Anda di halaman 1dari 8

Hadirmu Menjawab Semua

Malam hari yang sunyi ketika seluruh anggota keluargaku sudah tertidur lelap. Di sini aku
masih bergelut dengan tugas tugas kuliahku yang semakin hari semakin menumpuk seperti cucian
kotor. Sudah sejak 5 jam yang lalu aku duduk di kursi belajarku sampai sampai badanku terasa
kaku. Berkali kali aku menguap dan merenggangkan kedua tanganku karena sudah lelah. Jam sudah
menunjukkan pukul 00.30 dan tugasku masih saja ada yang belum kelar.

Aku melirik ponselku yang tergeletak tak jauh dari buku bukuku yang berserakan. Karena aku
sudah lelah dengan tugas yang sama sekali tidak aku mengerti aku segera mengambil ponselku
dengan maksud hanya untuk refreshing. Aku menyalakan ponsel lalu membuka aplikasi instagram.
Saat aku membuka aplikasi tersebut hal yang pertama kali aku lihat adalah postingan dari temanku
Siti, yang baru saja mengunggah fotonya sekitar 15 menit yang lalu.

Ia mengunggah foto bersama teman kuliahnya di luar negeri, ya memang dia merupakan salah
satu teman kelasku dulu saat SMA yang mendaftar kuliah beasiswa bersamaku dan tiga orang lain
lagi temanku. Saat itu hanya aku dan dia yang diterima beasiswa kuliah tersebut. Beruntungnya dia
diizinkan kedua orang tuanya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri berbeda denganku yang sama
sekali tidak diizinkan.

“ Huhh… andai aja waktu itu aku nggak nurutin papa sama mama buat kuliah di sini, pasti
bakalan lebih seru kuliah di sana.” ujarku pelan

Memang waktu itu aku diterima di Jerman dengan jurusan ilmu politik yang mana sudah
menjadi cita citaku sejak pertama kali masuk SMA. Tetapi takdir berkata lain, aku tidak diizinkan
dan terpaksa aku mendaftar di universitas negeri dan diterima di jurusan yang merupakan pilihan
keduaku yaitu akuntansi, yang mana aku benar-benar tidak minat untuk masuk di jurusan ini.
Kampusku sekarang memanglah kampus ternama di Indonesia, akreditasi jurusan akuntansi pun
sudah A, untuk masuk ke jurusan ini juga sulit karena nilai yang dibutuhkan cukup tinggi. Tapi
mau bagaimana lagi, aku juga tidak ingin memulai kuliah di tahun depan.

Semakin aku melihat instastory Siti yang selalu memperlihatkan keasyikan dan
kegembiraannya kuliah di sana, hatiku pun rasanya semakin panas. Ingin sekali aku pindah kuliah
kesana, tetapi apa boleh buat, aku sudah menempuh kuliahku selama 2 semester. Tekadku untuk
masuk disana pun awalnya sudah bulat, aku sudah mempersiapkan semuanya mulai dari membuat
jadwal belajar dan selalu belajar tepat waktu. Hingga saat tibalah hari pengumuman itu. Namaku
terpampang jelas di web itu. Tanpa basa-basi, aku langsung memberi tahu kedua orangtuaku.
Namun reaksi mereka diluar dugaanku. Keduanya melarang keras aku untuk melanjutkan kuliah di
sana dengan berbagai macam alasan yang dilontarkannya.

Hari demi hari aku semakin malas untuk mengerjakan tugas kuliahku apalagi untuk belajar
berbagai mata kuliah yang sama sekali tidak ingin aku pahami. Berangkat kuliahpun rasanya berat
sekali. Untuk melangkahkan kaki menuju kelaspun rasanya sangat malas. Jika seusai kuliah aku
tidak diajak oleh teman-temanku untuk pergi berjalan-jalan ke mall pun, mungkin aku akan titip
absen di hari itu juga.
Saat aku masuk ke dalam kelas, Sabrina, salah satu temanku tersenyum lebar sambil berdiri di
samping mejaku.

“Pagi Shenna… udah selesai belum tugas akuntansi keuangannya?” tanya Sabrina yang
terlihat sangat ceria pagi ini, entah apa yang membuat dia seceria ini.

“Emm… udah” jawabku singkat sambil berjalan menuju ke arah mejaku

“Ih gitu ya, katanya gasuka tapi tetep aja dibuat tuh tugasnya” ujar Sabrina sambil melirik ke
arahku

“Kalo misal cumlaude nanti gampang cari kerjanya juga”

“Eh nanti jadikan ke mall nya ?" tanya Sabrina padaku

"Jadi kok"

Sesampainya di mall aku dan Sabrina langsung menuju ke restoran cepat saji yang ada di
dalamnya. Aku langsung memesan menu yang biasanya kami pesan, sementara Sabrina menunggu
di meja pojok ruangan. Setelah pesananan kita selesai dibuatkan, aku langsung mengambil pesanan
tersebut dan menuju kearah Sabrina. Di sana kita memilih tempat yang berada di pojok tepat di
bawah AC karena suhu saat ini memang sangat panas.

Saat aku meneguk minumanku aku melihat segerombol wanita yang datang ke restoran yang
sama dengan tempatku makan. Wanita wanita itu sangat cantik terlihat dari kulitnya yang mulus
dan rambutnya yang bagus menggelombang. Berbeda denganku yang memiliki wajah kusam serta
rambut yang kering dan tidak berbentuk ini. Aku iri melihatnya dan aku ingin sekali bisa seperti
mereka. Jika aku bisa seperti mereka pasti aku akan bangga dengan diriku sendiri yang memiliki
fisik sempurna seperti itu.

"Sab, liat deh mereka cantik-cantik banget ya iri deh kalo ngeliat yang kayak gitu" kataku
membisiki Sabrina sambil melirik ke arah mereka

"Gaboleh iri kali Shen, kamu juga cantik kok"

"Cantik darimananya keliatan banget kan bedanya kalo aku ada di tengah tengah mereka"

"Apanya sih Shenn?"

"Bedalah liat aja kulit mereka mulus ga kayak kulit aku yang kusem gini rambut mereka juga
bagus bisa bergelombang kayak gitu ga kayak punya aku yang kering ga berbentuk pula"

"Harus disyukuri kali Shen, udahlah kita lanjutin makan aja malah jadi ngomongin mereka
kan"

"Huftt..."

Langit sudah semakin gelap aku dan Sabrina segera pulang karena masih ada tugas kuliah
yang harus dikerjakan. Aku dan Sabrina melewati jalan yang berbeda karena rumahku menuju arah
selatan dan rumah Sabrina menuju arah timur. Sesampainya di rumah, aku segera membersihkan
diri lalu siap siap untuk kembali mengerjakan tugas yang benar benar tidak ingin aku kerjakan.
Rasanya malas sekali walau hanya untuk melihat cover buku yang bertuliskan besar dengan huruf
kapital "EKONOMI MIKRO".

Setelah selesai mengerjakan tugas itu, aku tertidur karena rasanya lelah sekali hari ini. Baru
saja 30 menit, aku terbangun karena ada getaran yang bukan lain adalah ponselku. Disana
tertuliskan Genta, dia pacarku dan kita sudah memulai hubungan sejak SMA. Kali ini dia tiba tiba
video call entah mungkin karena aku tadi lupa untuk membalas chatnya. Mau bagaimana lagi
whatsappku dipenuhi pesan dari grup kelas dan teman temanku yang terus menanyakan tugas
sehingga chat dari Genta tenggelam.

"Abis bangun tidur ya?"

"Hmmm." jawabku singkat karena aku benar benar lelah dan sangat mengantuk

"Cuek banget sih mana chatku ga dibales."

"Iya tadi aku buat tugas banyak banget."

"Makanya tu muka kusem banget kayak badut!"

Mendengar apa yang dikatakan Genta, aku merasa tersinggung. Entah itu sebuah lelucon atau
tidak aku tetap merasa sakit hati. Tanpa sadar mataku terasa panas dan rasanya ada air yang akan
menetes. Aku segera mengusapnya dengan lenganku. Sedih sekali dibilang mirip badut yang mana
notabenenya jelek.

"Kenapa nangis? Dibilang badut aja baper."

"Siapa juga yang nangis orang ini gara-gara aku nguap kok !"

"Alesan deh, yaudah sana lanjutin tidurnya."

Dengan segera aku menekan tombol merah dan tak terasa air mulai keluar dari pucuk mataku.
Air itu sekarang keluar sangat deras. Aku segera bercermin menggunakan layar ponselku dan di
sana memperlihatkan wajahku yang terlihat sangat sembab.

Tiba-tiba aku teringat segerombol wanita yang ada di restoran tadi dan ingin rasanya aku
memiliki wajah seperti mereka. Jikalau wajahku sama seperti mereka aku yakin Genta tidak akan
mengatakan kalimat yang menyakitkan seperti tadi. Mungkin benar, aku memang kurang cantik.

Aku segera menuju kamar mandi untuk membilas wajahku dengan air. Aku menenangkan
pikiranku dan berusaha melupakan apa yang barusan terjadi. Tetapi tetap saja, kalimat yang
dilontarkan Genta terus menerus terngiang di otakku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 dan aku tidak bisa tidur. Aku mengambil ponselku
dan memutar lagu yang ada di playlistku dengan earphone. Selang 20 menit kemudian aku baru bisa
tidur dengan nyenyak.

Pagi ini aku mendapat jadwal kuliah pukul 07.30 seperti biasa aku tetap malas untuk belajar
lagi di kelas. Sesampainya di kampus aku melihat laki laki dengan tinggi semampai jalan menuju
fakultas kedokteran dengan wajah tak asing, ya dia Rama temanku SMA. Dia memiliki wajah
tampan dan karisma yang membuat wanita benar benar tertarik padanya. Sayangnya dia sudah
memiliki pacar, Viola. Jika dibandingkan dengan wajahku mungkin Viola berada diperingkat
bawahku. Tetapi dia beruntung memiliki pacar seperti Rama yang tidak pernah membicarakan fisik
dan selalu menerima apa adanya tidak seperti Genta.

"Ih liatin apaan sih senyum senyum kayak gitu" ucap Sabrina yang entah dari kapan dia
memperhatikanku

"Itu liat deh yang pake baju putih, Rama"

"Kenapa emang? Naksir? udah ada Genta juga masih ngelirik cowok lain"

"Gak gitu, dia gak kayak Genta, Sab, dia gapernah ngomongin fisik"

"Masih bete sama Genta gara gara badut ?" jawab Sabrina diiringi tertawanya yang meledak
ledak

"Apaan sih udah yuk keburu telat"

Setelah jam istirahat aku dan Sabrina pergi menuju kantin. Entah mengapa hari ini sangat
melelahkan sekali. Sesampainya di kantin aku langsung memesan orange jus. Mungkin saat ini
orange jus memang pilihan terbaik dikala cuaca panas seperti ini.

"Eh Shen, itukan yang tadi pagi kamu liatin" kata Sabrina sambil menunjuk cowok yang
sedang duduk berdua dengan pacarnya, Rama dan Viola

"Iya itu Rama, gimana? Cakep kan"

"Iyasih tapi udah ada yang punya"

Tidak tahu kenapa saat melihat Rama aku jadi tertarik padanya. Tertarik pada fisiknya,
sifatnya, dan perlakuannya. Semuanya membuatku lupa dengan Genta. Memang sih jika
dibandingkan Rama, Genta memiliki wajah yang lebih tampan. Tapi itu tidak bisa mengalahkan
pesona Rama yang lain. Entah sampai mana aku malah membayangkan jika Rama menjadi pacarku,
mungkin aku tidak akan tertekan dengan apa yang dikatakannya tentang fisiku. Dia pasti akan
menerimaku apa adanya seperti ia menerima Viola.

"Ayo Shen, kita masuk kelas" ucapan Sabrina membuyarkan halusinasiku

"Eh iya ayo udah hampir masuk"

Saat perjalanan pulang aku masih memikirkan apa yang terjadi tadi. Sampai sampai aku
hampir menabrak anak kecil yang sedang menyebrang. Untung saja aku segera menginjak rem, jika
tidak mungkin aku sudah dalam introgasi polisi.

Sesampainya di rumah aku langsung merebahkan tubuhku yang rasanya sangat pegal. Karena
bingung ingin melakukan apa lalu aku mengambil laptop dan streaming film. Waktu berlalu begitu
cepat dan tidak terasa sudah pukul 18.00. Aku bergegas mandi dan makan malam. Karena besok
hari sabtu dan aku memutuskan untuk tidur lebih awal.

"Shenn bangun napa udah jam 2 sore nih kan hari ini pengumuman beasiswa kuliah luar
negeri kita" teriak Selin sambil menggoyang goyangkan tubuhku
Aku bangun dari tidurku dan melihat keadaan sekitar. Tempat ini tidak asing dan tempat ini
adalah tempat dimana aku belajar 3 tahun dengan seragam putih abu abu. Aku masih SMA? Aku
bingung karena aku sangat ingat kejadian tadi pagi bahwa aku sudah kulaih. Disini ada Selin, Vara,
dan teman temanku waktu SMA. Aku langsung melihat pakaianku dan aku sedang memakai baju
batik identitas SMAku dulu.

"Kok malah bengong sih kenapa dah"

"Kita masih SMA ?" tanyaku dengan wajah bingung

"Yaiyalah emang apa ? udah kerja ?"

"Oh iya ya" jawabku mengiyakan kejadian ini

"Ayo Shen buka webnya udah hampir jam setengah tiga nih"

Aku balik badan dan di sana ada tasku saat SMA. Aku membuka tasku dan mengeluarkan
laptop. Aku segera membuka webnya dan di sana tertera kolom nama yang diterima pada
universitas itu. Ya, di sana jelas terlihat namaku.

"Selamat ya Shen" ucap temanku sambil menjulurkan tangannya

"Selamat sayang kamu diterima" ujar pria dengan suaranya yang khas tetapi bukan Genta,
melainkan Rama

“Rama ? Ngapain kesini ? Nyari Viola ya ? Viola barusan ke ruang guru”

“Hah Viola?

“Iya, Viola kan”

“Kamu kenapa sih aneh banget aku chat juga gak dibales”

Aku semakin bingung dengan apa yang dikatakan Rama. Aku terdiam menatap Rama sambil
mengerutkan dahi. Ku lihat Rama hanya tersenyum senyum tanpa memperdulikan aku yang
menatapnya dengan aneh. Setelah itu Rama pamit kembali ke kelasnya dan aku kembali duduk di
bangkuku. Aku segera mengeluarkan ponsel dari tasku dan ternyata benar ada 100 pesan dari Rama
yang disana tertuliskan nama kontak ‘My beloved Rama’.

Entah apa yang sedang terjadi. Namun diam diam aku tersenyum senang. Setelah itu aku
segera menghubungi mamah dan papah. Saat aku akan menghubungi mereka aku sudah tahu
jawabannya pasti mereka tidak setuju. Aku langsung memasukkan ponselku ke dalam kantong.

Sesampainya di rumah aku melihat mereka sedang duduk bercengkrama di taman. Dengan
berani aku menghampiri mereka dan mengatakan bahwa aku ingin kuliah di luar negeri lagipula aku
juga sudah diterima. Benar apa yang aku pikirkan tadi mereka melarangku untuk kuliah di sana.
Tetapi aku tetap kekeuh untuk melanjutkan kuliah di luar Jerman. Jika mereka tidak memberi
ongkos pergi ke Jerman tetapi aku akan tetap bisa pergi karena aku sudah memiliki tabungan sejak
kelas 10 untuk kuliah di sana.
Saat aku sedang cuci muka aku melihat ke cermin yang berada tepat di atas wastafel. Aku
terkjut mengapa wajahku bisa menjadi seperti ini. Wajahku berubah menjadi lebih cerah dan tidak
kusam. Rambutku juga terlihat sangat bagus dan bervolume. Di sana terlihat pula senyumku yang
mulai mengembang. Sungguh ini benar benar seperti apa yang aku inginkan.

Hari ini, 17 Juli hari dimana jadwal pemberangkatanku untuk kuliah di Jerman. Aku sudah
menyiapkan segala hal seperti baju dan lain lain. Aku jalan menuju ruang makan dengan membawa
2 koperku. Di sana ada mamah dan papah sedang makan pagi. Aku berniatan hendak berpamitan
dengan mereka.

“Mah, Pah, kalian ingat kan kalau hari ini aku berangkat” ucapku dengan nada sedikit lirih

“Ya, kita gak lupa, ayo siap siap nanti ketinggalan pesawat” jawab papah dengan nada acuh

Saat itu pula papah langsung jalan menuju garasi dan menyalakan mesin mobil. Mamah
segera mengambil tas dan duduk di samping papah. Aku segera masuk mobil dan duduk di
belakang. Keadaan di dalam mobil saat ini sangat sunyi hanya ada suara kendaraan lain yang lewat
di sepanjang jalan. Sesampainya di bandara aku bergegas mengambil barangku di garasi karena
sudah sedikit telat.

“Nak hati hati di sana ya” ujar mamah sambil meneteskan air matanya

“Iya mah”

Setelah itu mamah memelukku sambil menangis. Papah juga ikut memelukku.

“Kamu gak akan bahagia disana karena tidak ada restu dari orang tua” ujar papah berbisik di
telingaku

Saat itu juga aku langsung menahan emosi yang rasanya sudah meluap. Bukannya diberi doa
yang baik ini malah sebaliknya. Aku melepaskan pelukannya karena sudah ada siaran bahwa
pesawat yang akan aku naiki akan berangkat 15 menit lagi. Aku langsung pergi meninggalkan
mereka tanpa basa basi apapun. Aku segera masuk ke dalam pesawat dan menikmati pemandangan
sepanjang perjalanan.

Sesampainya di Jerman aku memulai hari hariku untuk kuliah dan juga kerja part time
disuatu restoran. Setelah berhari hari kuliah di sana yang aku rasakan hanya bosan karena hanya
kuliah dan kerja. Di sana aku tidak punya teman padahal aku sudah mencoba ramah kepada setiap
siswa yang berkuliah di sana juga.

Saat aku sudah sampai di kost aku segera menghubungi Rama berharap dia bisa memecahkan
rasa bosanku.

“Halo Shen kabar kamu gimana hari ini ?”

“Huhh sudah hampir sebulan aku kuliah yang ada malah rasa bosan”

“Emm Shen, aku boleh bicara sesuatu ?”

“Boleh kok, apa emangnya ? ”


“Besok aja deh takut moodmu jadi tambah jelek ”

“Ih apaan sih enggak kok bilang aja kepo nih”

“Jadi gini Shen, kayaknya hubungan kita sampai sini aja ya bukan masalah yang lain tapi aku
gak bisa terus terusan hubungan jarak jauh kayak gini”

“Kamu bercanda kan ? ” tanyaku tidak percaya

“Enggak Shen, kali ini aku serius daripada hubungan kita gini gini aja komunikasipun kita
udah jarang ”

“Oke kalo itu mau kamu apa lagi yang bisa aku buat” jawabku sambil meneteskan air mata

“Maaf Shen kalo ini buat kamu sedih, makasih ya buat semuanya”

“Its ok”

Aku langsung memutuskan sambungan dan aku tidak bisa menahan air mataku yang terus
terusan mengalir. Sekarang kita sudah memiliki jalan masing masing. Aku pikir jika memiliki
hubungan dengan Rama akan sangat menyenangkan tetapi tidak, aku lebih memilih Genta
walaupun perkataannya sangat menyakitkan tapi aku yakin itu hanya candaannya saja. Sesakit
apapun perkataan Genta dia tetap bisa menjalani hubungan denganku dalam kondisi apapun baik
sedang jauh maupun dekat.

“TUHAN, TOLONG AKU, AKU INGIN KEMBALI DIMANA AKU TIDAK


BERSYUKUR AKU JANJI AKU AKAN MENJALANI HARI HARIKU DAN AKU AKAN
MENSYUKURI SEMUA YANG TELAH AKU MILIKI” teriakku keras bertujuan untuk
meluapkan segala emosiku.

“Shenna, nak bangun nak. Kamu mimpi buruk ?” ujar mamah dan papah sambil
menggoyangakan tubuhku

Aku membuka mata dan memastikan bahwa aku sedang di kamar rumahku.

“Mah, Pah, aku di rumah kan ? Aku masih di Jakarta kan ?” tanyaku memastikan keadaan

“Iya kamu masih disini, kamu kenap-”

Belum selesai melanjutkan pertanyaannya aku langsung memeluk mereka dan meminta maaf
karena selalu memaksa untuk kuliah di Jerman. Entah kehadiran mimpi itu menjawab semua
jawaban jawaban mengapa aku tetap disini. Aku berjanji akan semangat kuliah dan selalu
mensyukuri apa yang sudah aku miliki dan aku capai. Karena terlintas terfikirkan mimpiku tadi aku
bergegas mencari cermin dan melihat wajahku. Wajahku tetap sama dan aku akan melakukan
skincare rutin agar wajahku bisa menjadi lebih baik.

Hari ini aku menjalankan kuliahku dengan semangat. Aku berangkat pagi dan sudah
mempersiapkan semuanya. Saat aku berjalan menuju fakultas ekonomi. Tiba-tiba ada yang
mencolek bahuku.
“Hai… kamu dulu satu SMA kan sama aku? Aku Rama yang dulu kelas MIPA 1” ujarnya
sambil menjulurkan tangan

“Iya, aku Shenna” jawabku sambil menjawab uluran tangannya

“Fakultas apa?”

“Ekonomika Bisnis prodi Akuntansi”

“Salam kenal ya”

Anda mungkin juga menyukai