Anda di halaman 1dari 20

BAB II

GAMBARAN UMUM TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

BENOWO SURABAYA

2.1 Tempat Pembuangan Akhir

Tempat pembuangan akhir (TPA) merupakan bentuk perlakuan tertua

terhadap sampah, yakni segala sampah yang ada di setiap kota terkumpul

di tempat ini, setelah melalui Tempat Pembuangan Sementara (TPS).

Berbagai dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA ini

sangat beragam, antara lain: Musibah fatal (misalnya longsoran

perbukitan sampah), kerusakan infrastruktur (misalnya kerusakan akses

jalan akibat terlewati kendaraan berat), pencemaran lingkungan setempat

(seperti pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah

selama pemakaian TPA, maupun saat selesai penutupan TPA), pelepasan

gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana

merupakan gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial daripada gas

karbon dioksida, dan lebih membahayakan bagi penduduk setempat),

selain itu keberadaan TPA juga melidungi hewan pembawa penyakit

seperti tikus dan lalat.

2.2 TPA Benowo Surabaya

Tempat Pembuangan Akhir TPA Benowo merupakan salah satu

areal tempat pembuangan akhir sampah sebagian Kota Surabaya yang

terletak di Kelurahan Romokalisari yang berbatasan langsung dengan

Kabupaten Gresik, dengan luas lahan kurang lebih 37 Ha sudah

termasuk daerah pengembangan seluas 3,43 Ha. Saat ini pengelolaan


timbunan sampah di TPA Benowo dibagi dalam 5 (lima) sel, dimana 2

(dua) sel timbunan sampah yaitu sel IA dan IB dalam tahap stabilisasi

dan 3 (tiga) sel lainnya masih dilakukan penambahan timbunan

sampah. Total volume sampah pada 2 (dua) sel timbunan sampah yang

telah ditutup tersebut adalah kurang lebih 312.960 m. Sel timbunan

sampah yang ditutup tersebut kemudian dilapisi tanah liat (clay)

setebal 30 cm dan dipadatkan dengan bantuan mesin pemadat tanah.

A. Batas Lokasi Tapak

Batas lokasi tapak yang merupakan luasan dan ruang rencana

untuk TPA Benowo saat ini adalah meliputi :

• Sebelah Utara: Sebagian besar berupa tambak garam dan

tambak ikan milik penduduk atau lahan pemukiman

penduduk berkepadatan rendah

• Sebelah Selatan: Rencana kawasan stadion Surabaya Barat

• Sebelah Timur : Tambak ikan dan garam milik penduduk

• Sebelah Barat : Jalan Tambakdono

B. Status Tanah

Berdasarkan analisa Peta Data Pokok Kota Surabaya Tahun 1992,

termasuk hasil survei lapangan dan wawancara dengan Lurah

Romokalisari, menyatakan bahwa status kepemilikan lahan di

wilayah TPA Benowo dan sekitarnya adalah milik perseorangan,

swasta (insvestor/developer), maupun Pemerintah dan sebagian

besar sudah bersertifikat. Status lahan TPA Benowo saat ini sudah

sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya, tetapi untuk


kebutuhan lahan penimbunan sampah dan area terbuka hijau untuk

mereduksi bau dan kebutuhan meningkatkan estetika lokasi yang

direncanakan berjarak 500 m hingga 2 km sekeliling TPA maka

dibutuhkan luas daerah yang lebih besar lagi untuk dibebaskan.

C. Kondisi Tata Guna Lahan Sekitar TPA Benowo

Penggunaan tanah di wilayah perencanaan terdiri dari industri dan

pergudangan, permukiman, fasilitas umum, tambak ikan dan

tambak garam, rel kereta api, serta sungai dan saluran drainase.

1. Industri dan Pergudangan

Daerah industri dan pergudangan banyak ditemui dan

merupakan kegiatan yang mendominasi daerah sekitar TPA

Benowo, khususnya yang terletak di sebelah Timur jalan tol

PT. MASPION IV merupakan daerah industri dan pergudangan

yang letaknya paling dekat dengan TPA Benowo.

2. Pemukiman

Daerah perumahan di wilayah sekitar TPA Benowo sebagian

besar merupakan perumahan kampung yang lokasinya

menempati stren-stren sungai dan memanfaatkan tanah kosong

yang ada. Persebaran perumahan yang menempati stren sungai

yaitu: di pinggir Kali Lamong. Permukiman yang

memanfaatkan tanah-tanah kosong awalnya hanya digunakan

bagi masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai penjaga

tambak dengan persetujuan pemilik tambak, tetapi dalam

perjalanan waktu akhirnya dibangun menjadi perumahan yang

permanen, berubah status kepemilikan dan pada akhirnya


sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal. Daerah pemukiman

yang penduduknya padat dan berkembang menjadi

perkampungan dapat ditemui di wilayah Tambakdono yang

terletak di sebelah barat dan juga di sebelah selatan di

sepanjang jalan Tandes – Benowo.

3. Fasilitas Umum

Fasilitas umum yang terdapat pada wilayah studi diantaranya

adalah masjid dan tanah lapangan. Fasilitas umum ini terletak

di perkampungan penduduk di daerah Tambakdono dan

Benowo.

4. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka yang ada di wilayah studi berupa tanah kosong

(tambak), di sepanjang tepian Kali Lamong yang berlokasi di

Kelurahan Tambakdono, Pakal dan Benowo. Berdasarkan

RT/RW Kota Surabaya, wilayah sepanjang tepian Kali Lamong

direncanakan sebagai kawasan konservasi atau ruang terbuka

hijau.

5. Perikanan dan Tambak

Daerah perikanan dan tambak banyak dijumpai dan menjadi

batas TPA Benowo dengan pemanfaatan wilayah dikelola oleh

masyarakat setempat. Bentuk daerah ini berupa rawa dan

tambak ikan atau tambak garam, dimana banyak ditemui di

sekitar lokasi TPA bagian Selatan, Barat, Timur dan Utara.


Pada masa-masa tertentu masyarakat di daerah ini

memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan tambak garam.

6. Jalan

Jalan arteri, yaitu Jl. Tambakdono, Jl. Pakal dan Jl. Tandes –

Benowo, Jalan Tol Surabaya – Gresik, mulai dari Jl.

Margomulyo sampai dengan Romokalisari. Rumija berkisar

antara 40 m hingga 80 m, dimana Rumija sebesar 40 m berada

disekitar km 6 dan Rumija sebesar 80 m di sekitar gerbang tol

Romokalisari.

7. Sungai dan Saluran Drainase

Penggunaan tanah untuk untuk prasarana berupa sungai dan

saluran drainase di wilayah TPA Benowo terdiri dari Kali

Lamong, Kali Sememi, Saluran Benowo, Saluran Rejosari dan

saluran irigasi tambak ikan atau tambak garam.

2.3 Keadaan TPA Benowo

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya mempunyai

Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) yang terletak di sebelah barat kota

Surabaya. Lokasi pembuangan sampah di Benowo ini merupakan

perpindahan dari LPS sebelumnya berada di kawasan Keputih.

Penyebab dipindahkannya lokasi dari Keputih ke Benowo adalah

semakin padatnya pemukiman yang terdapat di wilayah Keputih. Di

TPA Benowo selain digunakan untuk tempat pembuangan akhir yang

ada di Surabaya, juga digunakan sebagai tempat untuk mengolah

limbah-limbah yang dihasilkan, agar tidak terlalu mencemari


lingkungan sekitarnya. Teknologi tersebut adalah Instalasi Pengolahan

Air Limbah atau IPAL. Berikut adalah beberapa fasilitas yang terdapat

di dalam TPA Benowo.

1. Jembatan Timbang

Jembatan timbang digunakan untuk mengetahui asal atau sumber

sampah, nama supir pengangkut sampah. Data-data tersebut

dimasukkan ke dalam database dan menghasilkan laporan yang

akan dikirim ke kantor pusat Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Kota Surabaya. Bangunan ini juga dilengkapi dengan perangkap

komputer dan elektronik, yang berfungsi sebagai sarana dan media

untuk mengukur besarnya volume atau tonase sampah yang

diangkut masuk ke dalam TPA Benowo.

2. IPAL 1

Di bangunan ini terdapat proses pengolahan air lindi atau yang

lebih dikenal air limbah dengan melalui proses kimiawi. Metode

kimiawi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu cara manual dan

menggunakan mesin. Artinya, proses pengolahan air limbah

dilakukan dengan cara mencampurkan air limbah dengan air tawar

dan juga bahan kimia yang lain.

3. IPAl II

Pada bangunan ini juga dilakukan pengolahan air lindi tahap dua

dengan melalui proses mikrobiologi. Pengolahan ini dilakukan

dengan teknologi tertentu, yaitu dengan memberi bakteri paktogen


pada hasil air lindi pada tahap sebelumnya. Pada bangunan ini

tidak lagi menggunakan proses kimiawi.

4. Terminal Dumping

Pada bangunan ini digunakan untuk lokasi pembuangan sampah

atau pendumpingan.

5. Bengkel Alat Berat

Pada bangunan ini digunakan sebagai tempat perawatan, garasi,

sekaligus bengkel untuk alat-alat yang beroperasi di TPA Benowo.

2.4 Karakteristik Sampah TPA Benowo

1. Sampah khusus

Sampah yang terdiri dari kaleng cat dan zat radioaktif. Sampah

ini memerlukan perlakuan khusus dalam pengolahannya

2. Sawage Solid

Sampah yang terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat

organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat

pengolahan air buangan.

3. Construction Waste

Sampah yang berasal dari sisa pembangunan, perbaikan dan

pembaharuan gedung-gedung.

4. Demolition Waste

Sampah yang berasal dari pembongkaran gedung.

5. Sampah Industri
Sampah padat yang berasal dari industri-industri dan

pengolahan hasil bumi.

6. Bangkai Kendaraan

Sampah yang terdiri dari bangkai-bangkai mobil, truk, dan

kereta api.

7. Sampah Pemukiman

Sampah yang terdiri dari garbage, rubbish and ashes yang

berasal dari perumahan.

8. Sampah Jalanan

Sampah yang berasal dari pembersihan jalan dan trotoar baik

dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang

terdiri dari kertas-kertas dan daun-daunan.

9. Garbage

Sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau

sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari

zat-zat yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung

sejumlah air bebas.

10. Rubbish

Sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat terbakar

yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, dan

kantor-kantor tapi yang tidak termasuk garbage

11. Bangkai Binatang


Sampah yang terdiri dari bangkai binatang yang mati karena

alam, penyakit, dan kecelekaan.

12. Abu

Sampah yang berasal dari sisa-sisa pembakaran yang


20
mudah terbakar baik dirumah, dikantor, dan industri .

2.5 Sistem Penanganan Sampah di TPA Benowo

1. Open Dumping/Semi Open Dumping

Pada umumnya penanganan sampah yang baik diterapkan pada

sebuah tempat pembuangan akhir yaitu dengan System Sanitary

Landfill yakni sampah yang telah masuk di TPA kemudian

ditutupi tanah lempung agar tidak menimbulkan bau yang

menyengat dan dilakukan setiap hari, namun pada tempat

pembuangan akhir Benowo tidak menggunakan system tersebut

melainkan sistem yang dipakai yaitu System Open Dumping atau

boleh dikatakan Semi Sanitary Landfill meskipun pada TPA

tersebut setiap 3 sampai 4 minggu bahkan terkadang satu tahun

sekali dilakukan penimbunan tanah lempung terhadap sampah

yang telah dipadatkan. Sampah yang diangkut oleh truk yang

masuk di lokasi TPA kemudian melewati jembatan timbang guna

untuk penimbang sampah yang dihasilkan Kota Surabaya setiap

tahunnya. Truk yang berisi sampah yang telah ditimbang

kemudian di buang ditempat pendumpingan sampah sesuai zona

yang telah ditentukan. Di lokasi pendumpingan sampah terdapat

traktor yang bertugas untuk menarik dan memadatkan sampah,


sampah yang telah menggunung setinggi 7 meter selama

setahun kemudian dipadatkan dengan traktor sehingga tinggi

sampah tersebut mencapai 1,5 – 2 meter. Dari informasi pihak

pengelola bahwa dalam setahun sampah mengalami

penyusutan hingga 50 sampai 60 cm pada masing-masing zona.

Pada TPA Site benowo juga dilakukan pemberian cairan

berupa EM 4, EM6 dan obat anti lalat pada sore hari dengan

tujuan untuk mengusir dan membasmi lalat dengan takaran

2500 liter / hari.

2. Proses Pengolahan Lindi

Selain penanganan sampah padat yang ditampung pada TPA

Benowo yang semakin hari semakin bertambah juga pihak

pengelola harus memikirkan limbah cair yang dihasilkan

sampah itu sendiri yakni berupa limbah cair atau sering disebut

lindi. Limbah cair tersebut sangat berbau dan juga apabila tidak

ditangani secara baik maka akan menimbulkan pencemaran

baik pada tanah maupun air yang ada disekitar TPA tersebut,

oleh karena itu pihak pengelola merancang sebuah pengolahan

untuk menangani lindi yang dihasilkan oleh sampah pada TPA

tersebut, sehingga lindi yang dihasilkan diolah terlebih dahulu

sebelum dibuang ke badan air dengan cara dibuatkan drainase

atau parit disekitar timbunan sampah. Untuk pengaliran air

lindi menggunakan kemiringan antara 1 – 2 % air lindi ini akan


dikumpulkan dalam satu waduk atau bak tekhnisi. Pada dasar

dan pinggiran bak penampungan lindi terdapat plastik yang

berguna untuk menghindari terjadinya pencemaran air

permukaan pada waduk, sedangkan untuk penanganan gas-gas

methan dibuatkan cerobong atau lubang ± 25 – 30 m.

3. Pengomposan

Pada TPA Benowo selain harus memikirkan untuk menata

konsep menuju System Sanitary Landfill di TPA Benowo

kedepan, Pemerintah Kota Surabaya juga harus terus

mematangkan dan menyosialisasikan konsep pengelolaan

sampah mandiri, yakni pengelolaan sampah yang berawal di

sumber sampah. Sampah dipilah menjadi sampah kering dan

basah, untuk sampah kering didaur ulang dan sampah basah

diolah menjadi kompos yang dimana pada TPA tersebut sudah

terdapat sub unit untuk menangani sampah yang akan dibuat

21
kompos .

2.6 Persampahan di Surabaya.

Peningkatan jumlah sampah di Surabaya semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Jumlah sampah terbesar berasal dari sampah rumah

tangga, yang mencapai 6.500 ton dalam setahun. Kebiasaan mengonsumsi

makanan ringan seperti snack, permen, atau minuman kemasan kotak atau

kaleng, ternyata juga menyumbang jumlah sampah di Indonesia.

Masalah persampahan kota metropolitan harus menjadi perhatian

utama. Sampah yang belum dikelolah semakin lama semakin


menumpuk dan menjadi masalah baru lagi. Oleh karena itu, di

Surabaya tidak jarang kita jumpai illegal dumping (tempat

pembuangan sampah) yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi

penduduk sekitarnya. Selain itu, sampah yang tidak dapat dikelola

dibuang di sungai dan ini akan menimbulkan masalah sendiri. Salah

satu penyebab terjadinya banjir di Surabaya adalah karena banyaknya

sampah yang dibuang di sungai. Timbunan sampah di Kota Surabaya

berasal dari berbagai macam sumber. Sebagian besar sampah dari

pemukiman berasal dari sampah rumah tangga yang merupakan

sampah organik.

Sampah dari rumah tangga biasanya diangkut menggunakan

container bin dimana proses pengangkutan tersebut dikoordinir oleh

organisasi masyarakat setempat, baik karang taruna, RT/RW dan lain-

lain. LPS atau TPS berupa landasan atau depo yang telah ditentukan

letaknya oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.

Berdasarkan RT/RW Kota Surabaya, di Kota Surabaya masih terdapat

beberapa wilayah kelurahan yang masih belum terdapat LPS

diantaranya Kelurahan Nginen Jangkungan, Kelurahan Rangkah,

Kelurahan Kedung Cowek, Kelurahan Medokan Semampir, Kelurahan

Gundih, Kelurahan Rungkut Tengah, Kelurahan Tandes Kidul,

Kelurahan Sememi, Kelurahan Pakal, Kelurahan Klakah Rejo,

Kelurahan Buntaran, Kelurahan Banjar Sugihan, Kelurahan Jeruk,

Kelurahan Lakarsantri, Kelurahan Bringin, Kelurahan Tanjung Sari,

Kelurahan Greges, Kelurahan Kalianak, Kelurahan Tambak Langon,

Kelurahan Romokalisari. Di beberapa wilayah juga terdapat LPS yang


tidak difungsikan antara lain Kelurahan Wonorejo, Landasan Ploso

Timur, Kelurahan Tambak Wedi, Landasan Ketintang Baru, Landasan

di Yani Golf Gunung Sari, Landasan sentong di Tandes Lor, Babat

Jerawat Kelurahan Sumber Rejo, dan Kelurahan Beringin.

Penanganan persampahan Kota Surabaya menjadi tanggung jawab

dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya dan PT. Sumber

Organik saat ini. Terdapat pembagian sistem pengelolaan sampah,

dimana untuk pengambilan dari pengumpulan sampah rumah tangga

sampai dengan TPS dikelola oleh masyarakat, pengangkutan dari TPS

ke kelurahan sampai dengan TPA Benowo dikelola oleh Dinas

Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, sampai pada tahap akhir

sampah di TPA Benowo di kelola oleh PT. Sumber Organik selaku

perusahaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan sampah di TPA

Benowo.

2.7 Permasalahan Pengelolaan Sampah di Surabaya

Sampai saat ini sampah masih menjadi permasalahan yang belum

terpecahkan khususnya bagi kota-kota besar di Indonesia seperti

Jakarta, Surabaya, Bandung dan lain – lain. Dalam manajemen kota,

hampir setiap kota mempunyai permasalahan antara lain permasalahan

sampah yang sering menjadi masalah yang cukup pelik bagi kota-kota

besar. Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah

penduduk lebih dari 2 ½ juta jiwa, Surabaya menghadapi

permasalahan-permasalahan tekanan penduduk terhadap daya dukung

lingkungannya. Masalah itu antara lain meluasnya permukiman

kumuh, menumpuknya sampah, terbatasnya fasilitas umum seperti


prasarana air minum dan ruang terbuka hijau, pedagang kaki lima,

transportasi, pencemaran udara, meningkatnya kriminalitas dan

berbagai masalah kependudukan yang lain. Salah satu masalah pelik

yang sulit dipecahkan adalah masalah sampah, mengingat volume

sampah yang cenderung terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan

penduduk dan permukiman serta keterbatasan lahan untuk

pembuangan akhir.

Menurut Tim Studi Japan International Coorperation Agency,

( JICA ) sebagaimana dilaporkan Departemen Pekerja Umum ( 1993 )

antara tahun 1992-2010 bahwa sampah rumah tangga Kota Surabaya

mengalami pertumbuhan 5% setiap tahunnya yang disebabkan

kenaikan jumlah penduduk sekitar 1,6% per tahun, peningkatan

timbulan sampah per kapita 3,4% per tahun. Sampah telah menjadi

salah satu permasalahan Kota Surabaya yang serius. Pemandangan

Kota Surabaya terlihat kumuh dan semakin parah dengan tumpukan-

tumpukan sampah diberbagai sudut kota dan telah mengganggu

kenyamanan lingkungan.

Pengelolaan sampah di Kota Surabaya masih sebatas

mengumpulkan dan menumpuknya pada tempat (lahan) pembuangan

akhir ( TPA ), dan belum melakukan proses pengolahan misalnya

menjadi kompos. Pengolahan lanjut sampah yang ada selama ini masih

sebatas pemusnahan melalui mesin pembakar (incinerator). Disisi lain,

permasalahan sampah di Kota Surabaya menjadi semakin berat,

mengingat makin meningkatnya jumlah penduduk dan makin

kompleknya permasalahan. Dalam konteks manajemen kota, hampir


setiap kota mempunyai permasalahan, seperti minimnya lahan

pembuangan akhir, budaya membuang sampah sembarang tempat,

serta keterlibatan sektor informal. Manajemen pengelolaan sampah

yang masih terbatas dan tidak sustainable cukup meresahkan bagi

warga Surabaya dan cukup menyita perhatian dari berbagai kalangan.

Pemandangan Kota Surabaya yang terlihat kumuh semakin parah

dengan tumpukan-tumpukan sampah disudut-sudut kota yang

menambah ketidaknyaman lingkungan. Sampah yang bertumpuk

dimana-mana, saat ini bukan saja menjadi beban Pemerintah Kota

Surabaya tetapi juga masalah bagi semua warga Kota Surabaya.


Pengelolaan sampah di Indonesia khususnya kota-kota besar

seperti Surabaya masih menggunakan paradigma lama yaitu cara

kumpul-angkut-buang. Source reduction (reduksi mulai dari

sumbernya) atau pemilahan sampah tidak pernah berjalan dengan baik.

Meskipun telah ada upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih

terbatas. Berkaitan dengan sistem pengelolaan persampahan, dasar

pengelolaan mesti mengedepankan pada minimasi sampah dan

pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan

sampah tersebut juga harus didukung oleh tingkat kesadaran

masyarakat yang tinggi mengingat perilaku masyarakat merupakan

variable penting.

Kebijaksanaan dalam pengelolaan persampahan memiliki landasan

kuat agar sampah yang dihasilkan dapat dikelola dengan baik.

Kebijakan dapat dilakukan meliputi penurunan senyawa beracun yang

terkandung dalam sampah sejak pada tingkat produksi, minimasi

jumlah sampah, peningkatan daur ulang sampah, pembuangan sampah

yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan, dan

pencemaran lingkungan dicegah sedini mungkin. Berdasarkan

landasan tersebut, kebijaksanaan pengelolaan sampah antara lain

meliputi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah secara

mandiri, pengelolaan sampah dengan menggunakan sanitary landfill

yang sesuai dengan ketentuan standar lingkungan, dan pengembangan

teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energi.

Sebagian besar sampah kota yang dihasilkan tergolong sampah

hayati. Rata-rata sampah yang tergolong hayati ini adalah di atas 65 %


dari total sampah. Melihat komposisi dari sumber asalnya maka

sebagian besar adalah sisa-sisa makanan dari sampah dapur, maka

jenis sampah ini akan cepat membusuk, atau terdegradasi oleh

mikroorganisme yang berlimpah di alam ini, dan berpotensi pula

sebagai sumberdaya penghasil kompos, metan dan energi. Dari sedikit

gambaran sampah tersebut, kita dapat menelaah dan membuat suatu

rangkaian proses bagaimana sampah yang dihasilkan dapat di kelola

menjadi sampah yang lebih ramah lingkungan dan bahkan

dimanfaatkan lagi untuk kegunaan yang lain. Berikut merupakan poin-

poin penting dalam pengelolaan sampah dan rangkaian pembuangan

sampah yang ideal:

1. Pemilahan.

Pemilahan dari sumber dihasilkannya sampah yang terdiri dari

sampah organik dan anorganik serta pemanfaatan kembali

sampah yang memiliki resources bernilai tinggi

2. Pewadahan

Pewadahan individual disediakan di tingkat rumah dengan

menyediakan 2 unit penampungan sampah terdiri dari sampah

organik dan anorganik. Pewadahan komunal (container atau

TPS) khusus untuk menampung berbagai jenis sampah baik

organik maupun anorganik seperti untuk sampah plastik, gelas,

kertas, pakaian/tekstil, logam, sampah besar (bulky waste),

sampah B3 (batu baterai, lampu neon, dll) dan lain-lain.

3. Pengumpulan
Waktu pengumpulan door to door setiap 1 sampai 2 hari dan

waktu pengumpulan sampah dari TPS 1 x seminggu.

4. Pengangkutan

Pengumpulan sampah dengan compactor truck berbeda untuk

setiap jenis sampah.

5. Daur Ulang

Pemanfaatan kembali kertas bekas yang dapat digunakan

terutama untuk keperluan eksterna. Plastik bekas diolah kembali

untuk dijadikan sebagai bijih plastik untuk dijadikan berbagai

peralatan rumah tangga seperti ember dll. Peralatan elektronik

bekas dipisahkan setiap komponen pembangunnya (logam,

plastik/kabel, baterai dll) dan dilakukan pemilahan untuk setiap

komponen yang dapat digunakan kembali

6. Composting

Composting dilakukan secara manual atau semi mekanis baik

untuk skala individual, komunal maupun skala besar (di lokasi

landfill). Pembuatan lubang biopori yang berfungsi upaya

composting juga dan sebagai lubang resapan air.

7. Biogas

Sampah organik sebagian diolah dengan alat digester sebagai

energi (gas bio). Pemanfaatan gas bio antara lain untuk district

heating, energi listrik, dan kompor untuk memasak.

8. Incinerator

Incinerator komunal dengan kapasitas minimal per unitnya 500

ton per hari. Energi panas dari incinerator digunakan untuk

district heating (T 50 – 70 derajat Celcius) dan supplai listrik


(20 – 40 % pasokan listrik berasal dari incinerator). Emisi gas

dari Incinerator sesuai dengan ketentuan standar kualitas udara

termasuk komponen dioxin.

9. Landfill

• Landfill di fasilitasi oleh sarana utama dan saran penunjang

yang lengkap.

• Pemadatan sampah mencapai kepadatan 700 – 800 ton/m3

• Penutupan tanah harian dengan geo textile.

• Penutupan tanah intermediate memanfaatkan sisa konstruksi

bangunan.

• Penutupan tanah akhir dilakukan dengan sangat ketat dan

mencapai ketebalan 2– 10m.

• Pengolahan gas dilengkapi dengan gas regulator, pompa

pengisap gas, alat deteksi gas, turbin, boiler dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai