Anda di halaman 1dari 10

EMOTIONALLY HEALTHY

SPIRITUALITY
SPIRITUALITAS YANG SEHAT SECARA EMOSI

Reviewed By

CORNELIUS FERIAN ARDIANO


Sion ITB 2014
BAGIAN SATU

Permasalahan dari Spiritualitas yang Tidak Sehat secara Emosi

BAB 1. Mengenali Spiritualitas “Puncak Gunung Es”

Dalam bab yang pertama, penulis menceritakan bahwa spiritualitas Kristen tanpa
diintegrasikan dengan emosi yang sehat bisa mematikan bagi kita sendiri, hubungan kita dengan
Allah, dan orang-orang disekitar kita. Latar belakang penulis membuat tulisan ini dikarenakan
banyak orang-orang yang meninggalkan gereja beberapa diantaranya karena melihat orang yang
telah membuat komitmen yang tulus kepada Kristus kemudian menyadari bahwa spiritualitas yang
ada dalam gereja sebenarnya tidak menghasilkan perubahan hidup yang Kristus inginkan baik
dalam diri mereka maupun orang lain. Pengamatan lain bahwa orang lain meninggalkan gereja
karena mereka menyadari bahwa kenyataan hidup dari iman yang hitam putih tidak cocok dengan
pengalaman hidup mereka dan yang terakhir adalah orang-orang yang membuang iman mereka
sepenuhnya. Penulis mendapati bahwa semua yang terjadi pada gereja yang penulis gembalakan
adalah banyaknya luka batin yang belum diselesaikan diantara para jemaat. Ada ilustrasi mengenai
model gunung es dimana hanya 10 persen dari gunung es yang terlihat oleh mata. Sepuluh persen
ini mewakili semua perubahan terlihat yang kita buat dan orang lain bisa melihatnya. Kita menjadi
orang yang lebih ramah dan lebih menghormati orang lain.Tetapi akar kita sama sekali tidak
terjamah dan tersentuh. Ada lima komponen yang membentuk kita dalam menjalani kehidupan:
Emosi, Sosial, Intelektual, Fisik, dan Rohani. Hal yang paling sering diabaikan dalam kehidupan
spiritual adalah emosi. Kegagalan kita untuk “berfokus pada Allah” dan pada apa yang terjadi
dalam batin kita menyebabkan kita kehilangan banyak karunia sehingga pada akhirnya penulis
menemukan hubungan antara kesehatan rohani dan emosi. Menurut penulis ini terkait dengan
putusnya hubungan antara kesehatan rohani dan emosi yang mana ini membuat bagian tidak
terlihat dalam hidup kita tetap tidak tersentuh oleh Allah. Kita tidak bisa berubah atau mengundang
Allah mengubah kita ketika kita tidak sadar dan tidak melihat kebenarannya
BAB 2. Sepuluh Tanda Utama dari Spiritualitas yang Tidak Sehat secara Emosi

1. Menggunakan Allah untuk lari dari Allah. Hal ini yang dinyatakan penulis ketika kita
menggunakan Allah untuk lari dari Allah ketika kita menciptakan begitu banyak
menciptakan aktivitas bagi Tuhan dan mengabaikan semua bagian yang sulit dalam hidup
kita ketika Allah ingin ubah.

2. Mengabaikan emosi kemarahan, kesedihan, dan ketakutan. Sebenarnya kebanyakan dari


orang Kristen mempercayai bahwa memiliki emosi demikian adalah suatu hal yang dosa
akan tetapi hal seperti ini bukan berarti untuk dihindari akan tetapi diselesaikan dengan
cara yang dewasa

3. Sekarat karena hal-hal yang salah. Kita dipanggil bukan untuk mati terhadap hal yang salah
atas hidup kita. Sehingga sangat diperlukan kepekaan mengenai pembentukan Tuhan
bukan kehendak manusia itu sendiri.

4. Menolak dampak masa lalu terhadap masa kini. Pengudusan sebenarnya menuntut kita
untuk melihat ke masa lalu agar bisa terbebas dari pola merusak dan tidak sehat yang
menghalangi kita untuk mengasihi diri kita dan orang lain.

5. Membagi hidup kita ke dalam sekat “secular” dan “sacral”. Pola piker yang salah ini
haruslah diubah karena sebagai anak Allah kita patut mengintegrasikan semua apa yang
ada dalam firman Tuhan kedalam semua kehidupan kita.

6. Kehidupan yang sibuk bagi Allah tanpa kebersamaan dengan Allah. Budaya produktif
memang baik akan tetapi jika kita tidak menyertakan Allah maka akan berubah menjadi
pengandalan diri sendiri.

7. Merohanikan konflik. Perdamaian yang ada dapat dibentuk ketika ada kasih yang nyata
sehingga tidak aka nada penyelesaian masalah dari kepalsuan yang kita buat

8. Menutupi kehancuran, kelemahan, dan kegagalan. Tidak ada manusia yang sempurna,
alkitab telah memperlihatkan bahwa pahlawan iman pun juga pernah mengalami kejatuhan
sampai mereka benar-benar memahami Allah.

9. Hidup tanpa batasan. Perlu adanya hari sabat yang akan dijelaskan di tulisan setelahnya.

10. Menghakimi perjalanan rohani orang lain.


BAB 3. Penangkal yang Radikal: Kesehatan Emosi dan Kerohanian Kontemplatif

Ada beberapa hal yang menandakan kesehatan emosi kita seperti

a. Kita dapat menyadari, mengenali, dan mengatur perasaan kita sendiri


b. Kita dapat menempatkan diri dan memiliki belas kasihan yang aktif bagi orang lain
c. Kita dapat melepaskan diri dari pola yang merusak diri
d. Kita peka terhadap dampak masa lalu kita terhadap masa kini
e. Kita dapat menghormati dan mengasihi orang lain tanpa harus mengubah mereka
f. Kita secara akurat dapat menilai sendiri kekuatan, keterbatasan, dan kelemahan kita serta
menyatakannya secara bebas kepada orang lain.
g. Kita dapat berduka dengan benar.

Ada beberapa hal yang menandakan kerohanian kontemplatif seperti

a. Kita sadar dan berserah pada kasih Allah di setiap situasi


b. Kita dapat mengatur diri kita untuk bisa mendengar Allah dan mengingat kehadiran-Nya
dalam segala sesuatu yang kita lakukan
c. Mempraktikan kehidupan yang tenang, teduh, dan tidak putus-putusnya berdoa
d. Kita harus bersandar sepenuhnya di dalam hadirat Allah
e. Kita dapat mengasihi orang lain sebagai hasil dari kehidupan yang mengasihi Allah
f. Kita menemukan esensi sejati kita di dalam Allah
g. Kita dapat hidup penuh komitmen dalam komunitas yang berhasrat kuat untuk mengasihi
Yesus lebih dari yang lainnya.
BAGIAN DUA

Jalan Menuju Spiritualitas yang Sehat secara Emosi

BAB 4. Mengenal Diri Sendiri untuk Mengenal Allah

Dalam bab yang keempat, penulis mengajak setiap pembaca untuk menjadi diri sendiri
yang autentik. Kesadaran akan diri sendiri dan relasi kita dengan Allah sangatlah terkait. Bahkan,
tantangan untuk mengenyahkan manusia lama kita yang palsu untuk hidup secara autentik dalam
manusia baru kita pada inti dari kerohanian sejati. Sama seperti orang Kristen pada hari ini, kita
diajar bahwa semua perasaan tidak bisa diandalkan dan tidak bisa dipercaya. Perasaan bisa naik
turun dan itu adalah hal terakhir yang bisa kita andalkan dalam kehidupan kerohanian kita tetapi
itu adalah pandangan yang tidak tepat. Salah satu halangan terbesar dalam menemukan Allah
adalah kurangnya pengenalan akan diri sendiri sehingga kita akan berakhir dengan mengenakan
topeng di hadapan Allah, diri sendiri, dan orang lain. Dan kita tidak bisa peka terhadap diri sendiri
jika kita membuang kemanusiaan kita karena takut pada perasaan kita. Ketakutan ini mengarah
pada ketidakmauan untuk mengenal diri sendiri yang sebnearnya dan menghentikan pertumbuhan
kita didalam Kristus. Hal yang paling baik adalah bahwa kita harus mengizinkan diri kita
mengalami sepenuhnya semua perasaan kita dan semua yang kita alami tanpa sensor. Sesudah itu
kita bisa merenungkan dan memikirkan dengan seksama apa yang harus dilakukan. Percayalah
Allah bisa datang kepada kita melalui perasaan-perasaan tersebut. Ada beberapa godaan yang akan
muncul saat kita mencoba untuk menuntaskan akar-akar pahit tersebut. Godaan pertama adalah
“Kita adalah Apa yang Kita Lakukan” atau prestasi, Godaan kedua adalah “Kita adalah Apa yang
Kita Miliki” atau Harta, Godaan ketiga adalah “Kita adalah Apa yang Orang Lain Pikir” atau
popularitas. Penulis menekankan bahwa untuk memulihkan kondisi ini kita perlu menerapkan
prinsip “Diferensiasi” atau Hidup dengan setia bagi diri kita yang sebenarnya. Diferensiasi
melibatkan kemampuan untuk berpegang pada siapa diri kita yang sebenarnya bukan sebaliknya.
Sejauh mana kita mampu menegaskan nilai dan tujuan khas kita yang terpisah dari semua tekanan
di sekitar kita sambil tetap dekat dengan menentukan tingkat kediferensiasian kita. Selain hal
tersebut tiga langkah praktis ini juga dapat diterapkan dalam kehidupan kita seperti mendengarkan
bation kita daalam keheningan dan kesunyian, menemukan sahabat yang dapat dipercaya, Keluar
dari Zona nyaman kita, dan berdoa minta keberanian.

BAB 5. Melihat Masa Lalu untuk Melangkah Maju ke Masa Depan

Dalam bab yang kelima ini penulis membawa para pembaca untuk mencoba
menghancurkan kuasa belenggu masa lalu. Spiritualitas yang sehat secara emosi adalah mengenal
realitas, bukan penyangkalan atau ilusi, Ini terkait dengan menerima pilihan Allah bagi tempat
lahir kita. Pilihan tersebut memberi kita berbagi kesempatan dan karunia tertentu. Spiritualitas
yang sejati membebaskan kita untuk hidup dengan sukacita di saat ini namun perlu tindakan
melihat ke masa lampau supaya bisa maju ke masa depan. Pembentukan pribadi kita saat ini
meskipun kita dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dan situasi eksternal yang kuat dalam
kehidupan kita di dunia, namun keluarga kita merupakan kelompok orang yang memiliki kekuatan
paling besar dimana kita turut menjadi bagian didalamnya. Pola keluarga di masa lalu memainkan
peranan dalam relasi kita di masa kini meskipun kita tidak harus menyadarinya. Sangatlah tidak
mungkin untuk menghapus semua efek negative dari sejarah kita karena memang hanya kebenaran
saja yang bisa membebaskan kita. Hal yang menghambat kita untuk bertumbuh karena kita sering
memilah-milah antara kehidupan spiritualitas dengan kehidupan pribadi sehingga tidak adanya
integrasi. Melihat ke masa lalu adalah hal yang menyakitkan akan tetapi ini adalah awal untuk
perubahan karena sebenarnya keluarga kita tidak dapat menentukan masa depan kita karena apa
yang telah terjadi dalam hidup kita bukanlah merupakan tujuan akhir. Ada beberapa hal yang dapat
kita pelajari dari bab ini seperti;

1. Kita kelebihan fungsi


2. Kita melakukan secara berlebihan
3. Kita memiliki tuntutan budaya yang tidak alkitabiah terkait pernikahan dan keluarga
4. Kita tidak baik dalam menyelesaikan konflik
5. Kita tidak mengizinkan diri kita merasakan
BAB 6. Perjalanan Menembus Tembok

Spiritualitas yang sehat secara emosi mengharuskan kita menembus tembok penghalang.
Hal ini perlu dilakukan untuk melepaskan kuasa dan kontrol. Bagi banyak orang seperti pada bab
sebelumnya bahwa sangat sulit untuk menembus tembok ini. Setiap orang percaya pasti disuatu
titik akan menghadapi tembok ini. Jika spiritualitas kita sehat apapun temboknya pasti akan
terlampaui dengan baik. Penulis mengilustrasikan bahwa dalam perjalanan Iman, orang Kristen
setidaknya akan melalui 6 tahap: Kesadaran akan Allah yang Mengubah Hidup (merupakan tahap
awal bersama Kristus seperti lahir baru), Pemuridan (merupakan tahap pembelajaran dan masuk
dalam komunitas untuk mengenal Kristus lebih dalam lagi), Hidup yang aktif (merupakan setiap
pengikut Kristus secara aktif bekerja bagi Allah), Tembok dan perjalanan batin (merupakan tahap
dimana Allah sedang membawa kita untuk menerobos setiap penghalang yang kita miliki),
Perjalanan lahiriah (merupakan tahap kita mengenali masalah-maslaah yang ada dalam batin kita
sehingga kita mengalami ketenangan batin saat, yang terakhir adalah diubahkan ke dalam kasih
(merupakan tahap Allah mengerjakan segala sesuatu supaya kita bisa disempurnakan didalam Dia
dan seluruh keadaan kerohanian kita serahkan kepada Allah). Ada 7 hal yang saya sebut sebagai
seven deathly sins yaitu hal-hal yang sering menghalangi kita untuk bertumbuh di dalam Tuhan.
Kesombongan (memiliki kecenderungan untuk menghakimi orang lain), Ketamakan (merasa tidak
pernah puas belajar), Kemewahan (lebih menikmati berkat rohani dari Allah daripada Allah
sendiri), Kemarahan (mudah tersinggung serta kurang sabar menantikan Allah), Kerakusan
Rohani, Iri hati rohani (kurang senang orang lain memiliki keadaan rohani yang baik), Kemalasan
(lari dari semua hal yang menyulitkan). Dari pemaparan dosa-dosa tersebut godaan terbesar bagi
kita adalah berhenti atau mundur, tetapi jika kita memilih berdiam dihadiratNya maka Allah
sendiri yang akan mengubahkan karakter kita supaya sempurna. Inti dari pengerjaan semua ini
adalah berfokus pada janji Allah dan sabar menanti karena tidak ada seorangpun yang dapat
menjamin kapan dari setiap kitya dapat melewati tembok-tembok tersebut. Allah memiliki tujuan
yang unik bagi setiap kita karena hanya Dialah pribadi yang tahu seberapa besar batin kita harus
dimurnikan dan seberapa besar Dia ingin mencetak diriNya di dalam kita bagi tujuanNya yang
lebih besar dan jangka panjang. Hal yang penting adalah perjalanan bersama Yesus memanggil
kita untuk menjalani hidup yang berfokus pada penyembahan bagi Allah.
BAB 7. Melapangkan Jiwa Anda Melalui Penderitaan dan Kehilangan

Dalam bab yang ketujuh ini penulis memberikan pernyataan bahwa kehidupan rohani yang
sejati bukanlah pelarian dari realitas tetapi komitmen penuh kepada realitas. Keterbatasan yang
dimaksud oleh penulis ada dibalik semua kehilangan yang harus kita lalui untuk menemui proses
pembentukan mengenai pengenalan diri sendiri. Dalam menjalani kehidupan ini kita sering
beranggapan bahwa kehilangan merupakan suatu pengganggu hidup kita akan tetapi pada
kenyataannya kita sering menghadapi banyak kematian dalam kehidupan kita. Pilihannya adalah
apakah semua kematian itu sifatnya mengakhiri atau menghancurkan hidup kita atau malahan
membuka kita kepada kesempatan baru dan perubahan yang mendalam di dalam Kristus. Penulis
mengamati bahwa pada masa kini banyak budaya Kristen yang makin menambah pelarian diri
yang tidak manusiawi dan tidak alkitabiah terhadap penderitaan dan kehilangan ini. Beberapa hal
yang membuat kita sulit untuk melalui penderitaan dan kehilangan ini seperti penyangkalan
(melakukan penolakan untuk mengakui beberapa aspek menyakitkan), sikap mengecilkan (kita
mengakui ada suatu hal yang salah, tetapi dalam cara yang kurang terlihat dari yang sebenarnya,
menyalahkan orang lain, menyalahkan diri sendiri, mencari-cari alasan, mengalihkan perhatian,
dan yang terakhir adalah sikap bermusuhan. Hal-hal seperti ini yang membuat kita sulit untuk
bertumbuh dan terus melangkah dalam hal penyelesaian masalah. Dalam buku ini penulis memakai
permodelan tangga kerendahhatian santo benediktus, setidaknya ada 8 langkah yang patut kita
coba seperti: Takut akan Allah dan Peka akan kehadiranNya (Langkah 1), Melakukan kehendak
Allah (Langkah 2), Mau menundukan diri pada arahan orang lain (Langkah 3), Sabar menerima
kesulitan orang lain (Langkah 4), Kejujuran radikan pada sesame mengenai kelemahan atau
kesalahan kita (Langkah 5), Sadar Penuh akan keberadaan diri (Langkah 6), Sedikit berbicara
(Langkah 7), Diubahkan dalam kasih Allah (Langkah 8). Untuk memulai relasi yang baru dengan
Allah akan ada banyak buah yang dihasilkan dalam hidup kita hasil dari penerimaan kita terhadap
kehilangan yang kita alami. Akan tetapi hal yang harus diperhatikan bahwa hubungan kita dengan
Allah harus pulih, ada sebuah paradigm yang kita ubah dalam hal berdoa, dari berdoa yang sekadar
meminta-minta menjadi doa yang penuh kasih dan intim dengan Allah sehingga ketika kita
berduka dengan cara Allah maka kita akan diubahkan selamanya.
BAB 8. Menemukan Ritme Ibadah Harian dan Sabat

Dalam bab ini penulis mengajak para pembaca untuk menerapkan prinsip dari ritme ibadah
harian. Ada empat unsur utama dari ibadah harian yang kita bisa jalankan. Yang pertama adalah
Berhenti sejenak. Kegiatan ini merupakan inti dari ibadah harian. Hal yang lebih penting dari
jumlah waktu yang disisihkan setiap hari untuk bersama Allah adalah waktu yang tidak terburu-
buru sehingga apa yang kit abaca atau doakan diberi waktu untuk masuk kedalam roh kita. Yang
kedua adalah Berfokus. Kegiatan ini memiliki makna untuk melepaskan semua ketegangan,
distraksi, dan sensasi bersama dengan Allah. Yang ketiga adalah berdiam. Penulis mengatakan
bahwa ini adalah hal yang paling menantang dan sulit untuk dilakukan orang saat ini karena kita
terbiasa dengan budaya yang sangat sibuk sehingga setiap orang yang ingin melakukan ini harus
terbiasa untuk berdiam diri. Yang keempat adalah Alkitab. Dari perihal ibadah harian tersebut hal
yang harus dilakukan kembali adalah menjalankan sabat. Ada empat prinsip yang dapat kita
lakukan untuk menjalankan sabat seperti Berhenti, Istirahat, Bersuka, dan yang terakhir adalah
kontemplasi (merenungkan kembali kasih Allah). Ibadah harian dan sabat adalah hal yang harus
dilakukan penulis mengibaratkan seperti tali yang mengarahkan kita kembali kepada Allah. Kedua
hal ini merupakan suatu hal yang revolusioner bagi orang Kristen pada masa kini.

BAB 9. Bertumbuh Menjadi Orang yang Dewasa secara Emosi

Dalam bab ini penulis membahas mengenai masalah dari ketidakdewasaan emosi adalah
banyak orang mengetahui kebenaran Alkitab dengan cukup baik. Sebagian besar kita dapat
mengutip firman Tuhan dan menjelaskan prinsip-prinsip kunci bagi kehidupan orang Kristen. Kita
kebanyakan tahu dan percaya sepenuh hati bahwa kita harus menghidupi semua ini akan tetapi
yang menjadi masalahnya adalah kita tidak tahu bagaimana menerapkan semua itu dengan benar.
Penulis berbicara mengenai kedewasaan emosi dan konflik.Ada dua hal yang harus diperhatikan
dalam menghadapi konflik. Yang pertama adalah mengabaikan konflik. Hal ini merupakan
tindakan pendamaian yang salah. Masalah dari hal ini adalah kedamaian yang sejati tidak pernah
dihasilkan melalui cara seolah-olah melihat kesalahan sebagai kebenaran. Pembawa damai yang
sejati adalah mengasihi Allah, sesama, dan diri sendiri sampai berani menghancurkan kedamaian
yang palsu. Yang kedua adalah menerima konflik. Hal ini merupakan jalan menuju damai yang
sejati. Kita tidak dapat memiliki damai yang sejati dari kerajaan Kristus bersamaan dengan
kebohongan dan kepura-puraan. Konflik yang tidak terselesaikan adalah salah satu ketegangan
yang paling besar dalam kehidupan Kristen pada hari ini. Penulis mengutarakan bahwa suatu
gereja yang sehat harus membangun budaya yang baru. Hal yang ditekankan dalam perkara ini
adalah menjadi sebuah komunitas orang dewasa yang sehat secara emosi dan mengasihi dengan
benar. Hal ini membutuhkan kuasa Allah dan komitmen untuk belajar, bertumbuh, dan
memisahkan diri dari pola yang tidak sehat dan merusak.

BAB 10. Menuju Langkah Selanjutnya untuk Mengembangkan Sebuah “Aturan Hidup”

Dalam bab yang terakhir ini, penulis menjelaskan mengenai aturan hidup yang harus
dijalankan oleh para pembaca. Ada dua belas hal yang dapat dilakukan seperti:

1. Membaca Kitab suci


2. Berdiam diri dan menyendiri
3. Ibadah Harian
4. Belajar
5. Sabat
6. Menerapkan prinsip kesederhanaan
7. Bermain dan Rekreasi
8. Pelayanan dan Misi
9. Merawat Tubuh Jasmani
10. Mengetahui Kesehatan emosi secara mendalam
11. Meluangkan waktu bersama Keluarga
12. Memelihara persaudaraan dalam Komunitas

Anda mungkin juga menyukai