NIM : L1A117064
1. Mazhab atau aliran klasik Konsep aliran ini dibuat sebelum abad ke 19, aliran
silvikultur klasik ini dibuat atau disusun oleh Hartig dan Cotta. Dalam aliran
silvikultur klasik lebih mementingkan ekonomi shg cenderung mengabaikan susunan
alami. Tetapi, Mazhab silvikultur klasik hanya bertahan sampai abad 20, karena
banyak kelemahan pada metode tersebut banyak terkena hama penyakit,miskin hara
dll. Ciri- ciri aliran klasik ini sebagai berikut : Tegakan murni (monokultur),Umurnya
sama (even age forest),Permudaan buatan (artificial regeneration),Penebangan tebang
habis (clear cutting methods),Penjarangan rendah (Low thinning)
2. Mazhab atau aliran modern yaitu kembali ke alam, jadi ciri keadaan
hutan/tegakannya adalah kebalikan dari mazhab silvikultur klasik. Aliran silvikultur
modern didukung oleh ilmu tanah,ekologi dan Pedologi yg menjdi dasar dari mazhab
silvikultur modern.Mazhab silvikultur ini melakukan selective improvement by
control, karena pemikiran modern diterapkan.
3. Mazhab silvikultur terbaru, muncul karena kebutuhan hasil hutan (terutama kayu)
yang makin meningkat dan lahan hutan terbatas luas dan kesuburannya serta
perkembangan ilmu seleksi. Mazhab silvikultur ini dikenal juga dengan sebutan
silvikultur intensif yaitu memadukan pemulian jenis, manipulasi lingkungan &
pengendalian hama penyakit. Silvikultur intensif ini menggunakan konsep
Accelerated Optimal Growth (AOG) yaitu bertujuan meningkatkan kualitas hutan
dgn menggunakan bibit pohon yg genetik unggul pd kondisi tempat tumbuh
(lingkungan) yg dibuat optimal serta pengendalian hama penyakit terpadu. Bibit
pohon genetik unggul diperoleh dari usaha pemuliaan pohon. Dengan bertambahnya
jumlah penduduk,kepadatan penduduk dan bertambahnya kebutuhan akan kayu mk
secara tdk langsung, kegiatan pemuliaan pohon semakin berkembang untuk
mendapatkan jenis pohon yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan. Kegiatan
pemuliaan pohon di Perushaan HTI untuk Eucalyptus spp dan Acacia spp.
Pembangunan Kebun benih.
Pemuliaan pohon dalam silvikultur.
P P=GxE = Phenotipe
G = Genotype
E = Environments
Peran genetika dalam silvikultur dimulai sejak adanya penelitian uji provenance dan
breeding pohon tahun 1950 dan menjadikan genetika hutan disejajarkan dengan fisiologi
pohon dan ekologi hutan sebagai dasar dari silvikultur. Regenerasi alami dapat memperoleh
“genetik gain” melalui dua cara yaitu :
SISTEM SILVIKULTUR
Sistem silvikultur yaitu suatu proses dimana pohon-pohon di dalam hutan ditebang,
dan diganti dengan pohon baru yang akan menghasilkan bentuk tegakan baru yang berbeda
dengan tegakan sebelumnya. Sistem Silvikultur mengandung tiga unsur utama yaitu ;
Tebang pilih merupakan salah satu sistem silvikultur yang di terapkan pada hutan tidak
seumur. Sistem ini diterapkan dengan menghilangkan individu dewasa yang terdapat pada
suatu tegakan atau mengurangi jumlah kelas diameter tua untuk menjaga jumlah tanaman sisa
yang terbaik dan untuk mempermuda kembali, menurut Smith,et al,1997 dan
nayland,1996.Tujuan dari penerapan sistem ini adalah
Sistem silvikultur yang pernah dikembangkan dan atau masih dilaksanakan di Indonesia
dalam pengelolaan hutan alam saat ini adalah
1. Aspek ekologi
Ekosistem
Jenis pohon dan sumber keanekaragaman genetik
Keamaanan terhadap bahaya kebakaran
2. Aspek ekonomi
Potensi
Jarak lokasi tebangan
Peruntukan produk
Kondisi topografi dan jenis tanah
3. Aspek teknis
Potensi , kondisi topografi dan jenis tanah
Jumlah dan jenis peralatan eksploitasi
4. Aspek sosial budaya
Penyebaran pemukiman dan lahan masyarakat hutan
Kondisi sosial ekonomi masyarakat
Kondisi budaya masyarakat
Macam-Macam Sistem Silvikultur