Anda di halaman 1dari 24

Keunikan-Keunikan Bahasa Arab

[Bag. 1]

Bahasa Al-Quran ini memiliki beberapa keunikan yang bisa kita dapatkan
ketika mempelajarinya. Kami mengumpulkannya agar kaum muslimin
bisa tertarik mempelajari bahasa Agama mereka. Karena bahasa Arab
sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Akan tetapi Bahasa
Arab di zaman ini sangat jauh dari kaum muslimin khususnya di
Indonesia.

Cukup dengan mengerti dasar-dasar bahasa Arab, kaum muslimin bisa


mengerti lebih dalam petunjuk hidup mereka dan tidak perlu bergantung
dengan terjemahan. Dan terjemahan tidak bisa menggantikan makna
keseluruhan Al-Quran, oleh karena itu dalam mushaf Indonesia ditulis
“terjemah maknawi Al-Quran”. Agak menyusahkan juga jika ada pentunjuk
jalan semisal peta, tetapi orang yang hendak ke tujuan masih belum
menguasi benar petunjuk tersebut.

Sebagai contoh terjemah makna yang kami maksud kurang mengena


tersebut,

Allah Ta’ala berfirman pada surat Yusuf ayat 2,

‫َنزلْنَاهُ ُق ْرآناً َعَربِيّاً لَّ َعلَّ ُك ْم َت ْع ِقلُو َن‬


َ ‫إِنَّا أ‬
Terjemah maknawi dalam Mushaf Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara
penterjemaah/Pentafsir Al-Quran yang ditunjuk oleh Menteri Agama
dengan selaku ketua Prof.R.H.A Soenarjo S.H, sebagai berikut:

“Sesungguhnya Kami  menurunkannya berupa Al Qur’an  dengan berbahasa


Arab, agar kamu memahaminya.” [yusuf:2]

Maka makna ini kurang mengena, karena kita lihat dari i’rab-nya


[pembahasan kedudukan kata dalam bahasa Arab]. Berikut pembahasan
sedikit mengenai i’rab-nya, bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa
Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak
membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar
bahasa Arab],

Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan i’rab kata [ً ‫]قُرْ آن ا‬ dalam


tafsirnya,

،‫ إنا أنزلنا القرآن عربيا‬:‫جيوز أن يكون املعىن‬

.‫ أي جمموعا‬،‫نصب” قرآنا” على احلال‬

،‫ وجيوز أن يكون توطئة للحال‬.”‫و” عربيا” نعت لقوله” قرآنا‬

،‫ مررت بزيد رجال صاحلا‬:‫كما تقول‬

‫و” عربيا” على احلال أي يقرأ بلغتكم يا معشر العرب‬


“Bisa bermakna  [makna pertama]:  “Sesungguhnya kami menurunkan Al-
Quran yang berbahasa Arab”, kata “qur’aanan” dinashob dengan kedudukan
sebagai “haal” yaitu bermaka terkumpul. Dan kata “’arobiyyan” berkedudukan
sebagai “na’at” dari kata “qur’aanan”. Dan bisa juga  [makna kedua]  sebagai
“tauthi’ah”/pengantar bagi “haal” sebagai mana kita katakan: “saya melewati
Zaid, seorang laki-laki yang shalih”. Dan kata “’arabiyyan” berkedudukan
sebagai “haal” sehingga makna kalimat yaitu: dibaca dengan bahasa kalian
wahai masyarakat Arab.” [Al-Jami’ Liahkamil Qur’an 9/199, Darul Kutub Al-
Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-Syamilah]

Jadi makna yang agak mendekati wallahu a’lam adalah,


“Sesungguhnya  Kami menurunkan Al-Qur’an  yang berbahasa Arab,
agar  kalian memahaminya.” [yusuf:2]

Atau

“Sesungguhnya Kami  menurunkannya [Al Qur’an] sebagai bacaan  yang


berbahasa Arab, agar kalian memahaminya.” [yusuf:2]

Bukan berarti Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya tidak mampu


menterjemahkan dengan baik, akan tetapi memang agak sulit
menterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Dimana bahasa Indonesia jika
dibandingkan bahasa Arab, maka bahasa Indonesia kurang usluub/gaya
dan kurang ungkapan bahasanya. Kita juga patut berterima kasih sebesar-
besarnya kepada Prof.R.H.A Soenarjo S.H, dan timnya dalam upayanya
menterjemahkan Al-Quran sehingga bermanfaat bagi kaum muslimin di
Indonesia. Jazahumullahu khair.

Supaya lebih bersemangat lagi, mari kita lihat tafsir Ibnu


Katsir  rahimahullah  mengenai ayat diatas. Beliau berkata,

،‫وذلك ألن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها‬

‫وأكثرها تأدية للمعاين اليت تقوم بالنفوس؛‬

،‫فلهذا أنزل أشرف الكتب بأشرف اللغات‬

،‫) أشرف املالئكة‬8( ‫ بسفارة‬،‫على أشرف الرسل‬

،‫وكان ذلك يف أشرف بقاع األرض‬

‫ فكمل من كل الوجوه‬،‫وابتدئ إنزاله يف أشرفشهور السنة وهو رمضان‬


“Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena
bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya
lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia.  Oleh karena itu kitab yang
paling mulia diturunkan (Al-Qur’an) kepada rasul yang paling mulia
(Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam), dengan bahasa yang
termulia (bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia
(Jibril), ditambah diturunkan pada dataran yang paling muia diatas
muka bumi (tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang
paling mulia (Ramadhan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari
segala sisi.” [Tafsirul Qur’an Al-Adzim 4/366, Darul Thayyibah, cet.ke-2,
1420 H, Asy-Syamilah]

Keunikan-keunikan bahasa Arab

Berikut beberapa yang kami kumpulkan di antaranya:

>>dua kata yang berbeda satu huruf saja artinya bisa berkebalikan

Misalnya,

-[‫ ]نعمة‬dan [‫“ ]نقمة‬ni’mah” dan “niqmah” artinya: nikmat dan sengsara

-[‫ ]عاجلة‬dan [‫’“ ]آجلة‬aajilah” dan “aajilah” artinya: yang segera dan yang
diakhirkan/tertunda

-[‫ ]قادم‬dan [‫“ ]قديم‬Qoodim” dan “Qodiim” artinya: yang akan datang dan yang
lampau

-[‫ ]مختلف‬dan [‫“ ]مؤتلف‬mukhtalifun” dan “mu’talifun” artinya: berbeda dan


bersatu

Dan masih banyak contoh yang lain.

Dua kata yang jika terpisah artinya bersatu/sama dan Jika bersatu


artinya berbeda/terpisah

Ini yang dikenal dengan ungkapan,

‫إذا افرتق احتمع و اذا احتمع افرتق‬


“jika terpisah artinya bersatu/sama  dan Jika bersatu artinya
berbeda/terpisah”

Maksudnya jika dua kata tersebut terpisah atau tidak berada dalam satu
kalimat maka artinya sama dan jika bersatu yaitu dua kata tersebut
berada dalam satu kalimat maka artinya berbeda, contohnya,
[‫ ]فقير‬dan [‫“ ]مسكين‬faqiir” dan “miskiin”

Jika kita membuat kalimat yang dua kata ini ada/bersatu, misalnya: “Kita
harus berbuat baik terhadap orang faqir dan miskin”

Maka maknanya berbeda, Yaitu:

Faqir> orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya.

Miskin> orang yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.

Jika kita buat kalimat dimana dua kata ini terpisah, misalnya: “kita harus
berbuat baik terhadap orang faqir”

Maka makna faqir dalam kalimat ini mencakup kedua maknanya yaitu
orang yang tidak punya harta untuk mencukupi kehidupannya dan orang
yang punya harta tetapi tidak cukup untuk kehidupannya.

Begitu juga jika kita berkata: “kita harus berbuat baik terhadap orang
miskin”

Maka makna miskin dalam kalimat ini juga mencakup kedua maknanya
tersebut.

Contoh lain adalah [‫ ]إيمان‬dan [‫“ ]أسالم‬Iman” dan “Islam”.

Jika bersatu makanya berbeda,

Iman: amalan yang berkaitan dengan hati/ amalan batin

Islam: amalan yang berkaitan dengan anggota badan/amalan dzahir

Jika terpisah, maknanya mencakup satu sama lain.

>>satu kata bermakna ganda dan maknanya berkebalikan sekaligus

ada beberapa kata bisa bermakna ganda dan uniknya maknanya bisa
berkebalikan. Dibedakan maknanya dari konteks kalimat. Misalnya,

-kata [‫“ ]زوج‬zaujun” arti aslinya adalah suami dan uniknya dia juga berarti
pasangan,sehingga bisa kita artikan istri, dan kita lebih mengenal bahwa
bahasa arab istri adalah [‫“ ]زوجة‬zaujatun”. contoh yang valid dalam Al-
Quran:

َ‫اجْلَنَّة‬ ‫ك‬
َ ‫َنت َو َز ْو ُج‬
َ ‫اس ُك ْن أ‬
ْ ‫آد ُم‬
َ ‫َو ُق ْلنَا يَا‬
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan  isterimu  surga
ini” [Al-Baqarah: 35]

Dalam ayat digunakan [ َ‫“ ] َزوْ جُك‬zaujuka” bukan [‫“ ]زوجتك‬zaujatuka”

Dan [‫“ ]زوج‬zaujun” bentuk jamaknya [‫“ ]أزواج‬Azwaajun”, dan sekali lagi
contohnya dalam Al-Qur’an yaitu doa yang sering kita baca,

ً‫ني إَِماما‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ َوذُِّريَّاتنَا ُقَّر َة أ َْعنُي ٍ َو‬ ‫أَ ْز َواجنَا‬ ‫ب لَنَا م ْن‬
َ ‫اج َع ْلنَا ل ْل ُمتَّق‬ ْ ‫َربَّنَا َه‬
“”Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami  isteri-isteri  kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertakwa.”  [Al-Furqon:74]

Dalam ayat digunakan [‫”]أزواج‬azwaaj” bukan [‫“ ]زوجات‬zaujaat”

-kata [‫“ ]بيع‬bai’un”  artinya penjualan, dia juga bisa berarti kebalikannya
yaitu: pembelian. Dalam bahasa Arab pembelian lebih dikenal dengan [
‫“ ]شراء‬syira’”.

Penerapannya dalam hadist,

ِ ‫الْبِّيع‬ ‫إِ َذا اخَتلَف‬


‫فَالْ َق ْو ُل َق ْو ُل الْبَائِ ِع َوالْ ُمْبتَاعُ بِاخْلِيَا ِر‬ ‫ان‬ َ َ َ ْ
“Apabila  penjual dan pembeli  berselisih maka perkataan yang diterima
adalah perkataan penjual, sedangkan pembeli memiliki hak pilih “. [HR. At-
Tirmidzi III/570 no.1270, dan Ahmad I/466 no.4447. Dan di-shahih-kan
oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil no: 1322]

Begitu juga dalam ayat Al-Quran

ِّ ‫ َو َحَّر َم‬ ‫الَْب ْي َع‬ ُ‫َح َّل اللَّه‬


‫الربَا‬ َ ‫َوأ‬
“… padahal Allah telah menghalalkan  jual–beli  dan mengharamkan
riba…”  [Al Baqarah: 275]

-begitu juga dengan kata [‫“ ]قمر‬qomar” yang artinya bulan bisa berarti
matahari juga dan masih ada contoh yang lain.

>>salah baca sedikit artinya sangat jauh berbeda bahkan bisa


bertentangan

Misalnya,

-kalimat [‫“ ]هللا أكبر‬Allahu akbar” artinya: Allah Maha Besar

Jika dibaca [‫“ ]آهلل أك بر‬AAllahu akbar” dengan huruf alif dibaca panjang,
artinya: apakah Allah Maha Besar?

-surat Al-Fatihah ayat ke-5,[‫]إياك نعبد وإياك نستعين‬

Jika dibaca “IYYaaka na’buduu” dengan tasydid huruf “ya” artinya: “Hanya


kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan.

Jika dibaca “iYaaka na’budau” tanpa tasydid huruf “ya” maka artinya:


““kepada cahaya matahari kami menyembah dan
kepada cahaya matahari kami meminta pertolongan”

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hal ini dalam tafsirnya,

‫وقرأ عمرو بن فايد بتخفيفها مع الكسر‬

‫وهي قراءة شاذة مردودة؛ ألن “إيا” ضوء الشمس‬


“’Amr bin Faayid membacanya dengan tidak mentasydid [huruf ya’] dan
mengkasrah [huruf alif]. Ini adalah bacaan yang aneh/nyeleneh dan
tertolak.  Karena makna “iya” adalah cahaya matahari.”  [Al-Jami’ Liahkamil
Qur’an 1/134, Darul Kutub Al-Mishriyah, Koiro, cet.ke-2, 1384 H, Asy-
Syamilah]

Masih ada contoh yang lain misalnya “JamAAl” artinya keindahan


sedangkan “jamAl” artinya unta.
>>beda bacaan tetapi artinya sama saja/ satu kata bisa I’rab-nya
berbeda-beda

Contohnya pada kalimat,

[‫“ ]أحب الفاكهة و ال سيما برتقال‬aku menyukai buah-buahan lebih-lebih buah jeruk”

Maka kata [‫“ ]برتق ال‬burtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat
macam bacaan pada akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca
“burtuqoolUN” atau “burtuqoolAN” atau “burtuqooliN” atau “burtuqool”

Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar


dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin
agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar
bahasa Arab].

-dibaca “burtuqooliN”  [majrur] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap


sebagai huruf “zaaidah” sehinga isim setelahnya [burtuqool]
berkedudukan sebagai mudhof ilaih.

– dibaca “burtuqoolUN”  [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyama” dianggap


sebagai isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya
[burtuqool] berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang
mahdzuf takdirnya huwa

– dibaca “burtuqoolAN”  [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyama”


dianggap sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim
setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai tamyiz manshub

– dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.

[lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al-Arabiyah  hal. 65, Daruts Tsaqafah Al-


Islamiyah, Beirut]

>>satu kalimat bisa dibaca berbeda-beda dan artinya juga berbeda-


beda

Misalnya,

‫ال تأكل السمك و تشرب اللنب‬


Maka kata [‫ ]تشرب‬bisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU”
atau TasyroBI”

-jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan


jangan engkau minum susu”

-jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau


sedang minum susu”

-jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau


boleh minum susu”

-bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB”


karena bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al-
laban.

Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar


dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin
agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar
bahasa Arab].

–dibaca“tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf athof,


fi’ilnya athof dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” menjazmkannya

– dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal”


dengan “adawatun naasibah” huruf “an” disembunyikan wajib

– jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu


isti’naf” yaitu “wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak
berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Sehingga fi’ilnya hukum
asalnya marfu’ jika tidak ada amil.

[lihat Qowaaidul ‘Asasiyah Lillughotil Arabiyah hal 34, As-Sayyid Ahmad Al-


Hasyimi, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H]

INSYA ALLAH BERSAMBUNG…

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid

25 Dulqo’dah 1432 H, Bertepatan 23 oktober 2011

Penyusun: Raehanul Bahraen


Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.

Artikel https://muslimafiyah.com

artikel terkait:
1. Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 2]

2.Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 3]

3.Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 4]

Keunikan-Keunikan Bahasa Arab


[Bag. 2]

>>Terkadang harus paham dulu baru bisa dibaca lafadznya

Ini salah satu yang paling unik menurut kami. Karena umumnya bahasa
yang lain dibaca/dilafadzkan dulu baru bisa dipahami. Lebih-lebih ia juga
harus paham i’rabnya. Sudah kita ketahui bahwa bahasa Arab  aslinya
adalah “gundul” dan tidak ada harokatnya, karena harokat memang
sejarahnya dibuat bagi orang non-Arab. Tanpa bantuan harokat mereka
yang belum mengetahui dasar-dasar bahasa Arab tidak bisa membacanya
atau melafadzkannya. Contohnya pada Al-Quran surat An-Nisa ayat 164,

‫و كلم اهلل موسى تكليما‬


Bacaan yang benar: “wa kallamallaaHU  Muusaa takliima” [Allah benar-
benar mengajak bicara Musa]

Maka jika pembaca tidak paham maksudnya, maka dia tidak tahu cara
membacanya. Apakah lafadz Jalalah  Allah dibaca, “Allahu” atau “Allaha”
atau “Allahi”

Lho dari mana dia tahu maksudnya, padahal belum dibaca, padahal juga
yang dibaca adalah sumber ilmunya?

Jawabannya: umumnya dari i’rab, konteks kalimat atau maksud kalimat


sebelumnya. Pada kasus ini, maksudnya diketahui juga dari aqidah yang
benar yaitu Allah mempunyai sifat berbicara dan memang Allah yang
mengajak Musa berbicara.

sekali lagi [maaf] bagi sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan


mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan
silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab].

-Tidak mungkin lafadz Jalalah  dibaca “AllaHA”

 Karena artinya nanti “Musa mengajak bicara Allah”, karena ada


kemungkinan nanti menafikan sifat  Allah berbicara dan ini
bentuk tahrif/menyelewengkan sifat Allah.

-tidak mungkin lafadz Jalalah  dibaca “AllaHi”

 Karena tidak ada penyebab majrurnya yaitu huruf jar atau mudhaf ilaih.

Dalam bahasa Arab, i’rab terkadang membantu menyempurnakan


[menangkap] makna dan terkadang maknanya bisa menyempurnakan
i’rab.

Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa orang yang
ingin berbahasa arab dengan benar dan fasih, dilatih agar berpikir
dahulu baru berbicara. Tidak sembarangan berbicara karena minimal ia
memikirkan i’rab/ kedudukan kata dalam kalimat. Jelas ini tidak kita
dapatkan dalam kebanyakan bahasa karena bahasa Arab itu unik dan
sesuatu dibilang unik jika jarang sekali dijumpai.
>>Bisa selamat dan tidak salah membaca harokat gundul bahasa
Arab

Mungkin ada yang bertanya berarti agak susah juga kalau berbicara dalam
bahasa Arab jika harus dipikirkan dulu I’rab/kedudukan tiap kata.
Bagaimana juga orang-orang arab badui dan Para TKI/TKW bisa berbicara
bahasa Arab?

Maka jawabannya adalah mereka menggunakan bahasa


Arab Ammiyah/   atau bahasa Gaul menurut bahasa kita, dan kurang
memperhatikan kaidah. Dan ini yang lebih penting, supaya bisa selamat
dan tidak salah membaca digunakan prinsip,

[‫]تجزم تشلم‬ “Tajzim taslam”  artinya: “engkau jazm-kan  maka engkau selamat”

Maksud menjazmkan adalah mensukunkan semua huruf akhirnya pada


tiap kata, contohnya,

[‫]أحم د ه و غ ائب ال يحض ر في الفصل‬ “Ahmadu huwa ghaaibun laa yahduru fil


fashli” artinya: Ahmad tidak hadir , tidak ada dikelas.

Maka boleh saja kita baca sukun semua tiap kata seperti
“AhmaD Huwa GhaaiB laa yahdhuR fil faSHL”

Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa dalam bahasa
Arab kita bisa mengetahui kefasihan seseorang dalam berbahasa
dan kemampuannya yang sebenar-benarnya dengan melihat
kemampuannya meng-i’rab. Kebanyakan orator dan tokoh penting
mempunyai kemampuan dalam hal ini sehingga terkadang kata-katanya
bisa seperti menyihir dan terdengar sangat indah bagi yang bisa
memahami keindahannya [baca: tahu kaidah-kaidah bahasa Arab]. Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang fasih bahasa
Arabnya.

>>Bahasa tertua yang tetap eksis dan tidak berubah

Berbeda dengan bahasa yang lain yang sudah punah atau hampir punah
sebagaimana bahasa Ibrani yaitu bahasa Taurat dan Injil, Bahasa
Sansekerta  dan berbagai bahasa lokal dan daerah di dunia. Inilah
faktanya,
“Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa bidang Kebudayaan (UNESCO)
menyatakan setiap satu bahasa punah setiap minggu. Pada akhir abad
ini, diperkirakan dunia akan kehilangan separuh dari 6,700. Salah satu
bangsa yang akan mengalamai hal itu adalah Kamboja. Di sana 19
bahasa lokalnya telah dinyatakan hampir punah, dan kemungkinan
besar banyak di antaranya yang tidak akan bertahan dalam 90 tahun
mendatang.”

[Sumber: http://www.asiacalling.kbr68h.com/in/berita/cambodia/1076-a-
5000-year-old-language-in-cambodia-on-extinction-list]

Kita bisa melihat bukti bagaimana bahasa kromo Inggil/ bahasa halus jawa
sudah sangat jarang kita temui pemakaiannya. Begitu juga bahasa halus
Sasak Lombok. Sehingga jika seorang kakek buyut yang masih hidup
berbicara dengan bahasa halus kepada cucunya, mungkin cucunya agak
sedikit tidak paham. Begitu juga bukti bahwa terkadang satu bahasa
sekedar berbeda dialek saja sudah agak kurang “nyambung” jika berbicara
satu-sama lain.

Kita ambil juga contoh bahasa Inggris, dia sempat mengalami kesenjangan
sejarah yaitu mengalami perubahan yang cukup jauh dalam setiap
beberapa ratus tahun. Maka bahasa Inggris sekarang, di zaman ratu
Elisabeth II jika dibandingkan dengan bahasa Inggris di zaman kakek-
buyutnya, di zaman pertengahan yaitu King Arthur maka, sangat jauh
berbeda. Jika mereka bertemu dan berbicara maka akan susah
“nyambung”. Jangankan yang beratus-ratus tahun, bahasa kita yaitu
bahasa Indonesia belum lagi 100 tahun sejak kemerdekaan tahun 1945
sudah banyak berubah dan belum lagi muncul bahasa gaul zaman
sekarang seperti  “nongkrong”, “juragan”, “sundul”, “nyokap”, “bokek” dan
lain-lain. Belum lagi penyimpangan makna misalnya “cabut” bermakna
“ayo pergi” dan lain-lain.

Maka belum ada yang seperti bahasa Arab, dimana dia termasuk
salah satu bahasa tertua dan tidak berubah, masih asli sejak zaman
dulu dan masih sama gaya bahasa, dialek utama, pengungkapannya.
Walaupun ada bermacam-macam dialek tetapi dialek asli yaitu apa yang
dibilang sekarang dialek Arab klasik tetap ada dan tidak berubah sampai
saat ini.
Maka inilah salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap Al-Quran yaitu
dengan manjaga bahasanya. Allah Ta’ala berfirman.

‫الذ ْكَر َوإِنَّا لَهُ حَلَافِظُو َن‬


ِّ ‫إِنَّا حَنْن َنَّزلْنَا‬
ُ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz Dzikra [Al-Quran] dan kamilah
yang akan menjaganya”.  [QS Al Hijir : 9].

>>Kaya perbendaharaan kosa-katanya

Contohnya untuk kosa-kata “kuda” maka dalam bahasa Arab seperti


berikut:
-Khail (‫خيل‬ ) sekumpulan kuda
-Faras (‫رس‬ ‫)ف‬ seekor kuda (jantan atau betina)
-Hison (‫ان‬ ‫) حص‬ kuda jantan
-Hajr ( ‫)حجر‬ kuda betina
-Mahr ( ‫)مهر‬ anak kuda jantan
-Mahrah ( ‫رة‬ ‫)مه‬ anak kuda betina
-Filw ( ‫ )فلو‬anak kuda jantan yang baru lepas daripada menyusu ibu
-Haikal (‫)هيكل‬ kuda yang besar dan bertubuh tegap
-Mathham (‫ )مطهم‬kuda yang sempurna dan baik

Penerapannya bisa kita lihat dalam Al-Quran yaitu tentang istilah untuk
hewan unta yaitu:

-al-Ibilu [‫ ]اإلبل‬lihat surat al-Ghasiyah

-an-Naaqah [‫ ]الناقة‬lihat surat al-Syams

-al-Budnu  [‫ ]البدن‬lihat surat al-Hajj

Dan istilah untuk unta juga banyak seperi istilah untuk kuda, bisa kita lihat
dalam kitab-kitab ulama khsusunya kitab zakat.

>>Memiliki ungkapan yang teliti dan lengkap

Contohnya dalam ungkapan waktu,


-Dazur [‫ ]درور‬Waktu mula-mula timbul matahari di waktu pagi
-Buzugh [‫ ] ب زوغ‬Waktu mula timbul matahari selepas waktu dazur
-Dhuha[‫ض حى‬ ُ ] Waktu mula terasa bahang panas matahari
-Ghazalah [‫ ] غزالة‬Waktu matahari mula naik selepas waktu dhuha
-Hajirah [‫ ] ح اجرة‬Waktu tengah hari yang mula terasa kepanasan
-Dzuhr [‫ ] ظهر‬Waktu tengah hari matahari mulai naik menegak
-Zawal [‫ ] زوال‬Waktu matahari berada tegak di atas kepala
-‘Ashr [‫ ] عصر‬Waktu siang mula berakhir matahari kemerah-merahan
-‘Ashil [‫ ] عص يل‬Waktu matahari mulai condong ke arah barat
-Shabub [‫بوب‬ ‫]ص‬ Waktu matahari semakin menghilang
-Ghurub [‫روب‬ ‫]غ‬ Waktu matahari mula terbenam
-Khadur [‫ ] خدور‬Waktu matahari hilang dari pandangan atau gelap.

Begitu juga dengan ungkapan suara hewan, maka ada pengungkapannya


satu-persatu dan hanya bahasa Arab yang paling lengkap,

-Shahil ‫هيل‬ ‫ ص‬Suara kebiasaan kuda mendempik


-Hamhamah ‫حمحمة‬ Suara kuda mendengus
-Syahij ‫حيج‬ ‫ ش‬Suara baghal
-Rugha’ ‫اء‬ ‫ رغ‬Suara kebiasaan unta
-Hanin ‫نين‬ ‫ ح‬Suara unta memanggil anaknya
-Anin ‫ أنين‬Suara unta menahan bebanan yang dibawa
-Hadir ‫ ه دير‬Suara unta bernafas (bunyi nafas keluar masuk)
-Shorif ‫ريف‬ ‫ ص‬Suara geseran gigi unta
-huar ‫وار‬ ‫ ح‬Suara lembu
-Ma’ma’ah ‫أة‬ ‫ مأم‬Suara kambing mengembek
-Yu’ar ‫ار‬ ‫ يع‬Suara kibas mengembek
-Tugha’ ‫اء‬ ‫ ثغ‬Suara biri-biri mengembek
-Za’ir ‫ير‬ ‫ زئ‬Suara singa mengaum
-Zamjarah ‫ زمج رة‬Suara singa mendengus secara berulang-ulang kali
-Tazamjar ‫تزمجر‬ Suara harimau mengaum
-Kharkhawah ‫ خرخ وة‬Suara harimau mendengkur ketika tidur
-‘Uwa’ ‫واء‬ ‫ ع‬Suara serigala menyalak memanjang
-Nahim ‫ نحيم‬Suara harimau kumbang
-Quba’ ‫اء‬ ‫ قب‬Suara khinzir (babi)
-Nubah ‫اح‬ ‫ نب‬Suara anjing menyalak
-Muwa’ ‫واء‬ ‫ م‬Suara kucing mengiau
-Kharkharah ‫ خرخ رة‬Suara kucing mendengkur ketika tidur
-Ghas ٌ‫ غس‬Suara kucing mengerang karena sakit
-Nahiq ‫نهيق‬ Suara keldai
-Bu’am ‫ام‬ ‫ بع‬Suara kijang
-Nazab ‫زاب‬ ‫ ن‬Suara khusus bagi kijang jantan sahaja
‫‪-‘Irar‬‬ ‫رار‬ ‫‪ Suara‬ع‬ ‫‪burung‬‬ ‫‪unta‬‬ ‫‪jantan‬‬
‫‪-Zimar‬‬ ‫ار‬ ‫‪ Suara‬زم‬ ‫‪burung‬‬ ‫‪unta‬‬ ‫‪betina‬‬
‫‪-Fahir‬‬ ‫ير‬ ‫‪ Suara‬فح‬ ‫‪dhab‬‬ ‫‪sahaja‬‬
‫‪-Kasyisy‬‬ ‫يش‬ ‫‪ Suara‬كش‬ ‫‪biawak‬‬
‫‪-Karkarah‬‬ ‫رة‬ ‫‪ Suara‬كرك‬ ‫‪ayam‬‬ ‫‪(jantan‬‬ ‫‪atau‬‬ ‫)‪betina‬‬
‫‪-Shada‬‬ ‫دى‬ ‫‪ Suara‬ص‬ ‫‪burung‬‬ ‫‪hantu‬‬
‫‪ Suara lebah.‬دندنة ‪-Dandanah‬‬

‫‪Begitu lengkap dan telitinya, sehingga dalam merinci atau menjelaskan‬‬


‫‪sesuatu bahasa Arab bisa menjelaskanya serinci-rincinya. Contohnya‬‬
‫‪tingkatan cinta yang sangat rinci oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah‬‬
‫‪rahimahullah dalam kitab madarijus salikin,‬‬

‫[فصل في مراتب المحبة]‬

‫أولها‪ :‬العالقة‪ ،‬وسميت عالقة لتعلق القلب بالمحبوب‬

‫الثانية‪ :‬اإلرادة‪ ،‬وهي ميل القلب إلى محبوبه وطلبه له‪.‬‬

‫الثالثة‪ :‬الصبابة‪ ،‬وهي انصباب القلب إليه‪ .‬بحيث ال يملكه صاحبه‪ .‬كانصباب الماء في الحدور‪.‬‬

‫الرابعة‪ :‬الغرام وهو الحب الالزم للقلب‪ ،‬الذي ال يفارقه‪ .‬بل يالزمه كمالزم ة الغ ريم لغريم ه‪ .‬ومن ه س مي ع ذاب‬
‫النار غراما للزومه ألهله‪ .‬وعدم مفارقته لهم‬

‫الخامسة‪ :‬الوداد وهو صفو المحبة‪ ،‬مراتبها عشرة وخالصها ولبها‪ ،‬والودود من أسماء الرب تعالى‪.‬‬

‫السادسة‪ :‬الشغف يقال‪ :‬شغف بكذا‪ .‬فهو مشغوف به‪ .‬وقد شغفه المحبوب‪ .‬أي وصل حبه إلى شغاف قلبه‬

‫السابعة‪ :‬العشق وهو الحب المفرط الذي يخاف على صاحبه منه‬

‫الثامنة‪ :‬التتيم وهو التعبد‪ ،‬والتذلل‪ .‬يقال‪ :‬تيمه الحب أي ذهلل وعبده‪ .‬وتيم هللا‪ :‬عبد هللا‪ .‬وبينه وبين اليتم‬

‫التاسعة‪ :‬التعبد وهو فوق التتيم‪ .‬فإن العبد هو الذي قد ملك المحبوب رقه فلم يبق له ش يء من نفس ه ألبت ة‪ .‬ب ل كل ه‬
‫عبد لمحبوبه ظاهرا وباطنا‪ .‬وهذا هو حقيقة العبودية‪ .‬ومن كمل ذلك فقد كمل مرتبتها‪.‬‬

‫العاشرة‪ :‬مرتبة الخلة التي انفرد بها الخليالن – إبراهيم ومحمد صلى هللا عليهما وسلم‬

‫‪Tingkatan cinta:‬‬

‫‪1. Al-‘alaqah ( hubungan / ikatan ). Dinamakan hubungan/ikatan‬‬


‫‪karena keterikatan hati kepada yang dicinta.‬‬
‫‪2. Al-iradah ( kehendak / keinginan ). Ini adalah kecondongan hati‬‬
‫‪kepada yang di cinta dan berusaha untuk mencari/menjumpai yang‬‬
‫‪dicinta.‬‬
3. Ash-shobabah ( kerinduan ). Adalah kerinduan hati kepada yang
dicinta, dimana kerinduan ini timbul secara alami & diri tidak dapat
mengaturnya, sebagaimana air yang senantiasa memenuhi batas
(pinggiran media).
4. Al-gharaam ( kerinduan yang menyala-nyala ). Adalah cinta yang
selalu ada didalam hati, tidak pernah keluar dari dalamnya, & selalu
menyertai hati. Maka abzab neraka dikatakan gharaaman karena
senantiasa setia dengan penghuninya, tidak pernah melepasnya.
5. Al-wadaad ( kasih sayang ). Adalah kelembutan cinta, inti cinta dan
kemurniaanya, dan Al-waduud termasuk dari nama-nama Allah
yang maha tinggi.
6. As-syaghof ( cinta yang meluap-luap ). sangat mencintainya dan
dibuat sangat senang [bercampur penderitaan]. Sangat mencintai
yang di cinta yaitu cintanya telah masuk ke dalam relung hati &
sanubari.
7. Al-‘isyq ( cinta yang sangat ). Adalah cinta yang yang teramat sangat/
terlalu berlebihan, dikhawatirkan [terjadi sesuatu yang kurang baik]
terhadap pelakunya.
8.  At-tatayyum ( penghambaan )yaitu merendahkan diri. Dikatakan
cinta telah menghambakannya, dan taimullah berarti juga ‘abdullah
( hamba Allah).
9. At-ta’abbud ( peribadahan ). Tingkat ini di atas at-
tatayyum/penghambaan. Karena sesungguhnya diri hamba adalah
totalitas milik sang kekasih ( Tuhan ), tak tersisa sedikitpun dari
dirinya, baik lahir maupun batin, semua milik sang kekasih. Dan ini
adalah hakikat peribadahan, barang siapa telah menyempurnakan
sifat ini, maka telah sempurna cintanya
10. 10.    Al-Khullah (Kekasih): Cinta ini hanya dimiliki oleh dua
khalil (kekasih), yaitu Ibrahim ‘alaihis salam dan
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

[lihat lengkapnya di Madarijus Saalikiin baina manaazili iyyaka na’budu wa


iyya kanasta’in 3/29-32, , Darul Kutub Al-‘Arobiy, Beirut, cet. Ke-3, 1416 H,
Asy-Syamilah]

INSYA ALLAH BERSAMBUNG…

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid


27 Dulqo’dah 1432 H, Bertepatan 25 oktober 2011
Penyusun: Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.

Artikel https://muslimafiyah.com

artikel terkait:
1. Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 1]

2.Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 3]

3.Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 4]

Keunikan-Keunikan Bahasa Arab


[Bag. 3]

>>ada pola dan cetakan kata [wazan] untuk mencetak kata

Ini mempermudah kita agar mengetahui kata dan lebih mudah


menghapalnya. Ini yang dikenal dengan istilah [‫“ ]وزن‬wazan” yang
terangkum dalam ilmu shorof bahasa Arab. Kita tinggal menghapal pola
dan cetakan “wazan” atau yang disebut “tahsrif”, maka kita bisa
memproduksi atau melahirkan berbagai macam kata.

“Wazan” tersebut diwakili oleh kata [‫ ]فعل‬dengan huruf [‫ ]ف‬sebagai wakil


huruf pertama dan [‫ ]ع‬wakil huruf kedua dan  [‫ ]ل‬wakil huruf ketiga huruf
ketiga. Contoh sederhananya adalah,

Ada pola tashrif,


[‫“ ]فعل – فاعل – مقعول‬fa’ala – faa’ilun – maf’ulun”, penjelasannya,

-[ ‫“ ]فعل‬fa’ala” = kata kerja

-[ ‫“ ]فاعل‬faa’ilun”  = cetakan kata yang berarti pelaku atau yang


melakukan pekerjaan/perbuatan

-[ ‫“ ]مقعول‬maf’uulun”  = cetakan kata yang berarti objek atau yang dikenai


pekerjaan/perbuatan

Maka, dengan kita tahu ada kata kerja [‫“ ]خلق‬khalaqa”= menciptakan, maka
kita tahu dengan “Wazan”/cetakan kata ,

-[ ‫]فاعل‬à [‫]خ الق‬ “khaaliqun” =pelakunya, yaitu yang menciptakan, serapan


bahasa Indonesia= “khaliq” yaitu Tuhan

-[ ‫]مقع ول‬à [‫]مخل وق‬  “makhluqun”  =objeknya, yaitu yang diciptakan, serapan
bahasa Indonesia= “makhuk”

Contoh lagi, kata kerja [‫]علم‬ “’alima”=mengetahui, kita akan tahu

-[ ‫]فاعل‬à [‫]ع الم‬ “Aalimun”= pelakunya, yaitu yang mengetahui, serapan


bahasa Indonesia= “alim” yaitu pintar, pintar agama

-[ ‫]مقع ول‬à [‫]معل وم‬ “ma’luumun”= yang diketahui, serapan bahasa Indonesi=


“maklum”

Contoh lagi, kata kerja [‫]كتب‬ “kataba”  =menulis, kita akan tahu,

-[ ‫]فاعل‬à [‫]كاتب‬ “kaatibun”=pelakunya, yaitu yang menulis atau sekretaris

-[ ‫]مقع ول‬à [‫]مكت وب‬ “maktuubun”= yang ditulis/tertulis, serapan bahasa


Indonesia= “maktub” yaitu tertulis

Bagaimana, mudah dan sederhana bukan?

>> mempunyai kaidah struktur bahasa yang lebih sempurna

Bahasa Arab mengenal istilah maskulin [muzakkar] dan feminin


[muannats]. Dan yang lebih membuatnya sempurna dalam bilangan
dikenal juga penggunaan double/dua-an [mutsanna] yang sangat
jarang ditemui dalam bahasa yang lain. Sehingga dalam bilangan
dikenal istilah tunggal [mufrad], dua-an [mutsanna] dan jamak [jam’].
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
‫ – التلمي ذ ي ذهب إلى المدرسة‬Pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah
‫ – التلمي ذة ت ذهب إلى المدرس ِة‬Pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah
‫ – التلمي ذان ي ذهبان إلى المدرس ِة‬Dua orang pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah
‫ – التلميذتان تذهبان إلى المدرس ِة‬Dua orang pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah
‫ – التالمي ذ ي ذهبون إلى المدرس ِة‬Pelajar-pelajar (lelaki) itu pergi ke sekolah
‫ – التلميذات يذهبن إلى المدرس ِة‬Pelajar-pelajar (perempuan) itu pergi ke sekolah

Begitu juga dengan kata kerjanya, lebih lengkap. Kata kerja lampau
[madhi], kata kerja sekarang dan akan datang [mudhari’], dan yang
membuatnya lebih lengkap ada kata kerja perintah [‘amr]. Perhatikan
contoh berikut,
‫ – ذهب الول ُد إلى المدرس ِة‬anak laki-laki itu (telah) pergi ke sekolah
‫ – ي ذهب الول د إلى المدرسة‬anak laki-laki (sedang) pergi ke sekolah
‫ – إذهب إلى الدرسة‬Pergilah [kamu anak laki-laki] ke sekolah.

>> mengandung informasi yang padat dan ringkas

Hanya dengan beberapa huruf yang menyusun kata, Bahasa Arab bisa
mengungkapkan banyak ungkapan. Kita ambil contoh kata [‫]عين‬ “’ain”  yang
umumnya dikenal artinya: mata, maka jika kita membuka kamus artinya
sangat banyak yaitu:

manusia, jiwa, hati, mata uang logam, pemimpin, kepala, orang


terkemuka, macan, matahari, penduduk suatu negeri, penghuni rumah,
sesuatu yang bagus atau indah, keluhuran, kemuliaan, ilmu, spion,
kelompok, hadir, tersedia, inti masalah, komandan pasukan, harta, riba,
sudut, arah, segi, telaga, pandangan, dan lainnya.

Kemudian dalam bahasa Arab juga dikenal istilah pembuangan kata atau
kata yang disembunyikan yang dikenal dengan istilah “mahdzuf”.
Contohnya,

Pada kalimat syahadat [‫ ]ال أله أال هللا‬maka bukan artinya,

-[‫=] ال‬tiada

-[‫=]أله‬tuhan

-[‫=]أال‬selain
-[‫=]هللا‬Allah

Karena arti ini salah besar, karena ada Ada khabar yang [‫]مح ذوف‬
dibuang/tidak ditampakkan. Khabar yang dibuang tersebut adalah [‫حق‬
atau ‫]بحق‬ “haqqun atau bihaqqin”.

Maka makna syahadat yang benar adalah,

‫ال معبود حق أال اهلل‬


“tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah”

Kata [‫ حق‬atau ‫]بحق‬ “haqqun atau bihaqqin” berdalil dengan firman


Allah Ta’ala,

‫ق َوأَ َّن َما يَ ْد ُعونَ ِم ْن دُونِ ِه ْالبَا ِط ُل‬


ُّ ‫ك بِأ َ َّن هَّللا َ ه َُو ْال َح‬
َ ِ‫َذل‬

“Yang demikian itu dikarenakan  Allah adalah (sesembahan) yang Haq


(benar),  adapun segala sesuatu yang mereka sembah selain-Nya adalah
(sesembahan) yang Bathil.” [QS. Luqman: 30].

Begitu juga tafsir para ulama, Ibnu Katsir menafsirkan surat Al-
Qashash:70, At-Thabari menafsirkan surat Al-An’am:106, As-Suyuti
menafsirkan surat Al-Baqarah: 255. Dan banyak ulama yang lainnya

Contoh yang lain firman Allah dalam surat Yusuf Ayat 82,

‫اسأ َِل الْ َق ْريَةَ الَّيِت ُكنَّا فِ َيها‬


ْ ‫َو‬
Arti perkata adalah: “Tanyalah kepada kampung yang kami tinggal padanya”

Namun ada kata yang “mahzuf”/dibuang yaitu [‫]أهل‬ “ahli”  /penduduk


ْ
yaitu “mudhaf” dari [َ‫]القَرْ يَة‬

Abul Baqa’ Al-‘akbariy rahimahullah menjelaskan tentang ini,

‫ أي أه ل القري ة ; وج از ح ذف املض اف ; ألن املع ىن ال‬: )‫ (واس أل القري ة‬:‫قول ه تع اىل‬


.‫يلتبس‬
“Firman Allah, “tanyalah kepada kampung” yaitu, penduduk kampung, boleh
membuang [mahzuf] mudhaf, karena maknanya tidak menjadi rancu.” [At-
Tibyan fi I’rabil Qur’an 2/742, Asy-Syamilah]

Jadi arti yang tepat adalah: ““Tanyalah kepada penduduk kampung yang
kami tinggal padanya”

Oleh karena itu, belum pernah ada satupun terjemahan Al-Qur’an


yang lebih singkat dari bahasa arab aslinya.

>> lebih mudah dihapalkan

Ini karena adanya “wazan” atau cetakan/pola kata yang sudah kami


jelaskan sebelumnya. Dengan adanya cetakan kata tersebut lidah dan
lisan kita akan terbiasa mengucapkannya. Dan sesuatu yang sudah
terbiasa kita ucapkan maka akan lebih mudah dihapalkan

Selain itu, bahasa Arab seakan-akan tiap kata bisa disambung bacaannya.
Jadi seakan-akan beberapa kata tersebut kita sambung terus,
sebagaimana kita membaca Al-Quran. Ini karena struktur bahasa arab
yang mendukung seperti adanya [‫“ ]ال‬alif lam”, dan ada kaidah
penyambungan tiap kata.

Mungkin bisa kita buktikan, jika kita menghapal Al-Quran tiap kata kita
putus-putus cara bacaannya, maka kita agak kesusahan. Berbeda jika kita
menyambung tiap kata maka akan memudahkan, contohnya Basmalah,

Jika kita hapal [‫]ب – اسم – هللا – الرحمان – الرحيم‬ “bi – ismi – Allahi – Ar-Rahmani- Ar-
Rahimi”

Maka kita akan agak kesusahan, tetapi jika kita sambung, maka akan
memudahkan sebagaimana kita membaca basmalah.

Terbukti bahwa orang-orang Arab sekalipun Arab badui [kampung]


hapalannya kuat dan mampu menghapal beribu-ribu bait syair. Mampu
menceritakan banyak cerita sejarah hanya berdasarkan hapalan, sehingga
dahulu tulis-menulis dikalangan mereka kurang berkembang, karena jika
mudah dihapal maka tidak perlu ditulis. Ditambah lagi mereka
dianugrahkan kekuatan hapalan.
Bukti lainnya, banyak orang yang tidak mengenal dasar bahasa Arab
sekalipun tetapi mampu menghapal 30 juz Al-Quran dengan hapalan
yang kokoh dan tanpa cacat tiap kata bahkan huruf.

>>memiliki gaya bahasa yang membuat tidak bosan membaca dan


mendengarnya

Jika kita mendengar atau membaca perkataan atau suara lainya, maka kita
akan bisa bosan. Akan tetapi Al-Quran yang menggunakan bahasa Arab,
maka kita tidak akan pernah bosan membacanya dan mendengarnya.

Kita ambil contoh surat Al-Fatihah, telah dibaca orang berkali-kali tak


terhitung baik di dalam shalat atau di luar shalat, dan belum pernah
ada orang yang merasa jemu, bosan atau terusik ketika
diperdengarkan. Yang mereka dapatkan bahwa bacaan Al-Qur’an itu
terasa sejuk di hati, indah dan menghanyutkan. Itu baru pendengar yang
tidak tahu bahasa Arab. Bagaimana lagi yang mengerti bahasa arab
tentu lebih menyentuh.

Kemudian salah satu yang membuat kita tidak bosan contohnya adalah
variasi dhamir/ kata ganti dan pergesaran penggunaannya dalam satu
konteks kalimat dalam bahasa Arab. Maka kadang kita jumpai bahwa
Allah Ta’ala  menggunakan kata “Aku” dan kadang “Kami”.

[pembahasan yang lengkap silahkan lihat kitab Ushuul fii tafsiir  karya


syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin bab Dhamir, Al-Idzhar fii maudi’il
idhmar, dan Al-Iltifat]

Faidah mengenai dhamir/kata ganti diatas:

-kamu untuk satu orang bahasa Arabnya [‫]أنت‬ “anta”

Sedangkan, Kalian [banyak orang] bahasa Arabnya [‫]أنتم‬ “antum”

Tetapi sering kita memanggil satu orang dengan[‫]أنتم‬ “antum”, faidahnya


yaitu ini menunjukkan penghormatan terhadap lawan bicara

-Allah kadang menyebut dirinya dengan menggunakan bentuk jamak yaitu


“Kami”, maka ini menunjukkan kebesaran dan kesombongan Allah, maka
ini adalah hak Allah. Faidah ini sekaligus menjawab syubhat orang Nasrani
yang mengatakan bahwa tuhan itu tiga sehingga Allah menngunakan
“Kami” ketika berbicara.

INSYA ALLAH BERSAMBUNG…

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid

1 Dzulhijjah 1432 H, Bertepatan  28 oktober 2011

Penyusun:  Raehanul Bahraen

Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.

Artikel https://muslimafiyah.com

artikel terkait:
1. Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 1]

2.Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 2]

3.Keunikan-Keunikan Bahasa Arab [Bag. 4]

Anda mungkin juga menyukai