang) pergi ke sekolah
– اذهبًإلىًالمدرسةPergilah [kamu anak laki-laki] ke sekolah.
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…
Penyusun :
Hanya dengan beberapa huruf yang menyusun kata, Bahasa Arab bisa mengungkapkan
banyak ungkapan. Kita ambil contoh kata [’“ ]عينain” yang umumnya dikenal artinya: mata.
manusia, jiwa, hati, mata uang logam, pemimpin, kepala, orang terkemuka, macan,
matahari, penduduk suatu negeri, penghuni rumah, sesuatu yang bagus atau indah,
keluhuran, kemuliaan, ilmu, spion, kelompok, hadir, tersedia, inti masalah, komandan
pasukan, harta, riba, sudut, arah, segi, telaga, pandangan, dan lainnya.
Kemudian dalam bahasa Arab juga dikenal istilah pembuangan kata atau kata yang
disembunyikan yang dikenal dengan istilah “mahdzuf”.
Contohnya,
-[ = ]إلهtuhan
-[ = ]إالselain
-[ = ]هللاAllah
Karena arti ini salah besar, karena ada Ada khabar yang [ ]محذوفdibuang/tidak ditampakkan.
Khabar yang dibuang tersebut adalah [ًحقatau “ ]بحقhaqqun” atau “bihaqqin”.
الًمعبودًحقًإالًهللا
Kata [ًحقatau “ ]بحقhaqqun” atau “bihaqqin” berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
“Yang demikian itu dikarenakan Allah adalah (sesembahan) yang Haq (benar), adapun
segala sesuatu yang mereka sembah selain-Nya adalah (sesembahan) yang Bathil.” (QS.
Luqman: 30)
Begitu juga tafsiran para ulama, sebagaimana Ibnu Katsir menafsirkan surat Al Qashash :
70, Ath Thabari menafsirkan surat Al An’am : 106, As Suyuti menafsirkan surat Al Baqarah
: 255. Dan banyak ulama yang lainnya.
Contoh yang lain firman Allah dalam surat Yusuf Ayat 82,
ْ َوا ْسأَل
ًالقَ ْريَةًَالَّتيً ُكنَّاًفي َها
Arti perkata adalah: “Tanyalah kepada kampung yang kami tinggal padanya”
Namun ada kata yang “mahzuf”/dibuang yaitu [“ ]أهلahli” /penduduk yaitu “mudhaf” dari
ْ
[ًَ]القَ ْريَة
ًأيًأهلًالقريةً;ًوجازًحذفًالمضافً;ًألنًالمعنىًالًيلتبس:ً)ً(واسألًالقرية:قولهًتعالى
“Firman Allah, “tanyalah kepada kampung” yaitu, penduduk kampung, boleh membuang
[mahzuf] mudhaf, karena maknanya tidak menjadi rancu.” (At Tibyan fi I’rabil Qur’an
2/742, Asy Syamilah)
Jadi arti yang tepat adalah : ““Tanyalah kepada penduduk kampung yang kami tinggal
padanya”
Oleh karena itu, belum pernah ada satupun terjemahan Al Qur’an yang lebih singkat dari
bahasa arab aslinya.
Ini karena adanya “wazan” atau cetakan/pola kata yang sudah kami jelaskan sebelumnya.
Dengan adanya cetakan kata tersebut lidah dan lisan kita akan terbiasa mengucapkannya.
Dan sesuatu yang sudah terbiasa kita ucapkan maka akan lebih mudah dihapalkan
Selain itu, bahasa Arab seakan-akan tiap kata bisa disambung bacaannya. Jadi seakan-akan
beberapa kata tersebut kita sambung terus, sebagaimana kita membaca Al Qur’an. Ini karena
struktur bahasa arab yang mendukung seperti adanya [“ ]الalif lam”, dan ada kaidah
penyambungan tiap kata.
Mungkin bisa kita buktikan, jika kita menghapal Al Qur’an tiap kata kita putus-putus cara
bacaannya, maka kita agak kesusahan. Berbeda jika kita menyambung tiap kata maka akan
memudahkan.
Contohnya basmalah,
Maka kita akan agak kesusahan, tetapi jika kita sambung, maka akan memudahkan
sebagaimana kita membaca basmalah.
Terbukti bahwa orang-orang Arab -sekalipun Arab badui [kampung]- hapalannya kuat dan
mampu menghapal beribu-ribu bait syair. Mampu menceritakan banyak cerita sejarah hanya
berdasarkan hapalan, sehingga dahulu tulis-menulis dikalangan mereka kurang berkembang,
karena jika mudah dihapal maka tidak perlu ditulis. Ditambah lagi mereka dianugerahkan
kekuatan hapalan.
Bukti lainnya, banyak orang yang tidak mengenal dasar bahasa Arab sekalipun tetapi
mampu menghapal 30 juz Al Qur’an dengan hapalan yang kokoh dan tanpa cacat tiap kata
bahkan huruf.
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya
Allah…