Tanggung Jawab Auditor Terhadap Kecurangan
Tanggung Jawab Auditor Terhadap Kecurangan
Menurut General Accepted Auditing Standards, kecurangan (fraud) adalah “An intentional act that
results in a material misstatement in financial statements that are subject of an audit.”1 (Tindakan
sengaja yang menyebabkan kesalahan material dalam pelaporan keuangan yang menjadi sasaran audit).
Karena audit bertujuan untuk menyatakan pendapat bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material, maka Auditor perlu melakukan pengujian terhadap terjadi tidaknya fraud.
Dalam pelaksanaan audit, Auditor wajib menilai risiko pengendalian dalam melaksanakan auditnya.
Risiko yang dinilai pada tahap pemahaman dan pengujian pengendalian adalah risiko terkait asersi
penyajian laporan keuangan, termasuk di dalamnya risiko kecurangan. Berdasarkan hasil penilaian risiko
tersebut, auditor melakukan pengujian substantif untuk memastikan terjadi tidaknya fraud.
Jika teridentifikasi terjadi fraud, maka Auditor wajib memperluas pengujiannya dengan mengumpulkan
bukti-bukti terjadinya fraud selengkap mungkin. Di samping itu, Auditor perlu memastikan pengaruh
fraud terhadap laporan keuangan. Bukti-bukti transaksi yang terkait fraud harus dikumpulkan dan diuji
kembali keabsahannya. Auditor menjalankan serangkaian wawancara untuk mengungkap fraud. Fraud
diungkapkan hingga diketahui skema kecurangan, pihak-pihak terkait dan pengaruh terhadap kebenaran
informasi keuangan.
Jika pengaruh fraud material terhadap kewajaran laporan keuangan dan melibatkan senior manajemen,
maka Auditor harus menyatakan opini Menolak Memberikan Pendapat (Adverse Opinion). Jika tidak
berpengaruh material terhadap kewajaran laporan keuangan dan melibatkan pengawai hingga
manajemen menengah, Auditor mendiskusikan dan menyepakati dengan senior manajemen serta
komite audit langkah-langkah perbaikan pengendalian intern, termasuk mengkoreksi laporan keuangan.
Untuk menemukan kecurangan, Auditor harus memahami 3 kondisi kecurangan, yang sering disebut
dengan The Fraud Triangle, yaitu:
1
William C. Boynton dan Raymond N. Johnson, Modern Auditing: Assurance Services and The Integrity of Financial
Reporting, 8TH edition, John Wiley & Sons, Inc.
Sebagai contoh, fraud yang dilakukan oleh pegawai berupa tidak melaporkan penerimaan PNBP, maka
The Fraud Triangle-nya bisa dirinci sebagai berikut:
Pemahaman atas The Fraud Triangle ini menyebabkan Auditor harus berhati-hati terhadap kemungkinan
pelanggaran/pengabaian, tidak ada dan tidak efektifnya pengendalian, karena hal-hal ini merupakan
unsur Incentive/Pressure dan Opportunity.
Kecurangan yang harus diwaspadai oleh Auditor pada pelaksanaan audit atas laporan keuangan
pemerintah antara lain adalah:
Daftar kecurangan di atas bukanlah daftar yang lengkap, karena sangat bervariasinya kecurangan dan
kompleksnya transaksi.
Pengujian pengendalian dan substantif yang dilaksanakan auditor harus diarahkan untuk mendeteksi
kecurangan-kecurangan tersebut. Berdasarkan jenis kecurangan di atas, pengujian yang harus mendapat
penekanan/perhatian adalah sebagai berikut:
1 Penggelapan pendapatan (tidak Trasir dari transaksi penerimaan, bukti transaksi hingga
melaporkan pendapatan) penyetoran pendapatan
Reperformance rekonsiliasi penerimaan kas dengan
pencatatan pendapatan
Observasi atas transaksi penerimaan pendapatan