Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesulitan belajar kognitif adalah salah satu bentuk kesulitan belajar yang bersifat
perkembangan (development learning) atau kesulitan belajar preakademik (preacademic
learning disabilities). Kesulitan belajar jenis ini perlu mendapat perhatian karena
sebagian besar dari belajar akademik terkait dengan ranah kognitif. Kognitif merupakan
sesuatu yang berhubungan dengan proses berpikir guna untuk mengetahui atau
memahami sesuatu. Wujud dari penggunaan fungsi kemampuan kognitif seseorang dapat
dilihat dari kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan matematika (Wienman.
1981: 142).
Perkembangan kognitif yang matang sesuai usianya sangat membatu untuk fungsi
mental seseorang yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan
masalah. Ada dua strategi yang digunakan untuk megembangkan perkembangan kognitif.
Kedua strategi tersebut biasa digunakan oleh anak yang tidak kesulitan belajar. Strategi
tersebuta adalah pengulangan dan pengorgabisasian. Seorang anak akan mudah terbantu
dalam mengingat sekelompok kata jika kata-kata tersebut diulang-ulang. Dan memorinya
akan lebih terantu lagi jika anak mampu mengorganisassikan kata-kata tersebut memjadi
beberapa kelompok.
Anak berkesulitan belajar cenderung tidak menggunakan strategi mengulang atau
menghafal dan mengorganisasikan materi yang harus diingat. Meskipun mereka dapat
dilatih untuk hal tersebut, agar strategi ini menajadi kebiasaan dalam mengingat suatu
materi yang dipelajari.

1
B. Rumusan Masalah
a. Hakikat kognisi
b. Karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar kognitif/akademik
c. Kaitan Antara Kesulitan Belajar dengan Gaya Kognitif
d. Strategi Mengembangkan Perkembangan Kognitif

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Hakikat kognisi
b. Untuk memahami Karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar
kognitif/akademik
c. Untuk memahami Kaitan Antara Kesulitan Belajar dengan Gaya Kognitif
e. Untuk memahami Strategi Mengembangkan Perkembangan Kognitif

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Kognisi
Pengertian kognisi mencakup aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan
untuk mengetahui sesuatu (Singgih D. Gunarsa, 1981:234). Dengan demikian,
kognisi adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan
pemecahan masalah. Perwujudan fungsi konitif dapat dilihat dari kemampuan anak
dalam menggunakan bahasa dan matematika (Wienman, 1981 : 142).
Piaget sebagai tokoh peneliti perkembangan kognitif sesungguhnnya tidak
mengemukakan pentahapan perkembangan kognitif berdasarkan umur. Pentahapan
perkembangan kognitif yang didasarkan atas umur dilakukan oleh Ginsbourg dan
Opper (Singgih D. Gunarsa, 1981: 123).
Adapun tahap-tahap perkembangan tersebut adalah (1) tahap sensori-motor (umur
0 sampai 2 tahun) Pada masa sensori-motor (o-2 tahun) perilaku anak masih preverbal
dan belum dapat menggunakan tanda atau symbol. (2) tahap praoprasional (umur 2
sampai 7 tahun) Pada masa submasa berpikir intuitif (4-7 tahun), anak sudah dapat
mengelompokkan benda-benda atas dasar sifat khusus mereka, tetapi masih terbatas
pada satu dimensi saja. (3) operasional (umur 11 tahun ke atas) Pada masa konkret-
operasional (7-11 tahun) anak telah dapat melakukan tugas-tugas konservasi karena
telah mengembangkan tiga proses, yaitu negasi, resiprokasi,dan identitas (Singgih D.
Gunarsa, 1981: 155).
Menurut Gowan (1979: 51) perkembangan kognitif tidak hanya berhenti pada
tahap formal-operasional, tetapi berlanjut hingga tahap kreativitas (creativity),
psikedelia (psychedelia), dan iluminasi (illumination). Tahap-tahap perkembangan
kognitif sejak masa sensorimotor hingga formal-operasional terkait dengan berpikir
konvergen (convergent thinking). Sedangkan ketiga tahapan selanjutnya terkait
dengan berpikir devergen (devergent thinking).
Anak berkesulitan belajar sering tidak mengikuti pola perkembangan kognitif
seperti yang telah dikemukakan, padahal kurikulum sekolah biasanya didasarkan atas

3
pola perkembangan kognitif tersebut. Akibatnya, anak berkesulitan belajar tidak
mampu menyelesaikan tugas-tugas kognitif yang dituntut oleh sekolah.berbagai
penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan anak menyelesaikan tugas-tugas kognitif
terkait dengan gaya kognitif mereka.

B. Karakteristik Anak yang Kesulitan Belajar Kognitif


Karakteristik Umum :
1. Gangguan perhatian (attention disoerder)
Perhatian merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai prestasi belajar
seseorang. Perhatian lebih merupakan suatu kekampuan untuk memilih dari
sekian banyak dorongan (stimulus) yang dihadapi. Anak dengan gangguan
perhatian akan merespon banyak dorongan, sehingga focus perhatian anak selalu
bergerak dari satu hal ke hal yang lainnya, dan tak dapat mempertahankan
perhatiannya untuk waktu belajar yang cukup dan kurang dapat mengarahkan
pada satu tujuan menghadapi suatu hal seperi pelajaran.
2. Gangguan Ingatan
Gangguan ingatan merupakan suatu kesulitan dimana individu untuk mengingat
kembali apa saja yang telah dilihat, didengar maupun yang telah dilaluinya. Anak
dengan gangguan ingatan akan mengalami kesulitan dalam bidang akademik baik
pada membaca maupun menghitung.
3. Gangguan Sensory-motor
Gangguan perkembangan motoric pada anak-anak seing memperlihatkan adanya
gangguan kesulitan gerak baik motorik halus maupun motorik kasar, adanya
gerak motorik yang berlebih maupun adanya gangguan dalam
penghayatan/kesadaran tubuh. Gangguan perkembangan motoric tersebuh sering
mudah dikenali padda saat melakukan kegiatan berolahraga, menari maupun
waktu belajar menulis.
4. Gangguan berfikir (thingking disorder)
Gangguan berfikir merupakan kesulitan dalam proses kognisi, mengenai
pemecahan masalah, pembentukan konsep dan menggabungan. Pemecahan
masalah, suatu perilaku yang membantu seseorang untuk merespon atau

4
melakukan penyesuaian perilaku dengan situasi yang beau, yang memerlukan
analisis dan sintesis terhadap informasi. Gangguan berfikir atau kognisi sangat
berkaitan erat dengan adanya gangguan berbahasa lisan.
5. Hiperaktiviats
Dengan adanya disfungsi pada susuna safar pusatnya, maka ada kemungkinan
anak-anak mengalami hiperaktiif neurologic, yang mana dimanifestasikan dengan
sulit konsentrasi bergerak dan tidal terkontrol.

Karakteristik Khusus

1. Kesulitan belajar membaca


Kesulitan belajar membaca merupakan bagian dari kesulitan bejalar
akademik. Kesulitan ini juga dikenal dengan disleksia. Kemampuan membaca
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi, sehingga apabila
anak mengalami kesulitan dalam membaca maka akan dipastikan hampir
semua mata pelajaran akan memperoleh prestasi belajar yang jelek. Adapun
bentuk-bentuk kesulitan beajar membaca adalah omisi, substitusi, distorsi
maupun loncat/skip dalam membaca yaitu ada sebagian bacaan baik huruf,
suku kata, ataupun frase yang diloncati seakan-akan tidak ada.
2. Kesulitan belajar menulis
Menulis bukan hanya menyalin, tetapi meliputi memngekspresikan pikiran
dan perasaan melalui tulisan. Kemampuan menulis sangat dibutuhkan untuk
keprluan mencatat maupun mengerjakan tugas-tugas sekolah. Pada gangguan
menulis ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu motoric, perilaku,
persepsi, memori kemampuan memahami indtruksi.
3. Kesulitan belajar matematika
Kesulitan belajar matematika juga dikenal dengan diskalkulia yang
meggambarkan adanya gangguan pada susunan syaraf pusat.

5
C. Kaitan Antara Kesulitan Belajar dengan Gaya Kognitif
Gaya Kognitif berkaitan dengan cara seseorang menghadapi tugas kognitif,
terutama dalam pemecahan masalah. Blackman dan Goldstain seperti dikutip oleh
Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985:85) mengemukakan bahwa gaya kognitif
terkait dengan bagaimana seseorang berfikir (how of thinking). Mereka berpandangan
bahwa tiap orang memiliki gaya kognitif (cognitive style) yang berbeda-beda dalam
menghadapi tugas-tugas pemecahan masalah. Berbagai gaya kognitif tersebut
merupakan suatu sifat kepribadian yang relative menetap, sehingga dengan demikian
dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku seseorang dalam menghadapi berbagai
situasi.

Pada kajian anak berkesulitan belajar akan ada dua dimensi yang
mempengaruhi gaya kognitif seorang anak, yaitu : (a)gaya kognitif ketidakterikatan-
keterikatan pada lingkungan (field independence-field dependence), dan (b)gaya
kognitif reflektifitas-impulsivitas (reflectivity-impulsivity) (Hallahan, Kauffman, dan
Lloyd, 1985: 84).

a. Gaya Kognitif Ketidakterikatan-Keterikatan Pada Lingkungan


Kemampuan seseorang untuk membebaskan diri dari pengaruh
lingkungan pada saat membuat keputusan tentang tugas-tugas perseptual.
Disebut keterterikatan pada lingkungan (field dependence) karena
seseorang dalam menghadapi tugas-tugas perseptual banyak dipengaruhi
oleh lingkungan. Dan disebut ketidakterikatan pada lingkungan (field
independence) karena seseorang tidak mudah terpengaruh pada
lingkungan terhadap tugas perseptualnya.
Anak berkesulitan belajar umumnya tergolong dalam gaya kognitif
keterikatan pada lingkungan. Sehingga anak tersebut mudah terkecoh oleh
informasi yang menyesatkan dan persepsinya menjadi tidak akurat.
Implikasi kondisi tersebut, maka perlunya latihan bagi anak bekesulitan
belajar agar mampu memusatkan perhatian pada data perseptual yang
esensial dan menghindari diri pada pengaruh data yang mengecohkan.

6
b. Gaya Kognitif Reflektifitas-Impulsivitas
Kemapuan yang terkait dengan pemanfaatan atau penggunaan
waktu yang diperlukan anak dalam menjawab persoalan dan jumlah
kesalahan yang dibuat. Anak yang impulsif cenderung menjawab
persoalan secara cepat tetapi membuat banyak kesalahan, sedangkan anak
yang reflektif cenderung menjawab persoalan secara lebih lambat tetapi
hanya membuat sedikit kesalahan. Umumnya anak berkembang dari
impulsif ke reflektif, yang berarti bahwa anak yang muda lebih impulsif
dan anak yang tua cenderung lebih reflektif.
Meskipun demikian berbeda halnya dengan anak berkesulitan
belajar, mereka lebih cenderung dengan gaya kognitif yang impulsif,
walaupun usianya mungkin lebih tua. Karena gaya kognitif impulsif
tersebut anak berkesulitan belajar memiliki problema bukan hanya dalam
bidang akademik tetapi juga pada perilakunya. Implikasi dari kondisi
tersebut maka perlunya latihan, khususnya bagi anak berkesulitan belajar
dengan gaya kognitif impulsif agar mereka memperoleh latihan merespons
suatu persoalan dengan menggunakan waktu yang cukup dan cara yang
lebih hati-hati.

D. Strategi Mengembangkan Perkembangan Kognitif


Ada dua strategi yang digunakan untuk mengembangkan perkembangan
kognitif. Kedua strategi tersebut biasa digunakan oleh anak yang tidak berkesulitan
belajar. Strategi tersebut adalah pengulangan dan pengorganisasian. Seorang anak
akan mudah terbantu dalam mengingat sekelompok kata jika kata-kata tersebut
diulang-ulang. Dan memorinya akan lebih terbantu lagi jika anak mampu
mengorganisasikan kata-kata tersebut menjadi beberapa kelompok.
Anak berkesulitan belajar cenderung tidak menggunakan strategi mengulang
atau menghafal dan mengorganisasikan materi yang harus diingat. Meskipun mereka
dapat dilatih untuk hal tersebut, agar strategi ini menjadi kebiasaan dalam mengingat
suatu materi yang dipelajari.

7
Dapat disimpulkan bahwa anak yang berkesulitan belajar memiliki beberapa
hal yang ditandai dalam perkembangan kognitifnya. Anak kesulitan belajar memiliki
gaya kognitif yang terikat atau ketergantungan pada lingkungan serta memiliki gaya
kognitif yang impulsif. Artinya anak yang bertipe kognitif terikat pada lingkungan
mudah terkocoh oleh informasi yang menyesatkan sehingga persepsinya tidak akurat.
Dan anak kesulitan belajar memiki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari anak
yang normal. Sehingga memori jangka pendek dan memori kerjanya mempengaruhi
kemampuannya dalam memprediksikan membaca dan matematika.
Untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan latihan yang intensif dengan
guru yang tepat. Seperti latihan untuk memusatkan perhatian pada data perseptual
esensial dan menghindari diri dari pengaruh data yang mengecoh, latihan merespons
suatu persoalan dengan menggunakan waktu yang cukup dan cara yang hati-hati.
Serta latihan mengulang dan mengorganisasikan untuk perkembangan kognitif anak
kesulitan belajar.
Bertolak dari lemahnya keterampilan metacomprehension anak berkesulitan blajar
maka Hallahan, Kauffman, dan Lloyd (1985: 90) mengemukakan suatu strategi
sebagai berikut :
1. Menjelaskan tujuan membaca. Sebelum anak berkesulitan membaca suatu
bahan bacaan, lebih dahulu mereka harus memiliki gambaran umum tentang
tujuan membaca. Anak harus diajak membedakan apakah materi yang dibaca
hanya untuk memahami intisari bacaan aatau untuk menguasai materi secara
rinci sebagai beka menempuh tes. Anak harus diajak lebih dahlu memahami
perlunya mempertimbangkan taraf kesulitan suatu bacaan dan waktu serta
usaha untuk menghadapi bacaan tersebut.
2. Memusatkan perhatian pada bagian-bagian penting bacaaan. Anak
berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan daam menangkap ide utama
dari sutau paragraph. Oleh karena itu, mereka harus dibimbing untuk
menemuka ide utama tiap paragraf untuk memahami isi seluruh bacaan.
3. Memantau taraf pemahamannya sendiri. Anak yang pandai membaca akan
mengetahui apakah mereka memahami atau tidak memahami bacaan yang
sedang mereka baca. Bahkan pembaca terbaikpun kadang-kadang merasakan

8
bahwa mereka tidak secara penuh memahami segala sesuatu yang mereka
baca. Memantau kemampuan memahami bacaan yang sedang dibaca
merupakan suatu keterampilan metacomprehesion yang penting.
4. Membaca ulang dan membaca cepat lebih dahulu. Jika berhadapan dengan
bacaan yang sukar, orang yang pandai membaca akan menggunakan dua
strategi dasar, yaitu berhenti dan membaca ulang bagian yang sukar atau
membaca cepat lebih dahulu untuk memperoeh informasi yang dapat
membantu memahami bacaan tersebut. Strategi semacam ini tidak digunakan
oleh anak berkesulitan belajar dan oleh karena itu perlu diajarkan secara
langsung.
5. Menggunakan kamus atau ensiklopedi. Anak yang pandai membaca tahu
bagaiman menggunakan kamus atau ensiklopedi untuk memahami kata-kata
sulit atau suatu peristiwa tertentu. Anak berkesulitan belajar sering tidak
mampu menggunakan buku-buku referensi semacam itu. Oleh karena itu,
mereka perlu diajar secara langsung cara menggunakan kamus atau
ensiklopedi.

Pengembangan keterampilan kognitif juga dapat dilakukan melalui


strategi pembelajaran koperatif. Melalui strategi pembelajaran tersebut anak-anak
dapat saling mengetahui proses pemecahan suatu masalah dari tiap anggota
kelompok sehingga mereka dapat saling menilai proses mana yang benar dan
efektif.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesempulan

Pengertian kognisi mencakup aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk


mengetahui sesuatu (Singgih D. Gunarsa, 1981:234). Dengan demikian, kognisi adalah
fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.
Perwujudan fungsi konitif dapat dilihat dari kemampuan anak dalam menggunakan bahasa
dan matematika.

Adapun karakteristik yang dapat dilihat dari anak yang mengalami kesulitan belajar
kognitif meliputi karakterisyik umum seperti Gangguan perhatian (attention disoerder),
gangguan ingatan, gangguan sensory-motor, gangguan pikiran serta hiperaktivitas.
Sedangkan karakteristik khusus meluputi kesulitan membaca, kesulitan menulis dan
kesulitan matematika.

Ada dua strategi yang digunakan untuk mengembangkan perkembangan kognitif.


Kedua strategi tersebut biasa digunakan oleh anak yang tidak berkesulitan belajar. Strategi
tersebut adalah pengulangan dan pengorganisasian. Seorang anak akan mudah terbantu
dalam mengingat sekelompok kata jika kata-kata tersebut diulang-ulang. Dan memorinya
akan lebih terbantu lagi jika anak mampu mengorganisasikan kata-kata tersebut menjadi
beberapa kelompok.

B. Saran
Sebaiknya dalam mengajar guru harus memahami kesulitan belajar kognitif karena
sebagian belajar dari akademik terkait dengan ranah kognitif. Agar dapat memecahkan
masalah kesulitan brlajar kognitif maka guru perlu mrmahami hakikat kognisi, strategi
penanggulangan dan strategi pembelajaran yang harus diterapkan untuk anak yang
berkesulitan kognitif/akademik.
Dalam makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan
saran yang mem

10
bangun dari pembaca sangat kami harapkan agar kedepannya penulisan makalah
akan lebih bauk lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. (2012). Anak Bekesulitan Balajar Teori ,Diagnosis, Dan Remediasinya.
Jakarta: Rineka Cipta.

Hallhan, D.F., : Kauffman, J.M. ; & Lloyd, J.W., (1985 ) Introduction to Learning Disabilitis,
New Jersey : Prentice-Hall Inc.

John W, Santrock, Life-Span Development, (Jakarta: Erlangga, 2012), 27.

Martini Jamaris, Kesulitan Belajar Perpektif, Asesmen, Dan Penanggulangannya, (Jakarta:


Yayasan Penamas Murni, 2009), 108.

Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar
Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera.

Prof.Dr.Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis, dan Remediasinya,


(Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 131.

Prof.Dr.Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis, dan Remediasinya,


(Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 133.

Prof.Dr.Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar Teori, Diagnosis, dan


Remediasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), 135.

Santrock, John W. (2012). Life-Span Developments Perkembangan Masa-Hidup. Jakarta:


Erlangga.

12

Anda mungkin juga menyukai