Anda di halaman 1dari 3

AUDIT KECURANGAN DALAM AUDIT KEUANGAN

A. TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERHADAP KECURANGAN (FRAUD)

Menurut General Accepted Auditing Standards, kecurangan (fraud) adalah “An intentional act that
results in a material misstatement in financial statements that are subject of an audit.”1 (Tindakan
sengaja yang menyebabkan kesalahan material dalam pelaporan keuangan yang menjadi sasaran audit).
Karena audit bertujuan untuk menyatakan pendapat bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material, maka Auditor perlu melakukan pengujian terhadap terjadi tidaknya fraud.

Dalam pelaksanaan audit, Auditor wajib menilai risiko pengendalian dalam melaksanakan auditnya.
Risiko yang dinilai pada tahap pemahaman dan pengujian pengendalian adalah risiko terkait asersi
penyajian laporan keuangan, termasuk di dalamnya risiko kecurangan. Berdasarkan hasil penilaian risiko
tersebut, auditor melakukan pengujian substantif untuk memastikan terjadi tidaknya fraud.

Jika teridentifikasi terjadi fraud, maka Auditor wajib memperluas pengujiannya dengan mengumpulkan
bukti-bukti terjadinya fraud selengkap mungkin. Di samping itu, Auditor perlu memastikan pengaruh
fraud terhadap laporan keuangan. Bukti-bukti transaksi yang terkait fraud harus dikumpulkan dan diuji
kembali keabsahannya. Auditor menjalankan serangkaian wawancara untuk mengungkap fraud. Fraud
diungkapkan hingga diketahui skema kecurangan, pihak-pihak terkait dan pengaruh terhadap kebenaran
informasi keuangan.

Jika pengaruh fraud material terhadap kewajaran laporan keuangan dan melibatkan senior manajemen,
maka Auditor harus menyatakan opini Menolak Memberikan Pendapat (Adverse Opinion). Jika tidak
berpengaruh material terhadap kewajaran laporan keuangan dan melibatkan pengawai hingga
manajemen menengah, Auditor mendiskusikan dan menyepakati dengan senior manajemen serta
komite audit langkah-langkah perbaikan pengendalian intern, termasuk mengkoreksi laporan keuangan.

B. KECURANGAN DALAM PELAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN DAN LEMBAGA

Untuk menemukan kecurangan, Auditor harus memahami 3 kondisi kecurangan, yang sering disebut
dengan The Fraud Triangle, yaitu:

1. Incentives/Procedures. Pelaku memiliki keuntungan atau mengalami tekanan untuk melakukan


fraud.
2. Kesempatan. Kondisi yang memberikan peluang/kesempatan pelaku untuk melakukan fraud,
misalnya karena adanya kelemahan pengendalian.
3. Rationalization. Perilaku, karakter, atau keyakinan yang dimiliki Pelaku yang membenarkan fraud
yang dilakukan.

1
William C. Boynton dan Raymond N. Johnson, Modern Auditing: Assurance Services and The Integrity of Financial
Reporting, 8TH edition, John Wiley & Sons, Inc.
Sebagai contoh, fraud yang dilakukan oleh pegawai berupa tidak melaporkan penerimaan PNBP, maka
The Fraud Triangle-nya bisa dirinci sebagai berikut:

1. Incentives. Pelaku menggunakan uang PNBP untuk kepentingan pribadi.


2. Opportunity. Kelemahan pengawasan dan tidak adanya pengendalian berupa pencatatan
terpisah atas besar uang yang seharusnya pegawai tersebut terima.
3. Rationalization. Pegawai tersebut yakin tidak ada mengetahui perbuatannya dan Negara tidak
terlalu besar dirugikan, karena tidak seluruh pendapatan digelapkannya.

Pemahaman atas The Fraud Triangle ini menyebabkan Auditor harus berhati-hati terhadap kemungkinan
pelanggaran/pengabaian, tidak ada dan tidak efektifnya pengendalian, karena hal-hal ini merupakan
unsur Incentive/Pressure dan Opportunity.

Kecurangan yang harus diwaspadai oleh Auditor pada pelaksanaan audit atas laporan keuangan
pemerintah antara lain adalah:

a. Penggelapan pendapatan (tidak melaporkan pendapatan).


b. Belanja fiktif.
c. Mark up harga pengadaan atau belanja.
d. Mengurangi kuantitas atau kualitas barang/jasa yang diadakan.
e. Penggelapan atau pencurian aset berupa kas, piutang, persediaan dan aset tetap.
f. Penghapusan aset yang tidak sah, termasuk piutang.
g. Tidak mencatat pelunasan piutang.
h. Pencatatan kewajiban yang tidak sah.

Daftar kecurangan di atas bukanlah daftar yang lengkap, karena sangat bervariasinya kecurangan dan
kompleksnya transaksi.

Pengujian pengendalian dan substantif yang dilaksanakan auditor harus diarahkan untuk mendeteksi
kecurangan-kecurangan tersebut. Berdasarkan jenis kecurangan di atas, pengujian yang harus mendapat
penekanan/perhatian adalah sebagai berikut:

NO. FRAUD PENGUJIAN

1 Penggelapan pendapatan (tidak  Trasir dari transaksi penerimaan, bukti transaksi hingga
melaporkan pendapatan) penyetoran pendapatan
 Reperformance rekonsiliasi penerimaan kas dengan
pencatatan pendapatan
 Observasi atas transaksi penerimaan pendapatan

2 Belanja fiktif  Verifikasi SPP dan SPM


 Wawancara atau observasi pelaksanaan belanja
 Pemeriksaan/inventarisasi belanja yang menghasilkan
persediaan atau aset tetap
3 Mark up harga pengadaan atau  Verifikasi Rencana Anggaran Belanja (RAB)
belanja  Pemeriksaan/inventarisasi belanja yang menghasilkan
persediaan atau aset tetap

4 Mengurangi kuantitas atau  Verifikasi SPP dan SPM


kualitas barang/jasa yang  Pemeriksaan/inventarisasi belanja yang menghasilkan
diadakan persediaan atau aset tetap

5 Penggelapan atau pencurian  Verifikasi KIB dan daftar piutang


aset berupa kas, piutang,  Pemeriksaan/inventarisasi persediaan atau aset tetap
persediaan dan aset tetap  Konfirmasi piutang

6 Penghapusan aset yang tidak  Verifikasi KIB dan daftar piutang


sah, termasuk piutang  Pemeriksaan/inventarisasi persediaan atau aset tetap
 Konfirmasi piutang

7 Tidak mencatat pelunasan  Verifikasi daftar piutang


piutang  Konfirmasi piutang

8 Pencatatan kewajiban yang  Pengujian otorisasi pengakuan kewajiban


tidak sah  Verifikasi daftar piutang

Anda mungkin juga menyukai