Pembakuannya
Larutan baku asam yang sering digunakan dalam
asidialkalimetri umumnya dibuat dari asam klorida dan asam
sulfat. Kedua asam ini dapat digunakan pada hampir semua titrasi,
akan tetapi asam klorida lebih disukai daripada asam sulfat
terutama untuk senyawa-senyawa yang memberikan endapan
dengan asam sulfat seperti barium hidroksida. Asam sulfat lebih
disukai untuk titrasi yang menggunakan pemanasan karena
kemungkinan terjadinya penguapan pada pemanasan asam klorida
yang dapat menimbulkan bahaya. Asam nitrat selalu tidak
digunakan karena mengandung asam nitrit yang dapat merusak
beberapa indikator.
Untuk larutan baku alkali, umumnya digunakan natrium
hidroksida, kalium hidroksida, dan barium hidroksida. Larutan-
larutan ini mudah menyerap karbon dioksida dan udara, oleh
karena itu konsentrasinya dapat berubah dengan cepat. Dengan
demikian, maka larutan baku alkali dibuat bebas karbonat dan
untuk melindungi itu dan pengaruh karbon dioksida dan udara .
Semua larutan baku alkali harus sering dibakukan ulang.
1. Pembuatan dan pembakuan larutan baku asam klorida.
Asam klorida yang sering digunakan untuk titrasi adalah
HCl dengan konsentrasi 1 N; 0,5 N; dan 0,1 N. Sebelum
membuat larutan baku HCl harus diperhatikan lebih dahulu
berapa persen konsentrasi HCl yang tersedia karena akan
berpengaruh pada perhitungan perubahan (konversi) dari persen
HCl ke normalitas HCl. Contoh perhitungan konversi dari HCl
37% ke normalitas.
HCl merupakan asam monoprotik sehingga dalam hal ini
valensinya satu.
HCl 37% = 37gram/100gram. Diketahui BJ HCl = 1,19gram/ml
dan BM HCl = 36,5 maka:
37gram/100gram x 1,19 x 1000 = 440,3 gram/liter
440,3 / 36,5 =12,06 mol/liter = 12,06 M x valensi = 12,06 N.
Jadi HCl 37% setara dengan 12,06 N.
Kalau mau membuat HCl 0,1 N 1 liter maka memakai
persamaan:
V1N1 = V2N2 a ml x12,06N = 1000 ml x0,1 N
a = 8,3 ml
sehingga caranya membuat HCl 0,1 N sebanyak 1000 ml dari
HCl 37% adalah sebagai berikut: Pipet 8,3 ml HCl 37%
encerkan dengan aquades sampai 1000 ml.
Untuk membuat larutan HCl dengan normalitas tertentu
dapat digunakan rumus di atas (V1N1 = V2N2).
Adapun cara pembakuan larutan HCl 0,1 adalah sebagai
berikut: Lebih kurang 200 mg Na2CO3 anhidrat ditimbang
saksama yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada
suhu 2700C selama 1 jam. Larutan dalam 50 mL air. Titrasi
dengan larutan HCl 0,1 N menggunakan indikator jingga metil
hingga warna kuning berubah menjadi merah. Tiap ml HCl 0,1
N setara dengan 52,99 mg Na2CO3.
Asam klorida merupakan baku sekunder sehingga sebelum
digunakan harus dibakukan lebih dahulu dengan baku primer.
HCl dapat dibakukan dengan natrium karbonat (Na2CO3) atau
natrium tetra boraks (Na2B4O7. 10H2O) serta dapat juga secara
gravimetri sebagai AgCl.
Pada pembakuan HCl dengan natrium karbonat
menggunakan indikator metil orange, reaksi yang terjadi
adalah :
Na2CO3 + 2HCl 2NaCl + H2O + CO2
Dari reaksi di atas, valensinya adalah dua sebab 1 mol
Na2CO3 setara dengan 2 mol HCl dan setara dengan 2 gram ion
H+.
Sehingga perhitungan normalitasnya :
mgrek Na2CO3 = mgrek HCl
mgram Na 2 CO 3 x Valensi
N HCl=
BM Na2 CO 3 x ml HCl
Indikator
Warna larutan iodium 0,1 N dalam larutan air-iodida adalah
kuning sampai coklat tua. Satu tetes larutan iodium 0,1 N
menimbulkan warna kuning pucat yang terlihat pada 100 ml air
sehingga iod dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri, artinya
pada saat titik akhir titrasi ditandai dengan munculnya sedikit warna
kekuningan pada larutan.
Indikator yang sering digunakan adalah kanji atau amilum. Kanji
dengan adanya iod akan memberikankompleks berwarna biru kuat
yang akan terlihat apabila konsentrasi iodium 2x10-5M dan konsentrasi
iodida lebih besar dari 2x10-4 M. kepekaan warna berkurang dengan
kenaikan suhu larutan dan adanya pelarut-pelarut organik.
Kanji merupakan keunggulan harganya murah sedangkan
kelemahannya kanji tidak dapat larut dalam air dingin sehingga dalam
proses pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan. Penambahan
indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat mendekati titik akhir
titrasi karena iod dengan kanji membentuk kompleks yang berwarna
biru yang tidak larut dalam air dingin sehingga dikhawatirkan
mengganggu penetapan titik akhir titrasi. Karena adanya kelemahan
ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium glukonat yang mana indikator
ini tidak higroskopis; cepat larut dan stabil dalam penyimpanan; tidak
membentuk kompleks yang tidak larut dengan iodium sehingga boleh
ditambahkan pada awal titrasi dan titik akhir jelas; reprodusibel dan
tidak tiba-tiba. Sayangnya indikator ini harganya mahal.
Iodium juga memberikan warna ungu atau lembayung pada
penambahan pelarut organik seperti karbon tetraklorida (CCL 4) atau
kloroform sehingga pada iodimetri biasanya digunakan pelarut
organik tersebut sebagai indikator. Penggunaan indikator pelarut
organik ini sangat penting terutama jika larutannya sangat asam
sehingga kanji terhidrolisa, titrasinya berjalan sangat lambat dan
larutannya sangat encer.
Kerugian pemakaian pelarut organik sebagai indikator antara lain
pada saat titrasi harus digunakan labu bertutup gelas, selama titrasi
harus digojog kuat-kuat untuk menyari iodium dari air dan kadang-
kadang harus ditunggu pemisahannya.
−
S2 O 2− +4OI +2OH− →2SO −
2− + 4I + H 2 O
3 4
S 2 O 2− +4I 2 +10OH− →2SO 2−+ 8I− +5H 2 O
3 4
3. Mikroorganisme
Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian
larutan baku tiosulfat adalah disebabkan adanya mikroorganisme
dalam larutan tersebut. Ternyata ada mikroorganisme dalam udara
yang menggunakan sulfur dengan cara mengambil sulfur dari
tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara langsung dioksida menjadi
sulfat. Ada beberapa bakteri dalam udara yang bersifat demikian.
Proses metabolisme dari bakteri itu mungkin melalui reaksi sebagai
berikut:
Na2 S 2 O 3 +H 2 O→Na2 S 4 O 6 +2 NaOH, dan
Na2 S 2 O 3 →NaSO3 +S
Na2 SO 3 +O→NaSO 4 dan
S +3 O+H 2 O→ H 2 SO4
Oleh karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil sekali
dan hanya kalau terjadi kontaminasi bakteri belerang maka akan
terurai perlahan-lahan.
Pembuatan dan Pembakuan Larutan Iodium 0,1 N
Pembuatan larutan baku iodium 0,1 N dilakukan dengan cara:
Larutkan 12,7 gram iodium dalam 100 ml larutan air yang
mengandung 36 gram kalium iodida dalam labu bertutup, tambah 3
tetes asam klorida, tambahkan air hingga 1000 ml.
Iodium sukar larut dalam air (0,035 gram/liter) maka dilarutkan
dalam larutan KI yang mana iodium mudah larut di dalamnya dengan
membentuk ion kompleks menurut reaksi:
I2 + I- I3-
Karena iodium mudah menyublim, maka wadah harus selalu tertutup
selama titrasi berlangsung dan ujung buret tidak boleh menggunakan
karet.
Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai
berikut: Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara saksama
dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N bila perlu dengan pemanasan,
encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes metil orange
dan ikuti dengan penambahan HCl encer sampai warna kuning
berubah menjadi pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml air dan 3
ml larutan kanji. Titrasi dengan baku iodium perlahan-lahan hingga
timbul warna biru tetap.
Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut
dalam larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan membentuk natrium
arsenit menurut reaksi:
As2O3 + 6 NaOH 2Na3AsO3 + 3H2O
Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan
bereaksi dengan NaOH membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-
senyawa serupa yang mana tidak ada bereaksi secara cepat dengan
natrium arsenit.
2NaOH + I2 NaIO + NaI + H2O
Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl menggunakan
metil orange sebagai indikator. Penambahan NaHCO3 untuk
menetralkan asam iodida (HI) yang terbentuk yang sama asam iodida
ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik (reversibel). Natrium
bikarbonat akan menghilangkan asam iodida secepat asam iodida
terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan secara sempurna. Reaksi
secara lengkap pada pembakuaniodium dengan arsen trioksid sebagai
berikut: