Oleh:
Dosen pembimbing:
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
PENDAHULUAN
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan dilapangan
ilmu pendidikan, bahasa, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada ilmu pendidikan
menggunakan istilah kesulitan belajar spesifik, ilmu psikologi menggunakan istilah
penyimpangan persepsi dan tingkah laku, bahasa menggunakan istilah disleksia, disgrafia dan
apasia perkembangan, sedangkan ilmu kedokteran menggunakan istilah disfungsi minimal otak.
Istilah kesulitan belajar (learning disabilities) oleh Samuel A Kirk digunakan sebagai penyatuan
berbagai istilah disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis
(neurological disorders), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan (developmental aphasia).
Untuk dapat memahami tentang anak berkesulitan belajar, di bawah ini akan dipaparkan
beberapa definisi dari para ahli mengenai hakikat kesulitan belajar.
Menurut Anton Sukarno (2004: 99) mengatakan bahwa “Kesulitan belajar berada sebagai
pembeda kondisi kecacatan dalam keadaan intelegensi rata-rata sampai dengan superior sistem
motorik sensorik penuh dan kesempatan belajar maksimal”. Menurut H. Abin Syamsudin
Makmun (2000: 307) “Kesulitan belajar adalah suatu kejadian atau peristiwa yang menunjukkan
bahwa dalam mencapai tujuan pengajaran, sejumlah siswa mengalami kesulitan dalam
menguasai secara tuntas bahan yang diajarkan atau dipelajari”. Berdasarkan pendapat-pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berkesulitan belajar adalah seseorang yang memiliki IQ
rata-rata hingga superior, yang mengalami kesulitan atau gangguan dalam mempelajari bidang
akademik dasar tertentu sebagai akibat dari terganggunya sistem syaraf pusat yang terkait, atau
pengaruh tidak langsung dari berbagai faktor lain seperti gangguan sensoris, tunagrahita,
hambatan sosial dan emosional atau berbagai pengaruh lingkungan, budaya. Kesulitan ini
ditandai oleh kesenjangan antara kemampuan umum seseorang dengan kemampuan yang
ditunjukannya dalam mempelajari bidang tertentu.
Menurut Rourke, anak-anak dengan NLD cenderung tidak banyak bergerak dan
menjelajahi dunia melalui informasi verbal, oleh karena itu, mereka menunjukkan kesulitan
dalam proses perhatian rangsangan taktil atau visual. Kesulitan mereka dalam pembentukan
konsep dan penalaran abstrak sebagian merupakan konsekuensi dari menerima informasi
terutama melalui saluran pendengaran (verbal) tanpa data motorik sensitif lainnya. Akibat dari
uraian di atas, ada konsekuensi di bidang akademik dan kesulitan di tingkat psikososial.
Kekurangan persepsi, kapasitas analisis dan interaksi sosial menjadi penyebab masalah dalam
penalaran dan pembentukan konsep. Interpretasi yang buruk dari aspek komunikasi nonverbal
dan pemrosesan informasi baru berkontribusi pada model interaksi sosial yang tidak tepat.
Dari fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang “Non-Verbal
Learning Disabilities.”
Kesulitan belajar non verbal learning disabilities adalah gangguan belajar dalam masalah
dengan kemampuan visual-spasial, keterampilan motorik, dan keterampilan organisasi. Pada
umunya gangguan yang dialami yaitu gangguan dalam memahami komunikasi non verbal dan
interaksi (Suryani, dalam Nina, 2021:125). Permasalahan gangguan belajar non verbal learning
Disabilities (NVLD menjadi tiga indikator yaitu kemampuan visual-spasial, keterampilan
motoric, dan keterampilan organisasi .
Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Mamen dan Tanguay sebagai berikut, Nonverbal
Learning Disabilities (NLD) merupakan kesulitan belajar yang ditandai dengan kekurangan
dalam proses psikologis nonverbal seperti visual, spasial, dan atau fungsi motoric (dalam Nora,
2021:40). Dapat diartikan bahwa NLD merupakan sindrom neuropsikologis untuk kesulitan
belajar non verbal. Kesulitan belajar ini diakibatkan dari ketidak berfungsian hemisphare sebelah
kanan atau sebagai ketidak berfungsian pemrosesan informasi yang ditandai dengan
kecenderungan keluar dari interaksi dalam belajar dan kesulitan bertingkah laku yang disebabkan
oleh kurangnya koordinasi mental.
Anak-anak dengan NLD cenderung tidak banyak bergerak dan menjelajahi dunia melalui
informasi verbal, oleh karena itu, mereka menunjukkan kesulitan dalam proses perhatian
rangsangan taktil atau visual. Kesulitan mereka dalam pembentukan konsep dan penalaran
abstrak sebagian merupakan konsekuensi dari menerima informasi terutama melalui saluran
pendengaran (verbal) tanpa data motorik sensitif lainnya. Akibat dari uraian di atas, ada
konsekuensi di bidang akademik dan kesulitan di tingkat psikososial. Kekurangan persepsi,
kapasitas analisis dan interaksi sosial menjadi penyebab masalah dalam penalaran dan
pembentukan konsep. Interpretasi yang buruk dari aspek komunikasi nonverbal dan pemrosesan
informasi baru berkontribusi pada model interaksi sosial yang tidak tepat.
Dalam jangka panjang, anak dengan NLD akan lebih cenderung menampilkan gejala afektif
(depresi, kecemasan, isolasi). Sering terjadi masalah visual-spasial dengan kesulitan dalam
membedakan kanan dan kiri dan manajemen waktu, gangguan dalam hubungan interpersonal
dengan kesulitan dalam interpretasi makna tindakan orang lain, interpretasi emosi, serta kesulitan
berulang dalam hitung. Anak-anak menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk memecahkan
masalah secara rutin, cara mekanis dengan menggunakan dugaan atau jawaban yang telah diingat
sebelumnya (tetapi tidak sesuai dengan situasi), dengan kesulitan dalam menyesuaikan perilaku
atau jawaban mereka ketika situasi berubah.
Adapun karakteristik dari Nonverbal Learning Disabilities di bidang akademik antara lain:
a. Memiliki kemampuan verbal yang tinggi tetapi lemah dalam aspek non verbal;
b. Ekspresi verbal dan keterampilan memahami tinggi;
c. Kosa kata, pemahaman dan membaca yang tinggi;
d. Memori auditori tinggi;
e. Perhatiannya tinggi terhadap hal yang bersifat detail tetapi rendah terhadap gambar;
f. Lemah dalam matematika dan tulisan tangan.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan individu menderita NLD antara lain adanya faktor
genetika, perkembangan diri yang kurang maksimal, faktor lingkungan yang mendukung
terjadinya NLD, dan dapat pula terjadi karena individu tersebut mengalami kecelakaan sehingga
terjadi perubahan pada saraf motoriknya.
Nora (2021) menjelaskan aspek-aspek yang terdapat pada gangguan belajar non verbal
learning disabilities adalah sebagai berikut.
a. Identitas Subjek
c) Usia : 15 tahun
Verbatim Wawancara
1. Verbatim wawancara subjek utama
Berdasarkan hasil observasi yang ada dengan data penunjang menggunakan lembar
observasi Behavioral Check List. Maka dapat dilakukan analisa dengan membandingkan teori
yang dipakai dengan temuan data lapangan. Dalam data hasil observasi yang ditemukan maka
aspek pada gangguan belajar non verbal learning disabilities dapat diambil kesimpulan bahwa
observee cukup mengidap gangguan belajar non verbal learning disabilities seperti lemah dalam
tulisan tangan, sulit dan lambat menggambarkan perasaannya, dan self estem yang rendah.
b. Hasil Wawancara
Subjek merupakan siswa SMAN 7 PEKANBARU kelas X Mia 2 yang bernama Heksa
Aruna Mudana yang berusia 15 tahun. Subjek memperkenalkan diri “Perkenalkan nama saya
Heksa Aruna Mudana dari kelas X Mia 2.” (B21-22, W1). Subjek berusia 15 tahun. “15 tahun.”
(B27, W1)
Subjek memberitahu kondisi belajarnya saat ini berjalan lancar. “Alhamdulillah berjalan
lancar.” (B33, W1). Subjek mengatakan gangguan yang dialami selama belajar online adalah
jaringan. “Paling gangguan jaringan aja sih.” (B44, W1).
Subjek memberitahu perasaannya belajar selama masa pandemic ini lebih sulit mengerti
karena belajarnya tidak secara langsung. “Lebih sulit mengerti aja sih pelajarannya soalnya kan
gak secara langsung.” (B53, W1).
Subjek mengatakan dukanya belajar saat ini adalah tidak bisa bertemu dengan teman
secara langsung sedangkan sukanya bisa bertemu dengan teman secara langsung. “Sukanya
kalau dari belajar online sih gak kesekolah lah ya di rumah, kalo offline bisa ketemu temen –
temen bisa seneng – seneng sama sama gitu lah bang.” (B78-83, W1).
subjek mengatakan caranya agar fokus pada sebuah kegiatan adalah dengan tidak
memikirkan apa apa kecuali hanya fokus memikirkan kegiatan yang dijalani. “Gimana ya, gak
mikirin apa apa sih cuma fokus sama kegiatan itu aja gak usah pikirin yang lain gitu aja.” (B99-
103, W1)
Subjek mangatakan cara melakukan agar berjalan lancar adalah dijalani saja apa yang
sedang dilakukan. “Ya dijalanin aja sih ya gimana ya.” (B129, W1). Subjek mengatakan agar
belajarnya lancar ia harus fokus. “Fokus aja sih.” (B145, W1).
Pada aspek pertama ini yaitu keterampilan mengorganisir kegiatan jawaban subjek
menjawab bisa mengorganisir kegiatan dengan cara fokus pada kegiatan yang sedang dijalani
tersebut. Dapat dilihat dari jawaban subjek pada aspek ini kurang mempunyai cara untuk
menjalani sesuatu kegiatan dengan baik, subjek hanya bisa melakukan fokus pada sebuah
kegiatan.
Subjek mengatakan cara memulai interaksi dengan orang lain yaitu didekati dahulu lalu
diajak ngobrol. “Oh iya yang pasti dideketin dulu lah ya baru diajak ngobrol-ngobrol.” (B158-159,
W1).
Subjek mengaku biasa saja jika diajak komunikasi dengan orang asing. “Biasa aja sih ya
kalau diajak komunikasi.” (B168, W1). Subjek mengatakan tidak rishi bila diajak komunikasi
oleh orang asing. “Enggak juga, ayok ayok aja.” (B177, W1)
Subjek mengatakan ia tidak sering bertanya saat proses belajar berlangsung. “Enggak”
(B187, W1). Subjek menyatakan tidak sering bertanya karena tidak tau apa yang mau ditanyakan.
“Ya gak tau aja apa yang mau ditanya.” (B198, W1)
Pada aspek kedua ini yaitu keterampilan berganisasi dan bahasa sosial subjek memberi
jawaban bahwa ia bisa dengan baik berkomunikasi kepada orang asing dan subjek tidak sering
bertanya di kelas karena tidak tau apa yang mau ditanyakan. Dapat dilihat dari jawaban subjek
pada aspek kedua ini subjek tidak cukup terampil dalam bertanya.
Subjek mengatakan ia tidak terlalu suka nulis. “Gak terlalu.” (B220, W1). Subjek
menyatakan tidak terlalu suka nulis karena merasa tangannya pegal sehingga nulis secukupnya
saja. “Pegel aja gitu tangan, nulis secukupnya aja.” (B229, W1)
Subjek mengatakan terbebani jika menulis panjang-panjang. “Terbebani kalau misalnya
yang intinya tu panjang nah itu agak susah tu.” (B246-247, W1).
Pada aspek ketiga ini yaitu aspek keterampilan menulis ekspresi subjek memberi jawaban
tidak terlalu suka menulis karena terasa pegal pada tangan. Maka dari jawaban subjek dapat
diambil kesimpulan subjek lemah dalam keterampilan menulis dan mengungkapkan ekspresi.
4. keterampilan matematika
Subjek mengatakan biasa saja terhadap pelajaran matematika. “Dibilang suka gak juga
ya, dibilang gak suka ya biasa aja.” (B261-262, W1)
Pada aspek keempat ini yaitu keterampilan matematika subjek memberi jawaban tidak
terlalu tertarik pada pelajaran matermatika. Dari jawaban subjek dapat disimpulkan bahwa
subjek tidak cukup baik dalam matematika.
Subjek juga mengatakan bahwa untuk memaksimalkan hasil belajar dengan cara belajar
bersama teman-teman atau membaca buku sendiri. “Belajar bareng sama kawan-kawan atau
baca-baca buku sendiri.” (B304-306, W1)
Subjek mengatakan orang tua menjadi motivasi dalam belajar “Iya orang tua sih.” (B325,
W1)
Dari jawaban subjek diatas untuk aspek kelima yaitu keterampilan regulasi diri jawaban
subjek adalah mengulangi pelajaran dirumah dan belajar bersama teman-teman untuk
memaksimalkan hasil belajarnya. Subjek mengatakan motivasinya dalam belajar adalah orang
tua, maka dari jawaban subjek tersebut dapat disimpulkan subjek cukup baik dalam keterampilan
regulasi diri.
Subjek mengatakan akan menegur jika ada yang membuat keributan di kelas. “Ditegur
sih yang jelas.” (B345, W1). Subjek merasa kesal jika ada yang mengganggunya dalam belajar.
“Kesal sih.” (B368, W1).
Pada aspek terakhir ini subjek memberi jawaban akan menegur bila ada yang rebut di
kelas dan merasa kesal kepada orang yang membuatnya terganggu dalam belajar. Berdasarkan
jawaban subjek dapat disimpulkan subjek memiliki tingkat keterampilan mengelola tingkah laku
yang tidak baik.
RENCANA INTERVENSI
Intervensi adalah upaya untuk mengubah perilaku, perasaan, pikiran, dan keadaan social
seseorang yang mempunyai gangguan. Rencana intervensi dalam kasus Nonverbal Learning
Disabilities pada Heksa Aruna Mudana dapat dirincikan sebagai berikut:
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan dan dikaitkan dengan teori yang ada maka
dapat diambil kesimpulan subjek yang Bernama Heksa Aruna Mudana memiliki gangguan non
verbal learning disabilities. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil asesmen yang berdasarkan aspek
dari Nora (2021).
Pada aspek kedua ini subjek memiliki leterampilan berorganisasi dan Bahasa
social yang tidak cukup baik. Hal itu dilihat berdasarkan hasil observsi dan
wawancara yang dijelaskan diatas terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Setyaputri, Nora Yuniar. 2021. “Bimbingan dan Konseling Belajar”. Kediri. Media Sains
Indonesia.
Damayanti, Nina, Muhammad Idris dan Nia Warsini. 2021. “Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran Geografi Kelas X Pada Masa Pandemi Covid-19 Di MA Al-Akbar
Kabupaten Banyuasin”. Jurnal Swarnabhumi. 6(2). hlm 121-128.
LAMPIRAN
A. Informed Consent
B. Dokumentasi