Anda di halaman 1dari 14

QIRA’AT AL-QUR’AN

Tugas Ini Diselesaikan Untuk Mata Kuliah Studi Al-Qur’an

Disusun Olek Kelompok 5:

LAELY FITRIANI

IHWAN AINUL RASYID

Dosen Pengampu: Moh. Athar, M.Ag

HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

IAI HAMZANWADI PANCOR

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang Qira’at Al-Qur’an.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Qira’at Al-Qur’an dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pancor,6 Oktober 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
A. Makna Al-Qur’an Turun dengan Tujuh Huruf....................................................................................2
B. Pengertian Qira’at...............................................................................................................................4
C. Macam- macam Qira’at......................................................................................................................5
D. METODE PENYAMPAIAN QIRA’AT.............................................................................................5
E.  Pengaruh Qira’at dalam Istinbat Hukum............................................................................................6
BAB II.......................................................................................................................................................10
PENUTUP.................................................................................................................................................10
A KESIMPULAN.................................................................................................................................10
B. SARAN.............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman modern ini, masih banyak kita jumpai orang-orang yang
beragama Islam namun belum mengetahui seutuhnya agama yang dianutnya.
Terutama kitab suci Al-Qur’an, dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat beberapa
aspek, seperti sebagai pedoman hidup karena berisi hukum dan ketentuan Allah
mengenai kehidupan manusia secara umum. Dalam Al-Qur’an juga terdapat
sejarah para Nabi dan umat terdahulu dan petunjuk dari Allah atas segala
kekuasan-Nya terhadap segala sesuatu di seluruh alam semesta ini.

Tentu dalam membaca Al-Qur’an, Allah juga memberikan berbagai


ketentuan seperti harus sesuai dengan hukum bacaan tajwid. Namun,di sisi lain
ternyata dalam membaca Al-Qur’an, qira’at (bacaan) tidak semuanya sama.
Terdapat lahjah (Dialek) atau bunyi yang berbeda menurut beberapa golongan
suku di Jazirah Arab.
2. Rumusan Masalah
a. Apa makna Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf?

b. Apa  pengertian qiraat?

c.  Apa saja macam-macam qiraat?

d. Metode penyampaian qiraat

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Al-Qur’an Turun dengan Tujuh Huruf


      Sebagai manusia, kita pasti sudah mengenal yang namanya “huruf”. Huruf
yang kita gunakan sehari-hari ialah huruf abjad latin. Namun, jika kita berbicara
mengenai huruf Al-Qur’an itu sangat berbeda. Karena, “huruf” yang berkaitan
dengan Al-Qur’an ditafsirkan berbeda-beda.

       Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, Umar bin
Khatthab pernah geram ketika ia mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah
Al-Furqan saat sedang sholat dengan suara yang Jahr. Umar bin Khatthab yang
mendengar kejanggalan pada bacaan Hisyam lalu menegurnya setelah ia usai
sholat. Umar bin Khatthab langsung menegurnya “Siapa yang mengajarkanmu
membaca surah ini?”. Lalu Hisyam menjawab “Aku diajarkan membacanya oleh
Rasulullah”.Umar bin Khatthab sentak berkata “Kau bohong!”. Dan untuk
membenarkan tuduhannya, Umar bin Khattab membawa Hisyam mengahadap
Rasulullah SAW. Setelah bertemu Rasulullah, Umar bin Khatthab langsung
mengadu “Wahai Rasulullah, aku baru saja mendengar orang ini membaca surah
Al-Furqan dengan huruf yang tidak kau ajarkan padaku. Padahal engkau telah
mengajarkanku surah Al-Furqan”. Rasulullah lalu mengatakan “Ajaklah dia kesini,
hai Umar”. Rasulullah lalu menuyuruh Hisyam membaca surah Al-Qur’an yang
tadi dianggap berbeda oleh Umar bin Khatthab.1 Setelah mendengar bacaan
Hisyam, Rasulullah membenarkannya dan bersabda:

َ َ‫ف فَا ْق َرُأ ْوا َما تَي‬


ُ‫س َر ِم ْنه‬ َ ‫ اِنَّ َه َذا ا ْلقُ ْرَأنَ اُ ْن ِز َل َعلَى‬:‫سلَّ َم‬
ٍ ‫س ْب َع ِة اَ ْح ُر‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ثُ َّم قَا َل َر‬.
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬

5
Artinya: “Bersabda Rasul SAW : “Sesungguhnya Al Quran ini diturunkan atas
tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.” 

(HR. Bukhari dan Muslim)

Dan sebagaimana yang telah dirajihkan para ulama’, bahwa maksud dari “tujuh
huruf” Al-Qur’an adalah tujuh segi bacaannya, meliputi dialek (logat/lahjat) dan
beberapa segi perbedaan gramatik serta pola strukturisasi pada beberapa kosakata
Arab dan lain sebagainya. Maka, seperti halnya bahasa-bahasa lain, bahasa Arab
juga memiliki ragam pengucapan dan bunyi yang berbeda antara suku satu dengan
suku yang lain. Setiap suku (kabilah) memiliki cara pengucapannya sendiri, meski
bahasanya satu, yaitu Bahasa Arab. Inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW
meminta keringanan kepada Allah SWT agar umatnya (warga Arab) dapat dengan
mudah membaca Al-Qur’an dengan dialek mereka masing-masing.2

            Perlu digaris bawahi disini, bahwa cara baca Al-Qur’an ini bersifat tauqify
(dogmatis), maksudnya Rasulullah SAW tidak langsung saja membacakan Al-
Qur’an dengan dialek kabilah-kabilah Arab itu secara pribadi, namun beliau
meminta pengajaran itu langsung dari Allah melalui malaikat malaikat Jibril .
Sistem pengajaran secara langsung dari Tuhan inilah maksud dari dogmatisasi cara
baca Al-Qur’an (tauqifiat Al-Qira’at).

ٍ ‫ ْر‬R‫ ُل َعلَى َح‬R‫ َرَأنِ ْي ِج ْب ِر ْي‬R‫ َأ ْق‬:‫لَّ َم‬R‫س‬


‫ف‬ َ ‫ ِه َو‬R‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬R‫ص‬َ ِ‫ ْو ُل هللا‬R‫س‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ض َي هللاُ َع ْن ُه َما َأنَّهُ قَا َل‬ ِ ‫س َر‬ ٍ ‫عَنْ اِ ْب ِن َعبَّا‬
.‫ف‬ٍ ‫س ْب َع ِة َأ ْح ُر‬ ْ ‫اج ْعتُهُ فَلَ ْم َأ َز ْل َأ‬
َ ‫ستَ ِز ْي ُدهُ َويَ ِز ْي ُدنِى َحتَّى اِ ْنتَ َهى ِإل َى‬ َ ‫فَ َر‬

Artinya: ”Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah SAW: “Jibril
membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali kepadanya, maka aku
terus-menerus minta tambah dan ia menambahi bagiku hingga berakhir sampai
tujuh huruf.” (HR. Bukhari Muslim).

6
Di sisi lain, dogmatisasi cara baca Al-Qur’an ini juga bisa dipahami dari Q.S Al-
Hijr : 9, bahwa Allah yang menurunkan Al-Qur’an. Tentunya, penurunan Al-
Qur’an itu jelas beserta penurunan cara bacanya, sebab memang Al-Qur’an yang
diturunkan adalah bacaannya. Bahkan hadits-hadits yang menerangkan
pengajaran cara baca Al-Qur’an oleh Rasulullah SAW mencapai 140 riwayat.
Namun jika diperhatikan lebih lanjut  jumlah Qira’at memang lebih dari tujuh,
karena sebenarnya Qira’at itu adalah cabang dari maksud tujuh huruf yang diambil
dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, Rasulullah SAW
bersabda :

َّ
‫إن هللا أ َم َرني أن أقرأ على سبعة أحوف‬

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah yang
mudahnya.”
B. Pengertian Qira’at
Secara Etimologi, lafal Qiro’at (‫ ( قراءة‬merupakan bentuk mashdar dari (‫قرأ‬
( yang artinya adalah bacaan Sedangkan menurut terminologi, terdapat berbagai
pendapat para ulama yang sehubungan dengan pengertian qira’at ini.3
Menurut Al-Dimyathi4 sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul Hadi al-Fadli
bahwasanya qira’at adalah: “Suatu ilmu untuk mengetahui cara pengucapan lafal-
lafal al-Qur’an, baik yang disepakati maupun yang diikhtilafkan oleh para ahli
qira’at, seperti hazf (membuang huruf), isbat (menetapkan huruf), washl
(menyambung huruf), ibdal (menggantikan huruf atau lafal tertentu) dan lain-lain
yang didapat melalui indra pendengaran.”
Sedangkan menurut Imam Shihabuddin al-Qushthal5, qira’at adalah “Suatu
ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli qira’at, seperti yang
menyangkut aspek kebahasaan, i’rab, isbat, fashl dan lain-lain yang diperoleh
dengan cara periwayatan.”
Dari definisi-definisi di atas, tampak bahwa qira’at al-Qur’an berasal dari Nabi
Muhammad SAW, melalui al-sima ( ‫ ) السماع‬dan an-naql ( ‫) النقل‬. Berdasarkan
3
4
5

7
uraian di atas pula dapat disimpulkan bahwa:
• Yang dimaksud qira’at dalam bahasan ini, yaitu cara pengucapan lafal-lafal al-
Qur’an sebagaimana di ucapkan Nabi atau sebagaimana di ucapkan para sahabat di
hadapan Nabi lalu beliau mentaqrirkannya.
• Qira’at al-Qur’an diperoleh berdasarkan periwayatan Nabi SAW, baik secara
fi’liyah maupun taqririyah.
• Qira’at al-Qur’an tersebut adakalanya memiliki satu versi qira’at dan adakalanya
memiliki beberapa versi.

C. Macam- macam Qira’at


Qira’at sebagaimana diterangkan diatas juga melalui proses seleksi, seperti
sebagaimana seleksi hadits. Secara umum, seleksi Qira’at akan mengahasilkan dua
jenis bacaan saja, yaitu Qira’at Mutawatir dan Qira’at Syadz.
Klasifikasi sederhana inilah yang sering dipakai oleh para pakar ushul, bahwa
bacaan Mutawatir adalah bacaan yang boleh digunakan sedangkan bacaan Syadz
adalah bacaan yang tidak boleh dipakai. Namun literatur-literatur ilmu Al-Qur’an
menyebutkan klasifikasi Qira’at dengan enam jenis bacaan yaitu6:
1. Mutawatir, yaitu bacaan yang diterima dan digulirkan secara konsensus, dari
khalayak ramai dan oleh khalayak ramai, sehingga tidak bisa dimungkinkan
adanya rekayasa kebohongan. Mata rantai periwayatan (transmisi) jenis inilah
yang paling kuat dan wajib diterima.
2.  Masyhur, yaitu bacaan yang telah memenuhi tiga syarat Qira’at diatas
(diterima), namun jumlah perawinya tidak mencapai jumlah tawatur.
3.  Ahad, yaitu bacaan yang periwayatannya shahih, namun berbeda dengan rasm
‘Utsmani, atau tidak mengikuti kaidah bahasa Arab, atau tidak mendapat
peringkat ke-masyhur-an seperti yang kedua.
4. Syadz, yaitu bacaan yang jalur periwayatannya tidak sah (menyalahi syarat-
syarat diatas dan tidak bisa ditolerir).
5.  Maudlu’, bacaan yang mengandung unsur pemalsuan (tidak berasal dari
Rasulullah SAW).

8
6.  Mudraj, yaitu bacaan yang tersisipi teks penafsiran atau yang lainnya (segala
redaksi diluar Al-Qur’an).
D. METODE PENYAMPAIAN QIRA’AT
Menurut Dr. Muhammad bin Alawi Al-Maliki dalam bukunya berjudul Zubdah
al-itqan fi ulumil Qur’an mengatakan, bahwa di kalangan ahli hadits ada beberapa
periwayatan atau penyampaian qira’ah diantaranya:
a. Mendengar langsung dari guru (al-Sima’).
b. Membacakan teks atau hafalan didepan guru (al-Qira’ah ‘ala al-Syaikh).
c. Melalui ijazah dari guru kepada murid.
d. Guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang
dikoreksinya untuk diriwayatkan (al-Munalah).
e. Guru menuliskan sesuatu untuk diberikan kepada muridnya (Mukatabah).
f. Wasiat dari guru kepada para murid-muridnya.
g. Pemberitahuan tentang qira’ah tertentu (al-I’lam).

E.  Pengaruh Qira’at dalam Istinbat Hukum


Qira’at adalah spesialis ilmu yang pembahasannya tidak cukup dengan teori-
teori., namun praktik-praktik pembacaan dan beberapa kaidah bacaan masih sangat
luas. Al-Qur’an memiliki sistem pembacaan yang telah ditentukan oleh Allah
SWT.
Perlu dipahami, bahwa ilmu Qira’at ini seperti halnya ilmu Tajwid, yang tidak
bisa dipelajari secara otodidak, namun harus ditekuni secara oral (Talaqqy-
Syafawi) dari guru-guru yang kompeten dalam bidangnya.
Dengan demikian pengaruh Qira’at dalam istinbat hukum ialah adanya ketentuan
yang pasti dalam pemilihan Qira’at, karena Qira’at adalah ilmu yang datangnya
langsung dari Allah SWT melalui malaikat Jibril a.s. atau biasa disebut
dengan tauqify, sehingga manusia tidak bisa dengan sengaja maupun semena-mena
menciptakan bacaan atau Qira’at yang baru sesuai dengan keinginan mereka.
Dalam penentuan Qira’at itupun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, jika tidak
memenuhi maka tidak boleh dipergunakan bacaan atau Qira’at tersebut.

9
Contoh  Perbedaan Qira’at yang Berpengaruh terhadap Istinbath Hukum7 :

Adapun perbedaan qira’at al-qur’an yang menyangkut ayat-ayat hukum, dan


berpengaruh terhadap istinbath hukum misalnya:

Firman Allah:
ْ َ‫وه َُّن َحتَّ ٰى ي‬mmُ‫يض ۖ َواَل تَ ْق َرب‬
‫ِإ َذا‬m َ‫رْ نَ ۖ ف‬mmُ‫طه‬ ِ ‫ا َء فِي ْال َم ِح‬m ‫ا ْعت َِزلُوا النِّ َس‬mmَ‫ َو َأ ًذى ف‬m ُ‫لْ ه‬mmُ‫يض ۖ ق‬
ِ ‫ك ع َِن ْال َم ِح‬
mَ َ‫َألُون‬m ‫َويَ ْس‬
ُ ‫تَطَهَّرْ نَ فَْأتُوه َُّن ِم ْن َحي‬
َ‫ْث َأ َم َر ُك ُم هَّللا ُ ۚ ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّوابِينَ َويُ ِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah


suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(QS. Al-
Baqarah 222).

Berkaitan dengan ayat di atas, di antara imam qira’at tujuh, yaitu Abu Bakar


Syu’bah (qira’at ‘Ashim riwayat Syau’bah), Hamzah, dan al-Kisa’i membaca kata
“yathhurna” dengan memberi syiddah pada huruf tha’ dan ha. Maka, bunyinya
menjadi “yuththarhina”. Berdasarkan perbedaan qira’at ini, para ulama fiqih
berbeda pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan qira’at. Ulama yang
membaca “yathhurna”berpendapat bahwa seorang suami tidak diperkenankan
berhubungan dengan istrinya  yang sedang haid, kecuali telah suci atau telah
berhenti dari keluarnya darah haid. Sementara yang membaca
“yutthahhirna” menafsirkan bahwa seorang suami tidak boleh melakukan
hubungan seksual dengan istrinya, kecuali telah bersih.

Firman Allah:

10
‫بِي ٍل َحتَّ ٰى‬m‫ابِ ِري َس‬mm‫ا ِإاَّل َع‬mmً‫ونَ َواَل ُجنُب‬mmُ‫ا تَقُول‬mm‫وا َم‬mm‫ار ٰى َحتَّ ٰى تَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ َك‬m‫اَل ةَ َوَأ ْنتُ ْم ُس‬m‫الص‬
َّ ‫وا‬mmُ‫وا اَل تَ ْق َرب‬mmُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬
m‫وا‬mm‫ا ًء فَتَيَ َّم ُم‬mm‫ا َء فَلَ ْم تَجِ دُوا َم‬m‫م النِّ َس‬mُ ُ‫ض ٰى َأوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر َأوْ َجا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَاِئ ِط َأوْ اَل َم ْست‬ َ ْ‫تَ ْغتَ ِسلُوا ۚ َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
‫ بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوَأ ْي ِدي ُك ْم ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعفُ ًّوا َغفُورًا‬m‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا‬َ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam
musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa 43)

Berkaitan dengan ayat ini, Imam hamzah dan al-Kisa’I memendekkan


huruf lam pada kata “lamastum”, sementara imam-imam lainnya
memanjangkannya. Bertolak dari perbedaan qira’at ini, terdapat tiga versi
pendapat para ulama mengenai maksud kata itu, yaitu bersetubuh, bersentuh,
dan sambil bersetubuh. Berdasarkan pendapat qira’at itu pula, para ulama  fiqih
ada yang berpendapat bahwa persentuhan laki-laki dan perempuan itu
membatalkan wudhu. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa bersentuhan
itu tidak membatalkan wudhu, kecuali kalau berhubungan badan.
Contoh Perbedaan Qiraat yang Tidak Berpengaruh Terhadap Istinbat Hukum :

Adapun qiraat syazzat yang tidak berpengaruh terhadap istinbat hukum, salah
satu contoh ayat yang bersangkutan seabagai berikut:

Firman Allah:

‫انُ ُك ْم‬mm‫ت َأ ْي َم‬ َ mَ‫ونَ ْال ِكت‬mm‫لِ ِه ۗ َوالَّ ِذينَ يَ ْبتَ ُغ‬m ‫ض‬
ْ ‫اب ِم َّما َملَ َك‬m ْ َ‫ا َحتَّ ٰى يُ ْغنِيَهُ ُم هَّللا ُ ِم ْن ف‬mm‫ف الَّ ِذينَ اَل يَجِ ُدونَ نِ َكا ًح‬ ِ ِ‫تَ ْعف‬m ‫َو ْليَ ْس‬
َ‫ا ِء ِإ ْن َأ َر ْدن‬mm‫م َعلَى ْالبِ َغ‬mْ ‫اتِ ُك‬mmَ‫وا فَتَي‬mُ‫ا ُك ْم ۚ َواَل تُ ْك ِره‬mَ‫ال هَّللا ِ الَّ ِذي آت‬mِ m‫م ِم ْن َم‬mُْ‫وه‬mُ‫رًا ۖ َوآت‬m‫فَ َكاتِبُوهُ ْم ِإ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِي ِه ْم َخ ْي‬
‫ض ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا ۚ َو َم ْن يُ ْك ِر ْهه َُّن فَِإ َّن هَّللا َ ِم ْن بَ ْع ِد ِإ ْك َرا ِه ِه َّن َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
َ ‫ َع َر‬m‫تَ َحصُّ نًا لِتَ ْبتَ ُغوا‬
Artinya: “Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak
mencari Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka

11
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada
mereka) sesudah mereka dipaksa itu”. (QS. An-Nur 33).

Ayat tersebut diatas menjelaskan, bahwa para pemilik budak-budak


wanita diharamkan memaksa budak-budak tersebut untuk melakukan prostitusi
(pelacuran), karena hendak mencari keuntungan duniawi. Dan apabila budak-
budak wanita itu dipaksa untuk melakukan hak demikian, maka Allah akan
mengampuni mereka.

Sehubungan ayat al-Quran diatas, dalam qiraat syazzat yaitu qiraat Ibnu
Abbas serta qiraat Ibnu Mas’ud dan Jabir ibn Abdullah, disebutkan:

‫فإن هللا من بعد إكراههن لهن غفور رحيم‬


Qiraat tersebut tidak berpengaruh terhadap istinbat hukum dari ayat Al-
Quran diatas, karena tanpa tambahan lafaz (‫ )لهن‬pun, ayat tersebut jelas
menunjukkan bahwa ampunan Allah itu ditujukan (diberikan) kepada budak-
budak wanita yang dipaksa oleh tuannya, untuk melakukan pelacuran, dan
bukan ditujukan (diberikan) kepada tuannya yang memaksa meraka untuk
melakukan pelacuran tersebut.

12
BAB II

PENUTUP

A KESIMPULAN
1.   Makna dari “tujuh huruf” Al-Qur’an adalah tujuh segi bacaannya, meliputi
dialek (logat/lahjat) dan beberapa segi perbedaan gramatik serta pola
strukturisasi pada beberapa kosakata Arab. Meskipun pada akhirnya jumlah
Qira’at atau cara membaca Al-Qur’an lebih dari tujuh.

2.  Pengertian Qira’at adalah cara baca Al-Qur’an yang telah diajarkan


Rasulullah secara tauqify. Dan juga ilmu Qira’at adalah ilmu yang mempelajari
tentang ragam cara baca Al-Qur’an.

4.  Klasifikasi Qira’at dengan enam jenis bacaan yaitu: Mutawatir, Masyhur,


Ahad, Syadz, Maudlu’, Mudraj

5.  Pengaruh Qira’at dalam istinbat hukum ialah adanya ketentuan yang pasti
dalam pemilihan Qira’at, karena Qira’at adalah ilmu yang datangnya langsung
dari Allah SWT melalui malaikat Jibril a.s. atau biasa disebut dengan tauqify
B. SARAN
Perlunya kita memahami ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan
dapat menerapkannya dalam kajian al-Qur’an serta mampu mengenal dan
menjelaskan Qira’at dalam al-Qur’an

13
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka
Adib, M. (2017). Qiraat al-quran. www.academia.edu .

Agusetiawan. (2016). Qiraat alquran. https://pai1dstainsas.blogspot.com .

14

Anda mungkin juga menyukai