Anda di halaman 1dari 7

Rahasia Sastra Jendra Hayuningrat

Rahasia Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.


Sebelumnya kami pernah mempublikasikan tentang : Sastrajendra Hayuningrat
Pangruwating Diyu, lalu apa rahasia di dalam Sastrajendra itu sendiri pada
dasarnya? Kami akan kupas di artikel dibawah ini.
Dalam lakon wayang Purwa, kisah Ramayana bagian awal diceritakan asal
muasal keberadaan Dasamuka atau Rahwana tokoh raksasa yang dikenal
angkara murka, berwatak candala dan gemar menumpahkan darah. Dasamuka
lahir dari ayah seorang Begawan sepuh sakti linuwih gentur tapanya serta luas
pengetahuannya yang bernama Wisrawa dan ibu Dewi Sukesi yang berparas
jelita tiada bandingannya dan cerdas haus ilmu kesejatian hidup. Bagaimana
mungkin dua manusia sempurna melahirkan raksasa buruk rupa dan angkara
murka ? Bagaimana mungkin kelahiran “ sang angkara murka “ justru
berangkat dari niat tulus mempelajari ilmu kebajikan yang disebut Serat
Sastrajendra.
Ilmu untuk Meraih Sifat Luhur Manusia.
Salah satu ilmu rahasia para dewata mengenai kehidupan di dunia adalah Serat
Sastrajendra. Secara lengkap disebut Serat Sastrajendrahayuningrat
Pangruwatingdiyu. Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu mengenai raja.
Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi
baik. Diyu = raksasa atau keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan
sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan
pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau
merubah keburukan menjadi kebaikan. Pengertiannya bahwa Serat
Sastrajendra adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki
manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu
Sastrajendra adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi
munkar, sifat memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi
kepentingan rakyat.
Gambaran ilmu ini adalah mampu merubah raksasa menjadi manusia. Dalam
pewayangan, raksasa digambarkan sebagai mahluk yang tidak sesempurna
manusia. Misal kisah prabu Salya yang malu karena memiliki ayah mertua
seorang raksasa. Raden Sumantri atau dikenal dengan nama Patih Suwanda
memiliki adik raksasa bajang bernama Sukrasana. Dewi Arimbi, istri Werkudara
harus dirias sedemikian rupa oleh Dewi Kunti agar Werkudara mau menerima
menjadi isterinya. Betari Uma disumpah menjadi raksesi oleh Betara Guru saat
menolak melakukan perbuatan kurang sopan dengan Dewi Uma pada waktu
yang tidak tepat. Anak hasil hubungan Betari Uma dengan Betara Guru lahir
sebagai raksasa sakti mandra guna dengan nama “ Betara Kala “ (kala berarti
keburukan atau kejahatan). Sedangkan Betari Uma kemudian bergelar Betari
Durga menjadi pengayom kejahatan dan kenistaan di muka bumi memiliki
tempat tersendiri yang disebut “ Kayangan Setragandamayit “. Wujud Betari
Durga adalah raseksi yang memiliki taring dan gemar membantu terwujudnya
kejahatan.
Melalui ilmu Sastrajendra maka simbol sifat sifat keburukan raksasa yang
masih dimiliki manusia akan menjadi dirubah menjadi sifat sifat manusia yang
berbudi luhur. Karena melalui sifat manusia ini kesempurnaan akal budi dan
daya keruhanian mahluk ciptaan Tuhan diwujudkan. Dalam kitab suci
disebutkan bahwa manusia adalah ciptaan paling sempurna. Bahkan ada
disebutkan, Tuhan menciptakan manusia berdasar gambaran dzat-Nya. Filosof
Timur Tengah Al Ghazali menyebutkan bahwa manusia seperti Tuhan kecil
sehingga Tuhan sendiri memerintahkan para malaikat untuk bersujud.
Sekalipun manusia terbuat dari dzat hara berbeda dengan jin atau malaikat
yang diciptakan dari unsur api dan cahaya. Namun manusia memiliki sifat sifat
yang mampu menjadi “ khalifah “ (wakil Tuhan di dunia).
Namun ilmu ini oleh para dewata hanya dipercayakan kepada Wisrawa
seorang satria berwatak wiku yang tergolong kaum cerdik pandai dan sakti
mandraguna untuk mendapat anugerah rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat
Diyu.
Ketekunan, ketulusan dan kesabaran Begawan Wisrawa menarik perhatian
dewata sehingga memberikan amanah untuk menyebarkan manfaat ajaran
tersebut. Sifat ketekunan Wisrawa, keihlasan, kemampuan membaca makna di
balik sesuatu yang lahir dan kegemaran berbagi ilmu. Sebelum “ madeg
pandita “ ( menjadi wiku ) Wisrawa telah lengser keprabon menyerahkan tahta
kerajaaan kepada sang putra Prabu Danaraja. Sejak itu sang wiku gemar
bertapa mengurai kebijaksanaan dan memperbanyak ibadah menahan nafsu
duniawi untuk memperoleh kelezatan ukhrawi nantinya. Kebiasaan ini
membuat sang wiku tidak saja dicintai sesama namun juga para dewata.
Sifat Manusia Terpilih.
Sebelum memutuskan siapa manusia yang berhak menerima anugerah Sastra
Jendra, para dewata bertanya pada sang Betara Guru. “ Duh, sang Betara
agung, siapa yang akan menerima Sastra Jendra, kalau boleh kami
mengetahuinya. “
Bethara guru menjawab “ Pilihanku adalah anak kita Wisrawa “. Serentak para
dewata bertanya “ Apakah paduka tidak mengetahui akan terjadi bencana bila
diserahkan pada manusia yang tidak mampu mengendalikannya. Bukankah
sudah banyak kejadian yang bisa menjadi pelajaran bagi kita semua”
Kemudian sebagian dewata berkata “ Kenapa tidak diturunkan kepada kita saja
yang lebih mulia dibanding manusia “.
Seolah menegur para dewata sang Betara Guru menjawab “Hee para dewata,
akupun mengetahui hal itu, namun sudah menjadi takdir Tuhan Yang Maha
Kuasa bahwa ilmu rahasia hidup justru diserahkan pada manusia. Bukankah
tertulis dalam kitab suci, bahwa malaikat mempertanyakan pada Tuhan
mengapa manusia yang dijadikan khalifah padahal mereka ini suka
menumpahkan darah“. Serentak para dewata menunduk malu “ Paduka lebih
mengetahui apa yang tidak kami ketahui”
Kemudian, Betara Guru turun ke mayapada didampingi Betara Narada
memberikan Serat Sastra Jendra kepada Begawan Wisrawa.
“ Duh anak Begawan Wisrawa, ketahuilah bahwa para dewata memutuskan
memberi amanah Serat Sastra Jendra kepadamu untuk diajarkan kepada umat
manusia”
Mendengar hal itu, menangislah Sang Begawan “ Ampun, sang Betara agung,
bagaimana mungkin saya yang hina dan lemah ini mampu menerima anugerah
ini “.
Betara Narada mengatakan “ Anak Begawan Wisrawa, sifat ilmu ada 2 (dua).
Pertama, harus diamalkan dengan niat tulus. Kedua, ilmu memiliki sifat
menjaga dan menjunjung martabat manusia. Ketiga, jangan melihat baik buruk
penampilan semata karena terkadang yang baik nampak buruk dan yang buruk
kelihatan sebagai sesuatu yang baik. “ Selesai menurunkan ilmu tersebut,
kedua dewata kembali ke kayangan.
Setelah menerima anugerah Sastrajendra maka sejak saat itu berbondong
bondong seluruh satria, pendeta, cerdik pandai mendatangi beliau untuk minta
diberi wejangan ajaran tersebut. Mereka berebut mendatangi pertapaan
Begawan Wisrawa melamar menjadi cantrik untuk mendapat sedikit ilmu
Sastra Jendra. Tidak sedikit yang pulang dengan kecewa karena tidak mampu
memperoleh ajaran yang tidak sembarang orang mampu menerimanya. Para
wiku, sarjana, satria harus menerima kenyataan bahwa hanya orang orang
yang siap dan terpilih mampu menerima ajarannya.
Nun jauh, negeri Ngalengka yang separuh rakyatnya terdiri manusia dan
separuh lainnya berwujud raksasa. Negeri ini dipimpin Prabu Sumali yang
berwujud raksasa dibantu iparnya seorang raksasa yang bernama
Jambumangli. Sang Prabu yang beranjak sepuh, bermuram durja karena belum
mendapatkan calon pendamping bagi anaknya, Dewi Sukesi. Sang Dewi hanya
mau menikah dengan orang yang mampu menguraikan teka teki kehidupan
yang diajukan kepada siapa saja yang mau melamarnya. Sebelumnya harus
mampu mengalahkan pamannya yaitu Jambumangli. Beribu ribu raja, wiku dan
satria menuju Ngalengka untuk mengadu nasib melamar sang jelita namun
mereka pulang tanpa hasil. Tidak satupun mampu menjawab pertanyaan sang
dewi. Berita inipun sampailah ke negeri Lokapala, sang Prabu Danaraja sedang
masgul hatinya karena hingga kini belum menemukan pendamping hati.
Hingga akhirnya sang Ayahanda, Begawan Wisrawa berkenan menjadi jago
untuk memenuhi tantangan puteri Ngalengka.
Pertemuan Dua Anak Manusia.
Berangkatlah Begawan Wisrawa ke Ngalengka, hingga kemudian bertemu
dengan dewi Suksesi. Senapati Jambumangli bukan lawan sebanding Begawan
Wisrawa, dalam beberapa waktu raksasa yang menjadi jago Ngalengka dapat
dikalahkan. Tapi hal ini tidak berarti kemenanmgan berada di tangan.
Kemudian tibalah sang Begawan harus menjawab pertanyaan sang Dewi.
Dengan mudah sang Begawan menjawab pertanyaan demi pertanyaan hingga
akhirnya, sampailah sang dewi menanyakan rahasia Serat Sastrajendra. Sang
Begawan pada mulanya tidak bersedia karena ilmu ini harus dengan laku tanpa
“ perbuatan “ sia sialah pemahaman yang ada. Namun sang Dewi tetap
bersikeras untuk mempelajari ilmu tersebut, toh nantinya akan menjadi
menantunya.
Luluh hati sang Begawan, beliau mensyaratkan bahwa ilmu ini harus dijiwai
dengan niat luhur. Keduanya kemudian menjadi guru dan murid, antara yangf
mengajar dan yang diajar. Hari demi hari berlalu keduanya saling berinteraksi
memahamkan hakikat ilmu. Sementara di kayangan, para dewata melihat
peristiwa di mayapada. “ Hee, para dewata, bukankah Wisrawa sudah pernah
diberitahu untuk tidak mengajarkan ilmu tersebut pada sembarang orang “.
Para dewata melaporkan hal tersebut kepada sang Betara Guru. “ Bila apa
yang dilakukan Wisrawa, bisa nanti kayangan akan terbalik, manusia akan
menguasai kita, karena telah sempurna ilmunya, sedangkan kita belum sempat
dan mampu mempelajarinya “.
Sang Betara Guru merenungkan kebenaran peringatan para dewata tersebut. “
tidak cukup untuk mempelajari ilmu tanpa laku, Serat Sastrajendra dipagari
sifat sifat kemanusiaan, kalau mampu mengatasi sifat sifat kemanusiaan baru
dapat mencapai derajat para dewa. “ Tidak lama sang Betara menitahkan
untuk memanggil Dewi Uma.untukbersama menguji ketangguhan sang
Begawan dan muridnya.
Hingga sesuatu ketika, sang Dewi merasakan bahwa pria yang dihadapannya
adalah calon pendamping yang ditunggu tunggu. Biar beda usia namun cinta
telah merasuk dalam jiwa sang Dewi hingga kemudian terjadi peristiwa yang
biasa terjadi layaknya pertemuan pria dengan wanita. Keduanya bersatu dalam
lautan asmara dimabukkan rasa sejiwa melupakan hakikat ilmu, guru, murid
dan adab susila. Hamillah sang Dewi dari hasil perbuatan asmara dengan sang
Begawan. Mengetahui Dewi Sukesi hamil, murkalah sang Prabu Sumali namun
tiada daya. Takdir telah terjadi, tidak dapat dirubah maka jadilah sang Prabu
menerima menantu yang tidak jauh berbeda usianya.
Tergelincir Dalam Kesesatan.
Musibah pertama, terjadi ketika sang senapati Jambumangli yang malu akan
kejadian tersebut mengamuk menantang sang Begawan. Raksasa jambumangli
tidak rela tahta Ngalengka harus diteruskan oleh keturunan sang Begawan
dengan cara yang nista. Bukan raksasa dimuliakan atau diruwat menjadi
manusia. Namun Senapati Jambumangli bukan tandingan, akhirnya tewas
ditangan Wisrawa. Sebelum meninggal, sang senapati sempat berujar bahwa
besok anaknya akan ada yang mengalami nasib sepertinya ditewaskan seorang
kesatria.
Musibah kedua, Prabu Danaraja menggelar pasukan ke Ngalengka untuk
menghukum perbuatan nista ayahnya. Perang besar terjadi, empat puluh hari
empat puluh malam berlangsung sebelum keduanya berhadapan. Keduanya
berurai air mata, harus bertarung menegakkan harga diri masing masing.
Namun kemudian Betara Narada turun melerai dan menasehati sang Danaraja.
Kelak Danaraja yang tidak dapat menahan diri, harus menerima akibatnya
ketika Dasamuka saudara tirinya menyerang Lokapala.
Musibah ketiga, sang Dewi Sukesi melahirkan darah segunung keluar dari
rahimnya kemudian dinamakan Rahwana (darah segunung). Menyertai
kelahiran pertama maka keluarlah wujud kuku yang menjadi raksasi yang
dikenal dengan nama Sarpakenaka. Sarpakenaka adalah lambang wanita yang
tidak puas dan berjiwa angkara, mampu berubah wujud menjadi wanita
rupawan tapi sebenarnya raksesi yang bertaring. Kedua pasangan ini terus
bermuram durja menghadapi musibah yang tiada henti, sehingga setiap hari
keduanya melakukan tapa brata dengan menebus kesalahan. Kemudian sang
Dewi hamil kembali melahirkan raksasa kembali. Sekalipun masih berwujud
raksasa namun berbudi luhur yaitu Kumbakarna.
Akhir Yang Tercerahkan.
Musibah demi musibah terus berlalu, keduanya tidak putus putus
memanjatkan puaj dan puji ke hadlirat Tuhan yang Maha Kuasa. Kesabaran
dan ketulusan telah menjiwa dalam hati kedua insan ini. Serat Sastrajendra
sedikit demi sedikit mulai terkuak dalam hati hati yang telah disinari kebenaran
ilahi. Hingga kemudian sang Dewi melahirkan terkahir kalinya bayi berwujud
manusia yang kemudian diberi nama Gunawan Wibisana.
Satria inilah yang akhirnya mampu menegakkan kebenaran di bumi Ngalengka
sekalipun harus disingkirkan oleh saudaranya sendiri, dicela sebagai
penghianat negeri, tetapi sesungguhnya sang Gunawan Wibisana yang
sesungguhnya yang menyelamatkan negeri Ngalengka. Gunawan Wibisana
menjadi simbol kebenaran mutiara yang tersimpan dalam Lumpur namun
tetap bersinar kemuliaannya. Tanda kebenaran yang tidak larut dalam lautan
keangkaramurkaan serta mampu mengalahkan keragu raguan seprti terjadi
pada Kumbakarna. Dalam cerita pewayangan, Kumbakarna dianggap tidak bisa
langsung masuk suargaloka karena dianggap ragu ragu membela kebenaran.
Melalui Gunawan Wibisana, bumi Ngalengka tersinari cahaya ilahi yang dibawa
Ramawijaya dengan balatentara jelatanya yaitu pasukan wanara (kera).
Peperangan dalam Ramayana bukan perebutan wanita berwujud cinta namun
pertempuran demi pertempuran menegakkan kesetiaan pada kebenaran yang
sejati…………..

Anda mungkin juga menyukai