PERUBAHAN ZAMAN
Tjong Heryanto, SE, M.Th
Pendahuluan
Angin perubahan kepemimpinan sedang melanda bangsa Indonesia. Hal ini
dibuktikan dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta pada bulan Agustus 2012 yang lalu,
dengan terpilihnya Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Bahkan sampai hari inipun
gema perubahan yang dilakukan oleh mereka berdua terus dipantau dan ditunggu oleh
masyarakat khususnya warga Jakarta serta seluruh Indonesia hingga luar negeri.
Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat sebenarnya sangat menginginkan
adanya perubahan baik dalam hal figur pemimpin maupun pengelolaan manajemen
kepemimpinan yang dilakukan kemudian. Jokowi dan Ahok, panggilan akrab bagi mereka
adalah figur pemimpin yang sedang dirindukan oleh masyarakat untuk membawa perubahan
itu bisa terwujud. Sebagai pemimpin yang mengedepankan keterbukaan, anti korupsi, bersih
dan melayani masyarakat adalah harapan masyarakat akan adanya perubahan yang signifikan
terjadi bukan hanya di DKI Jakarta juga seluruh Indonesia.
Bagaimana mereka mengelola segala potensi dan masalah yang sangat banyak di
Ibukota Jakarta untuk diselesaikan satu persatu ? Disini terlihat dengan jelas kemampuan
manajemen kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama sebagai pemimpin
sekaligus administrator pemerintahan daerah yang hasilnya akan langsung dirasakan oleh
masyarakat.
Bagaimana dengan gereja ? Apakah gereja juga merespon perubahan ini dalam
manajemen kepemimpinannya ? Menjadi pengikut perubahan atau agen perubahan sebagai
pilihannya ? Atau malah gereja asyik dengan keadaannya tanpa mempedulikan perubahan di
luar yang sedang terjadi.
Bagi banyak institusi , gelombang perubahan telah menimbulkan krisis dalam
kepemimpinan.1 Banyhak organisasi menghadapi kenyataan bahwa kondisi-kondisi yang
dihadapi benar-benar berbeda dengan keadaan sebenarnya bahkan melampaui apa yang dapat
dibayangkan hingga menghadapi kesulitan dalam mengantisipasi hingga menimbulkan
kekacauan.
Keadaan ini semakin diperparah dengan gaya kepemimpinan yang tidak berubah.
Konsep kepemimpinan dan manajemen yang dianut banyak gereja adalah 4M
(Merencanakan, Memimpin, Mengatur, dan Mengendalikan).2 Gaya kepemimpinan
konvensional ini sudah tidak bisa menghadapi perubahan zaman yang serba cepat dengan
askses informasi yang luas hingga batas-batas informasi sudah tidak ada lagi.
Ada kebutuhan di antara para pemimpin Kristen mengenai peranan para
administrator dan administrasi.3 Tanpa administrasi yang baik dan tertib serta rapi maka
gereja atau pelayanan mana pun akan berakhir dengan kesulitan yang serius, entah dengan
jemaat ataupun dengan diri mereka sendiri.
Manajemen diperlukan dalam pekerjaan rohani sebab Tuhan menghendakinya dan
memerintahkan manusia mengerjakannya demi kepentingan manusia itu sendiri. 4
1
Eddie Gibbs, Kepemimpinan Gereja masa mendatang (Jakarta:BPK, 2010),1.
2
Ibid, 6
3
Tongkat Gembala, Bagian E6, 268.
4
P.Octavianus , Manajemen dan Kepemimpinan menurut Wahyu Allah (Malang:Gandum Mas, 2007), 3
Manajemen akan sangat membantu para pemimpin bukan saja dalam mengelola organisasi
bisnis tetapi juga organisasi rohani, seperti gereja. Kepemimpinan yang bertumbuh dalam
urapan Roh Kudus dan dalam pengertian rohani juga pengertian manajemen akan membawa
organisasi yang dipimpinnya mengalami kemajuan dari waktu ke waktu.
Tulisan ini mencoba mengulas bagaimana manajemen membantu pelaksanaan
kepemimpinan gereja dalam menjawab tantangan perubahan zaman yang terjadi serta
memberikan masukan hal-hal apa saja yang bisa dilakukan kepemimpinan gereja untuk
mengantisipasinya perubahan yang sedang terjadi.
5
George Barna, Leader on Leadership (Malang : Gandum Mas), 24.
6
Eddie, 19
7
Eddie, 20
8
Ibid 21
akan mempengaruhi bahkan memberdayakan cukup orang untuk membawa perubahan
terhadap aspek kehidupan tersebut.”9
Jadi kepemimpinan adalah cara mempengaruhi, memberdayakan dan menggerakan
orang-orang yang dipimpinnya untuk mengetahui, mengerti, menyikapi dan melakukan
sesuai visi dan misi yang Allah berikan untuk membawa pengaruh perubahan terhadap
lingkungan di sekitarnya.
They said, "If you will be a servant to this people, be considerate of their needs
and respond with compassion, work things out with them, they'll end up doing
anything for you." (MSG)
Kekuatan dan kekuasaan pemimpin harus dipakai untuk melayani kebutuhan para
bawahannya, pemimpin akan menemukan berbagai hal yang menggembirakan. Sebagai
balasannya para bawahan akan selalu melayani segala kebutuhan pemimpin dengan suka rela
dan senang hati. Jadi manajemen menurut Alkitab adalah memenuhi kebutuhan orang dalam
bekerja untuk menyelesaikan suatu tugas.12
9
Ibid
10
Myron Rush, Manajemen menurut pandangan Alkitab (Malang: Gandum Mas),
10
11
Ibid
12
Ibid, 13
the institution depend.”13 Hal ini membuat para pemimpin mulai berusaha memahami apa
sebenarnya manajemen itu. Tentu hal ini akan menjadi semakin menarik para pemimpin
memahami hubungannya dengan kepemimpinan dan administrasi.
Pengertian kepemimpinan menurut J. Robert Clinton yang mengatakan bahwa,
”Kepemimpinan ialah suatu proses (terencana yang) dinamis melalui suatu periode waktu
dalam situasi (satu atau berbagai situasi), yang di dalamnya pemimpin menggunakan :
perilaku (pola/gaya) kepemimpinan yang khusus dan sarana memimpin
(menggerakkan/memperngaruhi) bawahan (pengikut) guna melaksanakan tugas/pekerjaan ke
arah (dalam upaya pencapaian) tujuan yang saling menguntungkan (membawa keuntungan
timbal balik) bagi pemimpin dan bawahan.” 14 Dalam kaitan dengan pengertian ini,
manajemen berhubungan dengan fungsi-fungsi kepemimpinan (coordinating, planning,
organizing, directing, dan controling) dan dari sisi peranan kepemimpinan, manajemen
adalah fungsi administrasi eksekutif.15 Untuk itu, administrasi dapat diartikan sebagai
keseluruhan proses pengerjaan tugas khusus kepemimpinan untuk mencapai tujuan. Lewat
pengertian ini maka menempatkan kepemimpinan, manajemen , administrasi sebagai suatu
segitiga yang utuh.16 Berdasarkan hal di atas maka manajemen dapat dijelaskan sebagai “seni
mengelola tugas, fungsi, orang-orang, keputusan, organisasi dan sumber-sumber dalam
keseluruhan upaya serta pegerjaan pencapaian tujuan bersama.”
Kaitan antara kepemimpinan dan manajemen, manajemen adalah fungsi umum
kepemimpinan.17 Hal ini berarti keseluruhan upaya pencapaian tujuan organisasi dalam
kepemimpinan dimanajemenkan dan fungsi kepemimpinan yang berkembang disebut
“manajemen koordinatif”. Koordinasi sebagai dasar dan pusat manajemen maka koordinasi
merupakan dasar bagi fungsi kepemimpinan yang dijalankan. Sebagai pusat manajemen,
koordinasi memulai, menghubungkan, menggerakkan, mengarahkan, mengendalikan, dan
memastikan seluruh aspek manajemen dalam kepemimpinan.
13
Peter Drucker, Management Task, Responsibilities, Practices(New York : Perenial Library, 1985), 5-6
14
Yakob Tomatala, Kepemimpinan yang Dinamis ( Jakarta : YT Leadership Foundation, 1997), 140.
15
Ibid, hal 141
16
Ibid
17
Ibid, hal 143
18
Eddie Gibbs, Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang (Jakarta;BPK Gunung Mulia, 2010), 35.
19
P. Octavianus, 7-30
4. Pergantian kepemimpinan.
5. Peralihan sistem yang dipakai.
6. Pergeseran makna rohani.
20
Henry Migliore, Perencanaan Strategis dalam Gereja dan Pelayanan (Jakarta : BPK Mulia, 2010), 2-3
21
Allan E Nelson, Spirituality and Leadership (Bandung : Kalam Hidup, 2007), 27
Dalam perubahan yang terjadi dibutuhkan temperamen yang berbeda secara radikal,
penggerak motivasi baru dan kemampuan yang menjangkau yang lebih luas serta pemimpin
yang tidak terhalang dan tidak merasa aman ketika ia hendak berubah dan beradaptasi.22
Dalam bukunya, Eddie Gibbs mengutip pernyataan Cleveland tentang delapan
perilaku yang dipercaya dibutuhkan dalam manajemen kepemimpinan baik di dalam maupun
di luar gereja yang sangat kompleks, yaitu :23
1. Keingintahuan intelektual yang terus menerus, minat terhadap segala sesuatu-karena
segala sesuatu saling terkait dengan hal-hal yang lain, demikian pula segala sesuatu
yang hendak kita lakukan, apa pun itu.
2. Ketertarikan yang murni pada apa yang orang-orang pikirkan dan mengapa mereka
berpikir demikian – yang berarti Anda harus berdamai dengan diri sendiri sebagai
awal.
3. Tanggungjawab khusus untuk memimpikan masa depan yang berbeda dari proyeksi
langsung masa kini. Trend bukanlah nasib.
4. Firasat bahwa sebagian besar resiko harus dijalani, bukan dihindari.
5. Sebuah pola pikir bahwa krisis-krisis yang terjadi sesungguhnya normal, tekanan-
tekanan mungkin menjanjikan sesuatu, dan kompleksitas adalah sesuatu yang
menyenangkan.
6. Menyadari bahwa paranoia dan tindakan mengasihi diri hanya diperuntukkan bagi
mereka yang tidak ingin menjadi pemimpin.
7. Rasa tanggung jawab pribadi untuk hasil usaha Anda secara umum.
8. Sebuah kualitas yang saya sebut “optimisme tak beralasan” – keyakinan bahwa harus
ada optimisme yang lebih besar lagi daripada yang dihasilkan dari seluruh saran para
ahli yang ada
Para pemimpin gereja harus mempunyai semangat dan kreativitas yang diperlukan
untuk menjalankan misi dalam masa-masa yang kacau-balau ini. Gereja membutuhkan
navigator-navigator yang menuruti suara Allah, bukan pembaca-pembaca peta. Kemampuan
navigasional harus dipelajari melalui lautan yang besar dan ditengah-tengah berbagai kondisi
yang dihasilkan oleh angin, gelombang-gelombang, arus-arus , kabut-kabut, kegelapan,
awan-awan badai, dan batu-batu karang.24
22
Eddie, 67
23
Ibid
24
Ibid, 68
25
Henry, 2
26
Ibid
1. Gereja-gereja yang lebih besar (jemaatnya terdiri dari 250 orang atau lebih) lebih
cenderung melakukan perencanaan jangka panjang secara tertulis.
2. Kebanyakan gereja telah menggunakan perencanaan jangka panjang selama kurang
lebih tiga tahun dan telah mencapai peningkatan kehadiran 100 persen, dua kali rata-
rata tingkat pertumbuhan yang dialami oleh gereja-gereja yang tidak menggunakan
perencanaan jangka panjang.
3. Kefektifan pelayanan ditingkatkan denga adanya rencana tahunan dan rencana jangka
panjang secar tertulis.
4. Kekurangan dalam perencanaan tertulis (tahunan/jangka panjang) merintangi
kemampuan maupun efektivitas gereja/pendeta dalam melayani jemaat.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa para pendeta dan para pemimpin
gereja harus diajarkan tentang pentingnya pemanfaatan keterampilan administrasi dan
manajemen, khususnya perencanaan dalam gereja. Mereka juga harus diberikan alat-alat yang
perlu untuk menggabungkan perencanaan ke dalam pelayanan gereja yang mereka layani.
Hanya melalui doa dan penggunaan proses perencanaan, gereja, sebagai suatu organisasi,
dapat secara efektif menunaikan Amanat Agung yang telah diberikan kepadanya. 27
Kebanyakan gereja dan pelayanan yang telah terlibat dalam perencanaan lebih
berfokus pada jangka pendek daripada jangka panjang. Walaupun hal ini sudah lebih baik
ketimbang tidak punya sama sekali. Ini juga berarti setiap rencana tahunan tersebut tidak
berhubungan dengan segala sesuatu yang sifatnya jangka panjang dan biasanya gagal
menggerakkan organisasi ke arah yang diinginkan pada masa depan.
Para pemimpin gereja haruslah menyadari bahwa program dan kegiatan memerlukan
perencanaan. Suatu program pelayanan adalah suatu rangkaian aktivitas yang luas yang
mencakup keseluruhan bidang dari kemampuan gereja. Sedangkan kegiatan pelayanan pada
umumnya kurang luas dan rumit. Namun kedua-duanya memerlukan perencanaan untuk
mencapai tujuan dan keberhasilan kegiatan tersebut.
Alvin J. Lindgren mengamati keadaan gereja dan mengatakan bahwa : 28“Kebanyakan
gereja tidak terlibat dalam perencanaan jangka panjang yang sistematis. Barangkali inilah
suatu alasan mengapa gereja belum mampu menjangkau masyarakat dan mengubah
masyarakat dengan lebih efektif. Banyak gereja yang beroperasi berdasarkan perencanaan
yang payah (parah). Mereka mempertimbangkan berbagai masalah yang mendesak dalam
setiap pertemuan dewan pengurus tanpa menempatkan masalah-masalah itu dalam
perspektif yang tepat dalam kaitannya dengan masa lampau maupun masa depan.”
Gereja kecil pun berpikir bahwa perencanaan tidak bermanfaat bagi mereka karena
jumlah mereka masih kecil dan setiap orang dalam jemaat tersebut mengetahui apa yang
terjadi pada masa lampau dan apa yang sepertinya akan terjadi pada masa depan. Alasan
lainnya adalah tidak ada waktu dan kekurangan sumber daya untuk membuat perencanaan.
Gereja dapat memperoleh keuntungan dari proses perencanaan karena proses yang
sistematis dan berkelanjutan ini memungkin kita untuk :29
1. Menilai posisi pasar gereja. Hal ini mencakup apa yang disebut dengan analisis
SWOT singkatan Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) yang menilai
kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness) internal gereja, serta Kesempatan
27
Ibid 3
28
Ibid 7
29
Ibid 8-9
(Opportunity) dan Ancaman (Threat) eksternalnya. Tanpa perencanaan yang jelas,
mungkin unsur-unsur ini tidak akan diketahui.
2. Menentukan tujuan, sasaran, prioritas, dan strategi yang dilengkapi dalam periode
waktu tertentu. Perencanaan akan memampukan gereja untuk menilai pencapaian
sasaran yang telah ditetapkan dan akan menolong memotivasi staf dan anggota untuk
bekerja bersama-sama guna mencapai tujuan bersama.
3. Mencapai komitmen dan kerja sama yang lebih besar dari para staf dan anggota yang
diarahkan untuk menghadapi tantangan dan menanggulangi masalah yang
ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang berubah-ubah.
4. Mengerahkan sumber dayanya untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut
melalui antisipasi dan persiapan. “Menyesuaikan diri atau mati” adalah suatu
peringatan yang sangat tepat.
30
Aubrey Malphus, Being Leader (Grand Rapids : Baker, 2003), 26.
31
Agus Lay, Manajemen Pelayanan (Yogyakarta : Andi Offset, 2006), 3-4
32
Ibid
c. Pembangunan tembok Yerusalem oleh Nehemia (Nehemia 1-13)
d. Manajemen Personalia yang dilakukan oleh Yesus sendiri ketika memilih, membina,
dan mengutus murid-murid-Nya, mulai dari seleksi, asosiasi dan konsentrasi, sampai
kepada delegasi, supervisi dan reproduksi.
e. Reorganisasi pelayanan oleh para rasul yang melahirkan pelayanan baru dan kreatif
yaitu diakonia dalam jemaat, yang disertai dengan kriteria personalia hingga
penjabaran tugas (Kisah Para Rasul 6:1-7).
Dari contoh tersebut di atas, manajemen mempermudah tugas seorang pemimpin dalam
mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Bagi pemimpin rohani, manajemen merupakan
alat yang sangat berguna bagi pencapaian tujuan dalam melayani pekerjaan Tuhan lebih luas
lagi. Karena itu pemimpin akan bertindak tidak saja sebagai pemimpin juga sebagai manajer
dalam mengelola sumber daya yang Tuhan percayakan guna memcapai tujuan yang Tuhan
berikan, hal ini disebut dengan MBO (Management By Objective).33
Jika seluruh proses dan fungsi manajemen berjalan secara padu dan selaras,
sesungguhnya tujuan (objective) itulah yang menuntun seluruh mekanisme manajemen
tersebut. Fungsi-fungsi manajemen harus bersifat lugas dan obyektif sehingga penerapan
fungsional secara jelas, penenatapan penjabaran tugas, kebijakan, dan prosedur, pelimpahan
tugas, tanggung jawab dan wewenang melalui pendelegasian tugas; kelancaran komunikasi
dan pemberian motivasi yang tepat akan membawa banyak keuntungan bagi kepemimpinan
rohani yang sedang dilakukan.
Untuk itulah para pemimpin rohani hendaknya juga melatih diri dan mengerti
mengenai manajemen dan tidak lagi terjebak dengan konsep yang keliru mengenai
manajemen. Dengan melakukan empat fungsi manajemen yakni, perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian maka pelayanan kepemimpinan rohani yang
diemban akan jauh lebih baik dan jauh lebih tertata dengan rapi.
33
Ibid, 93
DAFTAR PUSTAKA