Disusun oleh :
1.Derick Rizaldi
Kata Pengantar
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang mana telah
Memberikan Rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya
mampu menyusun makalah yang berjudul Qiroatul qur’an dengan baik dan
tepat waktu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an &
Studi hadits. Shalawat dan dalam semoga tercurah limpahkan kepada
junjungan kita yakni Nabi besar Muhammad Saw. Kepada keluarganya,
sahabatnya, dan kita selaku umatnya.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan Masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, Penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya Makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang Sebesar-besarnya.
Daftar Isi
Judul.....................................................................................................................
Kata
pengantar.....................................................................................................
Pembahasan........................................................................................................
.
Pembahasan
Qira’at adalah jamak dari qira’ah, yang berarti bacaan sedangkan menurut bahasa merupakan isim
mashdar dari lafal qara’a (fi’il madhi) yang berarti membaca. Maka qira’at berarti bacaan atau cara
mebaca. Sedangkan menurut istilah qira’at adalah salah satu madzhab (aliran) pengucapan AlQur’an
yang dipilih oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu
• Tingkatan Qira’at
1.. Mutawatir.
Ini adalah tingkatan tertinggi dan diakui oleh para ulama Al quran dan ulama hukum islam lainnya
sebagai bacaan Al quran yang sah. Bacaan ini diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang sangat
banyak, terpercaya, tidak memiliki cacat dan memiliki sanad yang bersambung hingga sampai
kepada Rasulullah saw.
2. Masyur Sanad
Bacaan Al quran itu shahih namun jumlah perawinya mencapai jumlah mutawatir. Tingkatan ini juga
diakui sebagai bacaan yang sah.
3. Ahad
Bacaan ini banyak menyalahi kaidah tata bahasa atau rasam ustmani namun ia memiliki sanad yang
shahih. Para ulama sepakat bahwa tingkatan bacaan ini tidak wajib diakui sebagai bacaan yang sah.
4. Syadz Bacaan
ini tidak memiliki sanad yang shahih, banyak menyalahi tata bahasa dan rasam ustmani sehingga
tidak diakui sebagai bacaan Al quran yang sah.
5. Mudraj
B ini tidak diakui sebagai bacaan al quran yang sah, karena mengandung kalimat tambahan terhadap
ayat-ayat Al quran. 6. Marudlu’
Tingkatan ini sangat menyimpang jauh dari kebenaran Al quran yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Oleh karena itu bacaan ini tidak diakui sebagai bacaan yang sah.
• Macam-macam Qira’at
Qira’at dibagi menjadi dua, yaitu dari segi kuantitas dan kualitas
Kata sab’ah artinya adalah imam-imam qiraat yang tujuh. Mereka itu adalah : Abdullah
bin Katsir ad-Dari (w. 120 H), Nafi bin Abdurrahman bin Abu Naim (w. 169 H),
Abdullah al-Yashibi (q. 118 H), Abu ‘Amar (w. 154 H), Ya’qub (w. 205 H), Hamzah (w.
Yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat tujuh yang telah disebutkan di atasDitambah tiga qiraat
sebagai berikut : Abu Ja’far. Nama lengkapnya Yazid bin al-Qa’qa alMakhzumi al-Madani. Ya’qub
(117 – 205 H) lengkapnya Ya’qub bin Ishaq bin Yazid binAbdullah bin Abu Ishaq al-Hadrani, Khallaf
bin Hisyam (w. 229 H)
3. Qiraat Arba’at Asyarh (qira’at empat belas) dimaksud qiraat empat belas adalah
Disebutkan di atas ditambah dengan empat qiraat lagi, yakni : al-Hasan al-Bashri (w. 110
H), Muhammad bin Abdurrahman (w. 23 H), Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi and-Nahwi
Al-Baghdadi (w. 202 H), Abu al-Fajr Muhammad bin Ahmad asy-Syambudz (w. 388 H).
1. Qiraat Mutawatir
Yakni yang disampaikan sekelompok orang mulai dari awal sampai akhir sanad, Yang
tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta.Umumnya, qiraat yang ada masuk
2. Qiraat Masyhur
Yakni qiraat yang memiliki sanad sahih dengan kaidah bahasa arab dan tulisan
Mushaf utsmani. Umpamanya, qiraat dari tujuh yang disampaikan melalui jalur berbedabeda,
sebagian perawi, misalnya meriwayatkan dari imam tujuh tersebut, sementara yang
Lainnya tidak, dan qiraat semacam ini banyak digambarkan dalam kitab-kitab qiraat.
3. Qiraat Ahad
Yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf Utsmani dan
Kaidah bahasa arab, tidak memiliki kemasyhuran dan tidak dibaca sebagaimana ketentuan Yang
telah ditetapkan5.
Yakni qiraat yang sanadnya tidak sahih.Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis Qiraat
ini.
5. Qiraat Maudhu’ (palsu), seperti qiraat al-Khazzani
a) Perbedaan Qira’at Nabi, artinya dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya, Nabi
memakai beberapa versi Qira’at.
b) Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai Qira’at yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu
itu, hal ini menyangkut dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam
AlQur’an.
Ada riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi Qira’at yang ada atau perbedaan
riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut ayat-ayat tertentu.
c) Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa arab pada masa turunnya Al-Qur’an.
d) Perbedaan syakh, harakah atau huruf.
• Perbedaan Qira’at
Qira’at bagi menjadi dua antara lain.
Dalam QS. Al-Maidah/5: 6. Lafaz ( )الكعب ي إلى وأرجلكمdua versi qira’at ()وأرجلكم
Dinasabkan huruf lam, dan ( )وأرجلكمdikasrahkan huruf lam. Apabila dibaca
Dengan bacaan pertama, maka dia ma‘thuf dari lafaz ( إلى وأيدكم وجوهكم فاغسلوا
)المرافقbahwa hukum mencuci kaki sampai kedua mata kaki wajib, sama Hukum
Yang diistinbatkan. Dalam QS al- Ahzab/33: 49. Dalam ayat tersebut dua
Alif. Dan lafaz ( ,)ونها تعتدsesuai dengan teks dengan bacaan tasydid, huruf dal
Begitu pula dalam QS. Al-Baqarah/2: 184. Dalam ayat tersebut dua versi
, )مسكينsesuai dengan teks dan (, )مساكين طعام فديةdalam bentuk jama’ lafaz
4. Menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulumul Qur’an adalah sejumlah pengetahuan (ilmu) yang berkaitan dengan al-Qur’an baik secara
umum seperti ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, dan secara khusus adalah kajian tentang
alQur’an seperti sebab turunnya al-Qur’an, Nuzul al-Qur’an, nasikh mansukh, I’jaz, Makki Madani,
dan ilmu-ilmu lainnya. Secara garis besar, pokok bahasan Ulumul Qur’an terbagi menjadi dua aspek
utama, yaitu: Pertama, ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata mata, seperti ilmu yang
mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira’at), tempat dan waktu turun ayat-ayat atau surah
alQur’an (makkiah-madaniah), dan sebab sebab turunnya al-Qur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu
ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara
mendalam, misalnya pemahaman terhadap lafazh yang gharib (asing) serta mengetahui makna
ayatayat yang berkaitan dengan hukum. Sejarah ulumul Qur’an secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tahap perjalanan yaitu tahap sebelum kodifikasi, awal permulaan
kodifikasi dan tahap kodifikasi yang melahirkan banyak ulama dan karya mereka tentang Ulumul
Qur’an. Sedangkan tujuan utama Ulumul Qur’an adalah untuk mengetahui arti-arti dari untaian
kalimat al-Qur’an, penjelasan ayat-ayatnya danketerangan makna-maknanya dan hal-hal yang
samar, mengemukakan hukum hukumnya dan selanjutnya melaksanakan tuntunannya untuk
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Bin Abdurrahman Ar-Rumi, Fahd, ‘Ulumul Qur’an, Studi Kompleksitas Al-Qur’an’, Yogyakarta: Titian
Ilahi Press. Hlm, 1996, 82–84
Abubakar, Achmad, La Ode Ismail Ahmad, and Yusuf Assagaf, ‘Ulumul Qur’an : Pisau Analisis Dalam
Menafsirkan Al-Qur’an – Repositori UIN Alauddin Makassar’, Semesta Aksara, 2019
Ahmad Abubakar, ‘Modul I Pembelajaran Ulumul Qur’an’, UIN Alauddin Makassar, 2018
http://www.ulumulquranab.com/2018/11/modul -ulumulquran.html
Khalid, Rusydi, Mengkaji Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Makassar: Alauddin University Press, 2011)
Lal, Anshori, ‘Ulumul Qur’an “Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan”’, Jakarta: PT Raja Grafindo,
2016
Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an, Cet. I (Jakarta: Mapan, 2009)
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al Quran: Tafsir Maudhu’i, Cet. VIII (Bandung: Mizan, 1998)