Anda di halaman 1dari 27

DASAR-DASAR SINTESIS OBAR

Makalah
Sintesis dan Diskoneksi Senyawa N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-benzamida
dari senyawa Sulfadiazine dan Benzoil klorida

Disusun oleh kelompok 2:


Ai Nisa Nurhasanah A 171 002
Elfa Azkiya C.R A 171 016
Lia Tri Maryani S A 171 026
Nurhalimah A 171 036
Sri Nurpatimah A 171 048

Kelas:
Reguler Pagi A

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
YAYASAN HAZANAH
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sulfonamida adalah senyawa obat yang digunakan secara luas untuk
mengatasi infeksi bakteri, baik bakteri gram negatif dan gram positif. Sulfadiazin
adalah salah satu jenis senyawa golongan sulfonamida yang banyak digunakan
sebagai bakteriostatik dan bakterisida (dalam kondisi tertentu). Perkembangan
terakhir menunjukkan bahwa bakteri menjadi resisten terhadap sulfadiazin dan
akibatnya terjadi pembatasan penggunaan obat-obat ini secara klinik. Resistensi
ini terjadi secara meluas pada bakteri Stretococcus faecalis, Shigelle spp,
Escherichia coli, Neisseria gonorrhoeae, Pseudomonas aeruginosa, Enerobacter
aerogenes. N. meningitis.
Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi resistensi ini ialah dengan
memodifikasi struktur senyawa obat. Contoh obat-obat golongan sulfonamida
hasil modifikasi struktur yaitu sulfasalazin. Proses enzimatis yang terjadi di dalam
tubuh menyebabkan sulfasalazin terurai menjadi sulfapiridin dan asam 5-
aminosalisilat. Keberadaan kedua senyawa ini di dalam tubuh meningkatkan
aktivitas senyawa antibakteri sebelumnya yaitu sulfapiridin.
Berdasarkan konsep ini, dilakukan modifikasi struktur sulfadiazin menjadi
N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-benzamida, dengan mereaksikan sulfadiazin
dan benzoil klorida dalam pelarut NaOH 10%. Diperkirakan senyawa hasil
sintesis akan melalui proses biohidrolisis di dalam tubuh. Enzim amidase pada
mekanisme biotransformasi obat reaksi fase pertama akan menguraikan senyawa
hasil sintesis menjadi sulfadiazin dalam bentuk amina aromatik tersubstitusi
dengan gugus benzoil akan menghambat proses reaksi glukoronidase, asetilasi,
dan konjugasi dengan glisin (reaksi-reaksi biotransformasi fase kedua), dengan
demikian akan meningkatkan aktivitas sulfadiazin sebagai antagonis asam folat.
Asam benzoat yang tersubstitusi dengan sulfadiazin berada dalam kondisi
keasaman yang berbeda dengan asam benzoat sendiri sehingga akan mengalami
perubahan jumlah kuantitatif bentuk asam benzoate yang tak terdesosiasi di dalam
tubuh, diduga aktivitas asam benzoat sebagai antibakteri, antiseptik dan antijamur
1

akan meningkat. Dengan demikian adanya modifikasi struktur pada senyawa hasil
sintesis akan memberikan spektrum aktivitas antimikroba yang lebih luas
dibandingkan senyawa awalnya yaitu sulfadiazin dan benzoil klorida.

1.2 Tujuan Penelitian


1. Untuk mempelajari reaksi substitusi nukleofil asil (SNA) pada gugus
yang memiliki rintangan sterik yang meruah.
2. Mengetahui bahwa senyawa N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-
benzamida dapat disintesis dari sulfadizin dan benzoil klorida dalam
pelarut NaOH 10% dengan mekanisme dislokasi, dan re-lokasi.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Turunan Asam Karboksilat


Turunan asam karboksilat merupakan golongan senyawa karbonil yang
mempunyai gugus asil terikat dengan satu atom atau gugus yang dapat digantikan.

Gambar 1. Gugus Karbonil dan Gugus Asil


Senyawa-senyawa asil klorida, asam anhidrat, ester dan amida merupakan
senyawa turunan karboksilat dengan dengan –OH dari asam karbiksilat telah
tergantikan dengan gugus –Cl, -O(CO)R -OR, -NH2, atau –NR2 . semua gugus-
gugus tersebut dapat digantikan dengan suatu nukleofil, sehingga senyawa-
senyawa ini mengalami reaksi substitusi.
Contoh beberapa turunan senyawa asam karboksilat :
3

Gambar 2. Tabel Turunan Asam Karboksilat


Karbon karbonil pada asam karboksilat dan turunan asam karboksilat
mempunyai hibridisasi sp2 yang digunakan untuk membentuk ikatan σ terhadap
oksigen karbonil, α-karbon dan suatu subtituen dengan sudut ikatan sebesar 120o.

Oksigen karbonil juga terhibridisasi sp2. Satu dari orbital sp2 membentuk
ikatan sigma dengan karbon karbonil dan orbital sp2 lainnya tetap berpasangan
sebagai elekton nonbanding. Orbital p pada oksigen karbonil bertumpang tindih
dengan orbital p dari karbon karbonil membentuk ikatan π.
Ester, asam karboksilat dan amida mempunyai dua struktur utama
menyebabkan terjadinya struktur resonansi.

Gambar 3. Resonansi gugus ester


Peranan struktur resonansi lebih penting bagi amida daripada ester atau
asam karboksilat, karena atom nitrogen lebih baik dari oksigen dalam pelepasan
4

elektronnya. Kebasaan merupakan suatu ukuran seberapa baik suatu gugus


melepas elektronnya dan –NH2 merupakan suatu basa yang lebih kuat dari –OH
(Bruice,1998).
Keberadaan gugus C=O menyebabkan turunan asam tergolong senyawa
polar. Amida mempunyai titik didih yang cukup tinggi karena kemampuannya
membentuk ikatan hydrogen intermolekuler.

Gambar 4. Ikatan Hidrogen Intermolekuler


Amida bukan senyawa basa karena efek resonansi menurunkan kerapatan
elektron disekitar atom nitrogen. Senyawa ester membutuhkan tiga sampai lima
atom karbon larut didalam air sedangkan amida membutuhkan lima sampai enam
atom karbon untuk larut dalam air.
2.2 Senyawa amina
Amina disebut sebagai amina primer, amina sekunder atau amina tersier
tergantung dari satu, dua atau tiga alkil atau aril yang terikat pada atom nitrogen.
Atom nitrogen dengan empat gugus yang terikat dan bermuatan positif disebut
sebagai garam ammonium kuarterner.
5

Gambar 5. Struktur Amina primer, sekunder dan tersier


Amina aromatik adalah senyawa dengan atom nitrogen terikat secara
langsung dengan cincin aromatik. Anilin dan toluidine merupakan turunan amin
aromatik yang sederhana. Beberapa contoh yang lain ialah :

Gambar 6. Struktur turunan Amina aromatik


Reaksi amina primer dengan benzensulfonil klorida menghasilkan N-alkil
sulfonamide yang larut dalam larutan basa. Atom hydrogen yang tetap terikat
pada atom nitrogen dari amida merupakan suatu asam karena kekuatan penarik
elektron dari gugus sulfonil. Dengan demikian, amida larut dalam larutan basa.
6

Gambar 7. Reaksi antara amina primer dengan benzsulfonil klorida


Amida sekunder meskipun reaktif dengan benzensulfonil klorida, tetapi
kekurangan hydrogen asam dan membentuk produk yang tidak dapat larut dalam
basa.

Gambar 8. Reaksi anatara amida sekunder dengan benzensulfonil klorida

2.3 Reaksi Subtitusi Nukleofilik Asil


Turunan asam karboksilat mengandung gugus karbonil yang tidak
mengalami perubahan secara permanen meskipun ikut berperan serta dalam
reaksi-reaksi yang terjadi. Keberadaannya dalam molekul menentukan reaktivitas
karakteristik dari setiap turunan asam karboksilat. Gugus karbonil memiliki dua
fungsi, yaitu :
a. Memberikan tempat bagi serangan nukleofilik
b. Menambah keasaman hydrogen yang terikat pada α-karbon .

Sifat elektronegatifitas atom oksigen yang lebih besar dari karbon


menyebabkan gugus karbonil mempunyai muatan parsial positif, diperkirakan
bahwa atom karbon akan diserang oleh nukleofilik.
Ketika nukleofilik menyerang gugus karbonil dari turunan asam karboksilat
ikatan π C=O pecah. Produk yang dihasilkan yaitu tetrahedral intermediet.
7

Gambar 9. Reaksi subtitusi nukleofilik


Tetrahedral intermediet terbentuk apabila nukleofilik menyerang karbon
karbonil dari turunan asam karboksilat yang bersifat tidak stabil dan tidak dapat
diisolasi. Terrahedral intermediet bukan suatu produk akhir melainkan suatu
bentuk intermediet menuju produk akhir.
Subtitusi nukleofilik asil berlangsung dalam dua tahap, yang melibatkan
pemebentukan senyawa tetrahedral intermediet. Secara keseluruhan, kecepatan
suatu reaksi ini dipengaruhi oleh kedua tahap tersebut tetapi tahap pertama lebih
penting. Berikut beberapa tahapan yang mempengaruhi kecepatan subtitusi
nukleofilik :
a. Tahap satu : pembentukan intermediet tetrahedral yang dipicu oleh
kondisi kekurangan electron yang kemudian menstabilkan perkembangan
muatan negatif namun peristiwa ini mendapat rintangan oleh keberadaan
gugus yang bulky sehingga berubah menjadi struktur yang meruah pada
status transisi.
b. Tapah kedua : tergantung dari kebasaan gugus pergi..

Gambar 10. Tahap pembentukan subtitusi nukleofilik


8

Semakin lemah kebasaan gugus pergi, semakin mudah terjadinya pelepasan


gugus pergi. Hal ini karena basa lemah tidak memberikan elektronnya sebaik basa
kuat. Sehingga terbentuk ikatan yang lemah dan mudah putus. Jika Z merupakan
basa yang lebih lemah dari Y, maka Z akan tereliminasi. Pada kasus seperti ini,
k1>>k1 dan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

Gambar 11. Reaksi pelepasan gugus pergi


Dengan demikian subtituen yang terikat pada gugus asil pada reaktan (Y)
telah tergantikan oleh nukleofil (Z).

2.4 Reaksi Asilasi Senyawa Amina


Senyawa asil halida bereaksi dengan ammonia, ammonia primer dan
ammonia sekunder membentuk amida dan HCl. Asam yang dihasikan pada reaksi
tersebut akan memprotonasi ammonia atau amina yang tidak bereaksi sehingga
amina yang terprotonasi tersebut tidak dapat bereaksi dengan asil klorida karena
amina yang terprotonsi bukan merupakan nukleofilik. Oleh karena itu, reaksi ini
membutuhkan amonia atau amina sebanyak dua kali lebih banyak daripada asil
klorida sehinnga amina yang tersedia cukup untuk bereaksi dengan seluruh asil
klorida.

Gambar 11. Reaksi asilasi senyawa amina


9

Namun demikian, amina tersier tidak dapat membentuk amida karena tidak
dapat melepas proton untuk berikatan dengan karbon. Reaksi ini tidak hanya
membutuhkan amina yang basa tetapi juga memiliki atom hydrogen yang terikat
dengan nitrogen.

2.5 Benzoilasi Senyawa Amina Aromatik


Benzoilasi merupakan proses pergantian atom hydrogen pada gugus
hidroksil atau gugus amina primer dan sekunder oleh gugus benzoil, C 6H5.CO-.
senyawa yang dihasilkan dalam proses tersebut lebih mudah diisolasi dripada
senyawa asalnya dan penetuan titik lebur turunan benzoil memberikan hasil yang
dapat dipercaya untuk mengidentifikasikan senyawa yang dihasilkan tersebut.
Pada sebagian kasus, benzoilasi lebih baik daripada asetilasi karena :
Senyawa pembuat benzoilasi, seperti benzoil klorida, tidak mudah terhidrolisis
oleh air dibandingkan dengan senyawa pengasilasi, benzoilasi dapat dilakukan
pada larutan yang encer sedangkan astilasi harus dilakukan pada kondisi yang
anhydrous.
Proses benzoilasi terjadi secara perlahan dan turunan benzoil biasanya akan
memisah sebagai padatan. NaOH akan menghidrolisis sisa benzoil klorida
menghasilkan natrium benzoat dan natrium klorida yang tetap berada dalam
larutan tersebut.

Gambar 12. Reaksi antara benzoil klorida dengan NaOH

2.6 Sulfadiazine
Sulfadiazin atau 4-amino-N-2-pirimidinilbenzenesulfonamida memiliki
struktur sebagai berikut :
10

Gambar 13. Struktur Sulfadiazin


Sulfadiazine digolongkan sebagai sulfonamida aksi intermediet dengan
wktu paruh 7-12 jam. Sulfadiazine berupa serbuk putih atau agak kekuningan
dengan titik lebur 252o-256oC. Tidak mudah larut dalam air, alkohol dan aseton.
Mudah larut dalam asam mineral encer, NaOH, KOH dan air amonia.
Indikasi sulfadiazine antara lain ialah : nocardiasis, toxoplasmosis, infeksi
meningokokus, infeksi saluran kemih, infeksi intestinal dan malaria. Namun
bakteri seperti Streptococcus faecalis, Shigella spp, Esherichia coli, Neisseria
gonorrhoeae, N.meningitidis, Pseudomonas aeruginosa, Proteus spp dan
Enterobacter aerogenes resisten terhadap sulfadiazine. Resistensi ini disebabkan
oleh kenaikan sintesis PABA atau produksi DHF sintesis dengan afinitas yang
rendah terhadap sulfadiazine sedangkan pada kebanyakan organisme gram
negative disebabkan oleh resistensi plasmid (R plasmid).
Jalur utama metabolisme sulfonamida ialah pada asetilasi pada hati. Gugus
asetil (CH3CO) terikat pada gugus para amino bebas sulfadiazine membentuk N 4-
asetilsulfadiazin.

Gambar 14. Reaksi asetilasi sulfadiazin


N4--asetilsulfadiazin tidak mempunyai aktivitas antibakteri tetapi masih
membawa toksisitas senyawa induk. Fraksi terisolasi merupakan fraksi yang
kurang hidrofilik sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti
kristaluria yang juga merupakan salahsatu efek samping sulfonamide.

2.7 Spektroskopi
Spektroskopi merupakan penentuan dan interpretasi radiasi elektromagnetik
yang diabsorpsi, dihamburkan atau diemisikan oleh atom, molekul atau senyawa
kimia lainnya. Absorpsi atau emisi ini dihubungkan dengan perubahan keadaan
11

energi dari senyawa yang berinteraksi. Setiap senyawa mempunyai keadaan


energi yang karakteristik, karena itu spektroskopi dapat digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa yang berinteraksi tersebut.
2.7.1 Spektroskopi inframerah
Spektrum elektromagnetik daerah inframerah dimulai dari akhir
spektrum berwarna merah pada gelombang visibel sampai pada daerah
gelombang mikro. Daerah tersebut meliputi radiasi pada panjang gelombang
0,7 sampai 500 µm atau dalam bilangan gelombang antara 14.000 sampai 20
cm-1. Kisaran spektra yang digunakan sebagian besar pada daerah
pertengahan inframerah yang meliputi frekuensi 4000 sampai 200 cm-1 (2,5
sampai 50 µm)
Radiasi inframerah diabsorpsi dan diubah oleh molekul organik
menjadi energi vibrasi molekuler. Spektra vibrasional yang dihasilkan akan
nampak sebagai pita serapan dan bukan sebagai suatu garisan karena
perubahan energi vibrasional selalu diikuti dengan sejumlah perubahan
energi rotasional.
Suatu molekul harus dapat mengalami perubahan didalam momen
dipol agar dapat mengabsorbsi radiasi inframerah sebagai akibat dari
pergerakan vibrasional dan rotasional. Pada senyawa homonuklear seperti
O2, N2, Cl2 tidak menghasilkan perubahan momen dipol selama vibrasi atau
rotasi sehingga senyawa tersebut tidak dapat mengabsorbsi radiasi
inframerah.
Vibrasi molekul dapat dibagi menurut kelas-kelas tertentu, yaitu :
a. Vibrasi rentangan terjadi pada dua atom yang saling berikatan dan
terus menerus berisolasi, perubahan jarak pada kedua atom tidak
akan mengubah aksi dan sudut ikatan. Vibrasi rintangan meliputi
vibrasi terisolasi atau vibrasi berpasangan yang juga dapat berupa
vibrasi simetris atau asimetris.
12

Gambar 15. Vibrasi simetris dan asimetris


Pada bentuk simetri kedua atom hydrogen bergerak keluar dari
bidang atom karbon sedangkan pada bentuk asimetri salahsatu
atom hydrogen menuju atom karbon dan atom hydrogen yang
lainnya bergerak keluar. Vibrasi rentangan umumnya
membutuhkan energy yang lebih tinggi daripada vibrasi
bengkokan dan dinotasikan dengan symbol v, contoh (v(C=O)) =
1600 cm-1, menunjukkan bahwa vibrasi rentangan fundamental
dari gugus karboksil diamati pada 1600 cm-1.
b. Vibrasi bengkokan dikarakteristikan dengan perubahan secara
terus menerus sudut dua atom. Salahsatu contoh yaitu gugus C-H
aromatik yang berada pada bidang nukleus fenil, dinotasikan
dengan symbol sigma (C-H), sedangkan yang keluar dari bidang
dinotasikan dengan γ (C-H).
c. Vibrasi wagging terjadi apabila unit structural tiga atom nonlinear
berosilasi kebelakang dan kedepan dalam bidang kesetimbangan
dibentuk oleh atom dan dua ikatannya. Vibrasi ini dinotasikan
dengan symbol ɷ, contoh ɷ (CH2).
d. Vibrasi Rocking terjadi apabila unit structural yang sama
berosilasi kedepan dan kebelakang keluar dari bidang
kesetimbangan. Simbol untuk vibrasi ini ialah ρ, contoh ρ (CH2)
e. Vibrasi Twisting terjadi apabila unit structural yang sama berotasi
mengelilingi ikatan yang bergabung pada keseluruhan molekul.
Symbol untuk vibrasi ini ialah τ, contoh τ (CH2)
f. Vibrasi Scissoring terjadi ketika kedua atom yang tidak
berikatan bergerak kedepan dan kebelakang terhadap masing-
masing atom itu sendiri. Notasi untuk vibrasi ini s, contohnya s
(CH2).

Terdapat beberapa daerah spektra inframerah yang penting. Pada


senyawa aromatic khusus system cincin aromatik enam anggota ada dua pita
atau tiga pitadidaerah 1600-1500 cm-1.
13

Tabel absorpsi karakteristik pada senyawa aromatic, cm-1

2.7.2 Spekstroskopi Resonansi Magnetik Inti (RMI)


Inti dari beberapa isotop tertentu meiliki pergerakan spin intinsik
mengitari sumbu aksinya. Spin intrinsik dari partikel yang bermuatan
14

menghasilkan moment magnetic yang sejajar dengan sumbu aksis spin.


Apabila inti ditempatkan pada medan magnetik eksternal, maka moment
magnet yang dihasilkan tersebut akan searah atau melawan arah medan
magnetic eksternal. Setiap spin inti yang dihasilkan membentuk suatu
orbital presisi terhadap medan magnetik yang diberikan. Bertambahnya
kekuatan medan akan mempercepat frekuensi presisi tersebut.
a. Pergeseran kimia
Pada dasarnya suatu puncak proton tunggal sulit untuk diperoleh.
Hal ini terjadi karena inti magnetik didalam molekul mengalami
medan magnetic lokal yang berbeda, contohnya kerapatan
molekul yang bervariasi disekitar inti, setiap inti mempunyai
lingkungan magnetic dan frekuensi resonansi yang berbeda. Suatu
inti dengan kondisi seperti tersebut akan dikarakteristikan dengan
pergeseran kimia. Terdapat beberapa macam factor yang
mempengaruhi pergeseran kimia :
1. Factor intramolekuler
a. Efek induktif
Jika suatu atom ditempatkan pada medan magnetik yang
seragam maka electron disekitar inti akan bersirkulasi.
Sirkulasi elektron ini akan menghasilkan medan magnetik
sekunder yang berlawanan dengan medan magnetik yang
diberikan, sehingga diperlukan medan magnetik yang lebih
tinggi agar inti dapat beresonansi. Keadaan inti yang
demikian dikatakan sebagai inti yang terperisai oleh
elektron dan kerapatan elektron yang tinggi disekitar inti
menyebabkan resonansi terjadi pada medan magnetik yang
relatif tinggi.
15

Gambar 16. Efek induktif


Namun derajat keperisaian suatu atom tergantung dari
kerapatan elektron yang bersirkulasi dan efek induktif
yang diberikan oleh gugus atom lain yang terikat dengan
atom karbon. Kerapatan elektron akan berkurang karena
adanya efek induktif dari atom elektronegatif yang terikat,
akibatnya medan magnetic sekunder berkurang. Resonansi
terjadi pada medan yang lebih rendah atau nampak pada
spektrum yang lebih kekiri.
b. Anisotropi magnetik dari ikatan kimia
Gugus C=C dan C=O menghasilkan efek keperisaian
khusus karena adanya sirkulasi elektron dengan arah
tertentu didalam molekul. Zona ketidakperisaian
sepanjang arah ikatan namun efek ini terjadi bergantung
pada arah orientasi molekul terhadap medan magnetik
yang diberikan.
Efek ketidakperisaian dan keperisaian terjadi pada
elektron yang bersirkulasi mengimbas didalam molekul.
Terjadinya pergeseran yang cukup besar pada proton-
proton aromatic pada benzena, sigma ~7,3 merupakan
akibat dari ikatan-ikatan yang tidak jenuh pada elektron π.
2. Faktror intramolekuler
a. Ikatan hydrogen
Proton-proton dari gugus -OH, -NH2, dan –SH dapat
terlibat dalam ikatan hydrogen. Salahsatu contoh, asam-
16

asam karboksilat membentuk ikatan hydrogen dimers.


Ikatan hydrogen ini menampilkan resonansi pada medan
terbawah yaitu pada geseran kimia sigma 9-13 ppm.
b. Temperature
Proton-proton –OH, -NH dan –SH dapat mengalami
pergeseran medan yang tinggi pada kenaikan temperature.
Hal ini disebabkan oleh pecahnya ikatan hydrogen.
c. Solven
Keberadaan proton pada solven dapat menghamburkan
bagian-bagian dari spektrum sehingga umumnya
digunakan solven deuterated.

2.8 Mekanisme pembentukan N-[4-(2-pirimidinilsulfamoil)-fenil] benzamida


Reaksi antara sulfadiazine dan benzoil klorida dalam suasana basa dapat
digunakan sebagai reaksi subtitusi nukleofil asil yaitu suatu reaksi penggantian
gugus pergi oleh suatu preaksi nukleofilik.
Benzoil klorida merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat
golongan halida asam yang memiliki gugus asil dan klorida. Atom klorida ini
berperan penting sebagai gugus pergi yang cukup baik karena sifat kebasaan atom
klorida lebih lemah dibandingkan dengan suatu nukleofilik dalam ini ialah gugus
amina aromatik primer yang terdapat pada sulfadiazin. Keberadaan gugus amina
aromatik primer sebagai suatu nukleofilik akan menggantikan gugus klorida dari
benzoil klorida dan membentuk suatu senyawa amida sekunder.
Reaksi pembentukan senyawa N-[4-(2-pirimidinilsulfamoil)-fenil]
benzamida dari sulfadiazin dan benzyl klorida dalam suasana basa merupakan
penerapan sintesis senyawa amida menurut metode Schotten-Baumann.
Mekanisme reaksi pembentukan senyawa amida sekunder ini dapat diduga terjadi
produk-produk sebagai berikut :
17

Gambar 17. Mekanisme reaksi pembentukan N-[4-(2-


pirimidinilsulfamoil)-fenil] benzamida

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat
Labu alas bulat, labu hisap, KLT, kertas saring, corong Buchner, micro
haemotocrit tubes, pengering (Memmert oven, model 400), penangas air, pompa
vakum, thermophan, neraca analitik, spektrofotometer IR, spektrofotometer
resonansi magentik inti (H NMR) dan alat-alat gelas pada umumnya.
18

3.2 Bahan
Benzoil klorida, sulfadiazin, p-dimetilaminbenzaldehida HCl,
dimetilsulfoksida, heksadeutriodimetilsulfoksida (CD3)2SO, tetrametilsilana, pelet
KBr, kertas indikator universal, natrium hidroksida, aquadest, etanol, metanol,
aseton, eter, asam asetat, etil asetat, kloroform, benzena, silica gel GF 254 dengan
ketebalan 250μm.

3.3 Prosedur
3.3.1 Sintesis
Dimasukkan 3 g (0,012 mol) sulfadiazin ke dalam labu alas bulat,
lalu 21 ml NaOH 10% dimasukkan dan diaduk hingga larut, kemudian
ditambahkan 2,8 ml (0,024 mol) benzoil klorida diaduk kuat selama 30
menit. Dibiarkan sampai reaksi terjadi dengan sempurna.
Bilas serbuk kristal yang terbentuk menggunakan aquadest, disaring
dengan kertas saring. Dilakukan pencucian dengan aquadest hingga tidak
bereaksi basa lagi (dengan indikator universal hingga pH 7). Kemudian
serbuk Kristal dikeringkan dengan oven pada suhu 600C.

3.3.2 Uji pendahuluan


A. Organoleptis
Senyawa hasil sintesis diamati bentuk, warna, bau dan rasa.
B. Pemeriksaan titik lebur
Sedikit serbuk kristal hasil sintesis diisikan ke dalam micro
haemotocrit tubes kemudian dimasukkan pad thermorphan
dengan suhu 2400C dan diamati peleburan kristal yang terjadi
dan dicatat suhu pertama kali kristal melebur dengan kenaikan
suhu 20C per menit.
C. Uji kelarutan
Dimasukkan ± 100 mg kristal hasil sintesis ke dalam
Erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan aquadest.
Dilakukan juga untuk pelarut metanol, etanol, kloroform, aseton,
19

etil asetat, eter, benzena, asam asetat, HCl encer, NaOH encer,
piridin, DMSO. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap
sulfadiazin sebagai pembanding.

3.3.3 Identifikasi senyawa hasil sintesis dengan pereaksi kimia


Pada drupple plate, sedikit serbuk kristal hasil sintesis ditambahkan
5 tetes larutan p-simetilamino benzaldehida HCl, kemudian diamati warna
serbuknya.

3.3.4 Pemeriksaan senyawa hasil sintesis dengan KLT, spektroskopi IR


dan spektroskopi resonansi magnetik
Larutan sampel Kristal hasil sintesis dan larutan pembanding
sulfadiazin dalam pelarut DMSO ditotolkan masing-masing sebanyak ± 5 μl
pada lempeng silica GF 254 yang sebelumnya telah diaktifkan pada suhu
1000C selama 30 menit. Pengembangan dijenuhi dengan asetol : etil asetat
(40:60) dengan jarak rambat 15 cm. Kemudian diamati dalam lampu UV
254 nm dan dihitung harga Rf terhadap jarak rambat 15 cm.
Sampel ± 0,5-1 mg dicampur homogeny dengan ± 100 mg KBr, lalu
dikempa dan dibuat tablet. Selanjutnya dibuat spektra IR dari senyawa hasil
sintesis.
Sampel 10-50 mg dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan
pelarut heksadeutriodimetilsulfoksida (CD3)2SO serta 1 tetes tetrametilsilana
(TMS) sebagai standar internal. Sel sampel diletakkan diantara kutub-kutub
magnet sampai diperoleh sinyal resonansi proton dari spektrofotometer
NMR 1H dengan kekuatan 60 MHz.
20

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Sintesis
Reaksi antara sulfadiazine dan benzoil klorida dalam suasana basa dapat
digunakan sebagai reaksi subtitusi nukleofil asil yaitu suatu reaksi penggantian
gugus pergi oleh suatu preaksi nukleofilik. Dalam pembuatan produk antimikroba,
senyawa N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-benzamida, yang harus diperhatikan
adalah gugus fungsi dari bahan baku dan gugus-gugus yang terhubung pada posisi
orto. Bila terdapat gugus C dan N dimasukkan melalui substitusi nukleofilik via
21

diazonium. Perlu diketahui bahwa untuk reaksi adisi melibatkan spesi yang
bermuatan negatif (nukleofil) dan elektrofil (positif) serta adanya gugus pergi
yang akan meningalkan produk. Reaksi adisi pada umumnya terjadi pada ikatan
rangkap alkena (=) atau alkuna (≡), untuk reaksi ini digunakan reaksi adisi
nukleofilik dengan reagen basa kuat. Gugus karboksilat pada senyawa benzoil
akan menyerang atom O yang terprotonasi, sehingga ikatan rangkap akan lepas
dan terbentuk karbokation pada atom C. Atom C yang bermuatan positif akan
diserang oleh atom N pada senyawa sulfadiazine karena atom N bersifat nukleofil.
Sehingga terjadi ikatan antara senyawa sulfadiazine dan senyawa benzoil korida,
reaksi ini berlangsung bersamaan dan produk reagen NaOH akan terbentuk
kembali.

Gambar 4.1 Reaksi Adisi Sulfadiazine dengan Benzoil klorida


Selanjutnya terjadi deprotonasi. Deprotonasi adalah istilah kimia yang
merujuk pada pelepasan sebuah proton (kation hidrogen H+) dari sebuah molekul.
Reaksi ini biasa dilakukan oleh molekul asam kuat. Dimana reaksi ini bertujuan
untuk pengaturan posisi untuk memudahkan reaksi pembentukan ikatan rangkap.

Gambar 4.2 Reaksi Deprotonasi Produk Antara


Terakhir, produk deprotonasi akan melepaskan gugus pergi atau leaving
grup, dengan reaksi alkilasi senyawa dengan gugus halida, barulah setelahnya
produk N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-benzamida dapat terbentuk dengan
produk samping ion Cl2+.
22

Gambar 4.3 Reaksi Eliminasi Pembentukan N-[4-(2-


pirimidinsulfamoil)-fenil]-benzamida

4.2 Diskoneksi
Diskoneksi senyawa N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-benzamida terjadi
dengan reaksi penyerangan oleh gugus dan reagen yang memiliki atom H+.
diskoneksi memiliki prinsip sebagai berikut :
Prinsip :
H A
1. SE
+ A+ + H+
G G

G : pengarah o,p
G : pengarah m

2. X Y
SN
+ Y + X

X = halogen - harus ada gugus G pada posisi -o,p


X= N N+ X-

Gambar 4.4 Prinsip Reaksi Diskoneksi

Produk akhir kedua produk awal atau sinton akan terbentuk dengan
pemutusan ikan dengan penyerangan atau pergantian gugus dengan atom H. Jika
di aplikasikan pada senyawa N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-benzamida maka
akan terjadi proses pemutusan ikatan sebagai berikut:
23

Gambar 4.5 Reaksi Diskonesi N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-


benzamida
Pemutusan ikatan berdasarkan reaksi eliminasi dimana ikan N-C akan
tergantigan dengan gugus H. Atom C gugus benzoil klorida yang tidak stabil akan
membentuk karbokation, sehingga gugus Cl- bebas akan menyerang atom C.
Katalis yang digunakan adalah 2x HCl, yang akan terbentuk kembali setelah
reaksi.

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
24

Dapat disimpulkan bahwa senyawa N-[4-(2-pirimidinsulfamoil)-fenil]-


benzamida dapat disintesis dengan reaksi subtitusi nukleofilik alkil, sedangkan
reaksi diskoneksinya dapat dilakukan dengan reaksi eliminasi dengan
menggunakan HCl sebagai penghidrolisis

DAFTAR PUSTAKA

Endah, Dwi, Prasetya R. 2004. Analisis dan Sintesis Senyawa N-[4-(2-


Pirimidinsulfamoil)-Fenil]-Benzamida dari Senyawa Sulfadiazine dan
25

Benzyl Klorda dalam Suasana Basa. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas


Sanata Dharma.Yogkarta.

Anda mungkin juga menyukai