Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN GEREJA MENJAWAB TANTANGAN

PERUBAHAN ZAMAN
Tjong Heryanto, SE, M.Th

Pendahuluan
Angin perubahan kepemimpinan sedang melanda bangsa Indonesia. Hal ini
dibuktikan dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta pada bulan Agustus 2012 yang lalu,
dengan terpilihnya Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama. Bahkan sampai hari inipun
gema perubahan yang dilakukan oleh mereka berdua terus dipantau dan ditunggu oleh
masyarakat khususnya warga Jakarta serta seluruh Indonesia hingga luar negeri.
Hal ini juga menunjukkan bahwa masyarakat sebenarnya sangat menginginkan
adanya perubahan baik dalam hal figur pemimpin maupun pengelolaan manajemen
kepemimpinan yang dilakukan kemudian. Jokowi dan Ahok, panggilan akrab bagi mereka
adalah figur pemimpin yang sedang dirindukan oleh masyarakat untuk membawa perubahan
itu bisa terwujud. Sebagai pemimpin yang mengedepankan keterbukaan, anti korupsi, bersih
dan melayani masyarakat adalah harapan masyarakat akan adanya perubahan yang signifikan
terjadi bukan hanya di DKI Jakarta juga seluruh Indonesia.
Bagaimana mereka mengelola segala potensi dan masalah yang sangat banyak di
Ibukota Jakarta untuk diselesaikan satu persatu ? Disini terlihat dengan jelas kemampuan
manajemen kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama sebagai pemimpin
sekaligus administrator pemerintahan daerah yang hasilnya akan langsung dirasakan oleh
masyarakat.
Bagaimana dengan gereja ? Apakah gereja juga merespon perubahan ini dalam
manajemen kepemimpinannya ? Menjadi pengikut perubahan atau agen perubahan sebagai
pilihannya ? Atau malah gereja asyik dengan keadaannya tanpa mempedulikan perubahan di
luar yang sedang terjadi.
Bagi banyak institusi , gelombang perubahan telah menimbulkan krisis dalam
kepemimpinan.1 Banyhak organisasi menghadapi kenyataan bahwa kondisi-kondisi yang
dihadapi benar-benar berbeda dengan keadaan sebenarnya bahkan melampaui apa yang dapat
dibayangkan hingga menghadapi kesulitan dalam mengantisipasi hingga menimbulkan
kekacauan.
Keadaan ini semakin diperparah dengan gaya kepemimpinan yang tidak berubah.
Konsep kepemimpinan dan manajemen yang dianut banyak gereja adalah 4M
(Merencanakan, Memimpin, Mengatur, dan Mengendalikan).2 Gaya kepemimpinan
konvensional ini sudah tidak bisa menghadapi perubahan zaman yang serba cepat dengan
askses informasi yang luas hingga batas-batas informasi sudah tidak ada lagi.
Ada kebutuhan di antara para pemimpin Kristen mengenai peranan para
administrator dan administrasi.3 Tanpa administrasi yang baik dan tertib serta rapi maka
gereja atau pelayanan mana pun akan berakhir dengan kesulitan yang serius, entah dengan
jemaat ataupun dengan diri mereka sendiri.
Manajemen diperlukan dalam pekerjaan rohani sebab Tuhan menghendakinya dan
memerintahkan manusia mengerjakannya demi kepentingan manusia itu sendiri. 4

1
Eddie Gibbs, Kepemimpinan Gereja masa mendatang (Jakarta:BPK, 2010),1.
2
Ibid, 6
3
Tongkat Gembala, Bagian E6, 268.
4
P.Octavianus , Manajemen dan Kepemimpinan menurut Wahyu Allah (Malang:Gandum Mas, 2007), 3
Manajemen akan sangat membantu para pemimpin bukan saja dalam mengelola organisasi
bisnis tetapi juga organisasi rohani, seperti gereja. Kepemimpinan yang bertumbuh dalam
urapan Roh Kudus dan dalam pengertian rohani juga pengertian manajemen akan membawa
organisasi yang dipimpinnya mengalami kemajuan dari waktu ke waktu.
Tulisan ini mencoba mengulas bagaimana manajemen membantu pelaksanaan
kepemimpinan gereja dalam menjawab tantangan perubahan zaman yang terjadi serta
memberikan masukan hal-hal apa saja yang bisa dilakukan kepemimpinan gereja untuk
mengantisipasinya perubahan yang sedang terjadi.

Definisi Kepemimpinan masa kini


Banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan yang dapat ditemui dari berbagai
sudut pandang. Salah satunya, definisi kepemimpinan menurut Garry Wills yang dikutip
George Barna : “Kepemimpinan bukanlah ilmu, kepemimpinan merupakan seni.
Kepemimpinan adalah menganugerahkan orang lain menuju satu tujuan yang diperjuangkan
bersama-sama oleh pemimpin dan pengikut-pengikutnya.”5 Sedangkan J. Robert Clinton
memberikan definisi kepemimpinan dalam kaitannya dengan gereja tanpa memperhatikan
konteks atau tradisi tertentu yaitu, “Seorang pemimpin Kristen adalah seorang yang
mendapat kapasitas dan tanggung jawab dari Allah untuk memberi pengaruh kepada
kelompok umat Allah tertentu untuk menjalankan kehendak Allah bagi kelompok tersebut.” 6
Definisi ini menaruh perhatian pada inisiatif Allah dalam panggilan kepemimpinan, sesuatu
yang sangat ditekankan oleh Kitab Suci.
Konsep kepemimpinan dari berbagai literatur kepemimpinan pada era 1980-an sangat
berbeda dengan definisi kepemimpinan sekarang. Dahulu kepemimpinan memiliki
keterkaitan dengan “kharismatik”. Dalam hal ini kharismatik, tidak ada kaitannya dengan
anugerah rohani melainkan dengan kemampuan persuasi dan kepribadian personal yang
memikat. Namun konsep kepemimpinan kharismatik ini mulai berubah.
Pandangan James Kouzes dan Barry Posner yang dikutip oleh Eddie Gibbs
menekankan, “Kepemimpinan bukanlah milik pribadi dari beberapa orang yang kharismatik.
Kepemimpinan adalah proses yang digunakan oleh orang-orang biasa ketika mereka
memberikan apa yang terbaik dari diri mereka dan dari orang lain. Kepemimpinan adalah
kapasitas Anda menuntun orang lain ke tempat yang belum pernah mereka (dan Anda)
datangi.”7 Pandangan Steven Bernstein dan Anthony Smith yang kutip oleh Eddie Gibbs
yakni : “kepemimpinan saat ini dipahami banyak orang untuk mengacu pada tindakan
kolektif, dirancang dengan suatu cara agar membawa perubahan yang signifikan sembari
meningkatkan kompetensi dan motivasi dari semua yang terlibat – tindakan di mana lebih
dari satu individu mempengaruhi proses.”8
Sadar atau tidak setiap orang Kristen yang menjadi murid Yesus Kristus akan
memberikan pengaruh pada setiap orang di sekitarnya, secara de facto mereka adalah
pemimpin. Sebab yang dibutuhkan untuk menjadikan seseorang sebagai pemimpin ialah
adanya satu orang yang mengikutinya. Robert Banks dan Bernice M. Ledbetter menyetujui
bahwa “kepemimpinan melibatkan orang, kelompok, atau organisasi yang menunjukkan jalan
dalam aspek kehidupan dalam jangka waktu singkat maupun panjang dan dengan demikian

5
George Barna, Leader on Leadership (Malang : Gandum Mas), 24.
6
Eddie, 19
7
Eddie, 20
8
Ibid 21
akan mempengaruhi bahkan memberdayakan cukup orang untuk membawa perubahan
terhadap aspek kehidupan tersebut.”9
Jadi kepemimpinan adalah cara mempengaruhi, memberdayakan dan menggerakan
orang-orang yang dipimpinnya untuk mengetahui, mengerti, menyikapi dan melakukan
sesuai visi dan misi yang Allah berikan untuk membawa pengaruh perubahan terhadap
lingkungan di sekitarnya.

Manajemen menurut Alkitab


Kebutuhan organisasi-organisasi Kristen akan pemimpin-pemimpin yang piawai dan
mumpuni telah menjadi suatu kebutuhan bahkan banyak pendeta, perguruan tinggi Kristen
dan guru besar seminari serta para pemimpin gereja sepakat bahwa kita membutuhkan orang-
orang yang dipersiapkan dengan lebih baik untuk mengelola secara efektif organisasi yang
dibangun Allah untuk melaksanakan pekerjaan-Nya.10
Banyak organisasi Kristen termasuk gereja menerapkan filosofi dan prinsip
manajemennya dari dunia sekuler. Kekuatan dan kekuasaan dipandang sebagai cara untuk
memanipulasi, memanfaatkan dan mengendalikan orang. 11 Dalam ayat Injil Matius 20:20-28
disinggung mengenai filosofi manajemen Yesus Kristus. Filosofi ini mengajarkan, dalam
keadaan apapun, orang Kristen tidak pernah boleh bersikap “merajai” para bawahannya.
Sebagai pemimpin Kristen harus melayani bawahannya dengan membantu mereka mencapai
kapasitas maksimum yang telah Tuhan tetapkan.
Manajemen yang bersifat otoriter memicu ketidakpuasan, frustrasi, serta sikap negatif
terhadap pimpinan. Hal ini dibuktikan dalam kasus raja Rehabeam yang mengabaikan nasihat
para tua-tua Israel mengenai manajemen Allah dan malah menggunakan kekuatan dan
kekuasaannya untuk merajai rakyatnya sebagaimana tercatat dalam Kitab 1 Raja- Raja 12 :7
“Mereka berkata: "Jika hari ini engkau mau menjadi hamba rakyat, mau mengabdi
kepada mereka dan menjawab mereka dengan kata-kata yang baik, maka mereka
menjadi hamba-hambamu sepanjang waktu."

They said, "If you will be a servant to this people, be considerate of their needs
and respond with compassion, work things out with them, they'll end up doing
anything for you." (MSG)

Kekuatan dan kekuasaan pemimpin harus dipakai untuk melayani kebutuhan para
bawahannya, pemimpin akan menemukan berbagai hal yang menggembirakan. Sebagai
balasannya para bawahan akan selalu melayani segala kebutuhan pemimpin dengan suka rela
dan senang hati. Jadi manajemen menurut Alkitab adalah memenuhi kebutuhan orang dalam
bekerja untuk menyelesaikan suatu tugas.12

Hubungan Manajemen dengan Kepemimpinan


Mengutip perkataan Peter Drucker, “Management is the specific organ of the modern
institution. It is the organ on the performance of which the performance and the survival of

9
Ibid
10
Myron Rush, Manajemen menurut pandangan Alkitab (Malang: Gandum Mas),
10
11
Ibid
12
Ibid, 13
the institution depend.”13 Hal ini membuat para pemimpin mulai berusaha memahami apa
sebenarnya manajemen itu. Tentu hal ini akan menjadi semakin menarik para pemimpin
memahami hubungannya dengan kepemimpinan dan administrasi.
Pengertian kepemimpinan menurut J. Robert Clinton yang mengatakan bahwa,
”Kepemimpinan ialah suatu proses (terencana yang) dinamis melalui suatu periode waktu
dalam situasi (satu atau berbagai situasi), yang di dalamnya pemimpin menggunakan :
perilaku (pola/gaya) kepemimpinan yang khusus dan sarana memimpin
(menggerakkan/memperngaruhi) bawahan (pengikut) guna melaksanakan tugas/pekerjaan ke
arah (dalam upaya pencapaian) tujuan yang saling menguntungkan (membawa keuntungan
timbal balik) bagi pemimpin dan bawahan.” 14 Dalam kaitan dengan pengertian ini,
manajemen berhubungan dengan fungsi-fungsi kepemimpinan (coordinating, planning,
organizing, directing, dan controling) dan dari sisi peranan kepemimpinan, manajemen
adalah fungsi administrasi eksekutif.15 Untuk itu, administrasi dapat diartikan sebagai
keseluruhan proses pengerjaan tugas khusus kepemimpinan untuk mencapai tujuan. Lewat
pengertian ini maka menempatkan kepemimpinan, manajemen , administrasi sebagai suatu
segitiga yang utuh.16 Berdasarkan hal di atas maka manajemen dapat dijelaskan sebagai “seni
mengelola tugas, fungsi, orang-orang, keputusan, organisasi dan sumber-sumber dalam
keseluruhan upaya serta pegerjaan pencapaian tujuan bersama.”
Kaitan antara kepemimpinan dan manajemen, manajemen adalah fungsi umum
kepemimpinan.17 Hal ini berarti keseluruhan upaya pencapaian tujuan organisasi dalam
kepemimpinan dimanajemenkan dan fungsi kepemimpinan yang berkembang disebut
“manajemen koordinatif”. Koordinasi sebagai dasar dan pusat manajemen maka koordinasi
merupakan dasar bagi fungsi kepemimpinan yang dijalankan. Sebagai pusat manajemen,
koordinasi memulai, menghubungkan, menggerakkan, mengarahkan, mengendalikan, dan
memastikan seluruh aspek manajemen dalam kepemimpinan.

Tantangan Kepemimpinan Gereja


Para pemimpin, termasuk pemimpin gereja di milenium ketiga ini harus dipersiapkan
untuk menguji kembali semua asumsi, kebijakan, dan prosedur yang mereka telah buat.
Mereka harus memprakarsai perubahan dengan bertanya kepada orang-orang yang mereka
layani, apakah gereja dan kepemimpinannya merupakan penghalang atau justru menjadi
saluran untuk menghadirkan misi yang lebih efektif dalam konteks tertentu budaya mereka. 18
DR.P. Octavianus dalam bukunya, Manajemen dan Kepemimpinan menurut Wahyu
Allah, mengatakan tentang faktor penentu maju mundurnya kepemimpinan rohani :19
1. Kepercayaan dan perencanaan dalam kepemimpinan.
2. Manusia Tuhan.
3. Sistem kelembagaan.

13
Peter Drucker, Management Task, Responsibilities, Practices(New York : Perenial Library, 1985), 5-6
14
Yakob Tomatala, Kepemimpinan yang Dinamis ( Jakarta : YT Leadership Foundation, 1997), 140.
15
Ibid, hal 141
16
Ibid
17
Ibid, hal 143
18
Eddie Gibbs, Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang (Jakarta;BPK Gunung Mulia, 2010), 35.
19
P. Octavianus, 7-30
4. Pergantian kepemimpinan.
5. Peralihan sistem yang dipakai.
6. Pergeseran makna rohani.

Melakukan perencanaan dalam rangka efektivitas pelayanan adalah masalah bagi


kepemimpinan gereja masa kini. Disadari atau tidak banyak pendeta dan pemimpin gereja
yang harus diajarkan tentang pentingnya pemanfaatan keterampilan administrasi dan
manajemen, khususnya perencanaan dalam gereja. Dengan doa dan penggunaaan proses
perencanaan, gereja, sebagai suatu organisasi, dapat secara efektif menunaikan Amanat
Agung yang telah diberikan kepadanya. 20
Masalah kepemimpinan gereja berikutnya adalah tuntutan hidup yang tidak bercacat
di hadapan Tuhan maupun jemaat (1 Tim 3 : 20). Kepemimpinan yang menjadi contoh dan
teladan bagi jemaat adalah model kepemimpinan yang membawa berkat bagi banyak orang
termasuk jemaat Tuhan. Gereja masa kini banyak mengalami kegagalan terhadap dosa
hedonis, seks, jabatan hingga penyalahgunaan wewenang. Integritas pemimpin rohani
menjadi hal yang beresiko merendahkan gereja Tuhan dan citra kepemimpinan kristen.
Aspek spiritualitas seorang pemimpin merupakan masalah yang patut mendapat
perhatian berikutnya. Pemimpin yang memiliki spiritualitas yang baik tidak secara otomatis
cakap dalam memimpin, sebaliknya orang yang cakap tidak otomatis memiliki spiritualitas
yang baik. Untuk menjadi pemimpin yang spititualitas dan cakap dalam memimpin
memerlukan suatu perpaduan yang unik dari nilai-nilai, proses kehidupan, motivasi dan
tujuan.21
Ketika pemimpin rohani kehilangan kepekaan dan ketajaman pimpinan Roh Kudus
dan bergantung kepada diri sendiri atau cara dunia, saat itu juga akan kehilangan pengaruh
spiritualitasnya serta kehilangan kewibawaan kepemimpinannya.
Melalui manajemen kepemimpinan yang dilakukan oleh gereja maka akan membawa
gereja mengalami peningkatan pelayanannya terhadap jemaat. Tulisan ini akan membahas
lebih banyak mengenai cara , prinsip dan solusi dalam tinjauan manajemen kepemimpinan
guna menjawab beberapa permasalahan yang terjadi di gereja masa kini.

Manajemen Kepemimpinan Gereja menjawab tantangan perubahan zaman


Perubahan adalah sesuatu yang menimbulkan gairah dan harapan baru, termasuk
dalam hal kepemimpinan. Perubahan adalah sesuatu yang normal terjadi dalam siklus hidup
kepemimpinan seseorang atau organisasi. Namun ada sebagian orang tidak menyukai
perubahan. Tidak dapat disangkal bahwa perubahan memicu adanya kemajuan dan menuntut
para pemimpin termasuk pemimpin-pemimpin gereja melakukan cara yang kreatif dalam
menanggapi perubahan ini.
Gereja bukanlah semata-mata sebuah organisasi melainkan organisasi yang hidup
karena di dalamnya ada Roh Allah yang hidup yang siap mengarahkan dan menuntun gereja
menjalani rencana Allah yang ditetapkan baginya. Tantangan perubahan zaman tidak bisa
dielakkan oleh gereja dan tentu Tuhan ingin memakai gereja mewarnai perubahan yang
terjadi dan bukan menjadi pengikut perubahan melainkan agen perubahan.

20
Henry Migliore, Perencanaan Strategis dalam Gereja dan Pelayanan (Jakarta : BPK Mulia, 2010), 2-3
21
Allan E Nelson, Spirituality and Leadership (Bandung : Kalam Hidup, 2007), 27
Dalam perubahan yang terjadi dibutuhkan temperamen yang berbeda secara radikal,
penggerak motivasi baru dan kemampuan yang menjangkau yang lebih luas serta pemimpin
yang tidak terhalang dan tidak merasa aman ketika ia hendak berubah dan beradaptasi.22
Dalam bukunya, Eddie Gibbs mengutip pernyataan Cleveland tentang delapan
perilaku yang dipercaya dibutuhkan dalam manajemen kepemimpinan baik di dalam maupun
di luar gereja yang sangat kompleks, yaitu :23
1. Keingintahuan intelektual yang terus menerus, minat terhadap segala sesuatu-karena
segala sesuatu saling terkait dengan hal-hal yang lain, demikian pula segala sesuatu
yang hendak kita lakukan, apa pun itu.
2. Ketertarikan yang murni pada apa yang orang-orang pikirkan dan mengapa mereka
berpikir demikian – yang berarti Anda harus berdamai dengan diri sendiri sebagai
awal.
3. Tanggungjawab khusus untuk memimpikan masa depan yang berbeda dari proyeksi
langsung masa kini. Trend bukanlah nasib.
4. Firasat bahwa sebagian besar resiko harus dijalani, bukan dihindari.
5. Sebuah pola pikir bahwa krisis-krisis yang terjadi sesungguhnya normal, tekanan-
tekanan mungkin menjanjikan sesuatu, dan kompleksitas adalah sesuatu yang
menyenangkan.
6. Menyadari bahwa paranoia dan tindakan mengasihi diri hanya diperuntukkan bagi
mereka yang tidak ingin menjadi pemimpin.
7. Rasa tanggung jawab pribadi untuk hasil usaha Anda secara umum.
8. Sebuah kualitas yang saya sebut “optimisme tak beralasan” – keyakinan bahwa harus
ada optimisme yang lebih besar lagi daripada yang dihasilkan dari seluruh saran para
ahli yang ada

Para pemimpin gereja harus mempunyai semangat dan kreativitas yang diperlukan
untuk menjalankan misi dalam masa-masa yang kacau-balau ini. Gereja membutuhkan
navigator-navigator yang menuruti suara Allah, bukan pembaca-pembaca peta. Kemampuan
navigasional harus dipelajari melalui lautan yang besar dan ditengah-tengah berbagai kondisi
yang dihasilkan oleh angin, gelombang-gelombang, arus-arus , kabut-kabut, kegelapan,
awan-awan badai, dan batu-batu karang.24

Perencanaan Strategis bagi efektivitas dan masa depan pelayanan


Perencanaan sebagai bagian dari proses manajemen adalah penting bagi keberhasilan
suatu organisasi.25 Hal ini juga berlaku bagi gereja, walaupun masih sedikit penelitian yang
dilakukan mengenai hubungan perencanaan dengan keberhasilan pelayanan dalam organisasi
gereja. Namun baru-baru ini, suatu studi empiris tentang hubungan antara proses perencanaan
dan keefektifan pelayanan telah dilakukan di suatu denominasi. Studi tersebut menemukan
bahwa :26

22
Eddie, 67
23
Ibid
24
Ibid, 68
25
Henry, 2
26
Ibid
1. Gereja-gereja yang lebih besar (jemaatnya terdiri dari 250 orang atau lebih) lebih
cenderung melakukan perencanaan jangka panjang secara tertulis.
2. Kebanyakan gereja telah menggunakan perencanaan jangka panjang selama kurang
lebih tiga tahun dan telah mencapai peningkatan kehadiran 100 persen, dua kali rata-
rata tingkat pertumbuhan yang dialami oleh gereja-gereja yang tidak menggunakan
perencanaan jangka panjang.
3. Kefektifan pelayanan ditingkatkan denga adanya rencana tahunan dan rencana jangka
panjang secar tertulis.
4. Kekurangan dalam perencanaan tertulis (tahunan/jangka panjang) merintangi
kemampuan maupun efektivitas gereja/pendeta dalam melayani jemaat.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa para pendeta dan para pemimpin
gereja harus diajarkan tentang pentingnya pemanfaatan keterampilan administrasi dan
manajemen, khususnya perencanaan dalam gereja. Mereka juga harus diberikan alat-alat yang
perlu untuk menggabungkan perencanaan ke dalam pelayanan gereja yang mereka layani.
Hanya melalui doa dan penggunaan proses perencanaan, gereja, sebagai suatu organisasi,
dapat secara efektif menunaikan Amanat Agung yang telah diberikan kepadanya. 27
Kebanyakan gereja dan pelayanan yang telah terlibat dalam perencanaan lebih
berfokus pada jangka pendek daripada jangka panjang. Walaupun hal ini sudah lebih baik
ketimbang tidak punya sama sekali. Ini juga berarti setiap rencana tahunan tersebut tidak
berhubungan dengan segala sesuatu yang sifatnya jangka panjang dan biasanya gagal
menggerakkan organisasi ke arah yang diinginkan pada masa depan.
Para pemimpin gereja haruslah menyadari bahwa program dan kegiatan memerlukan
perencanaan. Suatu program pelayanan adalah suatu rangkaian aktivitas yang luas yang
mencakup keseluruhan bidang dari kemampuan gereja. Sedangkan kegiatan pelayanan pada
umumnya kurang luas dan rumit. Namun kedua-duanya memerlukan perencanaan untuk
mencapai tujuan dan keberhasilan kegiatan tersebut.
Alvin J. Lindgren mengamati keadaan gereja dan mengatakan bahwa : 28“Kebanyakan
gereja tidak terlibat dalam perencanaan jangka panjang yang sistematis. Barangkali inilah
suatu alasan mengapa gereja belum mampu menjangkau masyarakat dan mengubah
masyarakat dengan lebih efektif. Banyak gereja yang beroperasi berdasarkan perencanaan
yang payah (parah). Mereka mempertimbangkan berbagai masalah yang mendesak dalam
setiap pertemuan dewan pengurus tanpa menempatkan masalah-masalah itu dalam
perspektif yang tepat dalam kaitannya dengan masa lampau maupun masa depan.”
Gereja kecil pun berpikir bahwa perencanaan tidak bermanfaat bagi mereka karena
jumlah mereka masih kecil dan setiap orang dalam jemaat tersebut mengetahui apa yang
terjadi pada masa lampau dan apa yang sepertinya akan terjadi pada masa depan. Alasan
lainnya adalah tidak ada waktu dan kekurangan sumber daya untuk membuat perencanaan.
Gereja dapat memperoleh keuntungan dari proses perencanaan karena proses yang
sistematis dan berkelanjutan ini memungkin kita untuk :29
1. Menilai posisi pasar gereja. Hal ini mencakup apa yang disebut dengan analisis
SWOT singkatan Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) yang menilai
kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness) internal gereja, serta Kesempatan

27
Ibid 3
28
Ibid 7
29
Ibid 8-9
(Opportunity) dan Ancaman (Threat) eksternalnya. Tanpa perencanaan yang jelas,
mungkin unsur-unsur ini tidak akan diketahui.
2. Menentukan tujuan, sasaran, prioritas, dan strategi yang dilengkapi dalam periode
waktu tertentu. Perencanaan akan memampukan gereja untuk menilai pencapaian
sasaran yang telah ditetapkan dan akan menolong memotivasi staf dan anggota untuk
bekerja bersama-sama guna mencapai tujuan bersama.
3. Mencapai komitmen dan kerja sama yang lebih besar dari para staf dan anggota yang
diarahkan untuk menghadapi tantangan dan menanggulangi masalah yang
ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang berubah-ubah.
4. Mengerahkan sumber dayanya untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut
melalui antisipasi dan persiapan. “Menyesuaikan diri atau mati” adalah suatu
peringatan yang sangat tepat.

Karakter Pemimpin Rohani


Pemimpin yang menjadi contoh dan teladan bagi jemaat dan masyarakat adalah
tantangan berikutnya yang dihadapi kepemimpinan gereja. Tuntutan karakter seorang
pemimpin dalam kepemimpinan tidak pernah berubah walaupun zaaman berubah. Hal inilah
yang harus dicermati oleh para pemimpin khususnya para pemimpin rohani yang memiliki
tugas dan tanggungjawab besar membawa orang-orang di jalan Tuhan.
Kepemimpinan tidak ditopang hanya oleh kharisma yang melekat pada diri seseorang
sebab kharisma pemimpin yang tidak disertai dengan karakter yang baik, adalah sosok yang
berbahaya bagi orang lain dan sering mendatangkan kehancuran bagi diri mereka sendiri.
Dalam kepemimpinan di Perjanjian Baru, karakter ditempatkan dibagian pertama dan
terutama bahkan ditandai dengan jelas bahwa para pemimpin memiliki kehidupan yang
“tidak bercela”. Paulus menambahkan bahwa seorang penilik seharusnya “suami dari satu
istri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, bukan peminum, bukan pemarah melainkan
peramah, pendamai, bukan hamba uang”. Bagi Paulus, kekudusan dan disiplin pribadi
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kepemimpinan.
Para pemimpin khususnya para pemimpin rohani tidak merasa bahwa apa yang
disampaikan Paulus sebagai suatu bentuk harapan dan cita-cita belaka melainkan sebuah
kebutuhan yang diinginkan banyak orang. Robert Murray McCheyne, seorang pendeta besar
Skotlandia dan pengajar Alkitab pada abad ke-19 pernah mengatakan, “Kekudusan pribadi
saya adalah kebutuhan terbesar umat saya.” Para pemimpin rohani adalah pribadi-pribadi
yang terpanggil untuk menuntun dan menjaga umat Allah haruslah juga orang yang kompeten
dan berkarakter baik. Seperti halnya Raja Daud yang memiliki keseimbangan kedua-duanya.
Daud”menggembalakan mereka (umat Israel) dengan ketulusan hatinya, dan menuntun
mereka dengan kecakapan tangannya” (Mazmur 78:72).
Para pemimpin gereja harus meneladani keseimbangan ini untuk orang-orang yang
mereka pimpin. Ada pemimpin rohani yang menyampaikan kotbah, “kerjakan seperti yang
saya katakan, bukan seperti yang saya lakukan.” Jelas hal ini berbeda jauh dengan perkataan
Paulus di Korintus untuk “menjadi pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut
Kristus” (1 Korintus 11:1).
Karakter pemimpin rohani yang juga dibutuhkan pada masa sekarang adalah
kerendahan hati. Alkitab mencatat secara lengkap kegagalan dan kesalahan para pemimpin
bersamaan dengan perbuatan mereka yang luar biasa dan sikap menghamba yang
diperlihatkan. Kisah Raja Daud menjadi contoh bagaimana kerendahan hati menjadi
persyaratan untuk seorang pemimpin. Aubrey Malphus mengatakan, “Anda tidak dapat
menjadi seorang pemimpin bagi orang lain tanpa berhadapan dan berurusan dengan ego
Anda.”30
Dalam surat Galatia dicatat tentang sembilan hal yang disebut “buah Roh” : kasih,
sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan
penguasaan diri (Galtia 5:22-23). Semuanya menguraikan mengenai karakter yang dimiliki
Yesus Kristus. Para pemimpin rohani harus menyadari pentingnya karakter kesalehan bukan
hanya bagi dirinya sendiri melainkan juga bagi pelayanan kepada orang-orang yang mereka
layani secara terus menerus sehingga buah Roh dapat secara nyata dinyatakan dan berlimpah-
limpah.

Manajemen Kepemimpinan Rohani


Kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dengan kata manajemen walaupun
kepemimpinan lebih dahulu muncul namun kepemimpinan tanpa manajemen akan membuat
kepemimpinan berjalan di tempat dan membuat orang-orang yang dipimpinnya tidak
mencapai tujuan yang diharapkan.
Seorang pemimpin khususnya seorang pemimpin rohani seharusnya menyadari bahwa
manajemen akan sangat membantu mengembangkan kepemimpinan yang dilakukannya dan
membuat kepemimpinannya jauh lebih efektif dan lebih efisien. Dengan manajemen maka
para pemimpin gereja atau organisasi Kristen akan mampu mengelola semua tanggung jawab
yang dipercayakan Tuhan kepadanya. Namun masih banyak pemimpin gereja atau organisasi
Kristen yang enggan atau malah menolak keikutsertaan manajemen dalam kepemimpinannya.
Banyak orang bersikap hati-hati dan mempertanyakan sumbangsih dan perannya,
khususnya dalam konteks pelayanan rohani. Sekurang-kurangnya ada tiga posisi yang
diambil para pemimpin gereja dan pemikir manajemen :31
a. Manajemen dan pelayanan gereja adalah dua fungsi yang eksklusif satu terhadap yang
lain. Gereja adalah organisme yang tidak dapat di-“layani” dengan menggunakan teknik-
teknik manajemen (sekuler)
b. Manajemen adalah salah satu aspek pelayanan, dalam pengertian bahwa manajemen itu
bersifat sekunder dibandingkan dengan bidang-bidang pelayanan gereja yang lain, seperti
persekutuan, kesaksian, diakonia, dan pembinaan warga gereja. Dengan demikian,
manajemen tidak lain adalah “administrasi minimal” untuk mendukung kelancaran
pelayanan.
c. Manajemen adalah sarana pelayanan, sehingga fungsi dan tekniknya dapat dimanfaatkan
demi efisiensi pelayanan. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan esensial antara fungsi dan
teknik manajemen yang dipakai di luar gereja dengan fungsi dan teknik yang dipakai
dalam pelayanan gereja. Yang berbeda ialah pelaksanaannya (galam gereja adalah orang
Kristen) dan tujuannya (dalam gereja, peran, fungsi, dan teknik manajemen adalah untuk
menjamin efisiensi pelayanan demi kemuliaan Tuhan).
Alkitab memberikan contoh-contoh yang baik tentang pemanfaatan manajemen,
antara lain : 32
a. Manajemen logistik pangan raksasa yang dilakukan oleh Yusuf (Kejadian 41-43)
b. Pengorganisasian kepemimpinan atas umat Tuhan yang dilakukan Musa berdasarkan
nasihat Imam Yitro (Keluaran 18 : 1-27)

30
Aubrey Malphus, Being Leader (Grand Rapids : Baker, 2003), 26.

31
Agus Lay, Manajemen Pelayanan (Yogyakarta : Andi Offset, 2006), 3-4
32
Ibid
c. Pembangunan tembok Yerusalem oleh Nehemia (Nehemia 1-13)
d. Manajemen Personalia yang dilakukan oleh Yesus sendiri ketika memilih, membina,
dan mengutus murid-murid-Nya, mulai dari seleksi, asosiasi dan konsentrasi, sampai
kepada delegasi, supervisi dan reproduksi.
e. Reorganisasi pelayanan oleh para rasul yang melahirkan pelayanan baru dan kreatif
yaitu diakonia dalam jemaat, yang disertai dengan kriteria personalia hingga
penjabaran tugas (Kisah Para Rasul 6:1-7).
Dari contoh tersebut di atas, manajemen mempermudah tugas seorang pemimpin dalam
mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. Bagi pemimpin rohani, manajemen merupakan
alat yang sangat berguna bagi pencapaian tujuan dalam melayani pekerjaan Tuhan lebih luas
lagi. Karena itu pemimpin akan bertindak tidak saja sebagai pemimpin juga sebagai manajer
dalam mengelola sumber daya yang Tuhan percayakan guna memcapai tujuan yang Tuhan
berikan, hal ini disebut dengan MBO (Management By Objective).33
Jika seluruh proses dan fungsi manajemen berjalan secara padu dan selaras,
sesungguhnya tujuan (objective) itulah yang menuntun seluruh mekanisme manajemen
tersebut. Fungsi-fungsi manajemen harus bersifat lugas dan obyektif sehingga penerapan
fungsional secara jelas, penenatapan penjabaran tugas, kebijakan, dan prosedur, pelimpahan
tugas, tanggung jawab dan wewenang melalui pendelegasian tugas; kelancaran komunikasi
dan pemberian motivasi yang tepat akan membawa banyak keuntungan bagi kepemimpinan
rohani yang sedang dilakukan.
Untuk itulah para pemimpin rohani hendaknya juga melatih diri dan mengerti
mengenai manajemen dan tidak lagi terjebak dengan konsep yang keliru mengenai
manajemen. Dengan melakukan empat fungsi manajemen yakni, perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian maka pelayanan kepemimpinan rohani yang
diemban akan jauh lebih baik dan jauh lebih tertata dengan rapi.

33
Ibid, 93
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Irham. Manajemen Kepemimpinan Teori dan Aplikasi. Bandung :


Alfabeta, 2012.
Amirullah, Haris Budiyono. Pengantar Manajemen. Yogyakarta : Graha Ilmu,
2004.
Engstrom, W Ted and Edward R Dayton. Seni Manajemen bagi Pemimpin
Kristen. Bandung : Kalam Hidup, 2007.
Umam, Khaerul. Manajemen Organisasi. Bandung : Pustaka Setia, 2012.
Octavianus, P. Manajemen dan Kepemimpinan menurut Wahyu Allah. Malang
: Gandum Mas, 2007.
Rush, Myron. Manajemen Menurut Pandangan Alkitab. Malang : Gandum
Mas, 2002.
Tomatala, Yakob. Kepemimpinan yang Dinamis. Jakarta : YT Leadership
Foundation, 1997
Maxwell, John C. Mengembangkan Kepemimpinan di dalam diri Anda. Jakarta
: Binarupa Aksara, 1995.
Maxwell, John C. Mengembangkan Kepemimpinan di sekeliling Anda. Jakarta :
Binarupa Aksara, 1995.
Lay, Agus. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta : Andi Offset, 2006
Boast, Willliam B. Masters of Change. Jakarta : Gramedia, 2001
Gibbs, Eddie. Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang. Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 2010
Henry, Migliore R. Perencanaan Strategis dalam gereja dan pelayanan. Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2010.
Engstrom, Ted W. The Art Management for Christian Leaders. Bandung :
Kalam Hidup, 2007.
Tomatala, Yakob. Kepemimpinan yang Dinamis. Jakarta : YT Leadership
Foundation, 1997
Drucker, Peter. Management Task, Responsibilities, Practices. New York :
Perenial Library, 1985
Nelson , Allan E. Spirituality and Leadership . Bandung : Kalam Hidup, 2007
Malphus, Aubrey. Being Leader . Grand Rapids : Baker, 2003

Anda mungkin juga menyukai