Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SAB’ATU AHRUF
Dosen Pengampu : Ibu Mufida Ulfa, M.TH.I

Disusun Oleh:
Muhammad David Mubarok (212104010032)
Maula Nabila Mahrus (212104010012)
Rahmat Hidayatul Haqiqi (212104010014)
Lutfina Muzayyanah (212104010007)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS USHLUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari seluruh rekan yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami
kelompok 7 sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tajwid. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang perbedaan pandangan para ulama
tentang makna sab’atu ahruf bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mufida Ulfa,
M.TH.I selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tajwid. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Jember, 17 Oktober 2022

Kelompok 7
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................

C. Tujuan Pembahasan..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................

A. Pengertian Sab’atu Ahruf.....................................................................................................

B. Dalil Diturunkannya Al-Quran dengan Sab’atu Ahruf.........................................................

C. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Makna Sab’atu Ahruf..................................................

D. Hikmah Diturunkannya Al-Quran dengan Sab’atu Ahruf..................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................

A. Kesimpulan.........................................................................................................................

B. Saran...................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat yang abadi, yang diturunkan kepada Nabi
Muẖammad saw. sebagai petunjuk bagi umat manusia serta pembeda antara yang
ẖaqq dan yang bâthil. Ia adalah mukjizat terbesar yang diturunkan oleh Allah
kepada nabi-Nya. Salah satu bukti kemukjizatan tersebut di antaranya adalah
bahwa hingga kini, ia selalu menjadi bahan pembahasan yang menarik, bahkan
sangat dibutuhkan demi mengungkap petunjuk demi petunjuk yang
dikandungnya. Al-Qur’an terus-menerus dibaca dan dikaji. Buku-buku yang
membahas tentang al-Qur’an dari berbagai sisi selalu bermunculan, menunjukkan
bahwa apa yang bisa digali dari al-Qur’an itu tidak pernah ada habisnya.

Di antara pembahasan yang hingga kini tetap ramai dibicarakan adalah


tentang turunnya ia dengan sab’ah aẖruf atau tujuh huruf. Di dalam kitab-kitab
‘ulûm al-Qur’ân, pembahasan ini selalu muncul. Tentu saja hal itu menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang sab’ah aẖruf ini sangat penting bagi kita, ditambah
dengan banyaknya hadits yang bertebaran yang secara jelas menyebutkan sab’ah
aẖruf tersebut.

Namun, memaknai sab’ah aẖruf bukanlah sesuatu yang mudah. Sebagian


ulama bahkan menghindari pembahasan ini karena kerumitannya, karena memang
Nabi saw. sendiri tidak memberikan penjelasan tentang apa maksud tujuh huruf
tersebut. Tidak heran jika kemudian beberapa keterangan menyebutkan bahwa
ada sekitar 30 pendapat yang berbeda-beda dari para ulama tentang makna di
baliknya. Apa saja pendapat-pendapat mereka berkaitan dengan makna sab’ah
aẖruf? Maka dalam makalah ini, kami mencoba memaparkannyasecara ringkas
tentang sab’atu ahruf.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sab’atu ahruf
2. Apa dalil diturunkannya Al-Quran dengan sab’atu ahruf
3. Bagaimana perbedaan pendapat para ulama’ mengenai sab’atu ahruf
4. Apa hikmah dari diturunkannya Al-Quran dengan sab’atu ahruf

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian sab’atu ahruf
2. Untuk mengetahui dalil diturunkannya Al-Quran dengan sab’atu ahruf
3. Untuk mengetahui perbedaan pendapat diantara para ulama tentang
sab’atu ahruf
4. Untuk mengetahui hikmah diturunkannya Al-Quran dengan sab’aatu ahruf
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sab’atu Ahruf


Al-ẖarf (‫رف‬EE‫ ) الح‬atau huruf secara bahasa dapat berarti tepi, ujung, atau
puncak tertinggi. Adapula yang berpendapat kata Al-Harf berarti huruf hijaiyyah.
Adapula yang berpendapat bahwa al-harf memiliki arti lughoh (bahasa) atau
lahjah (dialek). Adapula yang berpendapat bahwa kata al-harf memiliki arti
qiroa’t. Karena itu, jika dikatakan ẖarf Nâfi’ atau ẖarf Ibn Katsîr, maka yang
dimaksud adalah qirâ’ah keduanya.1

Sedangkan kata sab’ah (‫ )سبعة‬berarti tujuh, yaitu bilangan sebagaimana yang


kita kenal dalam hitung-menghitung, yang berarti bilangan antara enam dan
delapan2.

B. Dalil Diturunkannya Al-Quran dengan Sab’atu Ahruf


Terdapat banyak hadits dalam berbagai riwayat yang intinya menyatakan,
bahwa Al Quran diturunkan dalam tujuh huruf. Dibawah ini adalah beberapa
hadits yang merupakan dalil tersebut:

‫ ُل َعلَى‬E‫ َرَأنِ ْي ِجب ِْر ْي‬E‫ َأ ْق‬:‫لَّ َم‬E‫ ِه َو َس‬E‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬E‫ص‬
َ ِ‫وْ ُل هللا‬E‫ قَا َل َر ُس‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما َأنَّهُ قَا َل‬ ٍ ‫ع َْن اِب ِْن َعبَّا‬
ِ ‫س َر‬
ٍ ‫لى َس ْب َع ِة َأحْ ر‬
‫ُف‬ َ ‫ف فَ َرا َج ْعتُهُ فَلَ ْم َأ َزلْ َأ ْست َِز ْي ُدهُ َويَ ِز ْي ُدنِى َحتَّى اِ ْنتَهَى ِإ‬
ٍ ْ‫ َحر‬.

Artinya, ” Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa ia berkata: “Berkata Rasulullah


SAW: “Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf, maka aku kembali

1
al-Aẖruf as-Sab’ah wa al-Qirâ’ât wa Mâ Utsîra H̲ aulahâ min Syubuhât, hlm. 14.
2
Al-Mathrûdî, al-Aẖruf al-Qur’âniyah as-Sab’ah, hlm. 11.
kepadanya, maka aku terus-menerus minta tambah dan ia menambahi bagiku
hingga berakhir sampai tujuh huruf.” (HR. Bukhari Muslim).

ُ‫ُف فَا ْق َرُأوْ ا َما تَيَ َس َر ِم ْنه‬


ٍ ‫ اِ َّن هَ َذا ْالقُرْ َأنَ اُ ْن ِز َل َعلَى َس ْب َع ِة اَحْ ر‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫ثُ َّم قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬.

Artinya: “Bersabda Rasul SAW: “Sesungguhnya Al Quran ini diturunkan


atas tujuh huruf, maka bacalah kamu mana yang mudah daripadanya.” (HR.
Bukhari Muslim)

Ada pula hadits-hadits yang melalui periwayatan Ubai bin Ka,ab.

Pertama, Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubai bin


Ka’ab, dia berkata:Aku di masjid lalu ada seorang laki-laki masuk salat. Lalu
laki-laki itu membaca qira’ah yang aku ingkari. Lantas ada lelaki lain masuk
pula. Dia membaca qira’ah yang lain dari temanya tadi. Setelah kami selesai
salat, kami semua datang kepada Rasulullah Saw. Kemudian aku berkata,
“Sesungguhnya lelaki ini membaca qira’ah yang kuingkari dan ada pula lelaki
lain yang membaca berbeda dengan qira’ah temannya”. Lalu Rasulullah
Saw.memerintahkan keduanya membaca dan merekapun membaca. Nabi Saw.
membaguskan bacaan mereka, maka timbullah rasa tidak percaya dalam hatiku
dan tidak seperti halnya krtika aku masih dalam masa Jahiliyyah.

Ketika Rasulullah Saw. melihat apa yang menggelisahkanku, beliau


menepuk dadaku, sehingga berkeringat. Sungguh aku terkejut seolah-olah
melihat kepada Allah ' Azza wa jalla. Lalu Rasulullah Saw. berkata kepadaku,
“Hai Ubai, aku diutus agar membacakan Al-Qur’an dengan satu huruf, maka
aku ragu kalau-kalu umatku kesulitan. Lalu dikembalikan padaku yang kedua,
aku membacanya dengan dua huruf. Aku ragu lagi kalau umatku keberatan.
Lalu dikembalikan lagi padaku yang ketiga: Bacalah ia dengan tujuh huruf dan
bagimu permohonan yang engkau pintakan pada-Ku pada tiap-tiap
pengembalian yang engkau ajukan”. Kemudian aku berkata: “Allahumma Ya
Allah, ampunilah umatku. Ya Allah, ampunillah umatku”. Dan akan aku
tangguhkan yang ketiga kalinya pada hari di mana seluruh makhluk
mencintaiku hingga Ibrahim a.s”.

Imam Al-Qurthubi berkata: Sesungguhnya perasaan yang terlintas dalam


hati Ubai adalah termasuk apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. Ketika
mereka bertanya kepada beliau: “Sesungguhnya kami menemukan sesuatu di
mana salah seorang dari kami keberatan untuk mengucapkannya”. Nabi Saw.
berkata: “Apakah kalian telah menemukannya?”. “Benar’’, jawab mereka. Nabi
Saw. bersabda: “Demikianlah terangnya iman”. (HR.Imam Muslim).

Kedua, Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Ubai bin Ka’ab,
bahwa sesungguhnya Rasulullah berada di danau Bani Ghaffar, dia
bersabda:Jibril telah datang kepadanya seraya berkata; “Sesungguhnya Allah
telah memerintahkanmu agar membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan
satu huruf”. Lalu Rasulullah bersabda: “Aku mohon keselamatan dan ampunan-
Nya, sebab umatku tidak sanggup demikian”. “Sesungguhnya Allah
memerintahkan agar engkau membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan
dua huruf”. Nabi Saw. bersabda: “Kumohon keselamatan dan ampunan kepada
Allah. Sesumgguhmya umatku tidak akan kuat demikian”. Lalu Jibril datang
kepada beliau untuk ketiga kali, dia berkata: “Sesungguhnya Allah
memerintahkanmu agar membacakan Al-Qur’an kepada umatmu dengan tiga
huruf”. Rasulullah bersabda: “Aku mohon kepada Allah keselamatan dan
ampuna-Nya. Sesungguhnya umatku tidak mampu demikian”. Kemudian Jibril
datang kepada beliau keempat kalinya dan berkata kepada beliau:
“Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadamu agar membacakan Al-
Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf. Huruf manapun mereka baca,
sungguh mereka benar.

Ketiga, Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Qais maula
Amr bin Ash dari Amr bahwa seorang laki-laki membaca suatu ayat dari Al-
Qur’an. Lalu Amr berkata kepadanya: “Mestinya itu hanya demikian dan
demikian”. Kemudian hal itu dikemukakan kepada Nabi, laul beliau bersabda:
“sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf. Yang manapun
engkau baca, engkau benar. Maka janganlah engkau saling mengecam’.

C. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Makna Sab’atu Ahruf.


Ibnu Hajar berkata: Imam al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Hibban
bahwa perbedaan pendapat tentang penafsiran al-ahruf as-sab’ah itu ada tiga
puluh lima pendapat, tetapi Imam al-Qurthubi tidak menyebutkan dari jumlah
itu kecuali lima pendapat saja. Imam Suyuth berpendapat bahwa Ibnu an-Naqib
telah menceritakan hal itu dari Ibnu Hibban di dalam mukadimah Tafsir-nya
melalui periwayatan dari Asy-Syaraf al-Muzani al-Mursi, Ibnu an-Naqib
berkata: Ibnu Hibban mengatakan: Ahlul Ilmi berbeda pendapat tentang makna
al-ahruf as-sab’ah menjadi tiga puluh lima pendapat sebagai berikut:

1) Zajr, amar, halal, haram, muhkam, mutasyabih, dan amtsal.


2) Halal, haram, amar, nahi, zajr, khabar, dan amtsaal.
3) Wa’ad, wa’id, halal, haram, mawa’idz, amtsaal, dan ihtijaj.
4) Amr, nahi, bisyarah, nadzarah, akhbar, dan amtsaal.
5) Muhkam, mutasyabih, nasikh, mansukh, khusus, umum, qhasas.
6) Amar, zajar, targhib, tarhib, jadal, qashas, dan matsal.
7) Amar, nahi, had, ilmu, sir, zahir, dan batin.
8) Nasikh, mansukh, wa’ad, wa’id, rughm, ta’dib, dan indzar.
9) Halal, haram, iftitah, akhbar, fadhail, dan ‘uquubaat.
10) Awamir, zawaajir, amtsaal, anbaa’, ‘atbun, wa’dzun, dan qashas.
11) Halal, haram, amtsal, manshus, qashas, dan ibaahaat.
12) Zahir, batin, fard, nadb, khusus, umum, amtsaal.
13) Amar, nahi, wa’ad, wa’id, ibaahah, irsyaad, dan i’tibaar.
14) Muqaddam, muakhar, faraaidh, huduud, mawa’idz, mutasyabih, dan amtsaal.
15) Mufassar, mujmal, maqdhiy, nadb, hatm, dan amtsal.
16) Amar hatm, amar nadb, nahi hatm, nahi nadb, akhbar, dan ibaahaat.
17) Amar fardh, nahi hatm, amar nadb, nahi mursyid, wa’ad, wa’id, dan qashas.
18) Sab’u jihaat (tujuh arah) yang tidak boleh dilalui oleh suatu kalam, yaitu lafadz
khusus dikehendaki khusus, lafadz umum dikehendaki umum, lafadz umum
dikehendaki khusus, dan lafadz khusus dikehendaki umum, lafadz yang
memerlukan takwil, lafadz yang tidak dipahami kecuali oleh para ulama, dan
lafadz yang tidak diketahui maknanya kecuali oleh ar-raa sikhun (orang-orang
yang mendalam ilmunya).
19) Menampakkan rububiyyah, menetapkan wahdaniyah, ta’dzimuluhiyyah, at-
ta’abbud lillah, menjauhi kemusyrikan, terdorong untuk memeroleh pahala, dan
memberi peringatan untuk takut terhadap siksa.
20) Sab’u lughaat (tujuh bahasa), di antaranya lima dari Hawazin dan dua dari
seluruh Arab.
21) Tujuh bahasa yang berbeda-beda untuk seluruh Arab, setiap huruf dari tujuh itu
bagi kabilah yang terkenal.
22) Tujuh bahasa, yang empat untuk ‘Ajuz Hawazin, Sa’ad bin Bakar, Jusyam bin
Bakar, Nadhar bin Mu’awiyah, dan tiga untuk Quraisy.
23) Tujuh bahasa, yaitu bahasa Quraisy, bahasa Yaman, bahasa Jurhum, bahasa
Hawazin, bahasa Qudha’ah, bahasa Tamim, dan bahasa Thiyi’.
24) Bahasa kedua Ka’ab: Ka’ab bin Amr dan Ka’ab bin Luayy. Keduanya memiliki
tujuh bahasa.
25) Bahasa yang beraneka ragam untuk berbagai kawasan Arab dalam satu makna,
seperti halumma, haat, ta’aal, aqbil.
26) Tujuh qiraa’at bagi tujuh shahabat, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Ibnu
Mas’ud, Ibnu Abbas, dan Ubay bin Ka’ab, radhiyallahu anhum.
27) Hamz, imalah, fath, kasr, tafkhim, mad, dan qashr.
28) Tashrif, mashadir, ‘arudh, gharib, saja’, dan bahasa yang beraneka ragam.
Kesemuanya di dalam sesuatu yang satu.
29) Kalimat yang satu di-i’rab dengan tujuh macam, sehingga maknanya menjadi
satu, meskipun lafadznya berbeda.
30) Ummahaatul hija’ (pokok-pokok huruf hijaiyah), seperti alif, ba’, jim, dal, ra’,
siin, dan ‘ain, karena pada tujuh huruf inilah kalam Arab beredar.
31) Tujuh huruf itu adalah nama-nama Allah, seperti Al-Ghafur, ArRahim, As-
Sami’, Al-Bashir, Al-‘Alim, dan Al-Hakim.
32) Tujuh huruf itu adalah ayat tentang shifaat adz-dzat, ayat yang tafsirnya di ayat
yang lain, ayat yang penjelasannya ada di dalam Sunah Shahihah, ayat tentang
kisah para nabi dan rasul, ayat tentang penciptaan segala sesuatu, ayat
33) Ayat tentang sifat Sang Pencipta, ayat tentang menetapkan wahdaniyah bagi
Allah, ayat tentang menetapkan sifat-sifat-Nya, ayat tentang menetapkan rasul-
rasul-Nya, ayat tentang menetapkan kitab-kitab-Nya, ayat tentang menetapkan
al-Islam, dan ayat tentang menafikan kekufuran.
34) Sab’u jihaat (tujuh sisi) dari sifat-sifat Dzat bagi Allah yang tidak terjadi
padanya takyiif.
35) Beriman kepada Allah, menentang kemusyrikan, menetapkan berbagai perintah,
menjauhi berbagai larangan, teguh di atas keimanan, mengharamkan apa-apa
yang diharamkan Allah, dan menaati Rasul-Nya.
Ibnu Hibban berkata, “Inilah 35 pendapat bagi ahlul ilmi dan ahli bahasa
tentang makna inzalul Qur’an ‘ala sab’ati ahrufin (diturunkannya Al-Qur’an
berdasarkan tujuh huruf), dan ini merupakan berbagai pendapat yang mirip
antara satu dengan lainnya yang semuanya serba mungkin, tetapi mungkin juga
yang lainnya.”

Al-Mursi berkata, ”Sebagian besar dari orang awam mengira bahwa yang
dimaksud dengan ‘tujuh huruf ’ itu adalah ‘qira’ah sab’ah’, dan anggapan ini
merupakan kebodohan yang buruk.” 3

D. Hikmah Diturunkannya Al-Quran dengan Sab’atu Ahruf


Adapun hikmah dari diturunkannya al-Qur’an dengan sab’atu ahruf yaitu:

1) Untuk memudahkan bacaan dan hafalanbagi bangsa yang ummi (tidak bisa baca
tulis) yang setiap kabilahnya mempunyai dialek masing-masing, namun belum
terbiasa menghafal syari’at, apalagi mentradisikannya.

2) Bukti kemu’jizatan al-Qur’an bagi naluri atau watak dasar kebahasaan orang
Arab. Al-Qur’an mempunyai banyak pola susunan bunyi yang sebanding
dengan segala macam cabang dialek bahasa yang telah menjadi naluri bahasa
orang-orang Arab, sehingga setiap orang Arab telah mengalunkan huruf-huruf
dan kata-katanya sesuai dengan irama yang telah menjadi watak dasar mereka
dan lahjah kaumnya, dengan tetap keberadaan al-Qur’an dengan mu’jizat yang
ditantangkan Rasulullah kepada mereka, dan mereka tidak mampu menghadapi

3
Al-Itqon Fii Ulumil Quran, hal:206-208
tantangan itu. Sekalipun demikian, kemu’jizatan itu bukan terhadap bahasa
melainkan terhadap naluri kebahasaan mereka itu sendiri.

3) Kemu’jizatan al-Qur’an dalam aspek makna dan hukum-hukumnya. Sebab


perubahan-perubahan bentuk lafal pada sebagian huruf dan kata-kata
memberikan peluang luas untuk dapat disimpulkan daripadanya berbagai
hukum. Hal inilah yang menyebabkan al-Qur’an relevan untuk setiap zaman.
Oleh karena itu, para Fuqaha’ dalam istinbat (menyimpulkan hukum) dan
ijtihad berhujjah dengan qira’at bagi ketujuh huruf ini.4

4
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an..., hlm. 245-246.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata “Sab’atu” dalam bahasa Arab memilki makna tujuh. Dalam kerangka
etimologi, para ulama berpendapat bahwa kata “tujuh” adalah arti tujuh yang
sebenarnya, dan bukan arti kiasan. Adapun pengertian “Al-Ahruf” adalah huruf-
huruf, ia merupakan bentuk bentuk jamak dari lafal “Harfun”. Di dalam kamus
Muthahar, pengertian “Harfun” adalah huruf, mata pisau, pinggir batas, tepi.

Celah-celah untuk membantah tujuh huruf yang dengannya Al Quran


diturunkan, boleh dibilang tertutup. Dalam waktu yang bersamaan, tidak ada
informasi yang menunjuk kepastian “Wujud” dari tujuh huruf itu tak ada satu pun
riwayat yang memberi kejelasan tujuh huruf yang dimaksud Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, sekalipun para ulama sepakat Al Quran diturunkan dengan tujuh
huruf, mereka berbeda pendapat mengenai hakikat tujuh huruf itu.

Sab’atu ahruf bukanlah merupakan Qira’at sab’ah. Menurut pendapat yang


paling kuat, meskipun kesamaan bilangan diantara keduanya mengesankan
demikian. Sebab, qira’at sab’ah hanya merupakan madzhab para imam, yang
secara ijma’ masih tetap eksis dan digunakan hingga kini, dan sumbernya adalah
perbedaan laggam, cara mengucapkan dan sifatnya, seperti tafkhim, tarqiq,
imalah, idgham, idzhar, isyba’, madd, qasr, tasydid, takhfif, dan lain sebagainya.

Adapun Hikmah Dirunkannya Al-Quran Dengan Tujuh Huruf

 Untuk memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa yang ummi, tidak
bisa baca tulis.
 Bukti kemukjizatan Al-Quran bagi naluri atau watak kebahasaan orang
Arab.
 Kemukjizatan Al-Quran dalam aspek makna dan hukum-hukumnya.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita dapat mempelajari tentang
Sab’atu Ahruf (Tujuh Huruf). Makalah ini tentunya jauh dari kesempurnaan
sehingga memerlukan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya
kebaikan dalam makalah ini.
Daftar Pustaka

Abdulwaly, C. (Desember 2021). Makna Sab'ah Ahruf. Sukabumi: Farha Pustaka.

Manna', S. (April, 2006). Pengantar Studi Ilmu Al-Quran . Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar.

Syuyuthi, I. (Januari 2008). Al-Itqan fi Ulumil Qur’an. Surakarta: Penerbit Indiva Media
Kreasi.

Anda mungkin juga menyukai