Anda di halaman 1dari 3

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

Islamic Association of University Students


CABANG DEPOK
KOMISARIAT SE UNIVERSITAS GUNADARMA
Sekretariat Bersama
Jl. Belimbing 2, Gang H Muin
E-mail: hmiftigundar@gmail.com

NOTULEN DISKUSI PUBLIK

Tanggal diskusi :28 Oktober 2019

Tempat diskusi : Roti pisang bakar ghifari, Margonda, Depok.

Waktu diskusi : 15:45-18:00

Tema diskusi :Melihat ancaman Radikalisme dalam perspektif pemuda

Moderator :Miqdad Nizam Fahmi

Pembicara : AKBP Azis Andrisansyah (Kapolres metro Depok)

Achmad Solechan (Ketua PCNU Depok)

Muttaqin Ali Renhoran ( Akademisi)

Peserta : Anggota Hmi Cabang Depok, Mahasiswa Depok, warga


setempat

Jumlah : 60 Orang

Uraian Pelaksanaan Diskusi :

1. Diskusi dipimpin dan dibuka oleh moderator (Miqdad Nizam Fahmi) pada pukul 15:45

2. Setelah diskusi dibuka, moderator mulai memperkenalkan identitas pembicara satu persatu

3. Kemudian pemaparan dilanjutkan oleh narasumber pada pukul 15:45 – 16:30

4. Ketika narasumber memaparkan pemaparan, moderator membuka kesempatan kepada


peserta diskusi untuk mengajukan pertanyaan kepada kelompok penyaji dan terjadi interaksi
yang baik saat sesi tanya jawab. Diskusi berjalan secara lancar dan disambut antusias oleh
audiens.

5. Setelah selesai menjawab semua pertanyaan peserta diskusi, moderator menutup diskusi
pada pukul 17:47

Pertanyaan 1 (Rizky siregar Gunadarma): Benarkah pandangan radikalisme di Indonesia


ditujukan kepada mereka yang di cap Islam garis keras?

Pertanyaan 2 (Rivaldo Gunadarma): Apakah setiap adanya perubahan atau pergerakan yang
subersiv dianggap radikalisme?

Pertanyaan 3 (Widodo Rauf Jamco): Bagaimana polisi menangkal paham radikalisme yang
tersebar di dunia siber dan strategi apa yang digunakan?

Jawaban 1 : Tidak benar, semua agama tidak mengajarkan


radikalisme, termasuk islam yang rahmatan lil Alamin, namun kebetulan mereka yang
tertangkap melakukan tindakan radikalisme adalah seorang muslim (Gus Achmad Solechan)

Sebenarnya kalo kita melihat dari sudut pandang internasional, radikalisme ditujukan
tidak hanya kepada mereka umat islam, namun kita harus melihat kondisi socio-culture di
Indonesia bahwa mayoritas umat manusia di Indonesia adalah muslim, tidak hanya dalam
radikalisme, kita lihat ke Bar atau lokalisasi, mayoritas pun juga muslim, karena kita hidup di
Indonesia adalah mayoritas umat muslim. Terkait Islam garis keras itu hanya sebuah istilah
yang disematkan oleh masyarakat terhadap umat Islam yang memang memiliki tingkat
pemahaman berdasarkan dalil dalil yang non kontekstual. (AKBP Azis Andriansyah
Kapolresta depok)

Sebenarnya kalo kita melihat dari sudut pandang para pemuda, Radikalisme ini lahir
kan dari jaman penjajahan, artinya radikalisme ini muncul dari masyarakat indonesia dan
juga para pemuda untuk melawan hegemoni belanda, karena kalo kita lihat secara etimologi
radikal adalah kelompok atau golongan yang berfikir sampai ke akar. Dan mereka mereka
inilah yang akan menyelamatkan Indonesia yang kita rasakan saat ini, namun kenapa
sekarang seolah disematkan kepada umat Islam, mungkin karena ada kelompok yang ingin
merubah sistem bernegara kita, dan juga menganggap bahwa Indonesia tidak berdasarkan
hukum hukum Islam. (Muttaqin Ali Renhoran Wasekjend PB HMI)

Jawaban 2 : Tidak semua tindakan dilihat dari satu sisi, kita juga
melihat dari sisi yang lain. Artinya polisi tidak menangkap atau mengeksekusi suatu perintah
atas dasar kecurigaan yang sifatnya identik semata, melainkan kita juga sudah pahami dan
sudah kita lacak latar belakangnya, kita lihat polanya, dan kita lihat maksud dan tujuannya
apa, kalau perubahan itu baik, maka kita juga akan mendukung Gerakan perubahan tersebut,
namun kalau tidak ya karena kita punya prosedur, maka kita harus coba cegah (AKBP Azis
Andriansyah)

Sebenarnya kita harus lihat dari substansi permasalahan dari apa yang dicita citakan
gerakan tersebut, apakah gerakan tersebut ingin membawa perubahan ke arah yang seperti
apa? namun kita juga harus mengamati mulai dari prosesnya sampai dengan tujuan, setiap
proses dan tujuannya tidak boleh melahirkan hasil yang kontraproduktif dan inkonstitusional
karena kalo itu sedah inkonstitusional walaupun proses nya baik namun hasilnya
inkonstitusional, begitupun sebaliknya, maka itu bisa di anggap akar dari radikal. (Gus
Achmad Solechan)

Muttaqin tidak menambahkan jawaban di pertanyaan ini

Jawaban 3 : Tentunya hal tersebut bisa dilakukan, hanya saja


dalam membendung radikalisme di dunia siber, kita membutuhkan tenaga ekstra karena
referensi pertama yang diambil oleh para pelaku tindak radikal diambil dari media social.
Kita memang punya divisi khusus untuk menangani hal tersebut, namun kejahatan selalu
memperbaharui tindak atau metodenya, jadi kita pun juga harus banyak belajar dan terus
turun pula kelapangan mencari akar permasalahn. (AKBP Azis Andriansyah)

Berbicara soal dunia siber, hari ini siapa yang tidak menggunakan fasilitas teknologi ?

Maka kita juga harus lihat prosentase nya, berapa traffic atau aktifitas yang terjadi dalam
waktu sehari, seminggu, atau setahun, artinya ini juga kita harus bandingkan dengan berapa
banyak orang yang menggunakan dunia siber dalam memerangi Radikalisme, hampir semua
tindakan radikal lahir dari dunia siber, ini merupakan bentuk dari radikalisme non verbal
yang terjadi saat ini. Artinya kita sebagai Mahasiswa dan pemuda harus mulai membantu
seluruh Aparat yang ingin memerangi radikalisme, terkadang malah kemajuan teknologi ini
tidak disambut baik oleh generasi muda zaman sekarang karena akhirnya malah membuat
generasi yang mageran (Muttaqin Ali Renhoran)

Rangkuman:

Dalam membendung radikalisme, banyak sekali aspek yang harus kita pelajari, karena
radikalisme saat ini masuk dari berbagai aspek, bahkan kita pun tidak sadar beberapa dari kita
ada yang bersikap eksklusif, intoleran dll yang merupakan akar dari tindak radikalisme.

Anda mungkin juga menyukai