Anda di halaman 1dari 279

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metil alkohol atau yang lebih dikenal dengan sebutan methanol

merupakanproduk industri hulu petrokimia yang mempunyai rumus molekul CH3OH.

Metanolmempunyai berat molekul 32,043 g/mol dan berwujud cair pada suhu

lingkungandan tekanan atmosferis. Titik didih metanol sebesar 64,7°C dan titik

leburnyasebesar -98,68°C. Methanol mempunyai sifat mudah menguap, tidak

berwarna,mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas.(5:78)

Methanol merupakan bahan kimia dasar yang banyak digunakan dalam

berbagaiindustri sebagai senyawa intermediete yang menjadi bahan baku berbagai

industriantara lain: industri asam asetat, formaldehid, Methyl Tertier Buthyl Eter

(MTBE),polyvinyl, polyester, rubber, resin sintetis, farmasi, Dimethyl Ether (DME),

danlain sebagainya. Untuk Indonesia sendiri, 80% pembeli methanol adalah

industriformaldehid yang menghasilkan adhesives untuk plywood dan industri

woodprocessing lainnya. Methanol juga diproyeksikan sebagai bahan bakar alternatif

masa depan karenamemiliki bilangan oktan yang tinggi dengan pembakaran yang

lebih sempurnasehingga gas karbon monoksida sebagai hasil samping reaksi utama

yangdihasilkan semakin sedikit. Selain dapat digunakan sebagai bahan bakar

langsung,metanol dapat dikonversikan menjadi etilen atau propilen pada proses

Methyl-toOlefins (MTO) yang dapat menghasilkan hydrocarbon fuels.(5:81)

1
Pendirian pabrik methanol merupakan hal yang sangat menjanjikan

denganalasan:

1. Kurangnya priduksi methanol dalam negri.

2. Harga produk yang menarik (harga metanol sebesar 2.150 USD per ton).

Atas pertimbangan tersebut, pembuatan Methanol plant dengan bahan baku

Natural Gas merupakan langkah yang strategis dan menarik untuk dikaji lebih lanjut.

Saat ini Indonesia baru memiliki satu pabrik metanol yakni PTKaltim

Methanol Industri (PT KMI) dengankapasitas terpasang sebesar 660.000 MTPY dan

Pure Methanol grade AA(purity min 99,85%). Dalam prosesnya pabrik methanol ini

menggunakangas alam dari Badak Gas Field Center sebagai bahan baku. Produksi

dariPT. Kaltim Methanol Industri telah dipasarkan berbagai wilayah

Indonesiamaupun luar negeri. Untuk pemasaran luar negeri dilakukan oleh

SojitzCorporation sebesar 70% (480.000 MT) dan sisanya 30% (180.000 MT)untuk

wilayah Indonesia oleh PT. Humpuss. Berikut data impor methanol di Indonesia dari

tahun 2013 sampai tahun2017:

Dari tabel 1.1 Impor Methanol di Indonesia


Tahun Impor Methanol Indonesia Satuan
2013 341455,23 Tpy
2014 557361,72 Tpy
2015 219413,82 Tpy
2016 436987,81 Tpy
2017 350026,05 Tpy
Sumber : www.bps.go.id

2
Dari tabel 1.1 kemudian dilakukan regresi linier untuk mendapatkan tren

kenaikan impor metanol di Indonesia hingga didapatkan persamaan, dengan y adalah

jumlah impor methanol pada tahun tertentu, sedangkan x adalah tahun.

Impor Methanol Indonesia

600000

500000

400000
f(x) = − 10323.23 x + 21182351.33
300000

200000

100000

0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Gambar 1.1 Perkembangan Impor Methanol di Indonesia

Dengan data kebutuhan impor tersebut, maka dapat diproyeksikan kebutuhan

Methanol yaitu :

Tabel 1.2 Proyeksi Impor Methanol tahun 2018-2026


Tahun Impor Methanol Indonesia Satuan
2018 350079,24 Tpy
2019 339756,01 Tpy
2020 338109,56 Tpy
2021 380856,02 Tpy
2022 410902,72 Tpy
2023 460750,66 Tpy
2024 498167,51 Tpy
2025 522871,84 Tpy
2026 549877,11 Tpy

3
Berdasarkan data statistik perdagangan luar negeri Indonesia,kebutuhan

methanol di Indonesia cukup banyak. Dengan kapasitas produksiyang ada (180.000

ton/tahun methanol yang diproduksi PT KMI) masihbelum bisa memenuhi seluruh

kebutuhan methanol dalam negeri, sehinggamenyebabkan adanya ketergantungan

impor dari luar negeri.

Pentingnya metanol (CH3OH) sebagai bahan baku untuk industri -industri

lainnya, maka tujuan didirikan methanol plant ini adalah untukmemenuhi kebutuhan

akan methanol di Indonesia serta menekan laju imporakan methanol tersebut. Berikut

adalah data konsumen methanol di Indonesia.

Tabel 1.3 Contoh Beberapa Konsumen Methanol di Indonesia

Pabrik Kapasitas (ton/tahun)


PT. Batu Penggal Chemical Industry, Samarinda 28.000
PT. Benua Multi Lestari, Pontianak 68.000
PT. Binajaya Rodakaya, Barito Kuala 45.000
PT. Duta Pertiwi Nusantara, Pontianak 50.000
PT. Arjuna Utama Kimia, Surabaya 24.540
PT. Dover Chemical, Jawa Barat 50.000
PT. Dyno Mugi Indonesia, Aceh 28.000
PT. Gelora Citra Kimia, Banjarmasin 48.000
PT. Giat Ultra Chemical Industry, Barito Kuala 20.000
PT. Intan Wijaya Chemical Industry, Banjarmasin 61.500
PT. Kayu Lapis Indonesia, Sorong 40.000
PT. Kurnia Kapuas Utama Glue Industries, Pontianak 38.000
PT. Latosta Indah, Samarinda 30.000
PT. Nusa Prima Pratama, Maluku Tengah 28.000
PT. Pamolite Adhesive Industry 36.000
PT. Sabak Indah, Jambi 45.000
PT. Superin, Medan 28.000
PT. Susel Prima Permai, Palembang 38.000
PT. Urofin Prajen Adhesive, Sumatera Selatan 30.000
PT. Wiranusa Trisatrya, Maluku Utara 90.000

4
Sumber : www.detik.com/2016

Pembangunan methanol plant ini direncanakan tahun 2021 dan mulai

beroperasi pada tahun 2024 yang berlokasi di Samarinda, Kalimantan Timur, dengan

kapasitas sebesar 55.000 TPY. Pemilihan lokasi ini harus memperhatikan berbagai

aspek, yaitu ketersediaan bahan baku, air dan energi, kondisi geografis, transportasi,

pemasaran serta sosial. Dan kapasitas desain yang diharapkan mampu untuk

mengurangi impor sehingga kemandirian energi di Indonesia dapat tercapai.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang penulisan skripsi ini, natural gas perlu

dilakukan suatu angkaian proses untuk menghasilkan methanol agar bisa sedikit

menunjang kebutuhan methanol di indonesia.. Sehingga diperlukan rumusan masalah

supaya penulisan skripsi menjadi terarah. Rumusan masalah tersebut akan dijabarkan

dibawah ini.

1. Bagaimana konfigurasi aliran proses yang tepat pada kilang methanol?

2. Bagaimana perancangan peralatan pada Gas treating unit, Reforming unit,

Synthesis methanol unit, dan Purification methanol untuk kondisi operasi

yang sesuai?

3. Bagaimana nilai ekonomi yang dapat diperoleh dari perancangan

methanolplant?

5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dan maanfaat yang diperoleh dari prarancangan Methanol Plant adalah

sebagai berikut ini:

1. Meningkatkan pengetahuan mengenai perancangan peralatan pada Methanol

plant.

2. Dapat menghasilkan Pra-rancangan Methanol Plant 55.000 TPY dengan

peralatan yang dapat diaplikasikan sebagai preliminary engineering study

pada industri minyak dan gas.

3. Mampu melakukan identifikasi keekonomian terkait dengan perancangan

Methanol plant.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perancangan peralatan methanol plant meliputi desain proses pada Treating

Unit, Reforming unit, Methanol Synthesis unit, dan Purification unit

2. Analisa keekonomian.

1.5 Metodologi Penulisan

Metode yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

 Menentukan Basic Engineering Design Data (BEDD) sebagai landasan

rancangan pabrik

 Penyusunan simplified process flow diagram

 Perhitungan neraca massa dan panas pada keseluruhan plant

 Melakukan sizing dan penentuan spesifikasi setiap peralatan

6
 Analisa ekonomi yang terkait dengan kelayakan

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk tujuan agar penulisan dan pembahasan proposal skripsi ini berurutan,

mudah dimengerti pembaca, dan tidak terjadi kerancuan atau pembahasan masalah

yang berulang-ulang, maka penulis membaginya dalam sistematika sebagai berikut.

 BAB I PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan berisi penjelasan secara umum mengenai latar belakang

pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi

dan sistematika penulisan.

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka memuat tentang basis perancangan yang meliputi tujuan

proses, spesifikasi umpan dan produk, prinsip dasar proses serta kondisi operasi.

Kemudian, selanjutnya adalah tinjauan umum dan tahapan perhitungan perancangan

peralatan pada Methanol Plant serta tinjauan keekonomiannya.

 BAB III PEMBAHASAN

Dalam pembahasan berisi perancangan peralatan Methanol Plant. Bagian ini

dimulai dari basis perancangan, prinsip dasar proses, penentuan kondisi operasi,

process flow diagram, perhitungan dimensi peralatan, dan estimasi harga peralatan.

 BAB IV TINJAUAN EKONOMI

7
Dalam tinjauan ekonomi berisi tentang tinjauan keekonomian dari rencana

pembangunan Methanol Plant secara keseluruhan. Tinjauan nilai keekonomian yang

digunakan adalah Pay Out Time (POT), Rate of Return (ROR), Break Event Point

(BEP), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR).

 BAB V PENUTUP

Dalam penutup berisi tentang simpulan dan saran atas perancangan Methanol

Plant di Samarinda, Kalimantan Timur.

8
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penentuan Basis Pra-Rancang

Basis pra-rancang terdiri dari karakteristik umpan, spesifikasi produk, kapasitas

operasional dan ketersediaan umpan serta penentuan lokasi sebagai tempat akan

dibangunnya Methanol Plant di Samarinda, Kalimantan Timur.

2.1.1 Kapasitas Rancangan

Dalam mendirikan suatu plant diperlukan suatu perkiraan kapasitas

produksi,agar produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan. Sehingga dengan

berdirinya methanol plant ini diharapkan memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Ketersediaan bahan baku harus diperhitungkan dan menjadi pertimbangan dalam

merancang suatu pabrik. Kapasitas methanol plantyang akan didesain sebesar 55.000

ton/tahun melihat dari kebutuhan impor methanol di Indonesia yang di perkirakan

sebesar 549877,11 TPY (di tahun 2026).

2.1.2 Umpan Methanol Plant

Umpan yang akan diolah di methanol plant merupakan natural gas dari sumur

baru yaitu BG-21 dan BG-22 terletak di Selat Makasar yang memproduksi gas

sebesar 12 MMSCFD. Natural gas yang akan di ambil memiliki spesfikasi sebagai

berikut:

9
Tabel 2.1 Spesifikasi Feed Natural Gas
Komposisi Natural Gas
Methane mol% 81,1
Ethane mol% 4,068
Propane mol% 3,661
Butane mol% 0,829
Pentane mol% 0,901
Water mol% 0,531
Nitrogen mol% 0,245
Carbon Dioxide mol% 7,589
Hidrogen Sulphide mol% 1,076
TOTAL 100,000

Sumber : Sumur BG-21 dan BG-22

2.1.3 Produk Methanol Plant

Dari komponen yang terkandung pada umpan, dapat dipilih produk yang

diproyeksikan untuk dihasilkan methanol plant. Produk yang akan dihasilkan adalah

methanol, steam, dan fuel gas. Berikut adalah spesifikasi produk di Pra-rancangan

Methanol Plant Samarinda, Kalimantan Timur:

10
Tabel 2.2 Spesifikasi Produk Methanol
Requirement
Charasteristic Test Method
Grade A
Acettone % weight, max 0,003 4.2.1.1
Acidity, % weight, max 0,003 ASTM E 346
Appearance Free of 4.2.1.1
Carbonizable impurities, color,
platinum cobalt, max No. 30 ASTM E 346
Color, Pt-Co, max No. 5 ASTM E 346
Destilation range at 760, mm max 1.0 C ASTM E 346
Ethanol, % weight, max - ASTM E 346
Non-volatile matter, mg/100ml, max 10 ASTM E D 1353
Charasteristic non
Odor residual ASTM D 1296
No discharge of
Permagnate time color in 30 minutes ASTM E 346
SG at 2/2 C, max 0,7928 ASTM E 346
Water, % weight, max 0,15 ASTM E 346
Purity, % weight, min 98,5  
Sumber : USA, 1990

2.1.4 Penentuan Lokasi

Methanol plant akan didirikan di Samarinda, Kalimantan Timur. dengan

pertimbangan lokasi tersebut dekat dengan laut, sehingga mempermudah akses

pengiriman produk, dekat dengan sumur feed (BG-21 dan BG-22). Disamping itu,

methanol plant dibangun di Samarinda dengan pertimbangan new market oriented

yang di prediksi di daerah Balikpapan dan Samarinda.

11
Gambar 2.1 Penentuan Lokasi Pra-rancangan Methanol Plant
Samarinda, Kalimantan Timur.

2.1.5 Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan

Geofisika untuk wilayah Samarinda, Kalimantan Timur sebagai berikut ini:

 Kecepatan angina rata-rata = 12,6 km/jam

 Temperatur udara rata-rata = 27,8 °C

 Kelembapan udara rata-rata = 80,2%

2.1.6 Kebutuhan Energi Listrik

Energi listrik yang diperlukan di methanol plant Samarinda, Kalimantan

Timur ini akan di produksi dengan membangun turbin sendiri(asumsi).

2.1.7 Sumber Air

Sumber air yang diperlukan di methanol plant diperoleh dari air sungai yang

berada Samarinda, Kalimantan Timur.

12
2.1.8 Masyarakat

Telah dilakukan pembebasan lahan untuk pembangunan methanol plant agar

jarak antara rumah penduduk dengan lokasi pabrik berada pada radius yang aman.

Hal ini dilakukan guna mengurangi potensi bahaya langsung terhadap lingkungan

sekitar seperti kebisingan dan bau yang diakibatkan dari bahan kimia.

2.2 Methanol Plant

Pada umumnya metanol dapat diproduksi dengan hidrogenasi

karbonmonoksida ataupun karbondioksida dengan bantuan katalis. Gas CO dan H 2

dapat dihasilkan dari proses reforming gas alam maupun dari gasifikasi batubara,

sementara gas CO2 dapat dihasilkan dari reaksi water-gas shift. Proses produksi

methanol dari syngas dilakukan dalam 4 tahap, yaitu Treating, Reforming, Methanol

Synthesis dan Methanol Purifikasi.(13:206)

2.2.1 Gas Treating

Gas treating merupakan suatu proses untuk mendapatkan gas metana yang

murni dari gas alam (natural gas) dengan cara menghilangkan kotoran-kotoran

(impurities) yang terdapat di dalam gas alam tersebut. Salah satu senyawa impurities

yang sering ditemui adalah sulfur. Proses desulfurasi merupakan proses untuk

menghilangkan senyawa sulfur dari feed gas karena sulfur merupakan racun bagi

katalis di reaktor dan dapat menyebakan korosi pada peralatan. Jenis proses

desulfurisasi bergantung pada feed stock dan jenis senyawa sulfur yang ada di

dalamnya. Hidrogen sulfida dan sulfur aktif dapat dihilangkan atau dikurangi dengan

adsorpsi menggunakan karbon aktif jika kandungan sulfurnya rendah atau adsorpsi

dengan zinc oxide (ZnO) yang panas jika kandungan sulfurnya tinggi.(10:69) Katalis

13
ZnO sangat efektif untuk penghilangan senyawa sulfur pada feed gas. Tipikal reaksi

yang terjadi adalah sebagai berikut:

ZnO + H2S ↔ ZnS +H2O

2.2.2 Reforming

Gas proses yang telah diolah di gas treating, selanjutnya akan di proses di

reforming. Di reforming, gas alam yang sudah bersih dicampur dengan steam,

dipanaskan, kemudian direaksikan di primary reformer, hasil yang berupa gas – gas

hydrogen dan CO2 dikirim ke secondary reformer dan direaksikan dengan udara

sehingga dihasilkan gas hydrogen, karbon monoksida, dan karbon dioksida.

Reforming unit terdiri dari 2 unit, sebagai berikut:

a) Primary Reformer

Primary Reformer merupakan tahapan dimana gas alam dicampur dengan

sejumlah steam. Tahapan ini bertujuan untuk membentuk H 2, CO, CO2 dari gas alam.
(5:158)
Katalisator yang biasanya digunakan nickel pada alumina base yang ditempatkan

di dalam tube – tubereformer. Berikut adalah reaksi yang terjadi pada proses primary

reforming :

CH4 + H2O ↔ CO + 3H2 (endotermis)

CO + H2O ↔ CO2 + H2 (eksotermis)

Apabila reaksi berlangsung sempurna maka total reaksi yang terjadi adalah:

CH4 + 2H2O ↔ CO2 + 4H2

b) Secondary Reformer

14
Gas yang telah mengalami reaksi di primary reformer masuk ke secondary

reformer untuk menyempurnakan reaksi reforming (pemecahan CH4 menjadi CO,

CO2, dan H2). Reaksi secondary reformer berlangsung pada temperatur yang lebih

tinggi (900–1200oC).(13:67) Udara untuk Secondary Reformer dikompressi oleh

kompressor udara. Maksud penambahan udara adalah untuk memperoleh O2 sebagai

bahan baku reaksi. Proses ini berisi sebuah adiabatic bed yang menyangga katalis

nikel oksida (NiO) sehingga reaksi pembentukan hidrogen dan karbon monoksida

dapat berlangsung. Berikut adalah reaksi yang berlangsung di secondary reformer.

Mengoksidasi H2 menurut persamaan reaksi :

2H2 + O2 ↔ 2H2O (eksotermis)

Dengan temperatur tinggi (1.200oC), reaksi yang terjadi pada lapisan katalis sama

dengan reaksi yang terjadi pada primary reformer yaitu :

CH4 + H2O ↔ CO + 3H2 (endotermis)

CO + H2O ↔ CO2 + H2 (eksotermis)

2.2.3 Methanol Sythesis

Reaksi synthesis methanol merupakan reaksi katalitik. Secara umum, reaksi

sintesis methanol pada fase gas dengan katalis berbasis Cu adalah sebagai berikut:

CO + 2H2 ↔ CH3OH ΔH300 K = - 90,77 kJ/mol

CO2 + 3H2 ↔ CH3OH + H2O ΔH300 K = - 49,16 kJ/mol 22

Kedua reaksi diatas merupakan reaksi eksotermis dan terjadi penurunan

jumlah mol atau volume sehingga agar tercapai konversi kesetimbangan yang tinggi,

secara termodinamika, diinginkan proses yang memiliki tekanan tinggi dan suhu yang

15
rendah. Selain kedua reaksi diatas, terdapat reaksi lain yang dapat terjadi, yaitu reaksi

water-gas shift berikut.

CO + H2O ↔ CO2 + H2 ΔH300 K = - 49,16 kJ/mol

Pada sintesis metanol, jenis katalis yang digunakan mempengaruhi kondisi

operasi syntesys methanol, karena masing-masing katalis memiliki aktivitas katalitik

pada kondisi tertentu.

2.2.3.1 Proses Syntesis Methanol

a) Proses Synthesys Methanol Tekanan Rendah – ICI(9:111)

Proses ini mulai dikembangkan pada tahun 1960 – an oleh perusahaan

pengembangan proses Imperial Industries, Ltd. Proses synthesys ini menggunakan

tekanan rendah dengan katalis berbasis Cu. Penggunaan katalis Cu sudah

dikembangkan pada tahun 1920 – an, tetapi penggunaan katalis tersebut belum

digunakan dalam proses syntesys methanol pada saat itu. Hal tersebut dikarenakan

katalis berbasis Cu dapat teracuni jika terdapat senyawa sulfur pada umpan reactor

sehingga proses synthesys metanol tekanan rendah dengan katalis berbasis Cu dapat

dikembangkan saat tersedia teknologi pemisahan sulfur dari syngas.

Proses ini menggunakan umpan syngas yang mengandung karbon monoksida,

karbon dioksida, hidrogen, dan metana. Untuk mengatur rasio CO/H 2 digunakan

shift-converter. Umpan kemudian dinaikkan tekanannya hingga 50 atm pada

kompresor jenis sentrifugal, kemudian diumpankan ke dalam reaktor jenis quench

pada suhu operasi 270oC. Quench converter berupa single bed yang mengandung

katalis pendukung yang bersifat inert.

16
Hasil reaksi berupa crude methanol yang mengandung air, dimetil eter, ester, besi

karbonil, dan alkohol lain. Hasil reaksi tersebut kemudian didinginkan dan crude

methanol dipurifikasi dengan cara distilasi. Dalam pengembangannya, karena

dianggap kurang menguntungkan, ICI mengganti jenis reaktor yang digunakan dari

quench reactor menjadi tube berpendingin yang pada prinsipnya sama dengan yang

digunakan oleh Lurgi.

b) Proses Synthesys Methanol Tekanan Rendah – Lurgi(9:112)

Pada proses synthesys metanol dengan teknologi Lurgi, digunakan reaktor yang

beroperasi pada kisaran suhu 220–260oC dan kisaran tekanan 40 – 100 bar. Desain

reaktor berbeda dari pendahulunya, teknologi ICI. Pada teknologi Lurgi digunakan

reaktor quasi isothermal shell and tube, reaksi methanol terjadi di tube side yang

berisi katalis dan pada shell side dialirkan pendingin. Selain itu, pada teknologi ini,

peranan reaktor juga sebagai pembangkit steam bertekanan 40-50 bar.(3:113)

c) Proses Syntesys Methanol Tekanan Rendah dan Sedang – Mitsubishi Gas

Chemical (MGC) (9:112)

Pada proses synthesys methanol dengan teknologi MGC, synthesys methanol

masih menggunakan katalis berbasis tembaga (Cu) dengan kondisi operasi reaktor

pada kisaran suhu 200–280oC dan kisaran tekanan 50 – 150 atm. Pada awalnya

perusahaan Jepang ini menggunakan tekanan 150 atm, namun kemudian

dikembangkan untuk tekanan kurang dari 100 atm. Proses MGC menggunakan

reaktor dengan double-walled tubes dimana pada bagian anulus diisi dengan katalis.

Syngas mengalir melalui pipa bagian dalam sedangkan pipa bagian luar dialiri oleh

air pendingin.

17
Proses MGC menggunakan hidrokarbon sebagai umpan. Umpan dihilangkan

kandungan sulfurnya sebelum masuk ke steam reformer yang beroperasi pada 500oC.

Arus keluar dari steam reformer bersuhu 800–850oC dan mengandung karbon

monoksida, karbon dioksida, dan hidrogen. Selanjutnya syngas yang dihasilkan

dinaikkan tekanannya dengan kompresor sentrifugal dan dicampur dengan arus

recycle sebelum diumpankan ke dalam reaktor.

d) Proses Synthesys Methanol Tekanan Sedang – Kellog M.W. (9:112)

Kellog Co. memperkenalkan reaksi sintesis yang sangat berbeda, tetapi pada

dasarnya merupakan reaktor tipe adiabatik. Reaktor berbentuk bulat didalamnya

berisi tumpukan katalis. Gas sintesis mengalir melalui beberapa bed reaktor yang

tersusun aksial berseri. Kebalikan dari proses ICI, panas reaksi yang dihasilkan

dikontrol dengan intermediate coolers. Proses ini menggunakan katalis tembaga dan

beroperasi pada rentang suhu 200-280oC serta tekanan 100-150 atm.

e) Proses Synthesys Methanol Tekanan Sedang –Nissui Topsoe(9:113)

Skema reaktor dari proses Nissui Topsoe dari Denmark didesain oleh Nihin Suiso

Kogyo of Japan. Reaktor yang digunakan bertipe adiabatis dengan aliran radial

berjumlah tiga yang masing-masing memiliki satu tumpukan katalis dan penukar

panas internal. Sintesis gas mengalir secara radial melalui katalis bed. Tekanan

operasi dari proses ini diatas 150 bar dan suhu operasi 200-310 oC. Produk pertama

perlu didinginkan sebelum reaktor kedua,. Hasil pendinginan berupa uap (steam)

bertekanan rendah. Katalis yang digunakan berupa Cu-Zn-Cr yang aktif pada 230-

280oC dan 100-200 atm.(3:113)

18
2.2.4 Purifikasi Methanol

Setelah selesai melalui methanol sythesis yang terjadi dalam reaktor methanol

mentah akan dimasukan pada tahap purifikasi untuk mengurangi sisa gas yang tidak

bereaksi dan air pada produk methanol sebelum produk siap di pasarkan. Dalam

purifikasi methanol menggunakan 3 tahap yaitu: prerun column, pressure column,

dan atmospheric column

2.3 Peralatan di Methanol Plant (Gas Treting dan Reforming Unit)

Beberapa jenis peralatan yang digunakan di Methanol Plant adalah

kompresor, kolom adsorber, primary reforming, secondary reforming, kolom

destilasi, reaktor, heat exchanger, boiler, cooler, tangki, dan pompa serta perpipaan.

2.3.1 Perancangan Spherical Tank

Sama dengan desain tangki sebelumnya, desain tangki spherical juga memiliki cara

yang sama namun dengan volume tangki berbentuk bola. Standard yang digunakan dalam

perancangan ini adalah API 650.

19
Gambar 2.2 Flowchart Perhitungan Tangki

2.3.1.1 Menghitung Flow Rate

Mengetahui fluida yang akan masuk ke tangki agar dapat menjaga volume fluida

yang terdapat di dalam tangki, flow rate dapat di hitung dengan rumus :

Q = M a ss F low / D ensity ...........................................................................(2.001)

2.3.1.2 Menghitung Volume Feed

Sebelum memulai menghitung volume feed terlebih dahulu menentukan hari

operasi berdasarkan round trip dan masa operasi kilang.

F ×t
Vol feed =
ρ .............................................................................................(2.002)

Dengan rumus di atas akan mendapatkan volume feed, untuk mendapatkan

volume tangki yaitu dengan rumus :

Vfeed
V tangki=
Asum si jum lah tangki ........................................................................(2.003)

2.3.1.3 Menghitung Diameter Tangki

Untuk menghitung diameter tangki menggunakan persamaan sebagai berikut

1 /3
3. V Tangki
D= ............................................................................................(2.004)
4. π

20
2.3.1.4 Menentukan Pressure Tangki

Tekanan dalam tangki sama dengan tekanan pada refluks drum. Tekanan dianggap

sama karena friksi pada pipa dianggap kecil dan suhu operasi tangki sama dengan refluks

drum sehingga tidak ada perubahan neraca massa pada tangki. Tekanan tangki dapat di

hitung menggunakan(14:197) :

P |¿| P operasi + P hidrosta tis ...............................................................(2.005)

Phidrostastis dapat di hitung menggunakan :

h− 1
P hidrostatis= ρ
144 ....................................................................................(2.006)

Setelah Pabs di temukan, dapat mencari Pdesain tangki dengan rumus :

P D isain = 1 ,1 x P |¿| ...................................................................................(2.007)

2.3.1.5 Menghitung Ketebalan Plat

Tebal plat pada tangki sangat menentukan untuk kinerja penyimpanan pada tangki.

Terlebih lagi tangki berjenis spherical. Karena tangki jenis ini mempunyai tekanan yang

besar. Untuk menghitung ketebalan pelat menggunakan persamaan :

PD
t= + C .............................................................................................(2.008)
2 SE − 0 , 2 P

Keterangan :

t head : tebal tutup bejana, mm

P : tekanan desain, psi

21
D : diameter rata-rata bejana, mm

S :allowable Stress material, psi

E : efisiensi sambungan

CA :corrosion allowance, mm

2.3.2 Perancangan Kompressor

Dalam prarancang kompresor terdapat beberapa langkah dalam perhitungannya.

Dalam pemilihan jenis kompresor yang sesuai dapat didasarkan pada hasil perhitungan

kompresor. Langkah- langkah yang akan digunakan pada perhitungan kompresor antara lain

adalah sebagai berikut.

Gambar 2.3 Flowchart Perhitungan Kompresor

22
2.3.2.1 Kapasitas Kompresor

Penentuan jumlah kapasitas kompresor (Q) merupakan dasar perhitungan daya

kompresor yang akan dibutuhkan. Kapasitas kompresor merupakan sejumlah volume udara/

gas yang masuk setiap waktu. Kapasitas kompresor dapat dinyatakan dalam berbagai satuan

seperti(16:304) :

- Inlet volume flow (ICFM) - Aktual Inlet volume flow (ACFM)

- Standard volume flow (SCFM) - Massa flow rate (Lbm/menit)

Perhitungan kapasitas kompresor memerlukan bberapa data sebagai berikut : Berat

molekul, specific gravity, critical condition (critical Temperature dan critical pressure) serta

faktor kompresibilitas (Z)(15:41).

a. Nilai Faktor Kompresibilitas (Z)

Untuk mencari nilai compressibility factor (Z) dapat dicari dengan menghitung nilai

reduced Temperature (Tr) dan reduced pressure (Pr) dengan rumus sebagai berikut :

T1
Tr =
Tc m ix ....................................................................................................(2.009)

P1
Pr=
Pc m ix ....................................................................................................(2.010)

Selanjutnya nilai Z dapat ditentukan dengan memplotkan nilai Pr dan Tr pada Grafik

Generalized Compresibility Factor (Z)

b. Specific gravity(SG)

23
SG feed yang masuk kompresor dapat dihitung menggunakan data berat molekul

campuran dari feed dan berat molekul udara. Berikut ini rumus untuk menghitung SG feed

adalah sebagai berikut:

BM cam puran
SG =
BM udara ..........................................................................................(2.011)

Dari nilai Mcp suction yang didapat, maka nilai k suction (k1) dapat dihitung dengan rumus

dibawah ini.

Mcp
k=
Mcp − 1 , 906 .................................................................................................(2.012)

c. Kapasitas Kompresor Standar (QSCFM)

Nilai kapasitas standar digunakan dalam menghitung nilai diameter ekonomis

pipa kompresor. Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung nilai kapasitas

standart dapat dilihat pada rumus dibawah ini :

T std P 1
Q SC FM = Q IC FM . .
P std T 1 ...............................................................................(2.013)

2.3.2.2 Head Kompresor

Head adalah besarnya kerja yang dilakukan per berat massa dan dinyatakan

dalam satuan lbf ft/lbm. Pada perhitungan head kompresor terdapat 2 (dua) proses

yang digunakan sebagai asumsi dalam menghitung head kompresor yaitu(15:80):

- Proses isentropic (adiabatic reversible) : biasanya proses ini digunakan untuk pra-

rancang kompresor.

24
- Proses polytropic : biasanya proses ini digunakan untuk kegiatan evaluasi unjuk

kerja kompresor.

Berikut ini akan dijelaskan tahapan untuk menghitung head kompresor :

a. Nilai Konstanta Adiabatic (k)

Dalam menentukan nilai k dipengaruhi oleh faktor kalor jenis (Cp) (16:181) masing-

masing komponen yang dapat dilihat pada Lampiran 21 Tabel Panas Jenis Senyawa

(Cp). Rumus untuk menghitung nilai k adalah sebagai berikut :

Cp Mcp Mcp
k=
Cv Mcv Mcp − 1 , 986 .............................................................................
= =

(2.014)

b. Nilai Efisiensi Isentropik

Nilai efisiensi Isentropic dapat dihitung menggunakan data-data dibawah ini(15:81) :

 Nilai Efisiensi Approximate Polytropic

Nilai efisiensi approximate polytropic dapat ditentukan dengan data kapasitas

sebenarnya (ICFM). Selanjutnya nilai kapasitas tersebut diplotkan dalam grafik pada

Lampiran 22 Grafik Approximate Polytropic Eficiency.

 Nilai Temperature Rise Factor (x)

Nilai Temperature rise factor dapat di hitung menggunakan data-data nilai rata- rata

faktor adiabatic (k) inlet dan outlet kompresor dan pressure rasio, inlet outlet kompresor.

Selanjutnya data-data tersebut di plotkan dalam grafik Efficiency Conversion Chart and

Temperature Rise Factor (x).

 Nilai Asumsi Efisiensi Isentropic (Efisiensi Adibatik)

25
Nilai efisiensi isentropic dapat di hitung menggunakan data-data nilai approximate

efficiency Polytropic dan nilai Temperature rise factor. Selanjutnya data- data tersebut di

plotkan dalam grafik pada Efficiency Conversion Chart and Temperature Rise Factor (x).

 Nilai Temperature Discharge Approximate (T2 approx)

Nilai T2 approx dapat di hitung menggunakan data-data nilai Temperature rise factor (x),

Temperature inlet dan nilai asumsi efisiensi isentropic. Selanjutnya data- data tersebut

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

x.T 1
T 2≈ .= + T 1 ...........................................................(2.014)
E fisiensi Isentropic

 Nilai Koreksi Efisiensi Isentropic

Nilai efisiensi isentropic yang didapatkan sebelumnya harus dikoreksi untuk

mendapatkan nilai efisiensi isentropic yang sebenarnya. Nilai efisiensi isentropic dapat di

hitung menggunakan data-data nilai Temperature inlet, pressure rasio, faktor adiabatic dan

nilai Temperature approximate. Nilai efisiensi isentropic dapat dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut :

P 2 KK−1
Eff . Isentropic = ( P 2 . P 1− 1 k −1 )
T1 (P1
−1 )
.........................................(2.015)
T ≈−T 1

2.3.2.3 Nilai Head Aktual

Nilai head aktual dapat dihitung menggunakan data head isentropic dan efisiensi

isentropic menggunakan rumus sebagai berikut(15:83) :

26
H ead isen
H eadact =
H ead actual ...................................................................................(2.016)

k avg−1
53 , 35 ZAV k avg P2 k avg
Hact= . . . T 1 . {( ) −1 } ......................................(2.017)
SG ηisen k avg−1 P1

2.3.2.4 Daya Kompresor

Daya kompresor adalah kerja kompresor setiap satuan waktu. Beberapa daya yang

akan dihitung akan didefinisikan sebagai berikut (15:83) :

 Daya gas (GHP) merupakan daya yang diterima oleh gas.

 Daya kompresor (CHP) merupakan daya poros kompresor.

 Daya penggerak (DHP) adalah daya penggerak yang diberikan pada kompresor.

 Berikut ini merupakan rumus-rumus yang digunakan dalam menghitung daya

kompresor :

a. Menghitung Daya Gas (GHP)

Menghitung daya gas dapat menggunakan rumus :

m x H act
GHP =
550 ..............................................................................................(2.018)

b. Menghitung Daya Kompresor (CHP)

Menghitung daya kompresor dapat menggunakan rumus :

GHP
CHP =
ηm ....................................................................................................(2.019)

27
2.3.3 Perancangan Kolom Adsorber

Gambar 2.4 Flowchart Perancangan Kolom Adsorber

Proses purifikasi dari H2S dalam industri proses biasa menggunakan

adsorbent jenis ZnOkarena dapat menyerap senyawa S dengan efektif dengan

menggunakan prinsip adsorbsi. Perhitungan adsorberdilakukan dalam beberapa

tahapan. Selain itu digunakan beberapa asumsi sebagai data perhitungan, seperti

waktu operasi dan regenerasi sesuai dengan data tipikal pada saat praktik lapangan.

 Pemilihan Jenis Adsorbent

Pemilihan jenis adsorbent dengan cara membandingkan beberapa adsorbent

terdapat pada tabel :

28
Tabel 2.3 Sifat Fisik Adsorbent(1:373)
Molecular Activated
Property Silica Gel
Sieve Alumina

Bulk Density (lbm/cuft) 43-45 45 50-55

Volume Pori(cm3/g) 0.27 0.40-0.45 0.21-0.35

Surface Area (m2/g) 650-800 750-830 210-350

Diameter Pori (A°) 3,4,5,8,10 21-23 26-43

Densitas Partikel (kg/m3) 975-1135 1200 1200-1475

Kapasitas Desain (lbH2O/100 lb) 9-12 7-9 4-7

2.3.3.1 Perhitungan Jumlah Adsorbent

Menghitung kebutuhan adsorbent merupakan hal yang sangat penting dalam

kolom adsorber, karena kolom adsorber membutuhkan jumlah adsorbent yang tepat

untuk mengikat senyawa tertentu. Perhitungan jumlah adsorbentdilakukan

menggunakan rumus :

Massa feed
Jum lah adsorbent= . Watktu operasi ................................(2.020)
Berat adsorbent

2.3.3.4 Perhitungan Dimensi Kolom Adsorber

Perhitungan dimensi adalah perhitungan diameter kolom (diameter bed) dan

panjang kolom Adsorber. Perhitungan ini menggunakan trial and error kecepatan alir

fluida (vs) sehingga syarat pressure drop bed untuk proses adsorpsi terpenuhi.

Perhitungan dilakukan dalam beberapa tahapan menggunkan persamaan

29
a. Volumetric Flow

Menghitung volumetric flow menggunakan rumus :

Mass flow Feed


Volum etric flow =
D ensitas feed ................................................................(2.021)

b. Luas Penampang

Menghitung luas penampang dapat menggunakan rumus :

Volum e flow adsorber


Luas penam pang adsorber = ......................................(2.022)
Vs

c. Diameter Adsorber

Diameter adsorber dapat di hitung menggunakan rumus :

(4 . Luas penampang adsorber)


Diameter adsorber=
√ π
......................................(2.023)

d. Panjang Bed

Panjang bed dapat di hitung dengan rumus :

Volum e adsorber
Panjang bed adsorber =
Luas penam pang adsorber ........................................(2.024)

e. Panjang Kolom Adsorber

Menghitung panjang kolom dapat menggunakan rumus :

P anjan g ko lom adsorber = P anjang bed a dsorb en t + 3 ft ........................(2.025)

2.3.3.5 Perhitungan Pressure Drop Bed

Perhitungan pressure drop bedpenting untuk estimasi penurunan tekanan yang

terjadi serta estimasi distribusi aliran. Persamaan digunakan untuk menentukan

pressure drop bedpersatuan tinggi.

30
2 2
μ .Vs 1− ε vs 1− ε
∆ Pb =150
( )(
( Dp ) 2
.
ε 3 )
+1 ,75. ρ .
Dp (
.
ε3 )( )
.......................................(2.026)

Keterangan:

ΔPb :pressure drop bed, psi/ft

Μ : viskositas umpan, Pa.s

Vs :superficial velocity, m/s

dP : diameter ekuivalen adsorbent, m

ԑ :void fraction adsorbent

2.3.3.6 Perhitungan Tebal Shell Adsorber

Perhitungan tebal shell dan head adalah berdasarkan pertimbangan tekanan

desain kolom Adsorber. Material perancangan ditentukan berdasarkan tekanan desain

dan temperature desain. Perhitungan ketebalan shellkolom Adsorberberdasarkan

persamaan.

PR
Tshell= + CA ..................................................................................(2.027)
SE − 0 ,6 P

Keterangan :

t shell : tebal shell, mm

P : tekanan desain, psi

S :allowable Stress material, psi

E : efisiensi sambungan

CA :corrosion allowance, mm

31
R : jari – jari dalam, mm

2.3.3.7 Perhitungan Tebal Head Adsorber

Tutup bejana dibedakan menjadi 3 kelompok berikut persamaan dalam

menentukan ketebalan minimum yaitu(1:417) :

a. Hemispherikal

Perbedaan dari jenis tutup bejana ini sangat dipengaruhi oleh ketebalan dan

ketinggian dari dinding bejana, dimana untuk bejana silinder dengan tebal minimum

sebaiknya digunakan tutup bejana berbentuk hemispherikal. Untuk konstruksi bahan

dan tegangan yang sama, maka tutup bejana hemispherikal hanya membutuhkan

ketebalan setengah dari ketebalan dinding bejana. Penentuan ketebalan tutup bejana

berbentuk hemispherikal berdasarkan ASME seksi VIII divisi 1, menggunakan

persamaan

P × Di
t m= +CA ............................................................................................
2 SE −0 , 2 P

(2.028)

API-ASME

P × Dm
t m= +CA ...............................................................................................(2.029)
4 SE

D1 + ( D1 +2 t mt )
Dm = ...........................................................................................
2

(2.030)

32
P × Di
t mt = +CA ..............................................................................................
2 SE − P

(2.031)

b. Ellipsoidal

Tutup bejana hemispherikal biasanya digunakan untuk bejana dengan berat dan

ketebalan serta ukuran yang rendah, akan tetapi bila berat, ketebalan dan ukuran bejana

yang dirancang besar, tutup berbentuk hemispherikal kurang efisien karena membutuhkan

volume yang lebih besar. Akibatnya biaya pembuatan menjadi lebih besar sebanding

dengan kenaikan diameter tutup bejana, sehingga agar lebih efisien digunakan tutup bejana

ellipsoidal.

Pertimbangan penggunaan tutup bejana ellipsoidal adalah pada alasan ekonomis,

yaitu untuk bejana dengan perbandingan antara jari – jari mayor dan minordari poros

bejana adalah 2 : 1. Untuk ketebalan dan ketinggian bejana yang sama, ketebalan dari tutup

berbentuk ellipsoidal adalah dua kali dari ketebalan tutup hemispherikal dengan

perbandingan jari – jari (mayor dan minor axes) yang sama.

Penentuan ketebalan tutup bejana berbentuk ellipsoidal berdasarkan ASME VIII

bagian 1, untuk perbandingan mayor dan minor Axes 2 : 1, menggunakan persamaan

P × Di
t m= +CA ............................................................................................
2 SE −0 , 2 P

(2.032)

API-ASME

P × Dm
t m= +CA ...............................................................................................(2.031)
2 SE

33
D1 + ( D1 +2 t mt )
Dm = ...........................................................................................
2

(2.033)

P × Di
t mt = +CA ..............................................................................................
2 SE − P

(2.034)

c. Torispherikal

Tutup bejana torispherikal biasanya digunakan ketika jenis tutup bejana

hemispherikal dan ellipsoidal tidak memungkinkan digunakan dikarenakan volume dari

bejana yang dibutuhkan sangat besar dan luas. Tutup bejana jenis ini memerlukan bentuk

lebih sederhana dari pada ellipsoidal sehingga dapat mengurangi jumlah material yang

digunakan dan biaya yang dibutuhkan. Penentuan ketebalan tutup bejana berbentuk

torispherikal berdasarkan ASME seksi VIII divisi 2, menggunakan persamaan :

0 , 885 × P × R c
t m= +CA .......................................................................................
SE−0 , 1 P

(2.035)

0 , 885 × P × R c
t m= +CA .......................................................................................
SE

(2.036)

Keterangan :

P : tekanan operasi, psig

Tt : tebal tutup bejana, in

34
Tmt : tebal mimimum tutup bejana, in

Dm : diameter rata-rata bejana, in

D1 : diameter dalam bejana, in

R : jari – jari dalam tutup bejana Vessel, in

S : allowable Stress material, psig

E : efisiensi sambungan

RC : jarak jari ke poros, in ( 6% )

Head kolom adsorber dengan jenis ellipsoidal dipilih pada perhitungan ini.

Pertimbangan penggunaan head dengan tipe ellipsoidal adalah pada alas an

ekonomis, yaitu untuk bejana dengan perbandingan antara jari – jari mayor dan minor

dari poros bejana adalah 2 : 1. Berdasarkan ketebalan dan ketinggian bejana yang

sama, ketebalan dari head tipe ellipsoidal adalah dua kali dari ketebalan tutup

hemispherikal dengan perbandingan jari – jari (mayor dan minor axes) yang sama.

Perhitungan ketebalan head tipe ellipsoidal kolom adsorberadalah berdasarkan

persamaan :

P× D
Thead ¿ 2 SE− 0 ,2 P + CA ....................................................................................(2.037)

Keterangan:

Thead : tebal tutup bejana, mm

P : tekanan desain, psi

D : diameter rata-rata bejana, mm

35
S :allowable Stress material, psi

E : efisiensi sambungan

CA :corrosion allowance, mm

Hasil perhitungan tebal pada shelldan headselanjutnya disesuaikan dengan

ukuran tebal pelat yang tersedia di pasaran. Tebal pelat pasaran disajikan pada Tabel

2.4 berikut.

Tabel 2.4 Tebal Pelat di Pasaran(8:561)


Thickness
Increment Tebal di Pasaran Unit
Range

0,1875; 0,25; 0,3125; 0,375; 0,4375; 0,5;

3/16 – 1 1/16 0,5625; 0,625; 0,6875; 0,75; 0,8125; Inches

0875; 0,9375; 1

1 - 1,5 1/8 1; 1,125; 1,25; 1,375; 1,5 Inches

1,5; 1,75; 2; 2,25; 2,5; 2,75; 3; 3,25; 3,5;


1,5 – 4 ¼ Inches
3,75; 4

2.3.4 Perancangan Reaktor

Pada penulisan ini merancang dua jenis reaktor yaitu reaktor Pre-Reforming dan

reaktor Secondary Reforming :

a. Variabel Proses(3:349)

 TemperatureInlet Reaktor

36
Temperaturee mempunyai pengaruh yang besar untuk reaktor. Temperature inlet

reaktor minimum yang disarankan 220°C-270°C. Ada 2 faktor yang menjadi pertimbangan

dalam menentukan Temperature minimum :

- Dibawah Temperature minimum kecepatan reaksi untuk penghilangan kontaminan ini

sangat lambat.

- Temperature harus ditahan cukup tinggi, temperature desain raktor normal untuk

mengolah syngas bisanya 220°C-270°C. Pada pengoperasiannya, Temperature reaktor perlu

diminimasi tetapi tetap menjaga kualitas produk yang diinginkan. Seiring berjalannya waktu

operasi unit, kebutuhan panas untuk menghasilkan produk yang diinginkan meningkat

akibat adanya deaktivasi sejumlah katalis di dalam reaktor.

 Tekanan Reaktor

Tekanan operasi dari reaktor akan ditentukan berdaarkan pertimbangan kebutuhan

umur katalis dan kualitas produk. Umpan berupa naphta memiliki tekanan operasi 50-60

bar. Tekanan reaktor yang tinggi akan meningkatkan efektivitas, umur dari katalis dan

tingkat kesempurnaan reaksi. Penentuan tekanan operasi juga bergantung pada

perbandingan feed dengan hidrogen yang mana akan menentukan tekanan parsial hidrogen

dalam reaktor. Pada hydrotreating variasi tekanan operasi dan jumlah hidrogen tidak akan

terlalu berpengaruh terhadap perubahan kualitas produk, namun hal ini tidak berlaku untuk

reaksi denitrogenasi dimana reaksi ini lebih tergantung terhadap tekanan operasi.

 Liquid Hourly Space Velocity (LHSV)

37
Space velocity adalah ukuran jumlah syngas yang diproses terhadap jumlah katalis

yang diberikan dalam rentang waktu tertentu. Apabila laju volumetricsyngas perjam dan

volume katalis sebagai variabel, istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space Velocity

(LHSV). Apabila weight (berat) menjadi variabel, istilahnya menjadi Weight HourlySpace

Velocity (WHSV). LHSV lebih umum digunakan oleh UOP karena kebanyakan plant

mendefinisi kecepatan umpan dalam basis volume, dan laju perjam akan memberikan

ukuran jumlah yang tepat. Jumlah kebutuhan katalis akan tergantung pada kualitas umpan,

kondisi operasi, dan spesifikasi dari produk yang dibutuhkan. Liquid hourly space velocity

(LHSV) dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

b. Jenis Katalis(13:192)

Katalis pada reaktor Pre-Reforming dan Secondary Reforming terbagi atas 1

bagian yaitu komponen metal aktif. Bagian katalis terdiri dari material dengan

porositas yang tinggi dan relatif tahan terhadap Temperature, tekanan, dan

lingkungan dari reaktor. Katalis Pre-Reforming dan Secondary Reforming berupa

NiO yang berbentuk seperti balok kecil. Komponen metal aktif terdispersi pada

penyangga dalam bentuk oksida.

c. Tipe Reaktor(3.204)

Reaktor dari Pre-Reforming dan Secondary Reforming harus dirancang agar

dapat beroperasi seoptimal dan seekonomis mungkin. Ada beberapa jenis reaktor

yang umum digunakan di industri migas. Setiap lisensor memiliki desain masing-

masing untuk jenis reaktor yang digunakan. Terdapat beberapa jenis reaktor yang

umum digunakan di industri migas.

38
Pra rancang dari reaktor meliputi perhitungan neraca massa dan panas, dan sizing

dari reaktor. Berikut adalah algoritma pra-rancang dari reaktor:

Gambar 2.5 Flowchart Perancangan Reaktor

2.3.4.1 Kebutuhan Katalis

Menghitung kebutuhan katalis pada pre-reforming dapat di hitung dengan

mengetahui berat kapasitas katalis yang akan di pakai dengan feed yang telah ter-reaksi.

Kebutuhan katalis dapat di hitung dengan :

Massa feed
Kebutuhan katalis total=
Berat kapasitas katalis ...........................................(2.038)

2.3.4.2 LHSV

39
Kebutuhan katalis yang merupakan fungsi dari volume reaktor dapat dihitung

dengan sederhana berdasarkan LHSV desain. LHSV desain ditentukan berdasarkan kondisi

dari reaksi yang dibutuhkan oleh unit. Volume umpan cair didapatkan dari kapasitas desain

yang telah ditentukan sebelumnya. Kebutuhan katalis kemudian dapat dihitung dengan

persamaan berikut(3:4) :

Volum e um pan cair pada 60 ° F


LHSV = ................................................................(2.039)
Volum e C atalyst

2.3.4.3 Mass Flux

Mass flux adalah laju alir masssa per area luasan. Berdasarkan buku

hydroprocessing for clean energy: Design, Operation, and Optimization sebesar 3500 – 4500

lb/ft2jam. Nilai mass flux dapat dihitung dengan persamaan berikut:

lajualirm assa
M assflux =
Luasarea .............................................................................(2.040)

2.3.4.4 Volumetric Flow

Mengetahui volumetric flow pada reaktor sangat penting, volumetric flow ini di

gunakan untuk mengetahui flow yang akan masuk pada reaktor. Untuk mengetahui

volumetric flow dan laju alir flow dapat digunakan rumus :

Mass flow feed


Volum etric flow =
D ensitas feed ..................................................................(2.041)

2.3.4.5 Reynold Number

40
Perancangan reaktor fixed bed, reynold number menggambarkan kontak yang

seragam dari fluida dalam reaktor. Reynold number dijaga lebih besar dari 100 untuk

menjaga kondisi tersebut. Persamaan reynold number dituliskan sebagai berikut(2:4) :

WDp
ℜ= ...................................................................................................(2.042)
μ (1−ε )

Keterangan :

Re : Reynold number

W : Kecepatan massa fase uap atau cair, (Kg/detik.m2)

DP : Diameter Partikel ekuivalen, (m)

Μ : Viskositas uap atau cair, (Kg/detik.m)

Ɛ : Bed void friction

Persamaan diatas juga memperhitungkan diameter partikel. Persamaan dalam

memperhitungkan diameter partikel ekuivalen adalah sebagai berikut :

3 DL
DP =
2 L + D ...................................................................................................(2.043)

Keterangan :

DP = Diameter partikel ekuivalen, (m)

D = Diameter partikel actual, (m)

L = Panjang partikel rata-rata, (m)

41
2.3.4.6 Penurunan Tekanan Aliran

Perhitungan penurunan tekanan aliran penting untuk estimasi distribusi aliran.

Perhitungan penurunan tekanan penting untuk perhitungan peralatan berikutnya terutama

pada sistem perpipaan, pompa, dan kompresor. Persamaan berikut digunakan untuk

menentukan penurunan tekanan dari aliran per satuan tinggi :

3 2
ΔP 1−ε μ
( )=KRe(150+1 ,75 ℜ)( )( )...................................................(2.044)
L ε ρDP 3

Keterangan :

(Δ𝑃𝐿) : Penurunan Tekanan aliran, (KPa/m)

Re : Reynold number

Ɛ : Void friction bed

μ : Viskositas dari gas atau cairan, (Kg/m.detik)

K : Konstanta dimensi, (Metrik)

ρ : Densitas dari gas atau cairan, (Kg/m3)

DP : Diameter Partikel ekuivalen, (m)

W : Kecepatan massa dari gas atau cairan, (Kg/detik.m2)

2.3.4.7 Perhitungan Dimensi Reaktor

42
Dimensi reaktor membutuhkan batasan untuk ukuran diameter minimum.

a. Menghitung Volume Reaktor

Volume reaktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

Luasalas (m 2)
Volume reaktor ( m)= ..........................................................(2.043)
Tinggi(m)

b. Menghitung Diameter Reaktor

Diameter reaktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

4 LuasArea
Diameter Reaktor (m )=
√ π
........................................................(2.044)

c. Menghitung Tinggi Bed Katalis

Tinggi bed katalis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

Volume ( m 3 )
Tinggi bed katalis (m)= ......................................................(2.045)
Luasalas ( m 2)

d. Menghitung Tinggi Reaktor

Tinggi reaktor tersebut adalah tinggi silinder reaktor tanpa tutup reaktor.

Ting g i R ea ktor = Tingg i bed reaktor + 3 ft ................................................(2.046)

2.3.4.8 Ketebalan Shell Reaktor

Penentuan tebal shell reaktor berdasarkan persamaan ASME – VIII Division 1 UG –

27 (thickness of shell under internal pressure) dengan persamaan(2:386) :

43
PR
Tshell= + C ......................................................................................(2.047)
SE− 0 ,6 P

Keterangan :

T : Tebal, inchi

P : Design pressure¸ psi

R : Jari-jari bagian dalam reaktor, inchi

S : Stress Value Of Material, psi

C : Corrosion allowance, inchi

E : Effisiensi Sambungan Las

2.3.4.9 Ketebalan Head Reaktor

Ketebalan head reaktor dihitung dengan persamaan ASME – VIII Division 1 UG-27

(thickness of shell under internal pressure) dari ASME.(2:388)

PR
Thead = +C ....................................................................................(2.048)
2 SE −0 , 2 P

Keterangan :

T : Tebal, inci

P : Tekanan desain, psi

D : diameter reaktor, inci

44
S : Nilai Tegangan Material, psi

C : Korosi yang diijinkan, inci

E : Effisiensi Sambungan Las

2.3.5 Perancangan Reforming

Primary Reformer merupakan tahapan dimana gas alam dicampur dengan

sejumlah steam. Tahapan ini bertujuan untuk membentuk H 2, CO, CO2 dari gas alam.

Katalisator yang biasanya digunakan nickel pada alumina base yang ditempatkan di

dalam tube – tube reformer.

45
Gambar 2.6 Flowchart Perhitungan Reforming

46
2.3.5.1 Kebutuhan Katalis

Menghitung kebutuhan katalis pada reforming dapat di hitung dengan mengetahui

berat kapasitas katalis yang akan di pakai dengan feed yang telah ter-reaksi. Kebutuhan

katalis dapat di hitung dengan :

Massa feed
Kebutuhan katalis total=
Berat kapasitas katalis ................................................(2.049)

2.3.5.2 LHSV

Space velocity adalah ukuran jumlah gas yang diproses terhadap jumlah

katalis yang diberikan dalam rentang waktu tertentu. Apabila laju volumetrik gas

perjam dan volume katalis sebagai variabel, istilah yang digunakan adalah Liquid

Hourly Space Velocity (LHSV). Apabila weight (berat) menjadi variabel, istilahnya

menjadi Weight Hourly Space Velocity (WHSV). LHSV lebih umum digunakan oleh

UOP karena kebanyakan plant mendefinisi kecepatan umpan dalam basis volume, dan

laju perjam akan memberikan ukuran jumlah yang tepat(2:130).

Space velocity adalah variabel proses yang penting dalam proses reforming,

dan dengan variabel ini dapat mengukur waktu kontak antara reaktan dan katalis.

Dalam proses komersial modern reforming biasanya dioperasikan pada range LHSV

1-2/hr(37:975). Dalam penentuan LHSV harus mempertimbangkan reaksi yang terjadi

didalam proses reforming serta pertimbangan dari segi proses. LHSV dihitung

dengan rumus:

Volum e feed
LHSV =
Volum e katalis ....................................................................................(2.050)

47
2.3.5.3 Mass Flux

Mass flux adalah laju alir masssa per area luasan. Berdasarkan buku

hydroprocessing for clean energy: Design, Operation, and Optimization sebesar 3500 – 4500

lb/ft2jam(12:57). Nilai mass flux dapat dihitung dengan persamaan berikut:

lajualirm assa
M assflux =
Luasarea ..............................................................................(2.051)

2.3.5.4 Volumetric Flow

Mengetahui volumetric flow pada reforming sangat penting, volumetric flow

ini di gunakan untuk mengetahui flow yang akan masuk pada reforming. Untuk

mengetahui volumetric flow dan laju alir flow dapat digunakan rumus :

Mass flow feed


Volum etric flow =
D ensitas feed ..................................................................(2.052)

2.3.5.5 Reynold Number

Reynold number merupaskan salah satu bilangan tak berdimensi yang penting

dalam mekanika fluida dan di gunakan seperti halnya dengan bilangan tak berdimensi

lain(2:152). Untuk memberikan kriteria untuk dynamic similitude. Jika dua pola aliran

yang mirip secara geometris, mungkin pada fluida yang berbeda dan laju alir yang

berbeda pula, memiliki nilai bilangan tak berdimensi yang relevan. Reynold number

dapat di hitung menggunakan rumus :

W . Dp
ℜ= ....................................................................................................(2.053)
μ (1−ε )

Keterangan :

48
W : Mass flux, kg/s.m2

Dp : Diameter partikel, m

μ : Viscositas, pa.s

Ɛ : Bed void fraction

2.3.5.6 Menghitung Tube

Tube merupakan komponen yang sangat penting pada reforming, karena

dalam tube terjadinya reaksi utama yang akan menghasilkan syngas. Perhitngan tube

di lakukan beberapa tahap antara lain sebagai berikut :

a. Diameter Tube

Pemilihan diameter tube ditentukan berdasarkan ukuran butir katalis agar

memberikan perpindahan panas yang maksimal. Untuk menghitung diameter dalam

tube dihitung dengan :

PD
D tube =
2 , 4 S .................................................................................................(2.054)

Keterangan :

T : tebal tube ,in

P : Tekanan Desain, psig

D : Diameter dalam, in

S : tensile stength, psi.

b. Jumlah Tube

Menentukan jumlah tube (Ntube) dihitung dengan:

Mt
N tube =
W t ...................................................................................................(2.055)

49
Dimana untuk mendapatkan nilai Wt di perlukan persamaan sebagai berikut :

π
Wt=¿ ID 2 ................................................................................................(2.056)
4

ReN × μG
¿=
Dp ..................................................................................................(2.057)

Keterangan :

Mt : massa total, kg/dtk

ReN : Reynold number

Wt : massa aliran pertube, kg/dtk

μG : viskositas gas, kg/m/dtk

2.3.5.7 Menghitung Shell

Shell di hitung dengan benar, karena shell merupakan komponen yang penting

untuk menunjang umur dari reforming. Dalam menghitung shell dilakukan beberapa

tahap antara lain sebagai berikut :

a. Diameter Dalam Shell

Menghitung diameter shell dapat menggunakan rumus :

ID sh ell = D b + C .........................................................................................(2.058)

Untuk mengetahui nilai Db di lakukan perhitungan kembali menggunakan rumus :

Ntube n11
Db=( ) ...............................................................................................(2.059)
K1

Keterangan :

Ntube : jumlah tube

C : Clearence, mm

Db : Bundle diameter,m

50
OD : Diameter luar, m

K1 : 0,919

n1 : 3,412

b. Tinggi Shell

Tinggi shell dapat di hitung menggunakan rumus :

Tin g gi S h ell = P anjan g p ipa SF + F lange S h e ll + Ting g i R K osong .........(2.060)

Untuk menambahkan safety pada panjang pipa sebesar 20% :

P anjang P ipa S afey F actor = P anjang pip a + S f ........................................(2.061)

Keterangan :

Sf : Safety Factor, 20%

c. Tebal Shell

Perhitungan tebal shelladalah berdasarkan pertimbangan tekanan desain

Reforming. Material perancangan ditentukan berdasarkan tekanan desain dan

temperatur desain. Perhitungan ketebalan shell Reformingadalah berdasarkan

persamaan.:

P . IDshell
Tshell + C ......................................................................................(2.062)
2( SE −0 , 6 P )

Keterangan :

Tshell : tebal shell, m

P : tekanan desain, psi

S :allowable Stress material, psi

E : efisiensi sambungan

51
CA :corrosion allowance, m

IDshell: diameter dalam shell, m

d. Diameter Luar Shell

Diameter luar shell dapat di hitung menggunakan rumus :

ODshell=IDshell+(2.Tshell) ...................................................................(2.063)

Keterangan :

Odshell : Diameter luar shell ,m

IDshell : Diameter dalam shell, m

Tshell : Tebal shell, m

e. Volume Shell

Menghitung volume shell di gunakan rumus berikut :

π
Volshell= ID shell . Tshell ........................................................................ (2.064)
4

Keterangan :

Volshell : Volume Shell, m3

IDshell : Diameter dalam shell, m

Tshell : Tinggi shell, m

f. Luas Shell

Pada tahap ini luas shell sangat di perlukan, untuk menghitung luas lokasi

yang akan di gunakan. Luas shell dapat di hitung dengan rumus :

52
L u as sh e ll dalam = π . ID sh ell . Tsh e ll .........................................................(2.065)

L uas sh e ll lu ar = π . O D shell . Tsh ell ...........................................................(2.066)

Keterangan :

IDshell : Diameter dalam shell, m

ODshell : Diameter luar shell, m

Tshell : Tinggi shell, m

2.3.5.8 Jumlah Baffle

Jumlah baffle sangat menentukan terhadap hasil reaksi, baffle menjadi jalan

untuk feed dalam reforming, oleh karna itu jumlah baffle yang di butuhkan harus

benar-benar tepat. Menghitung baffle dapat menggunakan rumus :

Panjang pipa
Jumlah Baffle =
Jarak Baffle .........................................................................(2.067)

2.3.5.9 Menghitung Head

Perhitungan tebal headadalah berdasarkan pertimbangan tekanan desain

Reforming. Material perancangan ditentukan berdasarkan tekanan desain dan

temperatur desain. Perhitungan ketebalan headReformingadalah berdasarkan

persamaan.

a. Tebal Head

Tebal head dapat di hitung dengan rumus berikut :

P . IDshell
Thead +C ......................................................................................
2( SE−0 ,2 P)

(2.068)

Tshell : tebal shell, m

53
P : tekanan desain, psi

S :allowable Stress material, psi

E : efisiensi sambungan

CA :corrosion allowance, m

IDshell: diameter dalam Shell, m

b. Tinggi Head

Tinggi head dapat di hitung dengan rumus berikut :

T h ead = b + sf + th .....................................................................................(2.069)

Untuk menghitung Tinggi head di perlukan komponen b, berikut adalah rumus untuk

menghitung b :

b = a . ID shell .................................................................................................(2.070)

a = 0 , 5 × ID shell ..........................................................................................(2.071)

Keterangan

Thead : Tinggi head

Sf : Nilai sf standart, m

th : Ketentuan, 0,0984

c. Volume Head

Menentukan volume head dapat dengan rumus berikut :

π
Volhead = ID shell 3 ..................................................................................(2.072)
24

Keterangan :

54
Volhead : Volume head, m3

IDshell : Diameter dalam shell, m

d. Luas Head

Pada tahap ini luas head sangat di perlukan, untuk menghitung luas lokasi yang akan

di gunakan. Luas head dapat di hitung dengan rumus :

π
Luas dalam head = π ( 2. a ) sf + (2. a)2 ...................................................(2.073)
4

π
Luas luar head = π ( 2. a + 2. th ) sf + (2. a + 2. th )2 ..............................(2.074)
4

2.3.5.10 Dimensi Reforming

Reforming merupakan alat yang sangat penting untuk methanol plant, karena

di sinilah terjadinya reaksi pembentukan syngas. Oleh sebab itu dimensi reforming

sangatlah penting dimensi reforming ada 2 tahap yaitu ; Volume Reforming dan Luas

Reforming.

a. VolumeReforming

Berikut rumus yang di gunakan untuk menghitung volume reforming :

Volu m e R efo rm ing = Vo lsh ell + 2. Volh ea d ..............................................(2.075)

Keterangan :

Volshell : Volume shell, m3

Volhead : Volume head, m3

b. Luas Reforming

Berikut rumus yang di gunakan untuk menghitung luas reforming :

L uas d alam reform ing = L ∈ sh ell + 2 . L ∈ H ea d .....................................(2.076)

55
L uas lua r reform ing = L out sh ell + 2. L out head ....................................(2.077)

Keterangan :

L in shell : Luas dalam shell

L in head ; Luas dalam head

L out shell : Luas luar shell

L out head : Luas luar head

2.3.6 Perancangan Reboiler

Dalam perancangan reboiler terdapat beberapa langkah dalam perhitungannya.

Dalam pemilihan jenis reboiler yang sesuaidapat didasarkan pada hasil perhitungan reboiler.

Langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :

2.3.6.1 Perhitungan Heat Duty

Head duty merupakan kondisi temperatur disekitar alat dan besarnya beban panas.

Biasanya heat duty ini dapat diperoleh dari rumus :

Q = W.Cp.∆T (2.078)

Neraca panas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Q = W.Cp.(T1-T2) = w.cp.(t1-t2) (2.079)

Diman:

Q = Laju perpindahan panas, Btu/jam

w = Laju massa fluida dingin, lb/jam

56
W = Laju massa fluida panas, lb/jam

Cp = Panas jenis fluida dingin, Btu/lb ºF

Cp = Panas jenis fluida panas, Btu/lb ºF

t = Temperatur fluida dingin, ºF

T = Temperatur fluida panas, ºF

Heat duty berdasar kandungan panas (enthalpy fluida)

Q = m (HL + Hv) (2.080)

Dimana:

m = Massa fluida, lb/jam

HL = Kandungan enthalpy cairan, Btu/lb

HV = Kandungan enthalpy uap, Btu/lb

Perhitungan Cp untuk fluida campuran:

Cp = 0.68 – 0.31G + T (0.00082 – 0.00031G) (2.081)

Dimana:

Cp = Kalori spesifik, Btu/lb ºF

G = Spesifik gravity

T = Temperatur fuida, ºF

57
2.3.6.2 Menghitung LMTD dan CMTD

LMTD(logarithmic mean temperature difference) dapat dicari berdasarkan persamaan

berikut ini:

Dimana:

Δt1 = Perbedaan temperatur pada terminal temperatur rendah, ºF

Δt2 = Perbedaan temperatur pada terminal temperatur tinggi, ºF

Setelah didapatkan LMTD, tahapan selanjutnya adalah mengkoreksi LMTD tersebut dengan

cara mengkali dengan faktor koreksi. Faktor koreksi didapat ketika sudah menetapkan tipe

dari reboiler yaitu banyaknya pass pada shell dan banyaknya pass pada tube. Harga FT

(LMTD faktor koreksi), ditentukan oleh nilai R dan S pada grafik faktor koreksi LMTD. Nilai R

dan S dapat dihitung dengan menggunakan rumus

T 1− T 2
R = t 1− t 2
(2.082)

t 2 −t 1
S = T 1−t 1
(2.083)

CMTD = Ft.LMTD (2.084)

Dimana:

58
Δt : CMTD = Corection mean temperature difference, °F

Ft : Faktor koreksi terhadap temperatur rata-rata logaritmik

𝛥𝑡ℎ : Beda temperatur tinggi dalam tube, °F

𝛥𝑡𝑐 : Beda temperatur rendah dalam shell ,°F

2.3.6.3 Menghitung Temperture Caloric (Tc dan tc)

Menghitung temperature caloric membutuhkan data Fc (caloric temperature factor)


yang didapat dari Fig.177

Untuk hot fluida

Tc = T2 + Fc (T1-T2) (2.085)

Untuk Cold Fluida

Tc = t1 + Fc (t2-t1) (2.086)

Dimana:

Tc = Temperatur kalorik fluida panas, ºF.

tc = Temperatur kalorik fluida dingin, ºF.

Fc = Faktor koreksi temperatur.

2.3.6.4 Overall Heat Transfer Coefficient

Untuk mencari heat exchanger dan reboiler kondisi optimum berdasarkan kondisi operasi

yang diminta dan harga yang minimum, harus dilakukan trial and error dalam

perancangannya. Dalam proses trial and error ini maka langkah pertama yang dilakukan

59
mengasumsikan suatu harga UD (overall heat transfer coefficient). Jika UD sudah ditentukan

maka dapat disubstitusikan dalam persamaan Fourier yaitu

Q = Ud.A.∆t (2.087)

Dimana:

UD = Actual overall transfer coefficient, Btu/jam ºF ft2.

Q = Jumlah panas yang dipindahkan, Btu/jam.

A = Jumlah luas permukaan perpindahan panas, ft2.

Δt (CMTD) = Perbedaan temperatur rata-rata, ºF.

Sehingga diperoleh A (luas transfer), maka akan dapat diperoleh jumlah tube asumsi (Nt):

A'
Nt = a ' L (2.088)

Dimana:

A′ = Luas permukaan transfer panas yang tersedia, ft2.

a′ = Luas permukaan per tube, ft2/ft.

L = Panjang tube, ft.

Dengan hasil nilai asumsi jumlah tube ini, kemudian dapat ditentukan jumlah tube

menggunakan table tube side layouts (tube counts)7:841). Maka jumlah tube dari tabel

tersebut dapat diperoleh yang nilainya paling mendekati jumlah tube asumsi, sehingga A

60
dapat dikoreksi yang berakibat UD akan mengalami koreksi juga dengan menggunakan

persamaan Fourier.

2.3.6.5 Menentukan Pemilihan Tube Side

Dalam pemilihan tube side dapat menggunakan standard TEMA (Turbular Exchanger

Manufacturers Association) dan tabel heat exchanger. Dari dimensi dan jumlah tube yang

telah ditentukan kemudian hitung kembali luas transfer panas (A) yang sesungguhnya

2.3.6.5.1 Perhitungan Pada Tude Side

Luas aliran pada tube side dapat dihitung dengan persamaan berikut

1. Menghitung Flow Area Tube (𝑎𝑡 )

Nt x a ' t
𝑎𝑡 = 144 x n (2.089)

Dimana :

at = Jumlah total luas aliran fluida, ft²

at = Luas aliran fluida per tube, in²

Nt = Jumlah tube, pcs

n = jumlah pass aliran dalam tube

61
2. Menghitung Mass Velocity (𝐺𝑡)

Untuk menghitung aliran massa dalam tube menggunakan rumus :

Wt
Gt = at (2.090)

Dimana:

𝐺𝑡 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

𝑊𝑡 : Aliran massa dalam tube, lb/jam

𝑎𝑡 : Jumlah total luas aliran fluida, ft2

3. Bilangan Reynold

Bilangan reynold dicari, untuk mengetahui aliran yang terjadi laminer atau turbulen.

Syarat untuk laminer Re < 2100 sedangkan turbulen Re > 4000

¿
Ret = di c > µ t ¿ (2.091)

Dimana:

𝑅𝑒𝑡 : Bilangan Reynold aliran fluida dalam tube

𝑑𝑖 : Inside diameter, in

𝐺𝑡 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

62
𝜇𝑡 : Viskositas steam dalam tube, lb/ft.jam

2.3.6.5.2 Perhitungan Pada Shell

Adapun perhitungan untuk bagian shell side:

1. Menghitung Flow Area (𝑎𝑠)

Temperatur dinding Tube dapat di hitung dengan persamaan

'
ID shell x c x B
As = (2.092)
144 x Pt

Dimana:

𝑎𝑠 : Flow area

ID : Inside diameter shell, ft

C’ : Buffle cuts

B : Buffle spacing

𝑃𝑡 : Tube side pitch

2. Menghitung Mass Velocity (𝐺𝑠)

W
Gs = as (2.092)

Dimana :

GS : Mass velocity

63
W : Flow rate feed pada shell

𝑎𝑆 : Flow area

3. Mencari harga Viscositas (μ)

Viscositas dapat dicari dengan menggunakan fig. 14, dan De dicari dengan

menggunakan fig.28 pada buku Proces Heat Transfer, Kern

4. Menghitung bilangan Reynold pada shell

Bilangan reynold dicari, untuk mengetahui aliran yang terjadi laminer atau

turbulen. Syarat untuk laminer Re < 4000 sedangkan turbulen Re > 4000

di c G s
Res = µ (2.093)

Dimana:

𝑅𝑒𝑠 : Bilangan Reynold aliran fluida dalam tube

𝑑𝑒 : Inside diameter, in

𝐺𝑠 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

μ : Viskositas steam dalam tube, lb/ft.jam

5. Mencari Harga JH

Berdasarkan nilai bilangan reynold aliran fluida dalam tube, harga JH (faktor dimensi untuk

shell) dapat dicari dengan menggunakan fig.28 pada buku Kern

64
6. Mencari Harga (Cp 𝜇𝑘 ⁄ )1/3

Pada temperatur tertentu dengan menggunakan fig. 4 Spesific Heats of Hydrocarbon Liquid.

Dimana:

Cp : Spesific heat pada temperatur kalorik fluida panas (Tc)

μ : Viscositas fluida

μw : viscositas fluida

7. Menghitung ϕs

Menggunakan rumus : ϕs = (𝜇/𝜇𝑤)0,14 , dimana ϕs adalah rasio viscositas.

8. Mencari Koefisien Panas (ℎ𝑜)

Untuk mencari koefisien perpindahan panas dapat menggunakan persamaan berikut:

k Cp x µ
Ho = JH x Dc k( ⅓ ) (2.094)

Dimana:

ℎ𝑜 : Koefisien perpindahan panas lapisan film

JH : Faktor dimensi untuk heat transfer pada shell

Cp : Spesific heat

De : Diameter equivalent

k : Thermal conductivity

65
μ : Viscositas fluida

9. Mencari Perpindahan Clean Overall Coefficient (UC)

hi x ho
Uc = hi +ho (2.095)

Dimana:

UV : Perpindahan panas bersih keseluhuruhan

hi : Koefisien perpindahan panas film dinding tube

ho : Koefisien perpindahan panas film dinding luar tube

10. Menghitung Perancangan Koeffisien Perpindahan Panas Keseluruhan (UD)

Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube bersih (UD) dapat dihitung

dengan memakai persamaan berikut

Q
Ud = A x ∆ t (2.096)

2.3.6.6 Menghitung Faktor Pengotoran (Rd)

Faktor pengotoran (Rd) adalah hambatan panas akibat adanya endapan atau pengotoran

pada dinding perpindahan panas, harga dari Rd hitung > Rd tabel berarti Reboiler memenuhi

persyaratan, dihitung dengan persamaan

Uc−Ud
Rd = Uc x Ud (2.097)

66
Dimana:

UC : Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube bersih

UD : Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube design

2.3.6.7 Menghitung Pressure Drop Tube (∆Pr)

Presure drop pada tube (ΔPT) terjadi karena 2 penyebab yaitu presure drop

karena panjang tube (∆Pt) dan return presure drop (∆Pr)

 Pressure Drop karena Panjang Tube (∆Pt)

Presure drop karena panjang tube (∆Pt) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

1
x f x g t2 x L x n
∆Pt = 2 psi (2.098)
5 ,22 x 1010 x D x Sg x ɸ t

Dimana:

f : Friction factors, ft2/in2

Gt : kecepatan aliran massa pada tube, lb/jam. ft2

L : Panjang tube, ft

n : Jumlah pass aliran dalam tube

dit : Inside diameter tube, in

67
Sg : Specific gravity

𝜑𝑡 : Ratio viscositas pada shell

Dari data Ret maka f dicari dari grafik tube side friction factor (7:836), dan SG

dicari dari grafik specific gravity

2.3.6.8 Menghitung Presure Drop Pada Shell (ΔPS)

Presure drop pada shell (ΔPS) dapat dihitung dengan persamaan:

f x G s 2 x L( N +1)
Psi (2.099)
5 ,22 x 1010 x D x Sg x ɸ s

Dimana:

f : Friction factors, ft2/in2

GS : kecepatan aliran massa pada shell lb/jam. ft2

L : Panjang shell , ft

De : Diameter equivalent, ft

Sg : Specific gravity

(N+1) : Jumlah buffle, sehingga N+1 = 12 x (L/B)

L : Panjang tube

B : Jarak buffle

68
2.3.6.9 Menghitung Tebal Shell

Untuk menghitung tebal shell digunakan rumus:

PR
t= +C (2.100)
SE − 0 , 6 P

Dimana:

t = Tebal shell, inch

P = Tekanan disain, psig = Tekanan Operasi x 120%

R = Jari-jari dalam shell, inch

E = Efisiensi sambungan = 85 %

S = Allowable working stress, psi

C = Corrosion allowance, inch

2.3.7 Perancangan Cooler

Dalam perancangan cooler terdapat beberapa langkah dalam perhitungannya. Dalam

pemilihan jenis cooler yang sesuaidapat didasarkan pada hasil perhitungan cooler. Langkah-

langkah perhitungan sebagai berikut :

2.3.7.1 Perhitungan Heat Duty

69
Head duty merupakan kondisi temperatur disekitar alat dan besarnya beban panas.

Biasanya heat duty ini dapat diperoleh dari rumus :

Q = W.Cp.∆T (2.101)

Neraca panas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Q = W.Cp.(T1-T2) = w.cp.(t1-t2) (2.102)

Diman:

Q = Laju perpindahan panas, Btu/jam

w = Laju massa fluida dingin, lb/jam

W = Laju massa fluida panas, lb/jam

Cp = Panas jenis fluida dingin, Btu/lb ºF

Cp = Panas jenis fluida panas, Btu/lb ºF

t = Temperatur fluida dingin, ºF

T = Temperatur fluida panas, ºF

Heat duty berdasar kandungan panas (enthalpy fluida)

Q = m (HL + Hv) (2.103)

Dimana:

m = Massa fluida, lb/jam

70
HL = Kandungan enthalpy cairan, Btu/lb

HV = Kandungan enthalpy uap, Btu/lb

Perhitungan Cp untuk fluida campuran:

Cp = 0.68 – 0.31G + T (0.00082 – 0.00031G) (2.104)

Dimana:

Cp = Kalori spesifik, Btu/lb ºF

G = Spesifik gravity

T = Temperatur fuida, ºF

2.3.7.2 Menghitung LMTD dan CMTD

LMTD(logarithmic mean temperature difference) dapat dicari berdasarkan persamaan

berikut ini:

Dimana:

Δt1 = Perbedaan temperatur pada terminal temperatur rendah, ºF

Δt2 = Perbedaan temperatur pada terminal temperatur tinggi, ºF

Setelah didapatkan LMTD, tahapan selanjutnya adalah mengkoreksi LMTD tersebut dengan

cara mengkali dengan faktor koreksi. Faktor koreksi didapat ketika sudah menetapkan tipe

71
dari reboiler yaitu banyaknya pass pada shell dan banyaknya pass pada tube. Harga FT

(LMTD faktor koreksi), ditentukan oleh nilai R dan S pada grafik faktor koreksi LMTD. Nilai R

dan S dapat dihitung dengan menggunakan rumus

T 1− T 2
R = t 1− t 2
(2.105)

t 2 −t 1
S = T 1−t 1
(2.106)

CMTD = Ft.LMTD (2.107)

Dimana:

Δt : CMTD = Corection mean temperature difference, °F

Ft : Faktor koreksi terhadap temperatur rata-rata logaritmik

𝛥𝑡ℎ : Beda temperatur tinggi dalam tube, °F

𝛥𝑡𝑐 : Beda temperatur rendah dalam shell ,°F

2.3.7.3 Menghitung Temperture Caloric (Tc dan tc)

Menghitung temperature caloric membutuhkan data Fc (caloric temperature factor)


yang didapat dari Fig.177

Untuk hot fluida

Tc = T2 + Fc (T1-T2) (2.108)

Untuk Cold Fluida

72
Tc = t1 + Fc (t2-t1) (2.109)

Dimana:

Tc = Temperatur kalorik fluida panas, ºF.

tc = Temperatur kalorik fluida dingin, ºF.

Fc = Faktor koreksi temperatur.

2.3.7.4Overall Heat Transfer Coefficient

Untuk mencari heat exchanger dan reboiler kondisi optimum berdasarkan kondisi operasi

yang diminta dan harga yang minimum, harus dilakukan trial and error dalam

perancangannya. Dalam proses trial and error ini maka langkah pertama yang dilakukan

mengasumsikan suatu harga UD (overall heat transfer coefficient). Jika UD sudah ditentukan

maka dapat disubstitusikan dalam persamaan Fourier yaitu

Q = Ud.A.∆t (2.110)

Dimana:

UD = Actual overall transfer coefficient, Btu/jam ºF ft2.

Q = Jumlah panas yang dipindahkan, Btu/jam.

A = Jumlah luas permukaan perpindahan panas, ft2.

Δt (CMTD) = Perbedaan temperatur rata-rata, ºF.

Sehingga diperoleh A (luas transfer), maka akan dapat diperoleh jumlah tube asumsi (Nt):

73
A'
Nt = a ' L (2.111)

Dimana:

A′ = Luas permukaan transfer panas yang tersedia, ft2.

a′ = Luas permukaan per tube, ft2/ft.

L = Panjang tube, ft.

Dengan hasil nilai asumsi jumlah tube ini, kemudian dapat ditentukan jumlah tube

menggunakan table tube side layouts (tube counts)7:841). Maka jumlah tube dari tabel

tersebut dapat diperoleh yang nilainya paling mendekati jumlah tube asumsi, sehingga A

dapat dikoreksi yang berakibat UD akan mengalami koreksi juga dengan menggunakan

persamaan Fourier.

2.3.7.5 Menentukan Pemilihan Tube Side

Dalam pemilihan tube side dapat menggunakan standard TEMA (Turbular Exchanger

Manufacturers Association) dan tabel heat exchanger. Dari dimensi dan jumlah tube yang

telah ditentukan kemudian hitung kembali luas transfer panas (A) yang sesungguhnya

2.3.7.5.1 Perhitungan Pada Tude Side

Luas aliran pada tube side dapat dihitung dengan persamaan berikut

4. Menghitung Flow Area Tube (𝑎𝑡 )

Nt x a ' t
𝑎𝑡 = 144 x n (2.112)

74
Dimana :

at = Jumlah total luas aliran fluida, ft²

at = Luas aliran fluida per tube, in²

Nt = Jumlah tube, pcs

n = jumlah pass aliran dalam tube

5. Menghitung Mass Velocity (𝐺𝑡)

Untuk menghitung aliran massa dalam tube menggunakan rumus :

Wt
Gt = at (2.113)

Dimana:

𝐺𝑡 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

𝑊𝑡 : Aliran massa dalam tube, lb/jam

𝑎𝑡 : Jumlah total luas aliran fluida, ft2

6. Bilangan Reynold

Bilangan reynold dicari, untuk mengetahui aliran yang terjadi laminer atau turbulen.

Syarat untuk laminer Re < 2100 sedangkan turbulen Re > 4000

¿
Ret = di c > µ t ¿ (2.114)

75
Dimana:

𝑅𝑒𝑡 : Bilangan Reynold aliran fluida dalam tube

𝑑𝑖 : Inside diameter, in

𝐺𝑡 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

𝜇𝑡 : Viskositas steam dalam tube, lb/ft.jam

2.3.7.5.2 Perhitungan Pada Shell

Adapun perhitungan untuk bagian shell side:

1. Menghitung Flow Area (𝑎𝑠)

Temperatur dinding Tube dapat di hitung dengan persamaan

'
ID shell x c x B
As = (2.115)
144 x Pt

Dimana:

𝑎𝑠 : Flow area

ID : Inside diameter shell, ft

C’ : Buffle cuts

B : Buffle spacing

𝑃𝑡 : Tube side pitch

2. Menghitung Mass Velocity (𝐺𝑠)

76
W
Gs = as (2.116)

Dimana :

GS : Mass velocity

W : Flow rate feed pada shell

𝑎𝑆 : Flow area

3. Mencari harga Viscositas (μ)

Viscositas dapat dicari dengan menggunakan fig. 14, dan De dicari dengan

menggunakan fig.28 pada buku Proces Heat Transfer, Kern

4. Menghitung bilangan Reynold pada shell

Bilangan reynold dicari, untuk mengetahui aliran yang terjadi laminer atau

turbulen. Syarat untuk laminer Re < 4000 sedangkan turbulen Re > 4000

di c G s
Res = µ (2.117)

Dimana:

𝑅𝑒𝑠 : Bilangan Reynold aliran fluida dalam tube

𝑑𝑒 : Inside diameter, in

𝐺𝑠 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

77
μ : Viskositas steam dalam tube, lb/ft.jam

5. Mencari Harga JH

Berdasarkan nilai bilangan reynold aliran fluida dalam tube, harga JH (faktor dimensi untuk

shell) dapat dicari dengan menggunakan fig.28 pada buku Kern

6. Mencari Harga (Cp 𝜇𝑘 ⁄ )1/3

Pada temperatur tertentu dengan menggunakan fig. 4 Spesific Heats of Hydrocarbon Liquid.

Dimana:

Cp : Spesific heat pada temperatur kalorik fluida panas (Tc)

μ : Viscositas fluida

μw : viscositas fluida

7. Menghitung ϕs

Menggunakan rumus : ϕs = (𝜇/𝜇𝑤)0,14 , dimana ϕs adalah rasio viscositas.

8. Mencari Koefisien Panas (ℎ𝑜)

Untuk mencari koefisien perpindahan panas dapat menggunakan persamaan berikut:

k Cp x µ
Ho = JH x Dc k( ⅓ ) (2.118)

Dimana:

ℎ𝑜 : Koefisien perpindahan panas lapisan film

78
JH : Faktor dimensi untuk heat transfer pada shell

Cp : Spesific heat

De : Diameter equivalent

k : Thermal conductivity

μ : Viscositas fluida

9. Mencari Perpindahan Clean Overall Coefficient (UC)

hi x ho
Uc = hi +ho (2.119)

Dimana:

UV : Perpindahan panas bersih keseluhuruhan

hi : Koefisien perpindahan panas film dinding tube

ho : Koefisien perpindahan panas film dinding luar tube

10. Menghitung Perancangan Koeffisien Perpindahan Panas Keseluruhan (UD)

Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube bersih (UD) dapat dihitung

dengan memakai persamaan berikut

Q
Ud = A x ∆ t (2.120)

2.3.7.6 Menghitung Faktor Pengotoran (Rd)

79
Faktor pengotoran (Rd) adalah hambatan panas akibat adanya endapan atau pengotoran

pada dinding perpindahan panas, harga dari Rd hitung > Rd tabel berarti Reboiler memenuhi

persyaratan, dihitung dengan persamaan

Uc−Ud
Rd = Uc x Ud (2.121)

Dimana:

UC : Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube bersih

UD : Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube design

2.3.7.7 Menghitung Pressure Drop Tube (∆Pr)

Presure drop pada tube (ΔPT) terjadi karena 2 penyebab yaitu presure drop

karena panjang tube (∆Pt) dan return presure drop (∆Pr)

 Pressure Drop karena Panjang Tube (∆Pt)

Presure drop karena panjang tube (∆Pt) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

1
x f x g t2 x L x n
∆Pt = 2 psi (2.122)
10
5 ,22 x 10 x D x Sg x ɸ t

Dimana:

f : Friction factors, ft2/in2

80
Gt : kecepatan aliran massa pada tube, lb/jam. ft2

L : Panjang tube, ft

n : Jumlah pass aliran dalam tube

dit : Inside diameter tube, in

Sg : Specific gravity

𝜑𝑡 : Ratio viscositas pada shell

Dari data Ret maka f dicari dari grafik tube side friction factor (7:836), dan SG

dicari dari grafik specific gravity

2.3.7.8 Menghitung Presure Drop Pada Shell (ΔPS)

Presure drop pada shell (ΔPS) dapat dihitung dengan persamaan:

f x G s 2 x L( N +1)
Psi (2.123)
5 ,22 x 1010 x D x Sg x ɸ s

Dimana:

f : Friction factors, ft2/in2

GS : kecepatan aliran massa pada shell lb/jam. ft2

L : Panjang shell , ft

De : Diameter equivalent, ft

81
Sg : Specific gravity

(N+1) : Jumlah buffle, sehingga N+1 = 12 x (L/B)

L : Panjang tube

B : Jarak buffle

2.3.7.9 Menghitung Tebal Shell

Untuk menghitung tebal shell digunakan rumus:

PR
t= +C (2.124)
SE − 0 , 6 P

Dimana:

t = Tebal shell, inch

P = Tekanan disain, psig = Tekanan Operasi x 120%

R = Jari-jari dalam shell, inch

E = Efisiensi sambungan = 85 %

S = Allowable working stress, psi

C = Corrosion allowance, inch

2.3.8 Perancangan Kompressor

Dalam prarancang kompresor terdapat beberapa langkah dalam perhitungannya.

Dalam pemilihan jenis kompresor yang sesuai dapat didasarkan pada hasil perhitungan

82
kompresor. Langkah- langkah yang akan digunakan pada perhitungan kompresor antara lain

adalah sebagai berikut.

Gambar 2.7 Flowchart Perhitungan Kompresor

2.3.8.1 Kapasitas Kompresor

Penentuan jumlah kapasitas kompresor (Q) merupakan dasar perhitungan daya

kompresor yang akan dibutuhkan. Kapasitas kompresor merupakan sejumlah volume udara/

gas yang masuk setiap waktu. Kapasitas kompresor dapat dinyatakan dalam berbagai satuan

seperti(16:304) :

- Inlet volume flow (ICFM) - Aktual Inlet volume flow (ACFM)

83
- Standard volume flow (SCFM) - Massa flow rate (Lbm/menit)

Perhitungan kapasitas kompresor memerlukan bberapa data sebagai berikut : Berat

molekul, specific gravity, critical condition (critical Temperature dan critical pressure) serta

faktor kompresibilitas (Z)(15:41).

d. Nilai Faktor Kompresibilitas (Z)

Untuk mencari nilai compressibility factor (Z) dapat dicari dengan menghitung nilai

reduced Temperature (Tr) dan reduced pressure (Pr) dengan rumus sebagai berikut :

T1
Tr =
Tc m ix ....................................................................................................(2.125)

P1
Pr=
Pc m ix ....................................................................................................(2.126)

Selanjutnya nilai Z dapat ditentukan dengan memplotkan nilai Pr dan Tr pada Grafik

Generalized Compresibility Factor (Z)

e. Specific gravity(SG)

SG feed yang masuk kompresor dapat dihitung menggunakan data berat molekul

campuran dari feed dan berat molekul udara. Berikut ini rumus untuk menghitung SG feed

adalah sebagai berikut:

84
BM cam puran
SG =
BM udara ..........................................................................................(2.127)

Dari nilai Mcp suction yang didapat, maka nilai k suction (k1) dapat dihitung dengan rumus

dibawah ini.

Mcp
k=
Mcp − 1 , 906 .................................................................................................(2.128)

f. Kapasitas Kompresor Standar (QSCFM)

Nilai kapasitas standar digunakan dalam menghitung nilai diameter ekonomis

pipa kompresor. Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung nilai kapasitas

standart dapat dilihat pada rumus dibawah ini :

T std P 1
Q SC FM = Q IC FM . .
P std T 1 ...............................................................................(2.129)

2.3.8.2 Head Kompresor

Head adalah besarnya kerja yang dilakukan per berat massa dan dinyatakan

dalam satuan lbf ft/lbm. Pada perhitungan head kompresor terdapat 2 (dua) proses

yang digunakan sebagai asumsi dalam menghitung head kompresor yaitu(15:80):

- Proses isentropic (adiabatic reversible) : biasanya proses ini digunakan untuk pra-

rancang kompresor.

- Proses polytropic : biasanya proses ini digunakan untuk kegiatan evaluasi unjuk

kerja kompresor.

Berikut ini akan dijelaskan tahapan untuk menghitung head kompresor :

c. Nilai Konstanta Adiabatic (k)

85
Dalam menentukan nilai k dipengaruhi oleh faktor kalor jenis (Cp) (16:181) masing-

masing komponen yang dapat dilihat pada Lampiran 21 Tabel Panas Jenis Senyawa

(Cp). Rumus untuk menghitung nilai k adalah sebagai berikut :

Cp Mcp Mcp
k=
Cv Mcv Mcp − 1 , 986 .............................................................................
= =

(2.230)

d. Nilai Efisiensi Isentropik

Nilai efisiensi Isentropic dapat dihitung menggunakan data-data dibawah ini(15:81) :

 Nilai Efisiensi Approximate Polytropic

Nilai efisiensi approximate polytropic dapat ditentukan dengan data kapasitas

sebenarnya (ICFM). Selanjutnya nilai kapasitas tersebut diplotkan dalam grafik pada

Lampiran 22 Grafik Approximate Polytropic Eficiency.

 Nilai Temperature Rise Factor (x)

Nilai Temperature rise factor dapat di hitung menggunakan data-data nilai rata- rata

faktor adiabatic (k) inlet dan outlet kompresor dan pressure rasio, inlet outlet kompresor.

Selanjutnya data-data tersebut di plotkan dalam grafik Efficiency Conversion Chart and

Temperature Rise Factor (x).

 Nilai Asumsi Efisiensi Isentropic (Efisiensi Adibatik)

Nilai efisiensi isentropic dapat di hitung menggunakan data-data nilai approximate

efficiency Polytropic dan nilai Temperature rise factor. Selanjutnya data- data tersebut di

plotkan dalam grafik pada Efficiency Conversion Chart and Temperature Rise Factor (x).

86
 Nilai Temperature Discharge Approximate (T2 approx)

Nilai T2 approx dapat di hitung menggunakan data-data nilai Temperature rise factor (x),

Temperature inlet dan nilai asumsi efisiensi isentropic. Selanjutnya data- data tersebut

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

x.T 1
T 2≈ .= + T 1 ...........................................................(2.231)
E fisiensi Isentropic

 Nilai Koreksi Efisiensi Isentropic

Nilai efisiensi isentropic yang didapatkan sebelumnya harus dikoreksi untuk

mendapatkan nilai efisiensi isentropic yang sebenarnya. Nilai efisiensi isentropic dapat di

hitung menggunakan data-data nilai Temperature inlet, pressure rasio, faktor adiabatic dan

nilai Temperature approximate. Nilai efisiensi isentropic dapat dihitung menggunakan

rumus sebagai berikut :

P 2 KK−1
Eff . Isentropic = ( P 2 . P 1− 1 k −1 )
T1 (P1
−1 )
.........................................(2.232)
T ≈−T 1

2.3.8.3 Nilai Head Aktual

Nilai head aktual dapat dihitung menggunakan data head isentropic dan efisiensi

isentropic menggunakan rumus sebagai berikut(15:83) :

H ead isen
H eadact =
H ead actual ...................................................................................(2.233)

87
k avg−1
53 , 35 ZAV k avg P2 k avg
Hact= . . . T 1 . {( ) −1 } ......................................(2.234)
SG ηisen k avg−1 P1

2.3.8.4 Daya Kompresor

Daya kompresor adalah kerja kompresor setiap satuan waktu. Beberapa daya yang

akan dihitung akan didefinisikan sebagai berikut (15:83) :

 Daya gas (GHP) merupakan daya yang diterima oleh gas.

 Daya kompresor (CHP) merupakan daya poros kompresor.

 Daya penggerak (DHP) adalah daya penggerak yang diberikan pada kompresor.

 Berikut ini merupakan rumus-rumus yang digunakan dalam menghitung daya

kompresor :

c. Menghitung Daya Gas (GHP)

Menghitung daya gas dapat menggunakan rumus :

m x H act
GHP =
550 ..............................................................................................(2.235)

d. Menghitung Daya Kompresor (CHP)

Menghitung daya kompresor dapat menggunakan rumus :

GHP
CHP =
ηm ....................................................................................................(2.236)

88
2.3.9 Perancangan HE

Dalam perancangan HE terdapat beberapa langkah dalam perhitungannya. Dalam

pemilihan jenis HE yang sesuaidapat didasarkan pada hasil perhitungan HE. Langkah-langkah

perhitungan sebagai berikut :

2.3.9.1 Perhitungan Heat Duty

Head duty merupakan kondisi temperatur disekitar alat dan besarnya beban panas.

Biasanya heat duty ini dapat diperoleh dari rumus :

Q = W.Cp.∆T (2.237)

Neraca panas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Q = W.Cp.(T1-T2) = w.cp.(t1-t2) (2.238)

Diman:

Q = Laju perpindahan panas, Btu/jam

w = Laju massa fluida dingin, lb/jam

W = Laju massa fluida panas, lb/jam

Cp = Panas jenis fluida dingin, Btu/lb ºF

Cp = Panas jenis fluida panas, Btu/lb ºF

t = Temperatur fluida dingin, ºF

T = Temperatur fluida panas, ºF

89
Heat duty berdasar kandungan panas (enthalpy fluida)

Q = m (HL + Hv) (2.239)

Dimana:

m = Massa fluida, lb/jam

HL = Kandungan enthalpy cairan, Btu/lb

HV = Kandungan enthalpy uap, Btu/lb

Perhitungan Cp untuk fluida campuran:

Cp = 0.68 – 0.31G + T (0.00082 – 0.00031G) (2.240)

Dimana:

Cp = Kalori spesifik, Btu/lb ºF

G = Spesifik gravity

T = Temperatur fuida, ºF

2.3.9.3 Menghitung LMTD dan CMTD

LMTD(logarithmic mean temperature difference) dapat dicari berdasarkan persamaan

berikut ini:

Dimana:

90
Δt1 = Perbedaan temperatur pada terminal temperatur rendah, ºF

Δt2 = Perbedaan temperatur pada terminal temperatur tinggi, ºF

Setelah didapatkan LMTD, tahapan selanjutnya adalah mengkoreksi LMTD tersebut dengan

cara mengkali dengan faktor koreksi. Faktor koreksi didapat ketika sudah menetapkan tipe

dari reboiler yaitu banyaknya pass pada shell dan banyaknya pass pada tube. Harga FT

(LMTD faktor koreksi), ditentukan oleh nilai R dan S pada grafik faktor koreksi LMTD. Nilai R

dan S dapat dihitung dengan menggunakan rumus

T 1− T 2
R = t 1− t 2
(2.241)

t 2 −t 1
S = T 1−t 1
(2.242)

CMTD = Ft.LMTD (2.243)

Dimana:

Δt : CMTD = Corection mean temperature difference, °F

Ft : Faktor koreksi terhadap temperatur rata-rata logaritmik

𝛥𝑡ℎ : Beda temperatur tinggi dalam tube, °F

𝛥𝑡𝑐 : Beda temperatur rendah dalam shell ,°F

2.3.9.4 Menghitung Temperture Caloric (Tc dan tc)

91
Menghitung temperature caloric membutuhkan data Fc (caloric temperature

factor) yang didapat dari Fig.177

Untuk hot fluida

Tc = T2 + Fc (T1-T2) (2.244)

Untuk Cold Fluida

Tc = t1 + Fc (t2-t1) (2.245)

Dimana:

Tc = Temperatur kalorik fluida panas, ºF.

tc = Temperatur kalorik fluida dingin, ºF.

Fc = Faktor koreksi temperatur.

2.3.9.5Overall Heat Transfer Coefficient

Untuk mencari heat exchanger dan reboiler kondisi optimum berdasarkan kondisi operasi

yang diminta dan harga yang minimum, harus dilakukan trial and error dalam

perancangannya. Dalam proses trial and error ini maka langkah pertama yang dilakukan

mengasumsikan suatu harga UD (overall heat transfer coefficient). Jika UD sudah ditentukan

maka dapat disubstitusikan dalam persamaan Fourier yaitu

Q = Ud.A.∆t (2.246)

92
Dimana:

UD = Actual overall transfer coefficient, Btu/jam ºF ft2.

Q = Jumlah panas yang dipindahkan, Btu/jam.

A = Jumlah luas permukaan perpindahan panas, ft2.

Δt (CMTD) = Perbedaan temperatur rata-rata, ºF.

Sehingga diperoleh A (luas transfer), maka akan dapat diperoleh jumlah tube asumsi (Nt):

A'
Nt = a ' L (2.247)

Dimana:

A′ = Luas permukaan transfer panas yang tersedia, ft2.

a′ = Luas permukaan per tube, ft2/ft.

L = Panjang tube, ft.

Dengan hasil nilai asumsi jumlah tube ini, kemudian dapat ditentukan jumlah tube

menggunakan table tube side layouts (tube counts)7:841). Maka jumlah tube dari tabel

tersebut dapat diperoleh yang nilainya paling mendekati jumlah tube asumsi, sehingga A

dapat dikoreksi yang berakibat UD akan mengalami koreksi juga dengan menggunakan

persamaan Fourier.

2.3.9.6 Menentukan Pemilihan Tube Side

93
Dalam pemilihan tube side dapat menggunakan standard TEMA (Turbular Exchanger

Manufacturers Association) dan tabel heat exchanger. Dari dimensi dan jumlah tube yang

telah ditentukan kemudian hitung kembali luas transfer panas (A) yang sesungguhnya

2.3.9.6.1 Perhitungan Pada Tude Side

Luas aliran pada tube side dapat dihitung dengan persamaan berikut

7. Menghitung Flow Area Tube (𝑎𝑡 )

Nt x a ' t
𝑎𝑡 = 144 x n (2.248)

Dimana :

at = Jumlah total luas aliran fluida, ft²

at = Luas aliran fluida per tube, in²

Nt = Jumlah tube, pcs

n = jumlah pass aliran dalam tube

8. Menghitung Mass Velocity (𝐺𝑡)

Untuk menghitung aliran massa dalam tube menggunakan rumus :

Wt
Gt = at (2.249)

Dimana:

𝐺𝑡 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

94
𝑊𝑡 : Aliran massa dalam tube, lb/jam

𝑎𝑡 : Jumlah total luas aliran fluida, ft2

9. Bilangan Reynold

Bilangan reynold dicari, untuk mengetahui aliran yang terjadi laminer atau turbulen.

Syarat untuk laminer Re < 2100 sedangkan turbulen Re > 4000

¿
Ret = di c > µ t ¿ (2.250)

Dimana:

𝑅𝑒𝑡 : Bilangan Reynold aliran fluida dalam tube

𝑑𝑖 : Inside diameter, in

𝐺𝑡 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

𝜇𝑡 : Viskositas steam dalam tube, lb/ft.jam

2.3.9.6.2 Perhitungan Pada Shell

Adapun perhitungan untuk bagian shell side:

1. Menghitung Flow Area (𝑎𝑠)

Temperatur dinding Tube dapat di hitung dengan persamaan

95
'
ID shell x c x B
As = (2.251)
144 x Pt

Dimana:

𝑎𝑠 : Flow area

ID : Inside diameter shell, ft

C’ : Buffle cuts

B : Buffle spacing

𝑃𝑡 : Tube side pitch

2. Menghitung Mass Velocity (𝐺𝑠)

W
Gs = as (2.252)

Dimana :

GS : Mass velocity

W : Flow rate feed pada shell

𝑎𝑆 : Flow area

3. Mencari harga Viscositas (μ)

Viscositas dapat dicari dengan menggunakan fig. 14, dan De dicari dengan

menggunakan fig.28 pada buku Proces Heat Transfer, Kern

96
4. Menghitung bilangan Reynold pada shell

Bilangan reynold dicari, untuk mengetahui aliran yang terjadi laminer atau

turbulen. Syarat untuk laminer Re < 4000 sedangkan turbulen Re > 4000

di c G s
Res = µ (2.253)

Dimana:

𝑅𝑒𝑠 : Bilangan Reynold aliran fluida dalam tube

𝑑𝑒 : Inside diameter, in

𝐺𝑠 : Kecepatan aliran massa dalam tube, lb/jam.ft2

μ : Viskositas steam dalam tube, lb/ft.jam

5. Mencari Harga JH

Berdasarkan nilai bilangan reynold aliran fluida dalam tube, harga JH (faktor dimensi untuk

shell) dapat dicari dengan menggunakan fig.28 pada buku Kern

6. Mencari Harga (Cp 𝜇𝑘 ⁄ )1/3

Pada temperatur tertentu dengan menggunakan fig. 4 Spesific Heats of Hydrocarbon Liquid.

Dimana:

Cp : Spesific heat pada temperatur kalorik fluida panas (Tc)

μ : Viscositas fluida

97
μw : viscositas fluida

7. Menghitung ϕs

Menggunakan rumus : ϕs = (𝜇/𝜇𝑤)0,14 , dimana ϕs adalah rasio viscositas.

8. Mencari Koefisien Panas (ℎ𝑜)

Untuk mencari koefisien perpindahan panas dapat menggunakan persamaan berikut:

k Cp x µ
Ho = JH x Dc k( ⅓ ) (2.254)

Dimana:

ℎ𝑜 : Koefisien perpindahan panas lapisan film

JH : Faktor dimensi untuk heat transfer pada shell

Cp : Spesific heat

De : Diameter equivalent

k : Thermal conductivity

μ : Viscositas fluida

9. Mencari Perpindahan Clean Overall Coefficient (UC)

hi x ho
Uc = hi +ho (2.255)

Dimana:

98
UV : Perpindahan panas bersih keseluhuruhan

hi : Koefisien perpindahan panas film dinding tube

ho : Koefisien perpindahan panas film dinding luar tube

10. Menghitung Perancangan Koeffisien Perpindahan Panas Keseluruhan (UD)

Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube bersih (UD) dapat dihitung

dengan memakai persamaan berikut

Q
Ud = A x ∆ t (2.256)

2.3.9.7 Menghitung Faktor Pengotoran (Rd)

Faktor pengotoran (Rd) adalah hambatan panas akibat adanya endapan atau pengotoran

pada dinding perpindahan panas, harga dari Rd hitung > Rd tabel berarti Reboiler memenuhi

persyaratan, dihitung dengan persamaan

Uc−Ud
Rd = Uc x Ud (2.257)

Dimana:

UC : Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube bersih

UD : Koefisien perpindahan panas keseluruhan tube design

2.3.9.8 Menghitung Pressure Drop Tube (∆Pr)

Presure drop pada tube (ΔPT) terjadi karena 2 penyebab yaitu presure drop

99
karena panjang tube (∆Pt) dan return presure drop (∆Pr)

 Pressure Drop karena Panjang Tube (∆Pt)

Presure drop karena panjang tube (∆Pt) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

1
x f x g t2 x L x n
∆Pt = 2 psi (2.258)
10
5 ,22 x 10 x D x Sg x ɸ t

Dimana:

f : Friction factors, ft2/in2

Gt : kecepatan aliran massa pada tube, lb/jam. ft2

L : Panjang tube, ft

n : Jumlah pass aliran dalam tube

dit : Inside diameter tube, in

Sg : Specific gravity

𝜑𝑡 : Ratio viscositas pada shell

Dari data Ret maka f dicari dari grafik tube side friction factor (7:836), dan SG

dicari dari grafik specific gravity

2.3.9.9 Menghitung Presure Drop Pada Shell (ΔPS)

100
Presure drop pada shell (ΔPS) dapat dihitung dengan persamaan:

f x G s 2 x L( N +1)
10
Psi (2.259)
5 ,22 x 10 x D x Sg x ɸ s

Dimana:

f : Friction factors, ft2/in2

GS : kecepatan aliran massa pada shell lb/jam. ft2

L : Panjang shell , ft

De : Diameter equivalent, ft

Sg : Specific gravity

(N+1) : Jumlah buffle, sehingga N+1 = 12 x (L/B)

L : Panjang tube

B : Jarak buffle

2.3.9.10 Menghitung Tebal Shell

Untuk menghitung tebal shell digunakan rumus:

PR
t= +C (2.260)
SE − 0 , 6 P

101
Dimana:

t = Tebal shell, inch

P = Tekanan disain, psig = Tekanan Operasi x 120%

R = Jari-jari dalam shell, inch

E = Efisiensi sambungan = 85 %

S = Allowable working stress, psi

C = Corrosion allowance, inch

2.3.10 Perancangan Reaktor

Pada penulisan ini merancang dua jenis reaktor yaitu reaktor Pre-Reforming dan

reaktor Secondary Reforming :

a. Variabel Proses(3:349)

 TemperatureInlet Reaktor

Temperaturee mempunyai pengaruh yang besar untuk reaktor. Temperature inlet

reaktor minimum yang disarankan 220°C-270°C. Ada 2 faktor yang menjadi pertimbangan

dalam menentukan Temperature minimum :

- Dibawah Temperature minimum kecepatan reaksi untuk penghilangan kontaminan ini

sangat lambat.

102
- Temperature harus ditahan cukup tinggi, temperature desain raktor normal untuk

mengolah syngas bisanya 220°C-270°C. Pada pengoperasiannya, Temperature reaktor perlu

diminimasi tetapi tetap menjaga kualitas produk yang diinginkan. Seiring berjalannya waktu

operasi unit, kebutuhan panas untuk menghasilkan produk yang diinginkan meningkat

akibat adanya deaktivasi sejumlah katalis di dalam reaktor.

 Tekanan Reaktor

Tekanan operasi dari reaktor akan ditentukan berdaarkan pertimbangan kebutuhan

umur katalis dan kualitas produk. Umpan berupa naphta memiliki tekanan operasi 50-60

bar. Tekanan reaktor yang tinggi akan meningkatkan efektivitas, umur dari katalis dan

tingkat kesempurnaan reaksi. Penentuan tekanan operasi juga bergantung pada

perbandingan feed dengan hidrogen yang mana akan menentukan tekanan parsial hidrogen

dalam reaktor. Pada hydrotreating variasi tekanan operasi dan jumlah hidrogen tidak akan

terlalu berpengaruh terhadap perubahan kualitas produk, namun hal ini tidak berlaku untuk

reaksi denitrogenasi dimana reaksi ini lebih tergantung terhadap tekanan operasi.

 Liquid Hourly Space Velocity (LHSV)

Space velocity adalah ukuran jumlah syngas yang diproses terhadap jumlah katalis

yang diberikan dalam rentang waktu tertentu. Apabila laju volumetricsyngas perjam dan

volume katalis sebagai variabel, istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space Velocity

(LHSV). Apabila weight (berat) menjadi variabel, istilahnya menjadi Weight HourlySpace

Velocity (WHSV). LHSV lebih umum digunakan oleh UOP karena kebanyakan plant

mendefinisi kecepatan umpan dalam basis volume, dan laju perjam akan memberikan

103
ukuran jumlah yang tepat. Jumlah kebutuhan katalis akan tergantung pada kualitas umpan,

kondisi operasi, dan spesifikasi dari produk yang dibutuhkan. Liquid hourly space velocity

(LHSV) dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

b. Jenis Katalis(13:192)

Katalis pada reaktor Pre-Reforming dan Secondary Reforming terbagi atas 1

bagian yaitu komponen metal aktif. Bagian katalis terdiri dari material dengan

porositas yang tinggi dan relatif tahan terhadap Temperature, tekanan, dan

lingkungan dari reaktor. Katalis Pre-Reforming dan Secondary Reforming berupa

NiO yang berbentuk seperti balok kecil. Komponen metal aktif terdispersi pada

penyangga dalam bentuk oksida.

c. Tipe Reaktor(3.204)

Reaktor dari Pre-Reforming dan Secondary Reforming harus dirancang agar

dapat beroperasi seoptimal dan seekonomis mungkin. Ada beberapa jenis reaktor

yang umum digunakan di industri migas. Setiap lisensor memiliki desain masing-

masing untuk jenis reaktor yang digunakan. Terdapat beberapa jenis reaktor yang

umum digunakan di industri migas.

Pra rancang dari reaktor meliputi perhitungan neraca massa dan panas, dan sizing

dari reaktor. Berikut adalah algoritma pra-rancang dari reaktor:

104
Gambar 2.8 Flowchart Perancangan Reaktor

2.3.10.1 Kebutuhan Katalis

Menghitung kebutuhan katalis pada pre-reforming dapat di hitung dengan

mengetahui berat kapasitas katalis yang akan di pakai dengan feed yang telah ter-reaksi.

Kebutuhan katalis dapat di hitung dengan :

Massa feed
Kebutuhan katalis total=
Berat kapasitas katalis ...........................................(2.261)

2.3.10.2 LHSV

Kebutuhan katalis yang merupakan fungsi dari volume reaktor dapat dihitung

dengan sederhana berdasarkan LHSV desain. LHSV desain ditentukan berdasarkan kondisi

dari reaksi yang dibutuhkan oleh unit. Volume umpan cair didapatkan dari kapasitas desain

105
yang telah ditentukan sebelumnya. Kebutuhan katalis kemudian dapat dihitung dengan

persamaan berikut(3:4) :

Volum e um pan cair pada 60 ° F


LHSV = ................................................................(2.262)
Volum e C atalyst

2.3.10.3 Mass Flux

Mass flux adalah laju alir masssa per area luasan. Berdasarkan buku

hydroprocessing for clean energy: Design, Operation, and Optimization sebesar 3500 – 4500

lb/ft2jam. Nilai mass flux dapat dihitung dengan persamaan berikut:

lajualirm assa
M assflux =
Luasarea .............................................................................(2.265)

2.3.10.4 Volumetric Flow

Mengetahui volumetric flow pada reaktor sangat penting, volumetric flow ini di

gunakan untuk mengetahui flow yang akan masuk pada reaktor. Untuk mengetahui

volumetric flow dan laju alir flow dapat digunakan rumus :

Mass flow feed


Volum etric flow =
D ensitas feed ..................................................................(2.266)

2.3.10.5 Reynold Number

Perancangan reaktor fixed bed, reynold number menggambarkan kontak yang

seragam dari fluida dalam reaktor. Reynold number dijaga lebih besar dari 100 untuk

menjaga kondisi tersebut. Persamaan reynold number dituliskan sebagai berikut(2:4) :

106
WDp
ℜ= ...................................................................................................(2.267)
μ (1−ε )

Keterangan :

Re : Reynold number

W : Kecepatan massa fase uap atau cair, (Kg/detik.m2)

DP : Diameter Partikel ekuivalen, (m)

Μ : Viskositas uap atau cair, (Kg/detik.m)

Ɛ : Bed void friction

Persamaan diatas juga memperhitungkan diameter partikel. Persamaan dalam

memperhitungkan diameter partikel ekuivalen adalah sebagai berikut :

3 DL
DP =
2 L + D ...................................................................................................(2.268)

Keterangan :

DP = Diameter partikel ekuivalen, (m)

D = Diameter partikel actual, (m)

L = Panjang partikel rata-rata, (m)

2.3.10.6 Penurunan Tekanan Aliran

Perhitungan penurunan tekanan aliran penting untuk estimasi distribusi aliran.

Perhitungan penurunan tekanan penting untuk perhitungan peralatan berikutnya terutama

107
pada sistem perpipaan, pompa, dan kompresor. Persamaan berikut digunakan untuk

menentukan penurunan tekanan dari aliran per satuan tinggi :

3 2
ΔP 1−ε μ
( )=KRe(150+1 ,75 ℜ)( )( 3
)...................................................(2.269)
L ε ρDP

Keterangan :

(Δ𝑃𝐿) : Penurunan Tekanan aliran, (KPa/m)

Re : Reynold number

Ɛ : Void friction bed

μ : Viskositas dari gas atau cairan, (Kg/m.detik)

K : Konstanta dimensi, (Metrik)

ρ : Densitas dari gas atau cairan, (Kg/m3)

DP : Diameter Partikel ekuivalen, (m)

W : Kecepatan massa dari gas atau cairan, (Kg/detik.m2)

2.3.10.7 Perhitungan Dimensi Reaktor

Dimensi reaktor membutuhkan batasan untuk ukuran diameter minimum.

a. Menghitung Volume Reaktor

Volume reaktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

108
Luasalas (m 2)
Volume reaktor ( m)= ..........................................................(2.270)
Tinggi(m)

b. Menghitung Diameter Reaktor

Diameter reaktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

4 LuasArea
Diameter Reaktor (m )=
√ π
........................................................(2.271)

c. Menghitung Tinggi Bed Katalis

Tinggi bed katalis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

Volume ( m 3 )
Tinggi bed katalis (m)= ......................................................(2.272)
Luasalas ( m 2)

d. Menghitung Tinggi Reaktor

Tinggi reaktor tersebut adalah tinggi silinder reaktor tanpa tutup reaktor.

Ting g i R ea ktor = Tingg i bed reaktor + 3 ft ................................................(2.273)

2.3.10.8 Ketebalan Shell Reaktor

Penentuan tebal shell reaktor berdasarkan persamaan ASME – VIII Division 1 UG –

27 (thickness of shell under internal pressure) dengan persamaan(2:386) :

PR
Tshell= + C ......................................................................................(2.274)
SE− 0 ,6 P

Keterangan :

109
T : Tebal, inchi

P : Design pressure¸ psi

R : Jari-jari bagian dalam reaktor, inchi

S : Stress Value Of Material, psi

C : Corrosion allowance, inchi

E : Effisiensi Sambungan Las

2.3.10.9 Ketebalan Head Reaktor

Ketebalan head reaktor dihitung dengan persamaan ASME – VIII Division 1 UG-27

(thickness of shell under internal pressure) dari ASME.(2:388)

PR
Thead = +C ....................................................................................(2.275)
2 SE −0 , 2 P

Keterangan :

T : Tebal, inci

P : Tekanan desain, psi

D : diameter reaktor, inci

S : Nilai Tegangan Material, psi

C : Korosi yang diijinkan, inci

E : Effisiensi Sambungan Las

110
S :allowable Stress material, psi

E : efisiensi sambungan

CA :corrosion allowance, m

2.3.11 Perancangan Separator

Separator merupakan bejana yang berguna untuk menampung produk atau

memisahkan uap dan cairan yang terbentuk dari suatu proses. Untuk Mengetahui

tahap-tahap Perancangan Separator maka, kita dapat melihat pada gambar 2.1

M
e
n
g M
h e
it n
M
u g
e
n h
n
g i
e T
L D t
n e
A u
t ui
b
sa m
n
u a
us eg
k l
mA n
a S
sr Ts
n he
ie hi
el
D a
Mulai
N e(
el
M
i C r
e sl
ai em
r da
m n ki
a ai
111 ed n
c n
ta L
a
a
en /l
C
rD D
V
M a
i e)
a p
m o
s
e c
a
t i
e t
r y
m
i
Gambar 2.9 Flowchart Separator n

2.3.11.1 Neraca Massa

Penentuan neraca massa bahan dari umpan yang akan digunakan merupakan

langkah utama dalam perancangan sebuah peralatan. Dalam perancangan bejana

receiver ini, persamaan neraca massanya adalah sebagai berikut:

F=L+G (2.275)

Dan persamaan neraca massa komponennya adalah sebagai berikut :

F.XF = L.XL + G.XG (2.276)

Untuk menghitung jumlah cairan yang dapat dipisahkan, digunakan

perhitungan dengan trial error flash calculation dengan menggunakan

kesetimbangan uap-cairan. Trial errordilakukan dengan mengasumsi fraksi liquid

atau vapour. Persamaan flash calculation pada dew point danflash point adalah

sebagai berikut

fi
∑ xi= =1
L+V ( Ki)

(2.277)

Ki∗fi
∑ yi= =1
L+V ( Ki)

(2.278)

2.3.11.2 Konversi Flowrate Aktual (Q aktual)

112
Konversi flowrate standard menjadi flowrate aktual dimaksudkan untuk

menentukan perhitungan dimensi separator. Adapun untuk mengkonversi

flowratestandar menjadi flowrate aktual menggunakan rumus:

14 , 7 T
Q aktual= Q standar x x (2.279)
p 520

Keterangan:

Qaktual = flowrate (ft3/menit)

P = tekanan operasi (psia)

T = temperatur operasi (oR)

Dimensi Separator diharapkan mampu menyediakan ruang dan waktu yag

cukup untuk terjadinya pemisahan. Langkah-langkah perhitungan diameter dan

panjang dari separator adalah sebagai berikut:

1. Menghitung luas area yang dibutuhkan

Area yang dibutuhkan sebagai tempat pemisahan dapat dihitung

menggunakan persamaan berikut :

Q ( ACFH )
A=
Vmaks

(2.280)

2. Menghitung terminal velocity

Terminal velocity digunakan untuk menentukan panjang separator

yang dipengaruhi beberapa faktor salah satunya adalah gaya gesek. Untuk

menghitung terminal velocity menggunakan persamaan :

113
√ 4. g . DP .( Pl− Pg )
3. pg . C '

(2.281)

3. Trial dimensi

Menentukan dimensi separator dilakukan dengan memasukkan nilai asumsi

diameter. Setelah memasukkan nilai asumsi awal diameter, maka panjang separator

dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

4 x QA
π x Vt x D (2.282)

Dimensi separator setelah dilakukan trial dengan diameter, maka dapat dipilih

dimensi dengan perbandingan L/D sesuai persyaratan dimana untuk separator

vertikal, nilai L/D : 2 – 4 , sedangkan untuk separator horizontal, nilai L/D : 2,5 – 5.

Selain itu, kita juga dapat memperkiran waktu tinggal gas dan liquid dalam separator

sebagai faktor pemilihan dimensi separator.

4. Tebal Shell dan Head Separator

Dalam perhitungannnya, ketebalan dinding bejana receiver berdasarkan pada

ASME seksi VIII divisi 1 dengan rumus sebagai berikut :

Px R
tm = +C (2.283)
SE− 0 ,6 P

2.3.12 Perancangan Tangki

Tangki merupakan salah satu peralatan penting dalam kilang Yang fungsinya

sebagai media penyimpanan. Berikut ini disajikan gambar 2.2 tahapan perancangan

tanki:

114
Mulai Menentukan
Keliling Tangki

Menentukan Menghitung kebutuhan plat


jenis Tangki dan melakukan koreksi
terhadap dimensi (diameter,
tinggi, Volume )

Menentukan
Tinggi Tangki
Menghitung
Tebal Plat
Menghitung
Volume Tangki
Selesai

Menghitung
Diameter
Tangki
Gambar 2.10 Flowchart Tangki

Terdapat beberapa pertimbangan ketika kita harus menentukan tankipenyimpanan

yang akan kita gunakan. Ketika kita sudah menentukan tangki yang akan kita

gunakan beserta kapasitas penyimpanan, langkah selanjutnya adalah menentukan

diameter dan tinggi tangki.

2.3.12.1 Perhitungan Volume Tangki

kapasitas unit K ilang x H ari O perasi


Volum e Tangki= (2.284)
Jum lah Tangki

115
2.3.12.2 Perhitungan Tinggi Tangki

Tinggi TangkiEfektif=Tinggi TangkiStandar–Dead Stock–Ullage (2.285)

Keterangan:

Dead Stock=ketinggian level cairan yang dijaga konstan serta, ft

Ullage = ruang kosong untuk pengukuran level, m.

2.3.12.3 Perhitungan Diameter dan Keliling

Tangki

π 2
Volumr Tangki = 4 x D tangk i x H (2.286)

Keliling Tangki = π x D tangki (2.287)

Keterangan:

Dtangki = diametertangki, m

H= tinggi tangki, m

2.3.12.4 Perhitungan Kebutuhan Pelat dan

Koreksi Ulang Dimensi

Panjang dan lebar pelat yang tersedia di pasar adalah (6 x 20) ft dan (8 x 20)ft.

Penyesuaian dengan ukuran pelat yang tersedia di pasar, menyebabkan koreksi

terhadap dimensi tangki (diameter, tinggi, volume). Dimensi tangki terkoreksilahyang

akan digunakan sebagai basisperancangan dengan syarat volume tangki tidak lebih

kecil dariperhitungan awal dimensi tangki.

K eliling Tangki
Jum lah Pelat K eliling = (2.288)
20 ft / lem bar

Jumlah Total Pelat = Jumlah Pelat Keliling x Banyak Course

116
Keliling Terkoreksi = Jumlah Pelat Keliling x 20 ft

K eliling Terk oreksi


D '= (2.289)
π

π '
Volume Tangki Koreksi = 4 x D 2 x H

Keterangan:

D’ = diameter koreksi, m

2.3.12.5 PerhitunganTebal Pelat Dinding

Tangki

Perhitungan tebal pelat adalah berdasarkan jenis material pelat yangDigunakan.

Perhitungan ketebalan minimum dari dinding (ditentukan 1 ft di atas dasar setiap

course). Perhitungan tebal desain dan tebal hidrostatik dinding tangki.

2, 6 x D ' x ( H ' −1 ) x G
Td = +CA (2.290)
Sd

2, 6 x D ' x ( H ' −1 )
Tt = (2.291)
St

Keterangan:

H’ =banyakcourse

Sd,St=stress value ofmaterial, psi G =gravitasi,lb/ft2

CA =corrosion allowance, inch

2.3.12.6 Perhitungan Tata Letak

117
Perhitungan tata letak yang mencakup jarak tangki dengan tangki maupun dengan

fasilitas di sekitarnya.

Jarak Antar Tangki=1/6x (D1+D2) (2.292)

Jarak Tangki dengan Tanggul=½D” (2.293)

Jarak Tangki dengan Jalan Umum=1/6D” (2.294)

Keterangan:

D1= diameter tangki kesatu, ft

D2= diameter tangki kedua, ft

D”= diameter tangki yang terbesar ukurannya, ft

2.3.12.7 Perancangan Tanggul

Diameter Pondasi=Diameter Tangki + (2 x Lebar Pondasi) (2.295)

π 2
Volume Total Pondasi = (( 4 x D iam eter Ppondasi x Tinggi Pondasi ¿ – (Luas segitiga

x Keliling Pondasi) x Jumlah pondasi (2.296)

Kapasitas Tanggul = Volume Tanggul + Volume Total Pondasi (2.297)

K apasitas Tanggul
Luas Area Tangguil = Tinggi Tanggul (2.298)

Panjang Tanggul = (2 x D’) + JarakAntar Tangki+ (2 xJarakTangki dengan

Tanggul).........................................................................................................(2.299)

Lebar Tanggul =D’ + (2 xJarakTangki dengan Tanggul) (2.300)

118
2.3.13 Perancangan Pompa

Pompa Merupakan Suatu alat yang sangat Penting Dalam Plant yaitu berfungsi

Untuk Memindahkan Suatu cairan dari suatu Tempat ke tempat lain. Berukut adalah

Gambar 2.3 Tahapan Perancangan Pompa.

Menentukan Menentukan Sistem


Mulai
Kapasitas Pompa Perpipaan

Menghitung Menghitung Tebal Menentukan


Kecepatan Aliran Pipa Diameter Ekonomis

Menghitung Mencari Ffaktor Menghitung Head


Bilangan Reynold Friksi pipa Loss

Menghitung Head
Menghitung Daya Menghitung Head
Loss fiting dan
Cairan efisiensi Total Pompa
Valve
Overal,daya pompa,
dan daya penggerak

Menghitung Menghitung NPSHa > NPSHr


NPSHa NPSHr

Menghitung Kurva
Selesai
Karakteristik pipa

Gambar 2.11 Flowchart Pompa

119
2.3.13.1 Menentukan Kapasitas Pompa

Kapasitas adalah jumlah volume aliran kontinyu persatuan waktu. Dalam pra rancang

sistem perpipaan pertama kali yag dilakukan adalah menentukan kapasitas pompa

yang digunakan sebagai dasar perhitungan pada sistem perpipaan pompa dan daya

pompa yang dibutuhkan oleh pompa. Kapasitas ini ditentukan berdasarkan kebutuhan

proses dengan pertimbangan operasi jangka panjang. Pada basis desain pra rancang,

kapasitas pompa ditentukan oleh perhitungan neraca massa dari setiap peralatan.

2.3.13.2 Sistem Perpipaan Pada Pompa

Perhitungan sistem perpipaan diperlukan untuk mendapatkan pompa yang sesuai

dengan kebutuhan head pada pompa. Untuk mendapatkan pompa yang sesuai dengan

kebutuhan head pada pompa maka perlu dilakukan perhitungan head pada sistem

perpipaan dengan menghitung instalasi perpipaan bedasarkan kapasitas pompa yang

direncanakan

2.3.13.3 Menghitung Diameter Ekonomis Perpipaan

Penentuan nilai diameter ekonomis pipa dipengaruhi oleh kapasitas (Q) pompa,

specificgravity (SG) cairan yang dipompa, dan viskositas (µ) cairan yang dipompa.

Untuk menghitung diameter ekonomis pada fluida minyak fase cair menggunakan

rumusan :

D = 1,717 x Q0,479 SG0,142𝜇0,027 (2.301)

Keterangan:

D = Diameter ekonomis pipa bagian dalam, inch

Q = Kapasitas, ft3/s

µ = Viskositas absolut cairan, Cp

120
SG = Specific grafity cairan, lb/ft3

Persamaan diatas digunakan dengan tidak membedakan besar diameter pipa sisi hisap

atau suction dengan diameter sisi tekan atau discharge. Untuk diameter sisi hisap dan

sisi tekan dapat digunakan persamaan :

4 xQ 4 xQ
ds =
√ π x Vs
dan dd =
√ π x Vd
(2.302)

Keterangan :

ds = Garis tengah bagian dalam pipa suction, inch

dd = garis tengah bagian dalam pipa discharge, inch

Q = Kapasitas perpompaan

Vs = Kecepatan cairan pada pipa suction

Vd = Kecepatan cairan pada pipa discharge

2.3.13.4 Menghitung Tebal Dinding Pipa

Tebal didnding suatu perpipaan seperti yang dipersyaratkan pada standard code

refineryand oil transformation system ASME B 31-3. Untuk sistem perpipaan akan

digunakan seamless pipe dengan nila E (joint efficiency factor) adalah satu.

Sedangkan untuk nilai Y dapat dilihat pada lampiran. Setelah didapatkan tebal

minimum dinding pipa kemudian disesuaikan dengan schedule number yang ada

dipasaran. Untuk mengantisipasi terjadinya korosi pada perpipaan biasanya tebal

minimum pipa ditambah dengan corrotion allowance (batasan korosi yang

121
diperbolehkan). Angka nominal yang banyak digunakan untuk corrotion value adalah

0,125 inch untuk carbon steel danalloy steel piping. Sedangkanpada material yang

memungkinkan terjadi tingkat korosi yang parah atau erosi dari fluida itu sendiri

dapat menggunakan angka nominal sampai 0,25 inch,Diasumsikan material yang

digunakan adalah carbon steel ASTM A 106, sehingga diijinkanuntuk menggunakan

pipa dengan ketebalan 12,5% lebih besar dari desain, sehingga dapat dirumuskan

sebagai berikut :

𝑡𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟𝑒𝑑 = 1,125 𝑥 (𝑡𝑚𝑖𝑛 + 𝐶𝐴) (2.303)

Keterangan :

t ordered = Tebal dinding untuk perhitungan, inch

CA = Corrotion Allowance, inch

2.3.13.5 Menghitung Head Total

Sistem (H)

Head total sistem adalah selisih antara head sisi tekan dengan head sisi hisap. Rumus

menghitung head total sistem adalah sebagai berikut:

𝐻 = 𝐻𝑑–𝐻𝑠 (2.304)

Keterangan :

H = Head total, ft

Hd = Head sisi tekan (discharge), ft

Hs = Head sisi hisap (suction), ft

122
2.3.13.6 Menghitung Kerugian

Head

Menghitung kerugian head pada pipa (hlp) dapat digunakan rumus :


2
L V
hlp = x (2.305)
D 2g

Keterangan :

hlp = Kerugian head pada pipa, ft

f = Faktor gesekan pipa

L = Panjang pipa, ft

D = Diameter dalam pipa, ft

V = Kecepatan alir cairan, ft/s

G = Percepatan gravitasi, ft/s2

2.3.13.7 Kerugian Head Pada

Fitting dan Valve

Rumus menghitung kerugian head pada fitting dan valve (hlf) adalah sebagai

berikut :
2
V
hlf = n x k x (2.306)
2g

Keterangan :

n = Jumlah fitting atau valve

k = Resistance coefficients for valve and fitting

V = Kecepatan alir fluida didalam pipa, ft/s

123
G = Kecepatan gravitasi, ft/s2

2.3.13.8 Menentukan Faktor

Gesekan Pipa (f)

Faktor gesekan pipa sebagai fungsi dari angka reynold (Rn) dan kekasaran relatif

bagian dalam pipa.

- Angka Reynold (Rn)

- Rumus Reynold number

⍴x D X V
Rn = µ (2.307)

Keterangan :

Rn = Reynold number

⍴ = Massa jenis cairan, lb/ft3

D = Diameter dalam pipa, ft

V = Kecepatan alir cairan, ft/s

µ = Viskositas absolut cairan, lb/ft.s

2.3.13.9 Menentukan Kekasaran Relatif (ɛ)

Kekasaran relative dapat ditentukan berdasarkan :

a. Diameter nominal pipa

b. Bahan pipa

2.3.13.10 Menentukan Faktor Gesekan Pipa (f)

124
Faktor gesekan pipa ditentukan dengan grafik pada lampiran .

a. Angka reynold

b. Kekasaran relative

2.3.13.11 Menghitung Head Suction (Hs)

Rumus untuk menghitung head untuk suction dinamsi adalah sebgai berikut:
2
ps pc 1 Vs
Hs -= ( y ¿ = ( + Zsd−hls − ¿ (2.308)
y 2g

Keterangan :

Hs = Head suction, ft

Ps = Tekanan suction, psi

Pc1 = Tekanan pada suction, psi absolut

= berat jenis cairan, lb/ft3

Zsd = tinggi hisap dinamis, ft

hls = kerugian pada suction, ft

Vs = Kecepatan cairan, ft/s

g = Kecepatan gravitasi, (31,185 ft/s2)

2.3.13.12 Menghitung Head Discharge (Hd)

Rumus untuk menghitung head discharge adalah sebagai berikut :


2
pd pc 2 Vs
Hd -= ( y ¿ = ( + Zd −hld − ¿ (2.309)
y 2g

Keterangan :

125
Hd = Head discharge, ft

Pd = Tekanan discharge, psi

Pc2 = Tekanan pada discharge, psi absolut

= berat jenis cairan, lb/ft3

Zd = tinggi hisap dinamis, ft

hld = kerugian pada discharge, ft

Vd = Kecepatan cairan, ft/s

g = Kecepatan gravitasi, (32,185 ft/s2)

2.3.13.13 Menghitung Effisiensi Overall

Efisiensi pompa meliputi efisiensi volumetric, efisiensi hidrolik, dan efisiensi

mekanik. Efisiensi dihitung secara keseluruhan (overall).NPSHa adalah head yang

dimiliki oleh zat cair pada suction pompa (ekuivalen dengan tekanan mutlak pada

suction pompa), dikurangi dengan tekanan uap jenuh zat cair ditempat tersebut.

Rumus untuk menghitung NPSHa :


2
ps− pv Vs
𝑁𝑃𝑆𝐻𝑎 = ( + Zsd− hld− ¿ (2.310)
y 2g

Keterangan :

NPSHa = Net Positive Suction Head Available, ft

Ps = Tekanan pada suction, psi-abs

Pv = Tekanan uap cairan, psi-abs

𝛾 = Massa jenis cairan, lb/ft3

Zsd = Tinggi hisap dinamis, ft

hsl = Kerugian pada suction, ft

126
v = Kecepatan cairan, ft/s

g = Percepatan gravitasi, (32,185 ft/s2)

2.3.13.14 Menghitung Daya Cairan

Daya cairan merupakan daya yang diterima oleh cairan atau daya yang diberikan

oleh impeller pompa pada fluida proses. Perhitungan daya cairan adalah sebagai

berikut:

Qx HxY
Nh= (2.311)
75

2.3.13.15 Menghitung Daya

Pompa

Daya pompa merupakan daya dari poros pompa atau daya yang diberikan pada

impeller pompa. Daya pompa dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :

Nh
Np= (2.312)
B ff Pompa

Sebelum menentukan daya pompa, maka ditentukan terlebih dahulu mencari nilai

efisiensi pompa dengan menentukan factor efisiensi (A) dengan menggunakan

persamaan kemudian hasil perhitungan dapat digunakan untuk menentukan efisiensi

pompa.

Qxn
Np =
√ 1000
(2.313)

Nilai n merupakan rotasi dari impeller pompa. Penentuan rotasi pompa digunakan

menggunakan rotasi yang terdapat di pasaran. Pada pra rancang sistem perpipaan

pada skripsi ini digunakan putaran impeller sebesar 1.450 rpm.

2.3.13.16 Menghitung Daya Penggerak

127
Daya penggerak pada pompa dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Np
Nd = (2.314)
B ff Penggerak

Effisiensi penggerak yang digunakan sebesar 95%.

2.3.13.17 NPSH Required (NPSHr)

NPSHr atau NPSH yang diperlukan adalah head tekanan yang besarnya sama dengan

penurunan tekanan. Besarnya NPSH yang diperlukan berbeda untuk setiap pompa.

Harga NPSHr diperoleh dari pabrik pompa yang bersangkutan dan pada umumnya

tertera di name plate atau data spesifikasi pompa. NPSHa (yang tersedia) > NPSHr

(yang diperlukan).

n x √Q
NPSHr = 10 x ( ¿ (2.315)
s

Keterangan :

Q = Kapasitas pompa, ft3/s

n = Putaran pompa, rpm

s = Berdasarkan tabel nsi

128
2.3.14 Perancangan Kolom

Dibawah ini merupakan Gambar Tahap-tahap Perancangan Kolom :

Star

Cutting Point Konversi data Menentukan Menghitung


data distilasi distilasi TBP COT, kondisi Karakteristi
TBP menjadi ASTM operasi top k umpan dan
EFV kolom dan produk
bottom Kolom

Material
Menghitung 2,6 ft/s < Menentukan alat
balance,heat
Tinggi kolom Supervicial kontak dan
balance,serta
dan Tebal Velocity kolom Menghitung
menghitung
Kolom < 3,3 ft/s diameter kolom
kebutuhan
refluks

Menentukan Stop
harga kolom 129
Gambar 2.12 FlowChart Prarancangan Kolom

2.3.13.14.1 Analisa Umpan Kolom

Segala informasi mengenai umpan dapat di peroleh melalui crude assay. Crude assay

merupakan data informasi dari crude oil yang didapatkan melalui serangkaian uji

laboratorium. Pada umunya, crude assay memberikan informasi penting seperti, data

distilasi TBP (True Boiling Point), SG (Specific Gravity), API, dan data lainnya.

Fungsi dari distilasi TBP adalah untuk perhitungan material balance. Secara teori,

distilasi TBP mampu memberikan data yang mendekati kondisi nyata proses

pemisahan sehingga komponen yang terdapat di crude oil dapat dipisahkan

berdasarkan titik didih masing-masing dengan kuantitas yang terdapat di crude oil

tersebut. TBP yang tersedia di crude assay bisa disajikan dalam bentuk grafik

maupun data distilasi. Data ini digunakan untuk menentukan cuting point atau titik

potong suatu fraksi di dalam umpan untuk menentukan kuantitas produk yang akan

dihasilkan berdasarkan neraca massa. Dalam menentukan titik potong, langkah

pertama yang dilakukan adalah menyajikan data TBP ke dalam bentuk grafik.

Kemudian pomotongan untuk menentukan kuantitas suatu fraksi dapat dilakukan

sesuai dengan yang diinginkan berdasarkan data fraksi yang tersedia.

2.3.14.2 Perhitungan Kondisi

Operasi Kolom

130
Penentuan kondisi operasi kolom dilakukan melalui analisa data distilasi EFV

(Equilibrium Flash Vaporation). Data EFV dapat diperoleh melalui pelaksanaan

percobaan yang dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga mirip dengan kondisi

lapangan. Selain itu, data distilasi EFV juga dapat diperoleh melalui konversi data

distilasi TBP menjadi EFV.

2.3.14.3 Menentukan

Temperatur Top Kolom

Temperatur top kolom harus cukup untuk menguapkan produk atas. Temperatur yang

terlalu rendah akan mengkondensasi sebagan produk atas dan mengkontaminasi side-

draw product pertama. Sedangkan temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan

terikutnya material yang memiliki titik didih tinggi yang tidak diinginkan di produk

atas. Temperatur top kolom merupakan IBP dari fraksi paling ringan yang terdapat

pada umpan.

2.3.14.4 Menentukan

Temperatur Side-Draw Off Kolom

Temperatur Side-Draw Off produk side stream ditentukan dengan menggunakan

grafik distilasi EFV dari produk masing-masing. Nilai temperatur Side-Draw Off

merupakan FBP (Final Boilling Point) EFV masing-masing produk

2.3.14.5 Menentukan

Temperatur Side-Draw Off Kolom

131
Temperatur Side-Draw Off produk side stream ditentukan dengan menggunakan

grafik distilasi EFV dari produk masing-masing. Nilai temperatur Side-Draw Off

merupakan FBP (Final Boilling Point) EFV masing-masing produk.

2.3.14.6 Menghitung Pressure

Drop Kolom

Pressure drop kolom sangat bergantung dari alat kontak yang digunakan.

Perhitungan alat kontak berupa tray dapat dilakukan dengan menggunkan persamaan

berikut:

QL
∆𝑃 = 0,48 𝐹𝑊( IW ¿ (2.316)

2.3.14.7 Perhitungan

Karakteristik Umpan Dan Produk

Karakteristik umpan merupakan bagian penting dalam pre-rancangan. Dalam tahap

ini dapat diperoleh data-data penting yang diperlukan seperti Molecular weight,

Kuop, viskositas, dan normal boilling point. Hal ini sangat erat hubungannya dengan

desain dan perhitungan proses di pengolahan atau operasi kilang, terutama dalam

perhitungan desain kolom distilasi. Berikut adalah hal yang perlu dilakukan:

2.3.14.8 Menentukan Macam-

macam Average Boilling Point

Berat Molekul suatu campuran minyak bumi dan produk-produknya dapat diperoleh

dengan mencari slope dari data distilasi ASTM. Sehingga, dibutuhkan konversi

terlebih dahulu dari TBP yang terdapat di crude assay menjadi data distiasi ASTM

dengan persamaan berikut:

132
TBP (50)
¿( )
𝐴𝑆𝑇𝑀𝐷86 (50) = exp 0 ,8718 (2.317)
( )
1.0258

ASTM D86 (0) = ASTM D86 – Y4 – Y5 – Y6

ASTM D86 (10) = ASTM D86 – Y4 – Y5

ASTM D86 (30) = ASTM D86 – Y4

ASTM D86 (70) = ASTM D86 + Y3

ASTM D86 (90) = ASTM D86 + Y3 + Y2

ASTM D86 (100) = ASTM D86 + Y3 + Y2 + Y1

Nilai Y, diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:

Yi = AXiB (2.318)

. Setelah data distilasi ASTM didapatkan, maka nilai slope data distilasi

ASTM yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:

T 90 % −T 10 %
Slope = 80

(2.319)

Kemudian untuk mendapatkan Nilai Volumetric Average Boiling Point(VABP) dapat

dicari dengan persamaan berikut:

T 10 % + T 30 % + T 50 % + T 70 % + T 90 %
VABP =
5

(2.320)

Kemudian dengan menggunakan Fig. 2B1.2 pada procedures 2B1.1 di buku

Characterization of Hydrocarbon, API Chapter 2. data average boilling point seperti

133
WABP (Weight Average Boilling Point), MABP (Molal Average Boilling Point),

MeABP (Mean Average Boilling Point), dan CABP (Cubic Average Boilling Point)

dapat dicari.

2.3.14.9 Menghitung Molecular Weight Umpan

Nilai molecular weight merupakan peoperties data umpan yang sangat penting. Nilai

molecular weight dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑀𝑊 = 20,486 (exp(1,165𝑥10−4𝑇𝑏 − 7,78712 𝑆 +1,1582𝑥10−3

𝑇𝑏𝑆))𝑇𝑏1,26007𝑆4,98308

2.3.14.10 Menghitung Nilai KUOP Umpan

Nilai KUOP merupakan peoperties data umpan yang sangat penting. Nilai KUOP

dapat dihitung dengan persamaan berikut:

( MeABP )1 / 2
K = Sp gr 60 F / 60 F (2.321)

2.3.14.11 Perhitungan Mass Balance Kolom

Mass balance dihitung berdasarkan banyaknya umpan yang masuk ke dalam

kolom untuk mengalami proses fraksinasi. Berikut merupakan persamaan mass

balance:

Umpan = produk 1 + produk 2 + produk n

Banyaknya produk berdasarkan hasil dari cutting point pada grafik distilasi TBP

dalam menentukan kuantitas serta banyaknya produk yang diinginkan. Untuk mass

circulation pada reflux tidak masuk ke dalam sistem mass balance, karena sirkulasi

reflux bersifat tertutup atau close loop.

134
2.3.14.12 Perhitungan Heat Balance Kolom

Perhitungan heat balance dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan jumlah reflux

yang digunakan untuk mengatur temperatur operasi pada kolom. Pengaturan

temperatur operasi termasuk di dalamnya pengontrolan temperatur side-draw off tiap

fraksi, temperatur top kolom, serta temperatur bottom kolom untuk menjaga kualitas

produk berdasarkan data distilasi.

Secara umum, perhitungan heat balance dapat diperoleh melalui persamaan umum

berikut:

Qin = Qout

Qreduced = Qlatent + Qsensible

Qcondentation vapor = Qlatent reflux + Qsensible reflux

(𝑚𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑥𝐶𝑥 ∆𝑇) + (𝑚𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟𝑥𝐶𝑙𝑎𝑡𝑒𝑛𝑡) = (𝑚𝑟𝑒𝑓𝑙𝑢𝑥𝑥𝐶𝑥 ∆𝑇) +

(𝑚𝑟𝑒𝑓𝑙𝑢𝑥𝑥𝐶𝑙𝑎𝑡𝑒𝑛𝑡)

Terdapat tiga jenis reflux yang digunakan untuk melakukan pengontrolan temperatur

kolom, yaitu:

1. Cold Reflux

Cold reflux didefinisikan sebagai reflux yang disuplai pada kondisi temperatur

di bawah temperatur top kolom. Cold reflux dapat mengambil sejumlah panas yang

setara dengan jumlah panas sensible dan panas laten reflux tersebut untuk menaikkan

temperatur hingga pada temperatur top kolom.

2. Hot Reflux

135
Hot Reflux merupakan reflux yang memiliki temperatur sama dengan

temperature pada top kolom. Overflow yang terjadi dari tray ke tray bisa dikatakan

sebagai hot reflux. Overflow juga bisa dikatakan sebagai internal reflux. Reflux

tersebut hanya mampu menyerap panas laten, karena tidak ada perbedaan pada

temperatur yang dibawa.

3.Circulating Reflux

Circulating Reflux berbeda dari jenis reflux yang sebelumnya karena reflux

ini tidak menguap. Reflux ini hanya mampu menyerap panas sensibel yang

ditunjukkan dengan perubahan temperatur saat reflux tersebut bersirkulasi. Reflux ini

diambil dari kolom dalam fasa liquid pada temperature tinggi dan dikembalikan ke

dalam tower setelah didinginkan. Reflux tipe ini digunakan untuk menyerap panas

pada titik di bawah top kolom.

4.Reflux Ratio

Reflux Ratio didefinisikan sebagai jumlah internal reflux dibagi dengan

jumlah top produk. Karena internal atau hot reflux ditentukan hanya dengan

perhitungan, operator kilang biasanya mendapatkan reflux ratio melalui pembagian

aktual reflux dengan top produk.

2.3.14.13 Perhitungan Dimensi Kolom

Setelah semua data umpan dan karakteristiknya serta mass balance dan heat balance

kolom diperoleh, maka perhitungan dapat dilakukan. Berikut merupakan tahapan

langkah-langkah yang diperlukan sebelum akhirnya nilai dimensi kolom didapatkan.

1. Pemilihan Alat Kontak

136
Pemilihan alat kontak yang terletak di dalam kolom yang nantinya berfungsi

sebagai penunjang proses kontak liquid-vapor sangat bergantung dengan kondisi

operasi kolom yang ditentukan. Pemilihan tipe alat kontak akan menentukan nilai K

yang merupakan konstanta alat kontak. Nilai K alat kontak nantinya akan ditentukan

dengan besarnya tray spacing yang diinginkan.

2. Perhitungan Diamter Kolom

Dalam perhitungan diameter kolom, harus berdasarkan atas supervicial tower

velocity. Supervicial tower velocity pada kolom menunjukkan kecepatan uap yang

melewati kolo dalam proses kontak dengan liquid. Nilai supervicial tower

velocityBerikut adalah persmaan dari supervicial velocity:

W
𝑆𝑢𝑝𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑖𝑎𝑙𝑣𝑒𝑙𝑜𝑐𝑖𝑡𝑦 = A = K √ ρv ( ρl− ρv ) (2.322)

Untuk menghitung nilai density uap, diperlukan nilai volume uap. Sehingga,

untuk menghitung nilai volume uap yang terbentuk dapat menggunakan persamaan:

(T +460)∨ ¿ ¿
Volume = n x 379 ft3 x 760 mmHg
( 60+ 460 )∨¿ x ¿
P

(2.323)

Dengan demikian, nilai density uap dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

dasar hubungan antara density, massa, dan volume. Berikut adalah persamannya:

Mv
𝜌𝑣 = V (2.324)

Setelah nilai Supervicial tower velocity telah memenuhi syarat, maka diameter kolom

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan hubungan antara luas area,

137
kapasitas, dan kecepatan atau Supervicial tower velocity. Berikut adalah

persamaannya:

Q
A= V

(2.325)

Kemudian, nilai dimensi diameter kolom dapat dihitung dengan persamaan dimensi

berikut:

πD 2
A= 4 (2.326)

2.3.14.14 Perhitungan Tinggi Kolom

Dalam menentukan tinggi kolom, maka dibutuhkan data-data akumulasi dari

berbagai peralatan maupun dimensi kolom. Berikut perlengkapan serta ukuran

dimensi yang mempengaruhi tinggi kolom:

 Tray

Penentuan jumlah tray menggunakan metode yang telah dijelaskan pada subbab

pemilihan alat kontak. Jarak antar tray dapat ditentukan denganmenggunakan grafik

pada lampiran 5. Jika peralatan kontak menggunakan tray.

 Peralatan Internal lainnya

Selain peralatan kontak seperti tray dan packing, peralatan supperot lainnya juga

perlu diperhitungkan seperti mist eliminator (1 ft), liquid distributor (0,5 ft), bed

limiter (3 inch), support plate (4,5 inch), serta liquid collector (2 inch). Ukuran-

ukuran tinggi peralatan tersebut bervariasi.

 Tinggi Flash Zone

138
Flash zone merupakan ruang teruapkannya crude oil ketika pertama kali memasuki

kolom. Flash zone terdiri dari 3 sampai 5 tray.Diperlukan konversi apabila

menggunakan peralatan packing.

 Manholes

Manholes merupakan tempat keluar masuknya operator ke dalam kolom untuk

melakukan inspeksi maupun perbaikan. Manholes harus tersedia, dan membutuhkan

jarak antar tray sebeasar 20 sampai 24 inch.

 Tinggi Level Bottom

Tinggi level bottom bergantung pada waktu tinggal cairan di bottom kolom. Waktu

tinggal yang digunakan dalam operasi biasanya adalah 5 sampai7 menit agar cukup

waktu untuk pelepasan uap dan safety factor terhadap operasi proses.

 Tinggi Tambahan

Pada top kolom ditambahkan ruang kosong 1 meter untuk pelepasan uap dan 2 meter

pada tray paling bawah terhadap level bottom.

 Tinggi Kolom

Untuk menghitung tinggi kolom, maka seluruh komponen yang mempengaruhi

dijumlahkan seluruhnya. Sehingga dari penjumlahan tersebut didapatkan tinggi

kolom.

2.3.14.14 Perhitungan Tebal Shell Kolom

Perhitungan tebal shell kolom dapat dilakukan dengan mengacu pada standard

ASME Section VII. Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan perhitungan

ketebalan shell kolom (Do/t ≥ 10), yaitu:

139
Langkah 1 : asumsi nilai t, kemudian hitung nilai L/Do dan Do/t

Langkah 2 : tentukan nilai A berdasarkan nilai L/Do dan Do/t

Langkah 3 : tentukan nilai B berdasarkan nilai A dan kondisi operasi

temperatur. Lakukan interpolasi jika memag diperlukan.

Langkah 4 : hitung nilai Pa berdasarkan nilai dengan menggunakan formula

berikut:

4B
Pa = Da (2.327)
3( )
t

Langkah 5 : bandingkan nilai Pa terhadap P operasi. Nilai Pa harus lebih

besar dari P operasi. Jika lebih kecil, maka atur ulang asumsi nilai t hingga

syarat terpenuhi.

- Langkah 6 : tebal total adalah nilai t ditambah dengan corrosion allowance dengan

nilai sebesar 0,125 inch.

2.3.14.15 Perhitungan Tebal Head Kolom

Perhitungan tebal head kolom dapat dilakukan dengan mengacu pada standard ASME

Section VII pada bagian Formed Heads, Pressure On Convex Side. Berikut adalah

langkah-langkah untuk melakukan perhitungan ketebalan head tipe ellipsoidal, yaitu:

Langkah 1 : asumsi nilai t, kemudian hitung nilai A menggunakan formula

berikut:

0 , 125
A=
Ro (2.328)
t

140
Langkah 2 : setelah nilai A, didapat, kemudia lakukan perhitungan hingga

nilai Pa lebih besar dari P operasi dengan menggunakan langkah-langkah

yang sama seperti perhitungan ketebalan shell dari langkah 3 sampai

dengan Langkah 6

Langkah 6 : tebal total adalah nilai t ditambah dengan corrosion allowance

dengan nilai sebesar 0,125 inch.

2.4 Tinjauan Ekonomi

2.4.1 Total Capital Investment(11:259)

Total Capital Investment adalah semua pengeluaran atau modal yang

diperlukan untuk mendirikan proyek hingga proyek dapat menghasilkan produk yang

diinginkan. Dasar perhitungan capital investment berdasarkan harga peralatan utama

(purchase equipment delivered). Harga ini tergantung dari jenis dan ukuran

alat yang akan dibangun. Penentuan harga dapat dilakukan dengan ekstrapolasi dari

harga tahun lalu berdasarkan indeks yang dipakai, umumnya Nelson Farrar Refinery

Index10:236). Unsur-unsur yang termasuk dalam capital investment meliputi direct

cost (untuk pendirian proyek), indirect cost dan working capital. Besarnya persentasi

harga terhadap purchase equipment delivered sebagaimana ditunjukkan Tabel 2.5,

2.6, & 2.7.

Tabel 2.4 Total Direct Plant Cost(11:210)

141
No Direct Plant Cost % PEC
1 Purchase Equipment Delivered Cost (PEC) 100 % PEC
2 Equipment Instalation 25 - 55 % PEC
3 Instrument and Control Instalation 8 - 50 % PEC
No Direct Plant Cost % PEC
4 Piping Instalation 10 -80 % PEC
5 Electrical System 10 - 40 % PEC
6 Buildings 10 - 70 % PEC
7 Services Facilities 40 - 100 % PEC
8 Land 4 - 8 % PEC
Total Derect Plant Cost 65 - 85 % PEC
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003

Tabel 2.5 Total Indirect Plant Cost(11:210)


No Indirect Plant Cost %
1 Engeneering and Supervision 5 - 30 % PEC
2 Contruction Expenses and Contractor Fee 10 -20 % PEC
3 Legal Expenses 1 - 3 % PEC
4 Contingency 5 - 15 % PEC
Total Inderect Plant Cost 15 - 35 % PEC
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003

Tabel 2.6 Total Capital Investment(11:210)


No Total Capital Investment
1 Fixed Capital Investment DPC + IPC
2 Working Capital 15 % TCI
Total Capital Investment (TIC) FCI + WC
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003

2.4.2 Production Cost(11:259)

Production cost adalah biaya-biaya yang timbul untuk menggerakkan proses

produksi. Biaya-biaya ini meliputi manufacturing cost dan general expense.

Manufacturing cost terdiri dari direct production cost, fixed charge dan plant

142
overhead cost. Perkiraan komponen pada production cost bisa dilakukan berdasarkan

persen terhadap fixed capital investment serta total capital investment. Komponen-

komponen production cost meliputi seperti pada Tabel 2.8 di bawah ini.

Tabel 2.7 Direct Production Cost Estimation(11:210)


No Cost %
1 Raw Material 10 - 80% TPC
2 Operation Labor 10 - 20% TPC
3 Supervision 10 - 20% Operation Labor
4 Utilities 10 - 20% TPC
5 Maintenance 2 - 10% FCI
6 Royalty / Patent 0 - 6% TPC
7 Operation Supplies 10 - 20% Maintenance
8 Laboratory 10 - 20% Operation Labor
Total Direct Total Cost (DPC) 60 - 66% TPC
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003

Fixed charge yang merupakan 10-20% dari total production cost, terdiri dari

beberapa parameter biaya sebagaimana Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Fixed Charge Estimation(11:211)


No Cost %
1 Lokal Texas 1 - 4% FCI
2 Depreciation 10 - 40% FCI
3 Insurance 0,4 - 1% FCI
4 Rent 8 - 12% Land and Building
5 Financing (Interest) 0 - 10% TPC
Total Fixed Charges (FC) 10 -20% TPC
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003

143
Untuk General Expense yang merupakan 15-25% total product cost sebagai

mana Tabel 2.9, manufacturing cost estimation Tabel 2.10 dan total production cost

Tabel 2.11.

Tabel 2.9 General Expense Estimation(11:211)


No Cost %
1 Administration 2 - 5% TPC
2 Resesrch and development 2 - 5% TPC
3 Distribusi and marketing 2 - 20% TPC
Total General Expenses (GE) 15 - 25% TPC
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003

Tabel 2.10 Manufacturing Cost Estimation(11:211)


No Cost %
1 Total Direct Production Cost (DPC) 60 - 66% TPC
2 Total Fixed Charges (FC) 10 - 20% TPC
3 Plant Overhead Cost (POC) 5-15% TPC
Cost %
Total Manufacturing Cost (M) DPC + FC + PO
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003
Tabel 2.11 Total Production Cost Estimation(11:211)
No General Expense %
1 Total Manufacturing Cost (M) DPC + FC + PO
2 Total General Expense (GE) 15 - 25% TPC
Total Production Cost (TPC) M + GE
Sumber : Max S. Peters, Klause D Timmerhous & Ronald E. West “Plant Design & Economics for
Chemical Engineering”, 2003

2.4.3 Labour Cost

Untuk labour cost, sebagai dasar perhitungan adalah gaji pekerja termasuk

tunjangan perumahan dan kesehatan yang selama ini bekerja sebagai field operator,

panel operator, dan pengawas jaga di kilang.

144
2.4.4 Keuntungan

Keuntungan menjadi syarat mutlak untuk sebuah proyek. Dengan keuntungan

akan didapatkan nilai tambah dari sebuah investasi sekaligus untuk pengembangan

investasi itu sendiri. Keuntungan sendiri dibedakan menjadi keuntungan kotor dan

keuntungan bersih yang telah dipotong oleh biaya pajak.

2.4.5 Parameter Evaluasi Keekonomian(11:309)

Evaluasi keekonomian suatu proyek dapat dilakukan dengan beberapa

parameter, yaitu: % Rate of Return (ROR), Pay Out Time (POT), Break Even Point

(BEP) dan Shut Down Point (SDP), Interest Rate of Return (IRR), Net Present Value

(NPV).

a. Rate of Return (ROR)

Rate of Return yaitu perbandingan keuntungan setelah dipotong pajak dengan

Fixed Capital Investment (investasi modal tetap) dalam periode umur tertentu dari

peralatan yang di rancang. ROR menggambarkan kemampuan sebuah proyek dalam

mengembalikan modal investasi setiap tahunnya. Semakin besar nilai ROR, maka

proyek semakin baik dan layak untuk dilaksanakan.

R O R = K euntungan setela h p ajak ¿ ca p ita l x 100 % .........................(2.078)

b. Minimum Pay Out Time (POT)

Pay Out Time digunakan untuk mengukur kemampuan kembalinya dana

investasi proyek (dalam hitungan tahun). Untuk petroleum industry berkisar antara 5

sampai 10 tahun. Diharapkan harga POT sekecil mungkin, karena makin kecil makin

menguntungkan untuk dilaksanakan.

P O T = ¿ ca p ita l keun tu n ga nsetela hp ajak ........................................(2.079)

145
c. Interest Rate of Return (IRR)

Interest Rate of Return adalah besarnya keuntungan dalam persen suatu

investasi dengan membandingkan bunga bank. Nilai yang diperoleh dari IRR adalah

gambaran interest rate (bunga) dari investasi. Perhitungan nilai IRR.

dilakukan dengan cara trial and error sampai diperoleh harga NPV = 0. Nilai ini harus

lebih besar dari MARR (Minimum Acceptable Rate of Return).

Biasanya MARR mengacu pada besarnya bunga bank saat proyek dibangun,

atau dapat diperoleh pada table Suggested values for risk and minimum acceptable

return of investment. Disini perlu kejelian dari investor untuk mempertimbangkan

investasi, karena bunga bank tidak akan selalu sama pada setiap tahunnya bahkan

berubah setiap hari. Semakin tinggi perbedaan IRR dengan bunga bank proyek

semakin bagus, sehingga dapat mengantisipasi kenaikan bunga bank. IRR minimum

dinyatakan dalam Minimum Acceptable Rate of Return (MARR).

d. Net Present Value (NPV)

Net Present Value adalah suatu cara untuk mengukur keuntungan proyek

investasi dengan mempertimbangkan interest rate/bunga bank yang dihitung, atau

dikembalikan semua proyeksi keuntungan per tahun selama umur proyek, menjadi

nilai uang tahun saat proyek dibangun. Pendeknya NPV adalah nilai sekarang dari

seluruh keuntungan pertahun selama umur investasi (proyek). Keuntungan dapat

dilihat dari harga present value. Makin besar harga NPV, proyek lebih

menguntungkan, sehingga diharapkan harga NPV positif (+).

e. Break Even Point (BEP)

146
Permintaan pasar, jumlah produksi dan waktu operasi sangat erat

hubungannya. Apabila unit sudah dijalankan, hal ini akan menjadi faktor yang juga

menentukan biaya, untuk itu dalam melakukan design sebuah pabrik, penentuan

kapasitas, penentuan kemudahan maintenace dan permintaan pasar akan produk kita

harus juga diperhitungkan.

Gambar 2.11 memperlihatkan efek dari biaya dan keuntungan dengan dasar

aliran produksi. Seperti yang dapat terlihat dari gambar tersebut, Fixed Cost akan

selalu konstan sedangkan total biaya produksi akan terus meningkat apabila produksi

di tingkatkan. Titik dimana total produksi sebanding dengan total pendapatan dapat

dikatakan sebagai break even point (BEP). Dengan memperhatikan penjualan dan

permintaan yang sesuai dengan kapasitas dan karakteristik dari peralatan, engineer

dapat memberikan rekomendasi design kapasitas yang akan diolah sehingga dapat

memberikan biaya yang optimal (20 : 231). BEP didefinisikan sebagai kapasitas

minimum, saat biaya produksi total sama dengan pendapatan dari hasil penjualan

produk. BEP merupakan titik impas yang menunjukkan bahwa dengan kapasitas

produksi tertentu (pada BEP), keuntungan yang diperoleh sama dengan nol. Semakin

kecil nilai BEP, semakin baik. BEP yang menjadi pertimbangan dilaksanakannya

suatu proyek lebih baik biasanya berkisar antara 30 % sampai 60 %.

147
Gambar 2.13 Grafik Break Even Point untuk Pabrik Proses Bahan Kimia(11:445)

III. PEMBAHASAN

3.1 Konfigurasi Proses

Umpan yang akan diolah di Methanol Plant dengan kapasitas 55.000 tpy merupakan

natural gas dari sumur BG-21 dan BG-22 yang terletak pada selat makasar. Methanol Plant

di rencanakan akan di bangun di Samarinda, Kalimantan Timur pada tahun 2020-2025.

Kandungan umpan yang akan diolah, dimana pada natural gas terdapat kandungan sulfur

dari H2S sebesar 1,58 ton/hari akan di bersihkan terlebih dahulu. Sehingga unit yang perlu

dibangun untuk perancangan Methanol Plant adalah Gas Treating Unit, Reforming Unit,

Synthesys Methanol, Purification Methanol. Dengan menggunakan konfigurasi proses yang

terdapat pada unit tersebut, diharapkan dapat menghasilkan produk yang diinginkan yaitu

148
methanol sebagai produk utama, serta fuel gas dan steam sebagai produk samping. Sebagai

ilustrasi blok diagram Methanol Plant dapat dilihat pada gambar 3.1 sebagai berikut.

Gambar 3.1 Blok Diagram Methanol Plant

Sedangkan untuk mengetahui proses lengkap pada Methanol Plant, dapat

dilihat pada proses flow diagram yang terdapat pada gambar 3.2 sebagai berikut.

3.2 Peralatan Methanol Plant (Gas Treating dan ReformingUnit)

 Tangki

 Kompresor feed

 Kolom Adsorber

 Reaktor

 Reformer

 Reboiler

 Cooler

 Kompresor Produk

149
 HE

 Reaktor

 Separator

 Tangki Produk

 Pompa

 kolom

3.3 Perancangan Alat

3.3.1 Perancangan Spherical Tank

Sama dengan desain tangki sebelumnya, desain tangki spherical juga memiliki cara

yang sama namun dengan volume tangki berbentuk bola. Standard yang digunakan dalam

perancangan ini adalah API 650(14:264).

Tabel 3.1 Parameter Perhitungan Tangki

Parameter
Pressure 25 bar
Temperature 30 C
Laju Alir 6944,45 kg/jam
Waktu Operasi 7 Hari

3.3.1.1 Menghitung Flow Rate

Mengetahui fluida yang akan masuk ke tangki agar dapat menjaga volume fluida

yang terdapat di dalam tangki, flow rate dapat di hitung menggunakan rumus :

150
F low ra te = 166 , 6817 ton / h a ri

F low ra te = 6944 , 446 kg / jam

3.3.1.2 Menghitung Volume Feed

Sebelum memulai menghitung volume feed terlebih dahulu menentukan hari

operasi berdasarkan round trip dan masa operasi kilang.

6944 , 46 kg / jam
Volum e feed =
12 ,144 kg / m 3

Volu m e feed = 571 , 847 m 3 / jam

Dengan rumus di atas akan mendapatkan volume feed, untuk mendapatkan

volume tangki yaitu dengan rumus :

m3 20
Vtangki=
571 ,847 +
jam 100( .571 , 847 )
2

V tan gki= 343 , 105 m 3

3.3.1.3 Menghitung Diameter Tangki

Untuk menghitung diameter tangki menggunakan persamaan sebagai berikut

1 /3
3 . 343 ,105 m 3
D=
4 . 3 ,14

151
D tan gki= 27 , 31 m

3.3.1.4 Menentukan Pressure Tangki

Tekanan dalam tangki sama dengan tekanan pada refluks drum. Tekanan dianggap

sama karena friksi pada pipa dianggap kecil dan suhu operasi tangki sama dengan refluks

drum sehingga tidak ada perubahan neraca massa pada tangki. Tekanan tangki dapat di

hitung menggunakan :

P |¿|326 , 59 p si+ 1 , 602 p si

P abs= 328 , 19 psi

Phidrostastis dapat di hitung menggunakan :

20− 1
P hidros= 12 ,144 kg / m 3
144

P hidros= 1 , 602 p si

Setelah Pabs di temukan, dapat mencari Pdesain tangki dengan rumus :

P des = 1 , 1 x 328 , 19 p si

P des = 361 , 01 p si

3.3.1.5 Menghitung Ketebalan Plat

Tebal plat pada tangki sangat menentukan untuk kinerja penyimpanan pada tangki.

Terlebih lagi tangki berjenis spherical. Karena tangki jenis ini mempunyai tekanan yang

besar. Untuk menghitung ketebalan pelat menggunakan persamaan :

152
Tplat=326 , 59 psi . 1075 ∈ ¿ +0 , 125∈¿ ¿
2 . 4000 . 0 ,85 −0 , 2 .326 , 59 psi

T plat = 5 , 29 ∈ ¿

Tabel 3.2 Hasil Akhir Perhitungan Tangki


Dimensi Tangki Pasaran Kebutuhan Alat
Data Nilai Satuan Nilai Satuan
Type Tangki Spherical -
Kapasitas 571,84 m3 300 m3
Waktu Operasi 7 hari -
Jumlah Tangki Stady 2 -
Volume 343,1 m3 180 m3
Asumsi Vol Penguapan 80 % -
Volume Max 274,48 m3 -
Diameter 27,31 m 15 m
Tekanan Operasi 361 psi 200 psi
5,29 in 5,5 in
Tebal Plat
SA-516 G45 -

3.3.2 Perancangan Kompressor

Dalam prarancang kompresor terdapat beberapa langkah dalam perhitungannya.

Dalam pemilihan jenis kompresor yang sesuai dapat didasarkan pada hasil perhitungan

kompresor. Langkah- langkah yang akan digunakan pada perhitungan kompresor antara lain

adalah sebagai berikut.

3.3.2.1 Kapasitas Kompresor

Penentuan jumlah kapasitas kompresor (Q) merupakan dasar perhitungan daya

kompresor yang akan dibutuhkan. Kapasitas kompresor merupakan sejumlah volume udara/

153
gas yang masuk setiap waktu. Kapasitas kompresor dapat dinyatakan dalam berbagai satuan

seperti :

- Inlet volume flow (ICFM) - Aktual Inlet volume flow (ACFM)

- Standard volume flow (SCFM) - Massa flow rate (Lbm/menit)

Perhitungan kapasitas kompresor memerlukan bberapa data sebagai berikut : Berat

molekul, specific gravity, critical condition (critical Temperature dan critical pressure) serta

faktor kompresibilitas (Z).

Tabel 3.3 Parameter Perhitungan Kompresor

Parameter
Pressure in 25 bar
Temperature in 30 C
Laju Alir 6944,45 kg/jam

g. Nilai Faktor Kompresibilitas (Z1)

Untuk mencari nilai compressibility factor (Z) dapat dicari dengan menghitung nilai

reduced Temperature (Tr) dan reduced pressure (Pr) dengan rumus sebagai berikut:

53 C
Tr=
40 , 85 C

Tr = 1 , 2 97

¯¿
Pr=68 ¿
45, 58 ¯¿ ¿

P r ¿ 1 , 491

154
Selanjutnya nilai Z dapat ditentukan dengan memplotkan nilai Pr dan Tr pada Grafik

Generalized Compresibility Factor (Z)

Compresibility factor ( Z 1 )=0 , 845

Tabel 3.4 Data Perhitungan Komposisi Kompresor Feed

Komposisi In Kompresor K-101


% BM
Komposisi Mr Yi Mol Camp Massa Mol
        BM*Yi Kgmol/h Mol/h
CH4 16 0,811 81,1 12,976 135,1667 8,447919
0,0406
C2H6 30 8 4,068 1,2204 6,78 0,226
0,0366
C3H8 44 1 3,661 1,61084 6,101667 0,138674
0,0082
C4H10 58 9 0,829 0,48082 1,381667 0,023822
0,0090
C5H12 72 1 0,901 0,64872 1,501667 0,020856
0,0053
H2O 18 1 0,531 0,09558 0,885 0,049167
0,0024
N2 28 5 0,245 0,0686 0,423333 0,015119
0,0758
CO2 48 9 7,589 3,64272 12,64833 0,263507
0,0107
H2S 34 6 1,076 0,36584 1,793333 0,052745
Total 348 1 100 21,10952 166,681697 9,237809

h. Specific gravity(SG)

155
SG feed yang masuk kompresor dapat dihitung menggunakan data berat molekul

campuran dari feed dan berat molekul udara. Berikut ini rumus untuk menghitung SG feed

adalah sebagai berikut :

21 , 109 gr mol
SG =
28 , 96 gr /mol

SG = 0 , 7288

Tabel 3.5 Data Tc mix dan Pc mix

Pres Temp Pc Mix Tc Mix


Komposi Critic Critic
Yi    
si al al
Bar C Bar C
37,3546 30,294629
CH4 0,811 46,06 -82,15 6 26
0,0406 1,98152
C2H6 8 48,71 89,92 3 3,6579456
0,0366 1,55336 0,0568685
C3H8 1 42,43 205,92 2 94
C4H10 0,0082 37,91 305,55 0,31427 2,5330095

156
9 4
0,0090 0,32787 0,0029541
C5H12 1 36,39 274,41 4 44
0,0053 0,12621
H2O 1 23,77 368,55 9 1,9570005
0,0024 - 0,08327 0,0002040
N2 5 33,99 147,15 6 25
0,0758 2,87243
CO2 9 37,85 30,85 7 2,3412065
0,0107 0,96969 0,0104338
H2S 6 90,12 100,85 1 77
397,2 1146,7 45,5833
Total 1 3 5 1 40,854252

i. Faktor Adiabatik Suction (k1)

Dalam suatu Pra-Rancang kompresor maka digunakan suatu proses adiabatic

reversible sehingga dalam perhitungan pra-rancangan kompresor ini membutuhkan nilai

faktor adiabatik (k). Faktor adiabatik dapat dihitung dengan menggunakan nilai panas jenis

campuran gas alam (Mcp). Nilai Mcp di pengaruhi oleh temperature yang didapatkan pada

Tabel Mcp (GPSA:315)(2:571). Nilai Mcp pada suhu suction dihitung dengan menginterpolasi

nilai Mcp pada suhu yang sudah ada. Perhitungan nilai Mcp suction dapat dilihat pada tabel

di bawah. Dari nilai Mcp suction yang didapat, maka nilai k suction (k1) dapat dihitung

dengan rumus dibawah ini.

131 , 154 C
K 1=
131 , 154 C − 1 , 906

K 1= 1 , 01537

157
Tabel 3.6 Perhitungan Mcp Suction

Mcp
Mcp (saat 140 F)
Komposi Suction
Yi
si BTU
100 140 150
lbmol.R
CH4 0,811 8,65 8,89 8,95 7,20979
0,0406 0,5538175
C2H6 8 12,95 13,614 13,78 2
0,0366
C3H8 1 18,17 19,25 19,52 0,7047425
0,0082 0,2110965
C4H10 9 24,08 25,464 25,81 6
0,0090
C5H12 1 29,71 31,43 31,86 0,2831843
0,0053 0,0428092
H2O 1 8,03 8,062 8,07 2
0,0024
N2 5 6,96 6,96 6,96 0,017052
0,0758 0,7006164
CO2 9 9 9,232 9,29 8
0,0107 0,0887915
H2S 6 8,18 8,252 8,27 2
125,7 132,5
Total 1 3 131,154 1 9,8119001

j. Kapasitas Kompresor Sebenarnya (QICFM)

Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung kapasitas

kompresor:

63011 , 54 kg / jam . 53 , 35 . 53 C . 0 , 845


Q IC FM =
144 . 68 .̄ 0 , 7288

Q ICFM =21117 , 43 ft 3 / jam

3.3.2.2 Nilai T2 Approximate (T2 Approx)

158
Dalam Pra-Rancang kompresor maka harus dihitung nilai temperature yang

keluar dari kompresor (T2 aktual). Namun, T2 aktual tidak mungkin bisa ditentukan,

sehingga bisa dihitung adalah nilai pendekatan temperature keluar (T2 approximate).

Tahapan untuk menghitung nilai T2 approx dijelaskan sebagai berikut:

a. Menghitung Temperature Discharge Isentropic (T2’)

Temperature discharge isentropic (T2’) dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini :

¯¿
T 2=53C 75 1 ,015−1
¿¿
1 , 015
68 ¯¿

57 , 55 C

b. Approximate PolytropicEfficiency (𝜼𝒑𝒐𝒍𝒂𝒘𝒂𝒍)

Approximate Polytropic Efficiency (ηpol awal) ditentukan dari nilai kapasitas

aktual (Q) kompresor yaitu 21117,43 ICFM (21,11743 Thousand ICFM). Selanjutnya

dari nilai ini diplotkan kedalam Lampiran 44 Grafik Approximate Polytropic

Eficiency(4:891) sehingga didapatkan nilai ηpol awal sebesar 71,3%.

c. Temperature Rise Factor (x)

Dengan data k suction (k1) dan pressure rasio, selanjutnya nilai-nilai tersebut

diplotkan kedalam Lampiran 45 Grafik Efficiency Conversion and Temperature Rise Factor (x)

sehingga mendapatkan nilai Temperature Rise factor (x) sebesar 0,09.

d. Asumsi Nilai Efisiensi Adiabatik Awal / Efisiensi Isentropic

Untuk menghitung nilai T approx, maka harus menentukan nilai ηad awal

atau ηisen awal dengan mengasumsinya terlebih dahulu. Selanjutnya nilai-nilai

159
tersebut diplotkan kedalam Grafik Efficiency Conversion and Temperature Rise

Factor (x) sehingga mendapatkan nilai asumsi efisiensi isentropic awal (ηisen awal)

sebesar 69 %.

e. Temperature Discharge Approximate (T2 Approx)

Temperature approximate dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:

0 ,09 . 53 C
T 2≈ ¿ + 53 C
69

T 2≈ ¿ 53 , 069 C

f. Koreksi Efisiensi Isentropic (𝜼𝒊𝒔𝒆𝒏𝒌𝒐𝒓)

Efisiensi isentropic yang didapatkan sebelumnya (ηisen awal) harus dikoreksi

untuk menyesuaikan dengan nilai T2 Approx yang telah didapatkan dengan rumus

berdasarkan persamaan di bawah ini.

E ff isentropic = 53 C ¿ ¿

E ff isentropic = 65 , 6 %

g. Koreksi Approximate Efisiensi Polytopic (𝜂𝑝𝑜𝑙𝑘𝑜𝑟)

Efisiensi approximate Polytropic yang didapatkan sebelumnya (ηpol awal)

harus dikoreksi untuk menyesuaikan dengan nilai T2 Approx yang telah didapatkan

dengan rumus dibawah ini.

E ff polytropic = ln ⁡¿ ¿

E ff p olytropic = 63 , 6 %

Dari perhitungan koreksi antara koreksi efisiensi isentropic (ηisen kor) dan

efisiensi isentropic awal (ηisen awal) didapatkan selisih sebesar 8,19%. Sedangkan

antara koreksi efisiensi Polytropic (ηpol kor) dan efisiensi Polytropic awal (ηpol

160
awal) didapatkan selisih sebesar 7,7%. Karena selisih antara kondisi yang sudah

dikoreksi dengan kondisi awal tidak melebihi 10%, maka T2 approx dapat dipakai

untuk perhitungan Pra- Rancang gas compressor selanjutnya.

2.3.2.3 Faktor Kompresibilitas Discharge (Z2)

Untuk menghitung nilai faktor kompresibilitas discharge (Z2) dapat

menggunakan tahap yang sama pada Faktor Kompresibilitas Suction (Z1). Yang

membedakannya adalah pada nilai Tr dan Pr. Tr dan Pr didapatkan dari nilai critical

Temperature (Tc mix) dan critical pressure (Pc mix) gas CH4. Dari data Tc mix dan

Pc mix yang diperoleh, data Tr dan Pr dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.

53 C
Tr=
30 , 29 C

Tr = 1 , 749

¯¿
Pr=68 ¿
37,35 ¯¿ ¿

Pr ¿ 1 , 820

Dengan data Tr dan Pr yang didapatkan, maka nilai faktor kompresibilitas

discharge (Z2) dapat ditentukan dari Grafik Generalized Compressibility Chart(7:113) .

Perhitungan nilai Tr, Pr dan nilai Z pada kondisi discharge dapat dilihat di bawah.

3.3.2.4 Faktor Adiabatik Discharge (k2)

161
Untuk menghitung nilai faktor adiabtaik discharge (k2) dapat dihitung

menggunakan tahapan yang ada pada Faktor Adiabatik Suction (k1). Faktor adiabatik

dapat dihitung dengan menggunakan nilai panas jenis campuran gas CH4 (Mcp).

Nilai Mcp di pengaruhi oleh Temperature yang didapatkan pada Tabel Mcp(6:315).

Perhitungan nilai Mcp discharge dapat dilihat di bawah.

138 , 666 C
K 2=
138 , 666 C −1 , 906

K 2 = 1 , 0145

Tabel 3.7 Perhitungan Mcp Discharge

Mcp
Mcp (saat 160 F)
Komposi Discharge
Yi
si BTU
150 195 200
lbmol.R
CH4 0,811 8,95 9,247 9,28 7,499317
0,0406
C2H6 8 13,78 14,545 14,63 0,5916906
0,0366
C3H8 1 19,52 20,753 20,89 0,75976733
0,0082
C4H10 9 25,81 27,376 27,55 0,22694704
0,0090
C5H12 1 31,86 33,777 33,99 0,30433077
0,0053
H2O 1 8,07 8,115 8,12 0,04309065
0,0024
N2 5 6,96 6,969 6,97 0,01707405
0,0758
CO2 9 9,29 9,533 9,56 0,72345937
0,0107
H2S 6 8,27 8,351 8,36 0,08985676
132,5 138,66 139,3 10,2555335
Total 1 1 6 5 7

162
3.3.2.5 Kapasitas Kompresor Standar (QSCFM)

Nilai kapasitas standar digunakan dalam menghitung nilai diameter ekonomis

pipa kompresor. Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung nilai kapasitas

standart dapat dilihat pada rumus dibawah ini :

55 C
Q SCFM =21117 , 43.
¯
55 ¯¿ .68 ¿ ¿ ¿
53C

Q SCFM =27094 , 06 ft 3/ jam

3.3.2.6 Pemilihan Jenis Kompresor

Untuk menentukan jenis kompresor yang digunakan untuk mengkompress

natural gas, maka dapat ditentukan dengan Grafik Compressor Coverage Chart

dengan pada (lampiran) dengan menggunakan data kapasitas aktual kompresor.

Adapun data-data yang dibutuhkan tertera di bawah ini.

Tabel 3.8 Data Penentuan Jenis Kompresor


Parameter Nilai Satuan
27096.0
IFCM IFCM
6
P Discharge 78 bar

Dari data tersebut selanjutnya diplotkan kedalam Grafik Compressor

Coverage Chart. Dari grafik tersebut didapatkan bahwa kompresor yang harus

digunakan untuk meng-compress gas feed adalah jenis kompresor Centrifugal

multistages.

3.3.2.7 Pemilihan Jenis Penggerak Kompresor

163
Jenis penggerak kompresor (Driver) yang digunakan untuk menggerakan

kompreosor dipengaruhi oleh kapasitas dan kecepatan putaran kompresor (RPM).

Sedangkan kecepatan kompresor dapat ditentukan menggunakan nilai kapasitas

kompresor (ICFM). Kecepatan kompresor dapat dilihat pada Tabel Typical

Centrifugal Compressor Frame(6:658)Data. Dengan kapasitas kompresor sebesar

21117,43ICFM, maka didapatkan kecepatan putaran kompresor sebesar 11,000 RPM.

Dari nilai tersebut, selanjutnya nilai kapasitas kompresor dan kecepatan

putaran kompresor di plotkan pada Grafik Pemilihan Jenis Penggerak Kompresor

pada Lampiran 49. Dari grafik tersebut, dengan kapasitas 27094,06 ICFM dan

putaran kompresor 8,000 RPM, maka didapatkan jenis penggerak kompresornya

yaitu motor listrik.

3.3.2.6 Jumlah Stage

Jumlah stages kompresor (Ns) dapat dihitung berdasarkan pressure ratio (rt).

Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah stages

kompresor dapat dilihat dibawah ini :

2
Nstage=
1, 4

N stag e = 2 S tag e

164
3.3.2.7 Head Aktual

Head aktual (Hact) dapat dihitung menggunakan data head isentropic dan

efisiensi isentropic. Head aktual dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini.

1 ,014−1
53 , 35 0 , 896 1 , 014 78
Headact = . .
0 , 7288 60 , 81 1 , 014−1
. 578
15 {( ) 1 ,014
−1
}
H ea d a ct = 10 41 , 3 9 lb f ft /lb m

3.3.2.8 Daya Kompresor

a. Menghitung Daya Gas (GHP)

Daya kompresor adalah kerja kompresor setiap satuan waktu. Beberapa daya yang

akan dihitung akan didefinisikan sebagai berikut :

Menghitung daya gas dapat menggunakan rumus :

kg
63011 , 54 .1041 , 39lbf ft / lbm
jam
GHP=
550

G H P = 11 93 0 8 , 9 kW h

b. Menghitung Daya Kompresor (CHP)

Menghitung daya kompresor dan ηm dapat menggunakan rumus :

119308 , 9 kWh
CHP =
112 , 82

C H P = 1 05 7 , 50 3 kW h

119308 , 9 kWh
ηm= 0 ,4
119308 , 9 kWh . 119308 , 9 kWh

165
ηm = 11 2 , 82

Tabel 3.9 Hasil Akhir Perhitungan Kompersor


Kebutuhan
Pasaran
Dimensi Kompresor Alat
Nilai
Satua
Data Suctio Discharg Satuan Nilai
n
n e
Type Kompresor Centrifugal -
Jumlah Kompresor Stady 2 -
2 Kompresor
Laju Alir 63011,54 kg/jam -
Ns 2 Stages 2 Stages
P 30 70 bar -
Pressure Ratio 1,4   1,4  

166
T 53 49 C -
Npol Awal 71 % -
Npol Koreksi 64 % -
Temp Rise Factor (x) 0,09   -
Nisen awal 59 % -
Nisen Koreksi 53 % -
T2 Approx 53 C -
BM Campuran 21,109   -
SG 0,728   0,8  
Pc 397 bar -
Tc 1146 C -
Pr 1,49 1,82   -
Tr 1,29 1,74   -
Z 0,845 0,947   -
Z standart 0,896   -
K 1,015 1,014   -
Q 26108,82 IFCM 14000 IFCM
Daya Kompresor   1057,503 kWh 600 kWh

3.3.3 Kolom Adsorber

Proses hydodesulfurisasi dari H2S dalam industri proses biasa menggunakan

adsorbent jenis ZnO karena dapat menyerap senyawa S dengan efektif dengan

menggunakan prinsip adsorbsi. Perhitungan adsorber dilakukan dalam beberapa

tahapan. Selain itu digunakan beberapa asumsi sebagai data perhitungan, seperti

waktu operasi dan regenerasi sesuai dengan data tipikal pada saat praktik lapangan.

Tabel 3.10 Parameter Perhitungan Kolom Adsorber


Parameter
Pressure in 60 bar
Temperature in 70 C
kg/ja
Laju Alir 6902,5
m
Adsorbent ZnO
Bulk Density
1,03 kg/L
Adsorbent

167
Diameter ZnO 11 mm
1578,0 kg/har
Jumlah Sulfur
7 i

3.3.3.1 Perhitungan Jumlah Adsorbent

Perhitungan jumlah adsorbent dilakukan dalam beberapa tahapan, di ketahui

0,3 kg ZnO mampu menyerap 1 kg sulfur (13:819) dengan waktu operasi 55 hari jadi

kebutuhan adsorbent dapat di hitung :

1578 , 07 kg
Jum lah adsorbent= . 55 hari
0 ,3 kg

Ju m lah a d so rb en t = 5 26 0 , 2 3 kg

Tabel 3.11 Spesifikasi ZnO(13:821)


Spesifikasi ZnO
Bulk Density 1,03 kg/L
Temp Optimum 30 - 250 C
Kapasitas H2S > 10% berat pada Temp 250 C
Bentuk 4-5 mm sphere
Surface Area > 78 m2/g
Porositas 0,4 - 0,45 ml/g
pH 7 - 7,5
Crush Sterngth > 8,2 lbs
Pore Diameter 220 Angstrom

3.3.3.3 Perhitungan Dimensi Kolom Adsorber

Perhitungan dimensi adalah perhitungan diameter kolom (diameter bed) dan

panjang kolom Adsorber. Perhitungan ini menggunakan trial and error kecepatan alir

fluida (vs) sehingga syarat pressure drop bed untuk proses adsorpsi terpenuhi.

Perhitungan dilakukan dalam beberapa tahapan menggunkan persamaan

f. Volumetric Flow

168
Menghitung volumetric flow menggunakan rumus :

166660 kg / hari
Volum etric flow =
12 ,144 kg / m 3

Vo lu m etric flo w = 13 7 2 3 , 64 m 3 / h a ri

g. Luas Penampang

Menghitung luas penampang dapat menggunakan rumus :

13723 , 64 m 3 / hari
Luas penam pang =
548 , 941 l /m nt

L u as penam pang = 25 , 00027 m 2

h. Diameter Adsorber

Diameter adsorber dapat di hitung menggunakan rumus :

(4 .25 , 00027 m 2)
Diameter adsorber =
√ 3 ,14

D ia m eter a d so rb er = 5 , 64 3 m

i. Panjang Bed

Panjang bed dapat di hitung dengan rumus :

280 , 88 m 3
Panjang bed adsorbent =
25 , 00027 m

P a njan g bed a dsorben t = 11 , 23 m

j. Panjang Kolom Adsorber

Menghitung panjang kolom dapat menggunakan rumus :

P a n jan g ko lom a d so rb er = 11 , 2 3 m + 3 ft

P a n jan g kolom a d so rb er = 1 2 , 14 m

169
3.3.3.4 Perhitungan Pressure Drop Bed

Perhitungan pressure drop bed penting untuk estimasi penurunan tekanan

yang terjadi serta estimasi distribusi aliran,persamaan yang di gunakan adalah :

m3
∆ Pb =150 ( 88 , 07 Pas . 13723 , 64

( 0 , 0001 m )2
hari
)(
.
1−0 , 05
0 , 05
2

3 ) (
+1 , 75. 171 ,5 kg .
13723 ,64
0 , 0001m
2
.
1−0 , 05
)(
0 , 05
3 )
∆ P b = 7 , 261 4 p si / ft

3.3.3.5 Perhitungan Tebal Shell Adsorber

Perhitungan tebal shell dan head adalah berdasarkan pertimbangan tekanan

desain kolom Adsorber. Material perancangan ditentukan berdasarkan tekanan desain

dan temperature desain. Perhitungan ketebalan shell kolom adsorberadalah

berdasarkan persamaan.

Tshell= 942, 745 psi. 111 , 08∈ ¿ +0 , 125∈¿ ¿


21700 . 0 , 85−0 , 6 . 942 , 745 psi

Tsh ell= 5 , 98 ∈ ¿

3.3.3.6 Perhitungan Tebal Head Adsorber

Head kolom adsorber dengan jenis ellipsoidal dipilih pada perhitungan ini.

Pertimbangan penggunaan head dengan tipe ellipsoidal adalah pada alas an

ekonomis, yaitu untuk bejana dengan perbandingan antara jari – jari mayor dan minor

dari poros bejana adalah 2 : 1. Berdasarkan ketebalan dan ketinggian bejana yang

sama, ketebalan dari head tipe ellipsoidal adalah dua kali dari ketebalan tutup

hemispherikal dengan perbandingan jari – jari (mayor dan minor axes) yang sama.

170
Perhitungan ketebalan head tipe ellipsoidal kolom adsorberadalah berdasarkan

persamaan :

Tshell= 942, 745 psi. 222 ,17∈ ¿ +0 , 125∈¿ ¿


2 .21700 . 0 , 85−0 ,2−942 ,745 psi

T head = 5 , 832 ∈ ¿

Hasil perhitungan tebal pada shell dan head selanjutnya disesuaikan dengan

ukuran tebal pelat yang tersedia di pasaran.

Tabel 3.12 Hasil Akhir Perhitungan Adsorber


Dimensi Adsorber Pasaran Kebutuhan Alat
Data Nilai Satuan Nilai Satuan
Type Adsorber Packed Tower -
Laju Alir 6,94416 m3/jam -
Jumlah Adsorber Stady 2 -
Tekanan Max 65 bar 68 bar
Temp Max 350 C 380 C
Jumlah Adsorbent 5260,23 kg -
Volumetric Flow 13723,6 L -
Waktu Operasi 55 Hari -

171
Dimensi Alat
Volume Adsorber 303,74 m3 170 m3
Luas Penampang 25,0003 m2 -
Diameter 5,64336 m 3 m
Panjang bed 11,2353 m 6 m
Tinggi 12,1497 m 7 m
6 in 6,3 in
Tebal Shell
SA-516 G65 -
5,9 in 6,1 in
Tebal Head
SA-516 G65 -

3.3.4 Perancangan Pre-reforming

Pada penulisan ini akan merancang pre-reforming yang ber-basic reaktor fixed bed,

sebagai berikut beberapa langkah untuk menghitung reaktor fixed bed :

Tabel 3.13 Parameter Perhitungan Reaktor (Pre-reforming)

Parameter
Pressure in 50 bar
Temperature in 300 C
6879,3 kg/ja
Laju Alir
3 m
Katalis NiO
Bulk Density NiO 0,7 kg/L
Diameter Katalis 11 mm
% Reaksi
  5 %
Terjadi

3.3.4.1 Menghitung Kebutuhan Katalis

172
Menghitung kebutuhan katalis pada pre-reforming dapat di hitung dengan

mengetahui 0,09 kg NiO berkerja efektif pada 1 kg feed (13:819) (output secondary reforming)

dan kebutuhan katalis pada pre-reforming di asumsikan 5% dari total katalis, dapat di hitung

dengan :

71377 , 36 kg / hari
Kebutuhan katalis total=
0 ,009 kg

K eb u tuh a n ka ta lis to ta l = 7 93 08 1 , 7 7 kg

Lalu, kebutuhan katalis pada pre-reforming di hitung menjadi :

5
Kebutuhan katalis pre reform ing = 793081 , 77 kg .
100

K ebutuhan ka ta lis pre reform ing = 39654 , 08 kg

Tabel 3.14 Spesifikasi NiO

Spesifikasi NiO
Bulk Density 0,8 kg/L
Temp Optimum 30 - 250 C
Kapasitas H2S > 10% berat pada Temp 250 C
Bentuk 4-5 mm sphere
Surface Area > 78 m2/g
Porositas 0,4 - 0,45 ml/g
pH 7 - 7,5
Crush Sterngth > 8,2 lbs
Pore Diameter 220 Angstrom

173
3.3.4.2 LHSV

LHSV desain ditentukan berdasarkan kondisi dari reaksi yang dibutuhkan oleh unit.

Volume umpan cair didapatkan dari kapasitas desain yang telah ditentukan sebelumnya.

Kebutuhan katalis kemudian dapat dihitung dengan persamaan berikut :

571 , 818 m 3 / jam


LH SV =
56 , 64 m 3

LH SV = 10 , 09 4 / jam

3.3.4.3 Mass Flux

Mass flux adalah laju alir masssa per area luasan. Berdasarkan buku

hydroprocessing for clean energy: Design, Operation, and Optimization sebesar 3500 – 4500

lb/ft2jam. Nilai mass flux dapat dihitung dengan persamaan berikut:

158 , 83 kg / jam
Mass flux =
9 , 927 m 2

kg
Mass flux = 16 .m 2
jam

3.3.4.4 Volumetric Flow

Volumeric flow adalah suatu parameter untuk mengukur aliran flow yang akan

melalui sebuah alat, untuk menghitung volumetric flow dapat menggunakan rumus :

71377 , 36 kg / hari
Volum etric flow =
12 , 144 kg / m 3

174
Vo lu m etric flo w = 5 87 7 , 58 m 3 / h a ri

3.3.4.5 Reynold Number

Perancangan pre-reforming, reynold number menggambarkan kontak yang seragam

dari fluida dalam reaktor. Reynold number dijaga lebih besar dari 100 untuk menjaga kondisi

tersebut. Persamaan reynold number dituliskan sebagai berikut(11:126) :

kg
57600 . m 2 .0 ,011 m
s
ℜ=
75 , 73(1− 0 , 05)

ℜ = 880 , 6

3.3.4.6 Penurunan Tekanan Aliran

Perhitungan penurunan tekanan aliran penting untuk estimasi distribusi aliran.

Perhitungan penurunan tekanan penting untuk perhitungan peralatan berikutnya terutama

pada sistem perpipaan, pompa, dan kompresor. Persamaan ergun berikut digunakan untuk

menentukan penurunan tekanan dari aliran per satuan tinggi :

( ∆LP )=8 . 880 ,6 ( 150+1 , 75. 900 ,7 ) . ¿

( ∆LP )=3 ,22 kPa /mnt


3.3.4.7 Perhitungan Dimensi Pre-reforming

a. Menghitung Diameter Pre-reforming

Diameter pre-reforming dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

175
4 . 9 , 92 m 2
Diameter pre reforming =
√ 3 , 14

D iam eter pre reform ing = 3 , 55 m

b. Menghitung Tinggi Bed

Tinggi bed pre-reforming dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

56 , 64 m 3
Tinggi bed katalis=
9 , 92 m 2

Tin g g i bed ka ta lis = 5 , 706 m

c. Menghitung Tinggi Pre-reforming

Tinggi pre-reforming tersebut adalah tinggi silinder tanpa tutup.

P a n jan g pre refo rm ing = 5 , 7 06 m + 3 ft

P anjang pre reform ing = 6 , 62 m

d. Menghitung Volume Pre-reforming

Volum e pre reform ing = 9 , 92 m 2 . 6 , 62 m

Volum e P re reform ing= 65 , 72 m 3

3.3.4.8 Ketebalan Shell Pre-reforming

Penentuan tebal shell pre-reforming berdasarkan persamaan ASME – VIII Division 1

UG – 27 (thickness of shell under internal pressure) dengan persamaan: (dari ASME – VIII

Division 1).

176
Tshell=797 ,708 psi. 70 , 003∈ ¿ + 0 ,125∈¿ ¿
18300 . 0 , 85−0 , 6 . 797 , 708 psi

Tsh ell= 3 , 82 ∈ ¿

3.3.4.9 Ketebalan Head Pre-reforming

Pra rancang ketebalan head pre-reforming dihitung dengan persamaan ASME – VIII

Division 1 UG-27 (thickness of shell under internal pressure) dari ASME.

Thead =797 , 708 psi . 140 ,006 ∈ ¿ + 0 ,125 ∈¿ ¿


2 .18300 . 0 , 85− 0 ,2 797 , 708 psi

T head = 3 , 73 ∈ ¿

Tabel 3.15 Hasil Akhir Perhitungan Reaktor (Pre-reforming)

Dimensi Pre-reforming Pasaran


Kebutuhan Alat
Data Nilai Satuan Nilai Satuan
Type Reaktor Fixed Bed -
Laju Alir 6,87931 m3/jam -
Jumlah Reaktor Stady 1 -
Tekanan Max 50 bar 55 bar
Temp Max 500 C 560 C
LHSV 10,09 /jam -
Massa Katalis 39655 kg - 2 Reaktor
Volumetric flow 5877,58 m3/hari -
Dimensi Alat
Volume Reaktor 65,8 m3 35 m3
Panjang Bed 5,8 m 3,6 m
Diameter 3,6 m 2 m
Tinggi 6,7 m 3,5 m

177
3,82 in 4 in
Tebal Shell
SA-516 G55 -
3,73 in 4 in
Tebal Head
SA-516 G55 -

3.3.5 Reforming

Reforming merupakan tahapan dimana gas alam dicampur dengan sejumlah

steam. Tahapan ini bertujuan untuk membentuk H2, CO, CO2 dari gas alam.

Katalisator yang biasanya digunakan nickel pada alumina base yang ditempatkan di

dalam tube – tube reformer.

Tabel 3.16 Parameter Perhitungan Refroming


Parameter
Pressure in 45 bar
Temperature in 475 C
7226,6 kg/ja
Laju Alir
6 m
Katalis NiO
Bulk Density NiO 0,7 kg/L
Diameter Katalis 11 mm
% Reaksi
  80 %
Terjadi

3.3.5.1 Menghitung Kebutuhan Katalis

178
Menghitung kebutuhan katalis pada reforming dapat di hitung dengan mengetahui

0,09 kg NiO berkerja efektif pada 1 kg feed(13:819) (output secondary reforming) dan

kebutuhan katalis pada reforming di asumsikan 80% dari total katalis, dapat di hitung

dengan :

71377 , 36 kg / hari
Kebutuhan katalis total=
0 ,009 kg

K eb u tuh a n ka ta lis to ta l = 7 93 08 1 , 7 7 kg

Lalu, kebutuhan katalis pada reforming di hitung menjadi :

80
K ebutuhan katalis reform ing = 793081 , 77 kg .
100

K ebu tu h a n ka ta lis reform in g = 6 34 4 65 , 4 kg

3.3.5.2 LHSV

Space velocity adalah variabel proses yang penting dalam proses reforming,

dan dengan variabel ini dapat mengukur waktu kontak antara reaktan dan katalis.

Dalam proses komersial modern reforming biasanya dioperasikan pada range LHSV

1-2/hr(7:975). Dalam penentuan LHSV harus mempertimbangkan reaksi yang terjadi

didalam proses reforming serta pertimbangan dari segi proses. LHSV dihitung dengan

rumus:

244 , 89 m 3 / jam
LHSV =
793 , 08 m 3

LH SV = 0 , 308 / jam

3.3.5.3 Mass Flux

179
Mass flux adalah laju alir masssa per area luasan. Berdasarkan buku

hydroprocessing for clean energy: Design, Operation, and Optimization sebesar 3500 – 4500

lb/ft2jam. Nilai mass flux dapat dihitung dengan persamaan berikut:

22294 , 28 kg / hari
Mass flux =
2 , 064 m 2

kg
Mass flux =10800 .m 2
jam

3.3.5.4 Volumetric Flow

Mengetahui volumetric flow pada reforming sangat penting, volumetric flow

ini di gunakan untuk mengetahui flow yang akan masuk pada sebuah alat. Untuk

mengetahui volumetric flow dapat digunakan rumus :

244899 kg / hari
Volum etric flow =
12 , 44 kg / m 3

Vo lu m etric flo w = 1 96 86 , 4 4 m 3 / h a ri

3.3.5.5 Reynold Number

Perancangan reforming, reynold number menggambarkan kontak yang seragam dari

fluida dalam reforming. Reynold number dijaga lebih besar dari 100 untuk menjaga kondisi

tersebut. Persamaan Reynold number dituliskan sebagai berikut(2:4):

kg
10800 m 2 . 0 ,11 m
jam
ℜ=
88 , 07 Pas(1−0 , 05)

ℜ = 5 111 , 72

3.3.5.6 Menghitung Tube Reforming

180
Tube merupakan komponen yang sangat penting pada reforming, karena

dalam tube terjadinya reaksi utama yang akan menghasilkan syngas(5:129). Perhitngan

tube di lakukan beberapa tahap antara lain sebagai berikut :

c. Diameter Tube

Pemilihan diameter tube ditentukan berdasarkan ukuran butir katalis agar

memberikan perpindahan panas yang maksimal. Untuk menghitung diameter dalam

tube dihitung dengan :

609 ,15 psi . 0 , 08 m


D iam eter tube=
2 , 4 . 3510 psi

D iam eter tube = 0 , 2277 ∈ ¿

d. Jumlah Tube

Menentukan jumlah tube (Ntube) dihitung dengan:

68 , 027 kg / s
Ntube=
kg
0 ,21 .m 2
s

N tu be = 324 buah

Dimana untuk mendapatkan nilai Wt di perlukan persamaan sebagai berikut :

kg 3 , 14
W t = 35 , 19 .s 0 , 0873 2
m2 4

W t = 0 , 2 1 kg / s

Untuk mencari nilai Gt di perlukan rumus :

kg
5111 ,72 × 0 ,0007573 .m2
s
¿=
0 ,11

¿ = 35 , 19 kg / m 2. s

181
3.3.5.7 Menghitung Shell Reforming

Shell di hitung dengan benar, karena shell merupakan komponen yang penting

untuk menunjang umur dari reforming. Dalam menghitung shell dilakukan beberapa

tahap antara lain sebagai berikut :

g. Diameter Dalam Shell

Menghitung diameter shell dapat menggunakan rumus :

ID sh ell = 6 , 5076 m + 0 , 00318 m

ID shell = 6 , 51082 m

Untuk mengetahui nilai Db di lakukan perhitungan kembali menggunakan rumus :


1
324 buah 3 ,412
Db=( )
0 , 919

D b = 6 , 692 m

h. Tinggi Shell

Tinggi shell dapat di hitung menggunakan rumus :

Tin g g i S h ell = 17 , 6 m + 0 , 127 m + 0 , 254 m

Ting g i S h ell = 17 , 981 m

Untuk menambahkan safety pada panjang pipa sebesar 10% :

P anjang P ipa Safey F actor = 16 m + 1 , 6 m

i. Tebal Shell

Perhitungan tebal shell adalah berdasarkan pertimbangan tekanan desain

reforming. Perhitungan ketebalan shell reformingadalah berdasarkan persamaan.:

Tshell=580 , 151 psi . 256 ,33∈ ¿ +0 ,125∈¿ ¿


2(1500 . 0 ,85−0 , 6 . 580 ,151 psi)

182
Tsh ell= 5 , 4766 ∈ ¿

j. Diameter Luar Shell

Diameter luar shell dapat di hitung menggunakan rumus :

ODshell=0 , 1597 m+(2 . 6 , 69m)

O D shell= 7 , 0 11 m

k. Volume Shell

Menghitung volume shell di gunakan rumus berikut :

3 , 14
Volshell= 6 , 69 2 m .5 , 47 ∈ ¿
4

Vo lsh ell= 5 , 615 m 3

l. Luas Shell

Pada tahap ini luas shell sangat di perlukan, untuk menghitung luas lokasi yang akan

di gunakan. Luas shell dapat di hitung dengan rumus :

L uas sh ell dalam = 3 , 14 . 6 , 69 m . 0 , 159 m

L u as sh ell dalam = 3 , 356 m 2

L uas sh ell lu ar = 3 , 14 . 7 , 011 m . 0 , 159 m

L u as sh e ll lu a r = 3 , 516 m 2

3.3.5.8 Jumlah Baffle Reforming

Jumlah baffle sangat menentukan terhadap hasil reaksi, baffle menjadi jalan

untuk feed dalam reforming, oleh karna itu jumlah baffle yang di butuhkan harus

benar-benar tepat. Menghitung baffle dapat menggunakan rumus :

17 ,6 m
Jum lah B affle =
3 ,248 m

183
Ju m lah b a ffle = 6 bu ah

3.3.5.9 Menghitung Head Reforming

Perhitungan head adalah berdasarkan pertimbangan tekanan desain

Reforming. Material perancangan ditentukan berdasarkan tekanan desain dan

temperature desain. Perhitungan headreformingadalah berdasarkan persamaan.

e. Tebal Head

Tebal head dapat di hitung dengan rumus berikut :

Thead=580 ,151 psi .263 , 38∈ ¿ +0 ,125∈¿ ¿


2(15000 .0 ,85−0 ,2 .580 ,151 psi)
T head = 5 , 82 ∈ ¿

f. Tinggi Head

Tinggi head dapat di hitung dengan rumus berikut :

T head = 0 , 83 6 m + 0 , 1 52 m + 0 , 0098 m

T head = 39 , 303 m

Menghitung Tinggi head di perlukan komponen b, rumus untuk menghitung b :

b = 0 , 5 . 0 , 5 . 6 , 69 m

b = 0 , 813 m

g. Volume Head

Menentukan volume head dapat dengan rumus berikut :

3 , 14
Volhead = ¿
24

Volh ea d = 39 , 2 17 m 3

h. Luas Head

184
Pada tahap ini luas head sangat di perlukan, untuk menghitung luas lokasi

yang akan di gunakan. Luas head dapat di hitung dengan rumus :

3 , 14
L ∈ head = 3 , 14 ( 2 .3 , 346 ) 0 , 152+ (2 .3 ,346 )2
4

L ∈ head = 38 , 35 m 2

3 ,14
L out head = 3 ,14 ( 2.3 , 346 + 2.0 , 00984 ) 0 , 152 + ( 2 .3 , 346 + 2.0 , 00984 )2
4

L o u t hea d = 5 6 , 3 8 m 2

3.3.5.10 Dimensi Reforming

Reforming merupakan alat yang sangat penting untuk methanol plant, karena

di sinilah terjadinya reaksi pembentukan syngas. Oleh sebab itu dimensi reforming

sangatlah penting dimensi reforming ada 2 tahap yaitu :

c. Volume Reforming

Berikut rumus yang di gunakan untuk menghitung volume reforming :

Volume reforming=5 , 615 m3+(2 .39 , 217 m3)

Vo lu m e reform ing = 84 , 0 49 m 3

d. Luas Reforming

Berikut rumus yang di gunakan untuk menghitung luas reforming :

Luas dalam reforming=3 , 356 m2+(2. 38 , 35 m3)

L u a s da la m refo rm ing = 8 9 , 06 m 2

Luas luar reforming=3 , 516 m2+(2. 56 , 38 m3)

L uas lu a r refo rm ing = 11 6 , 28 m 2

185
Tabel 3.17 Hasil Akhir Perhitungan Reforming
Dimensi Reforming Pasaran Kebutuhan Alat
Data Nilai Satuan Nilai Satuan
Jumlah Reforming
1 -
Stady
7,2264 m3/ja
Laju Alir -
3 m
Tekanan Max 43 bar - 1 Reforming
Temp Max 900 C -
0,3087
LHSV /jam -
9
Massa Katalis 634465 kg -

186
19686, m3/har
Volumetric flow -
4 i
Dimensi Alat
Diameter Tube 0,23 in 0,3 In
Jumlah Tube 324 -
Diameter Dalam Shell 6,69 m 6,9 m
Diameter Luar Shell 7,01 m 7,2 m
Tinggi Shell 17,98 m 19 m
5,47 in 5,8 in
Tebal Shell
SA-301 GB -
Volume Shell 5,61 m3 5,7 m3
Luas Dalam Shell 3,35 m2 -
Luas Luar Shell 3,51 m2 -
Jumlah Baffle 6   -
5,07 in 5,2 in
Tebal Head
SA-301 GB -
Tinggi Head 0,99 m 1,1 m
Volume Head 39,21 m3 40 m3
Luas Dalam Head 38,35 m2 -
Luas Luar Head 56,32 m2 -
Volume Reforming 84,04 m3 90 m3
Luas Dalam Reforming 80,06 m2 -
Luas Luar Reforming 116,82 m2 -

187
3.3.6 Perancangan Secondary Reforming

Pada penulisan ini akan merancang secondary reforming yang ber-basic reaktor fix

bed, sebagai berikut beberapa langkah untuk menghitung reaktor fix bed :

Tabel 3.18 Parameter Perhitungan Reaktor (Secondary Reforming)

Parameter
Pressure in 32 bar
Temperature in 775 C
7226,6 kg/ja
Laju Alir
6 m
Katalis NiO
Bulk Density NiO 0,7 kg/L
Diameter Katalis 11 mm
% Reaksi
  15 %
Terjadi

3.3.6.1 Menghitung Kebutuhan Katalis

Menghitung kebutuhan katalis pada secondary reforming dapat di hitung dengan

mengetahui 0,09 kg NiO berkerja efektif pada 1 kg feed (13:819) (output secondary reforming)

dan kebutuhan katalis pada secondaryreforming di asumsikan 15% dari total katalis, dapat di

hitung dengan :

71377 , 36 kg / hari
Kebutuhan katalis total=
0 ,009 kg

K eb u tuh a n ka ta lis to ta l = 7 93 08 1 , 7 7 kg

Lalu, kebutuhan katalis pada secondaryreforming di hitung menjadi :

15
Kebutuhan katalis secondary reform ing = 793081 , 77 kg .
100

188
K ebutuhan ka talis seco ndary reform ing = 118962 , 3 kg

3.3.6.2 LHSV

LHSV desain ditentukan berdasarkan kondisi dari reaksi yang dibutuhkan oleh unit.

Volume umpan cair didapatkan dari kapasitas desain yang telah ditentukan sebelumnya.

LHSV dapat dihitung dengan persamaan berikut :

820 , 26 m 3 / jam
LH SV =
118962 , 3 m 3

LH SV = 0 , 0 068 / jam

3.3.6.3 Mass Flux

Mass flux adalah laju alir masssa per area luasan. Berdasarkan buku

hydroprocessing for clean energy: Design, Operation, and Optimization sebesar 3500 – 4500

lb/ft2jam. Nilai mass flux dapat dihitung dengan persamaan berikut:

227 , 85 kg / jam
Mass flux =
18 , 98 m 2

kg
Mass flux = 43200 .m2
jam

189
3.3.6.4 Volumetric Flow

Volumeric flow adalah suatu parameter untuk mengukur aliran flow yang akan

melalui sebuah alat, untuk menghitung volumetric flow dapat menggunakan rumus :

820268 kg / hari
Volum etric flow =
12 , 44 kg / m 3

Vo lu m etric flo w = 65 9 937 , 96 m 3 / h a ri

3.3.6.5 Reynold Number

Perancangan secondary reforming, reynold number menggambarkan kontak yang

seragam dari fluida dalam reaktor. Reynold number dijaga lebih besar dari 100 untuk

menjaga kondisi tersebut. Persamaan Reynold number dituliskan sebagai berikut(48:4) :

kg
155520000 . m 2 .0 , 011 m
s
ℜ=
75 , 73(1− 0 , 05)

ℜ = 2 17 78 , 6 5

3.3.6.6 Penurunan Tekanan Aliran

Perhitungan penurunan tekanan aliran penting untuk estimasi distribusi aliran.

Perhitungan penurunan tekanan penting untuk perhitungan peralatan berikutnya terutama

190
pada sistem perpipaan, pompa, dan kompresor. Persamaan ergun berikut digunakan untuk

menentukan penurunan tekanan dari aliran per satuan tinggi :

( ∆LP )=8 .23778 , 65 ( 150+1 ,75. 900 , 7) . ¿

( ∆LP )=3 ,22 kPa /mnt


3.3.6.7 Perhitungan Dimensi Secondary Reforming

a. Menghitung Diameter Secondary reforming

Diameter secondary reforming dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

4 . 18 , 98 m 2
Diameter sec reforming =
√ 3 , 14

D iam eter sec refo rm ing = 4 , 19 m

b. Menghitung Tinggi Bed Katalis

Tinggi secondary reforming dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.

148 ,7 m 3 / hari
Tinggi bed katalis=
18 , 98 m 2

Tin g g i b ed ka ta lis = 7 , 83 m

c. Menghitung Tinggi Secondary reforming

Tinggi secondary reforming tersebut adalah tinggi silinder reaktor tanpa tutup reaktor.

191
P a njan g pre refo rm in g = 7 , 8 3 m + 3 ft

P a njan g pre reform ing = 8 , 745 m

3.3.6.8 Ketebalan Shell Secondary Reforming

Penentuan tebal shell berdasarkan persamaan ASME – VIII Division 1 UG – 27

(thickness of shell under internal pressure) dengan persamaan:

Tshell= 435 ,113 psi . 96 , 813∈ ¿ + 0 ,125 ∈¿ ¿


18300 . 0 , 85−0 ,6 . 435 , 113 psi

Tsh ell= 3 , 818 ∈ ¿

3.3.6.9 Ketebalan Head Secondary Reforming

Pra rancang ketebalan head di hitung berdasarkan persamaan ASME – VIII Division

1 UG-27 (thickness of shell under internal pressure) dari ASME :

Thead = 435 ,113 psi .193 , 62∈ ¿ + 0 ,125∈¿ ¿


2 . 18300 . 0 , 85−0 , 2. 435 , 113 psi

T head = 3 , 74 ∈ ¿

Tabel 3.19 Hasil Akhir Perhitungan Reaktor (Secondary Reforming)

Kebutuhan
Dimensi Secondary Reforming Pasaran
Alat
Data Nilai Satuan Nilai Satuan
Type Reaktor Fixed Bed -
Laju Alir 7,43514 m3 - 3 Reaktor
Jumlah Reaktor Stady 2 -

192
Tekanan Max 35 bar 38 C
Temp Max 1100 C 1200 C
LHSV 0,0069 /jam -
Massa Katalis 118962 kg/jam -
Volumetric flow 65938 m3/hari -
Dimensi Alat
Volume Reaktor 166,1 m3 90 m3
Panjang Bed 7,9 m 4 m
Diameter 5 m 2,7 m
Tinggi 8,7 m 4,5 m
3,81 in 4 in
Tebal Shell
SA-516 G55 -
3,74 in 4 in
Tebal Head
SA-516 G55 -

3.3.7 Perancangan Reboiler

3.3.7.1 Heat Balance


Heat duty produk pada reboiler diperoleh dari neraca panas bottom kolom

stabilizer.Hasil yang diperoleh adalah 77965978 btu/hr , karena Q Produk = Q

steam maka massa steam yang dibutuhkan dapat diketahui dengan

menggunakan persamaan dibawah ini

Q steam = m x Cp x ∆T

Sehingga massa steam diperoleh

Qsteam = 2730667.4 Btu/hr

3.3.7.2 LMTD

Persamaan yang digunakan untuk menghitung LMTD sebagai berikut :

193
( T 1−t 2 )−(T 2−t 1) ( 482−302 ) −(302− 86 )
LMTD = T 1−t 2 = 482−158
ln ln
T 2− t 1 302 −86

LMTD = 287.88015 °F

Sebelum menghitung LMTD koresi, nilai R dan S harus dihitung terlebih

dahulu untuk mencari faktor koreksi dengan memplotkan nilai R dan S

kedalam grafik

T 1− T 2
R = t 2− t 1

482− 302
= 158 − 86

= 2.5

t 2 −t 1
S = T 1−t 1

158− 86
= 482− 86

= 0.1818

Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh faktor koreksi 1 sehingga lagkah

selanjutnya mencari nilai LMTD koreksi

LMTD koreksi = 336,819 °F

3.3.7.3 Mencari Tc dan tc

194
Data-data yang digunakan untuk menghitung Tc dan tc adalah

∆ tc
∆ th = 0,667

Dari data diatas diperoleh nilai Kc dan Fc dengan menggunakan grafik

Kc = 1,12

Fc = 0,576

Sehingga diperoleh

Tc = T2 + Fc x (T1-T2)

= 302 + 0,576 . (482-302)

= 405,68

3.3.7.4 Trial HE

Langkah pertama dalam trial HE adalah asumsi Ud, Batasan Ud diperoleh dari

table pada buku kern. Batasan Ud yang diperoleh untuk steam

Asumsi Ud sebesar 110 dari asumsi tersebut diperoleh Ao, dengan persamaan

dibawah ini :

Qk
Ao = Ud x ∆ T

67200 , 28726
Ao 110 x 336 , 819

195
Ao = 1,813764 ft²

Trial 1

OD = 1 in

BWG = 16 ft

Surface per li ft, ft²

Dari trial tersebut diperoleh jumlah pass (Nt) dengan persamaan berikut

Ao
Nt = Lxd ¿

1 , 813764
Nt = 16 x 1

Nt = 1.133

Spesifikasi tube yang mendekati hasil perhitungan diatas adalah

Tube OD = 1 in (1,25 in square pitch)

Shell id = 29 in

Pass = 4 pass

Nt = 150

3.3.7.5 Menghitung Ud Terkoreksi

196
Dari spesifikasi tube diatas diperoleh luas permukaan koreksi untuk

menentukan Ud koreksi, dengan menggunakan persamaan berikut

Ao = Nt x L x d”

Ao = 0,113 x 16 x 1

Ao = 1,812 ft²

Sehingga diperoleh,

Qk
Ud = Ao x ∆ T

6720028 , 726
Ud = 1 , 812 x 336 , 819

Ud = 109,97 (memenuhi syarat)

3.3.7.6 Perhitungan Tube Side

Data Tube :

OD = 1 in

ID = 0,87

Flow area per tube = 0,594

 Menghitung Flow Area

Data-data yang digunakan untuk menghitung At adalah

197
Nt = 150

N = 4 pass

Sehingga diperoleh,

Nt x a ' t
At = 144 x n

150 x 0 , 594
At = 144 x 4

At = 0,154 ft²

 Mencari Mass Velocity

Persamaan yang digunakan untuk menghitung mass velocity sebagai berikut :

W
Gt = at

67200 , 28726
Gt = 0 , 154

Gt = 434,42 lb/hr.ft²

 Menghitung Bilangan Reynold

Bilangan Reynold digunakan untuk menentukan faktor friksi (f) yang akan

digunakan untuk menghitung pressure drop. Data yang digunakan untuk menghitung

bilangan reynold adalah viskositas dan diameter. Persamaan yang digunakan adalah

198
0 , 725 x 434 , 43
Re = 0 , 04403

= 715,32

Dari hasil perhitungan bilangan reynold dan viskositas diperoleh nilai JH = 350 dan k

(c𝜇/k)1/3 = 0,035 dengan menggunakan grafik pada lampiran. Nilai JH dan k

(c𝜇/k)1/3 digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan panas dengan

menggunakan persamaan berikut


k Cμ
Hi =
D k ( ) ɸt
100 x 0 , 125
Hi = 0 , 675

Hi = 18,518

Maka diperoleh

ID
Hio = hi x OD

0 , 675
Hio = 18,518 x 0 , 0633

Hio = 197,47

3.3.7.7 Menghitung Shell Side

 Menghitung Flow area

199
Data yang digunakan untuk menghitung flow area bagian shell adalah baffle (B) =

23,2 diameter shell 29 in, C = 0,25 dan pitch = 1,25 in square. Persamaan yang

digunakan untuk menghitung flow area adalah

'
ID x C B
As =
144 pt

29 x 25 x 23 , 2
As = 144 x 1 , 25

As = 0,9344 ft²

 Menghitng Mass Velocity

Persamaan yang digunaan untuk menghitung mass velocity sebagai berikut

w
Gs = as

779 ,675978
Gs = 0 , 9344

Gs = 834,373 lb/hr.ft²

 Menghitung Bilangan Reynold

Persamaan yang digunakan dalam menghitung bilangan reynold bagian shell adalah

0 , 06 x 834 , 373
Re = 2 , 904

200
= 172,39

Dari hasil perhitungan bilangan reynold dan viskositas diperoleh nilai JH = 300 dan k

(c𝜇/k)1/3 = 0,13 dengan menggunakan grafik pada lampiran. Nilai JH dan k (c𝜇/k)1/3

digunakan untuk menghitung koefisien perpindahan panas dengan menggunakan

persamaan berikut


k cμ
Ho =Jh
De k( ) ɸt
0 ,13
Ho = 300 x 0 , 0825

Ho = 472,727

3.3.7.8 Menghitung Pressure Drop

Data data yang digunakan untuk mencari pressure drop bagian tube adalah

F = 0,00014

S =1

V2/2 = 0,11 psi

Persamaan yang digunakan untuk menghitung pressure drop bagian tube

adalah

2
f xGt x L x n
∆P = 10
5 ,22 x 10 x D x S x ɸt

201
2
0 , 00014 x 434 , 426 x 16 x 4
∆P = 10
5 ,22 x 10 x 0 , 0725 x 1

∆P = 0,4468 psi

4n V ²
∆PR = s 2 g'

4x4
∆PR = 1 x 0 , 11

= 1,76 psi

Maka dari hasil perhitungan diatas diperoleh pressure drop

∆ Pr ∆Ps + ∆PR

∆ Pr 0,4468 + 1,76

= 2,206 psi

untuk pressure drop bagian shell menggunakan persamaan dibawah ini

2
f x G s x L xn
∆P = 10
5 ,22 x 10 x D x S x ɸt

2
0 , 0016 x 834 , 373 x 16 x 4
= 10
5 ,22 x 10 x 0 , 0825 x 0 , 68

= 2,434 psi

202
3.3.7.9 Menghitung Clean Overall Koefisien

Persamaan yang digunakan untuk menghitung clean overall koefisien dan Rd

adalah sebagai berikut

hio x ho
Uc = hio +ho

197 , 4723 x 472 , 7272


Uc = 197 , 4723 + 472 ,7272

= 139,287

Dari hasil perhitungan diatas, dapat diperoleh Rd calculation

Uc−Ud
Rd = Uc +Ud

139 ,287 x 1 , 10058


= 139 , 287 + 1 ,10058

= 0,9014

3.3 8 Pra-Rancang Water Cooler


Water Cooler (E-0101) merupakan bagian dari jenis alat heat exchanger. Alat

yang terdapat di sinsesis unit ini berfungsi untuk menurunkan temperatur umpan

syngas yang keluar dari reboiler (sebelum masuk kompressor), agar dikompres

terlebih dahulu dan selanjutnya akan masuk ke reaktor untuk di reaksikan

3.3.8.1 Data Perhitungan

203
Berikut adalah data-data perhitungan pra-rancang water cooler yang

diperlukan pada tube side (umpan natural gas dari top MP separator) dan shell side

(water dari cooling tower):

Tube Side

Diketahui:

Flow rate syngas = 159389,6 lb/hr = 72297, 918 kg/hr

SG 60/60 = 0,0033

Cp = 0,43847 BTU/lb.oF

Viskositas = 0,01315 cP

Shell Side

Diketahui:

Flow rate water = 169338,07 lb/hr = 76810,07 kg/hr

SG 60/60 = 1,007

Cp = 1,03111 BTU/lb.oF

Viskositas = 0,8904 cP

Tabel 3.20 Data Temperatur Pada Water Cooler

Keterangan   Shell side Tube side


  Water Syngas
Fluida
  Inlet t1 Outlet t2 inlet T1 Outlet T2
Temperature F 77 95 125.6 95

204
Gambar 3. 2 Skema Aliran Tube Side dan Shell Side

3.3.8.2 Perhitungan Neraca Panas

Berdasarkan pada tabel 3.2.1, data awal yang diketahui adalah data inlet (T1)

yang merupakan temperatur Syngas dari boiler. Lalu, dengan menargetkan nilai T2

sebesar 35 °C atau 95 °C, maka dapat diketahui nilai Q1 menggunakan rumus pada

persamaan (2.37) yang hasilnya sebesar 970034.3 Btu/hr. Selanjutnya diasumsi

kembali nilai t1 sebesar 25 °C yang merupakan pendingin (water). Agar tidak terjadi

temperature cross, maka keluaran temperatur pada shell side (t2) juga diasumsi

sebesar 35 °C. Dengan ini, maka dapat diketahui besarnya flow rate water melalui

persamaan yaitu sebesar 16933807,09 lb/hr. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat

langkah perhitungan neraca panas dibawah ini:

Qsyngas = W.Cp.dT

= 970034,3 lb/hr x 0,363479 Btu/lb.°F x (125,6 - 95) °F

= 970034,3 Btu/hr

Mencari total flow rate water:

Qsyngas = Qwater

205
Qsyngas = w.Cp.dt

970034,3 BTU/hr = w x 1,03111 BTU/lb.°F x (95 - 77) °F

Btu
W = 970034 hr / 1.03111 Btu/lb.° F x ( 95−77 ) ° F

W = 16933807,09 lb/hr

3.3.8.3 True TemperatureDifference (Δt)


Tabel 3.21 Hasil Perhitungan LMTD

Fluida panas Keterangan Fluida dingin


T1 = 125.6 Temperature bagian atas (f) t2 = 95 ∆Th (T1-t2) = 30.6
T2 = 95 Temperature bagian bawah (f) t1 = 77 ∆tc (T2-t1) = 18
(T1-T2) = 30.6 selisih (F) (t2-t1) = 18

Berikut adalah hasil perhitungan dalam menentukan LMTD:

∆ t 2−∆ t 1
=( T 1−t 2 )−¿ ¿
LMTD = ln ∆ t 2
∆t1

30−18
LMTD = ln 30
18

LMTD = 23,7454 °F

Kemudian mencari nilai R dan S dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

T 1 −T 2
R=
t 2 −t 1 = 30,6/18 = 1,7

t 2−t 1
S=
T 1 −t 1 =18/48,6 = 0,37

Maka dapat diketahui nilai FT sebesar 0,805 yang didapatkan melalui grafik LMTD

Correction Factor yang tertera di lampiran 17 (1 shell pass dan 2 tube pass). Sehingga

CMTD dapat diketahui menggunakan persamaan (2.44).

206
CMTD = Ft . LMTD

= 0,805 x 23,7454 °F = 19,115 °F

3.3.8.4 MenghitungCaloric Temperature(Tc, tc)


Fluida yang mengalir di shell side (water) memiliki nilai °API sebesar 9,016

berdasarkan nilai SG yang telah diketahui (1,007). Dengan nilai °API tersebut dan

range temperatur (t2 - t1), maka dapat diketahui harga Kc = 1. Setelah itu dari harga

Kc, dapat diketahui harga Fc = 0,3975 berdasarkan data ΔTh/Δtc (0,588). Hasil Kc

dan Fc tersebut didapatkan melalui grafik caloric or true average fluid temperature

yang tertera pada lampiran 18. Dengan ini maka dapat diketahui caloric temperature

pada fluida Syngas (Tc) dan fluida water (tc) melalui persamaan sebagai berikut

Tc = T2 + Fc(T1-T2)

= 95° F + 0,3975 (30,6 °F)

= 107,1635 °F

Tc = t1 + Fc(t2-t1)

= 77 °F + 0,3975 (18 °F)

= 84,155 °F

3.3.8.5 Menentukan Harga UD Koreksi


Telah diketahui fluida panas yang mengalir tube side adalah syngas dan fluida

dingin yang mengalir di shell side adalah water. Approximate Overall Design

Coefficient dapat diketahui Overall Ud dari jenis fluidanya. Fluida syngas mempunyai

viskositas 0,01315 cP sehingga masuk jenis fluida light organics, yang dimana

mempunyai syarat “less than 0,5 centipoise”. Maka dapat diketahui overall Ud

dengan rentang nilai 75 – 150 Btu/jam/ft2.°F. Setelah dilakukan trial beberapa kali,

207
didapatkan UD asumsi = 100 Btu/jam/ft2.°F. Dengan ini maka dapat dicari nilai A

(jumlah perpindahan panas) yang dibutuhkan berdasarkan persamaan yang dihitung

sebagai berikut:

Q
A = UD . CMTD

970034 ,3
A = 100 x 19 ,115

A = 507,4728 ft²

Selanjutnya berdasarkan data yang tertera di tabel pada lampiran 20 dan

lampiran 21, diambil data tube dengan ukuran 1 inch OD on 1,25 inch (triangular

pitch) dan BWG 16. Setelah itu dapat dicari jumlah tube minimal dari persamaan.

Nilai tersebut dihitung berdasarkan nilai panjang tube yang diasumsikan sebesar

11,26288 ft dan surface per lin ft sebesar 0,2618 ft²

A
Nt = a . L asums i ¿

507 , 4728
Nt = 0 ,2618 x 11 , 26288

Nt = 172,1051

Jumlah tube minimal yang telah didapatkan tersebut, didekatkan pada jumlah

tube yang tertera pada tabel Tube Sheet Layouts Tube Counts Triangulat Pitch

(lampiran 20) melalui data jumlah pass tube yang telah ditentukan sebelumnya (2

tube pass). Maka dari tabel tersebut, diketahui ukuran ID Shell sebesar 23,25 inch.

208
Kemudian dari data jumlah tube minimal, surface per lin ft, dan panjang tube asumsi,

dapat dihitung jumlah perpindahan panas yang tersedia (A koreksi):

Aₒ = Nt x L x a”

Aₒ = 172,1051 x 11,26288 x 0,2618

Aₒ = 507,4728

Setelah diketahui Ao, maka UD dapat dihitung kembali (UD koreksi) dengan

menggunakan rumus yang tertera pada persamaan:

Q
UD = A .CMTD

970034 , 3
UD = 507 , 4728 . 19 , 115

UD = 99,9998

Dapat dirangkum dari hasil data-data diatas dan berdasarkan tabel yang tertera pada

lampiran 20 dan 21, data dimensi water cooler yang dirancang adalah sebagai berikut:

Type of HE = 1 Shell 2 Tube Passes

Tube = 1” OD, BWG 16, 1,25” triangular pitch

Material tube = ASME A 430

Jumlah tube = 172 buah

Panjang = 11,26288 ft

ID Tube = 0,87 inch

Flow area per tube = 0,594 inch2

Shell pass = 1

209
Tube passes = 2

Baffle spacing = 10 inch

ID shell = 23,25 inch

Material shell = Carbon Steel

Shell side = Water (fluida dingin)

Tube side = Natural Gas (fluida panas)

Alasan pemilihan carbon steel sebagai bahan material adalah karena material ini

mampu beroperasi pada suhu °C – 400 °C. Harga pun lebih murah dibangkan bahan

material lainnya. Selain itu material carbon steel cocok digunakan untuk fluida yang

tidak terlalu tinggi tingkat korosifitasnya (handbook material and equipment by P.

Trambouze).

3.3.8.6 Perhitungan Heat Transfer Film Coefficient

Tube Side (Syngas, fluida panas)

Dari persamaan (2.49) dapat dicari terlebih dulu total luas aliran fluida atau flow area
tube (at) berdasarkan data jumlah tube minimal, 2 pass tube, dan flow area per tube
(at’):

Nt x at '
at = 144 n

172 x 0 , 594 ∈ ²
at = 144 x 2

at = 0,354967 ft²

Setelah itu dihitung mass velocity berdasarkan persamaan (2.50):

W
Gt = at

210
159389 ,6
Gt = 0 ,354967 lb/hr.ft²

Kemudian dicari bilangan reynold dari persamaan (2.51) berdasarkan data viskositas

fluida natural gas (0,01315 cP), ID tube, dan mass velocity. Nilai viskositas tersebut

dikalikan dengan konversi 2,4192 menjadi 0,0318125 lb/ft.hr. Maka hasil hitung

bilangan reynold adalah:

¿
Re = D x> µ ¿

0 , 0725 . 449026 , 9
Re = 0 , 031813

Re = 1023,307

Dengan ini maka dapat diketahui heat transfer film coefficient factor sesuai

persamaan (2.55). Harga JH diketahui melalui grafik yang tertera pada lampiran

24.Harga k(c.μ/k)1/3 diketahui melalui grafik yang tertera pada lampiran 23

berdasarkan data viskositas natural gas. Maka hasil perhitungannya sebagai berikut:

(Asumsi nilai koreksi viskositas,Φt dan Φs = 1)


hi k cµ
ɸt
= jH
D k ( )
Btu F
1 . ft ( )
hr ft
¿ 1100 x
0 ,0725 ft
¿ 15172 , 41

Kemudian harga hi tersebut dikoreksi berdasarkan nilai ID tube dan OD tube:

hio hi ID t
=
ɸt ɸ t ODt

211
btu 0 , 87
¿ 15172 , 4138 . ft ² . ° f x ( inch)
hr 1

btu
¿ 13200 . ft ² . ° f
hr

Shell Side (Water, fluida dingin)

Langkah perhitungan heat transfer film coefficient factor di shell side (ho), kurang-

lebih sama seperti pada perhitungan diatas (tube side), namun data perhitungan yang

dibutuhkan sebagian berbeda. Flow area pada bagian shell dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan (2.52). Berikut tahapan perhitungannya:

As ID Shell x C B } over {144 p, ¿

As ¿ 0 , 504 ft

Kemudian menentukan mass velocity (Gs):

W
Gs as

169338 ,07
Gs 0 , 504

Gs ¿ 335988 , 2 lb/hr.ft²

Setelah itu dicari bilangan reynold sesuai persamaan (2.54) berdasarkan data

viskositas fluida water (0,8904 cP), De shell, dan mass velocity. Nilai viskositas

tersebut dikalikan dengan konversi 2,4192 menjadi 2,154 lb/ft.hr. Nilai De shell

(equivalent diameter shell) sebesar 0,72 inch = 0,06 ft yang didapatkan dari lampiran

22 terhadap data tube (1” OD, 1,25”) triangular pitch. Maka hasil perhitungan

bilangan reynold sebagai berikut:

212
De x Gs
Re = µ

0 , 06 x 335988 , 2
Re = 2 , 154

Re = 9359,004

Selanjutnya mencari harga JH dan k(c.μ/k)1/3 sebelum menghitung ho. Harga JH

didapatkan dari grafik yang tertera pada lampiran 22, begitu pun harga k(c.μ/k)1/3

didapatkan dari grafik pada lampiran 23. Maka hasil perhitungan heat transfer film

coefficient factor (ho) sebagai berikut:


k Cµ
ho ¿ jh
De k( )
45 x 0 , 17
ho ¿
0 , 06

ho ¿ 127,5 btu/hr.ft².F°
3.3.8.7 Perhitungan Resistant Dirt

Untuk mengetahui nilai Resistand Dirt (Rd), perlu diketahui terlebih dahulu Clean

Overall Coefficient yang dapat dihitung sesuai rumus pada persamaan (2.56):

hio x ho
Uc ¿
hio +ho

13200 x 126 ,28


¿
13200 +126 , 28

¿ 126 , 28

Maka nilai resistant dirt dihitung menggunakan persamaan (2.57):

Uc−Ud
Rd = Uc x Ud

213
126 , 28− 99 , 9998
= 126 , 28 X 99 , 9998

= 0,116139

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan nilai Rd hitung diatas terhadap Rd diizinkan yang

tertera pada tabel (lampiran 25). Sehingga dari tabel tersebut didapatkan Rd natural

gas = 0,0005; Rd water treated make-up = 0,001 dan kemudian dijumlahkan (Rd total

= 0,0015). Maka dapat diambil kesimpulan bahwa Rd hitung lebih besaar dari Rd

total diizinkan, yang berarti perancangan alat water cooler ini memenuhi syarat.

3.3.8.8 Perhitungan Pressure Drop

Tube Side

Perhitungan pressure drop di tube side dapat diketahui dengan menggunakan rumus

pada persamaan (2.58). Untuk nilai f, didapatkan melalui grafik pada lampiran 26

berdasarkan nilai Re di tube side. Berikut adalah hasil perhitungannya:

0 ,5 x f x> x L x n
∆ Pt= 10
5 ,22 x 10 x D x S ɸ t

0 ,5 x 0 , 00002 x ( 449026 , 9 )2 x (11 , 26288 x 2)


¿
5 ,22 x ( 10 )10 x 0 , 0725 x 0 , 0118 x 1

¿ 1 , 01702 psi

Kemudian perlu diketahui return pressure drop pada tube side ini dengan

menggunakan rumus yang ada pada lampiran 27. Maka dari grafik di lampiran 27

tersebut nilai v2 / 2g’ juga dapat diketahui sebesar 0,008 psi. Berikut adalah

perhitungannya:

214
4n V ²
∆ PR = x
SG 2 g '

4 x2
∆ PR =
0 , 0118 x 0 , 01011

∆ P R = 6 , 85 423 7 p si

Maka, pressure drop total yang terjadi di tube side sebesar:

Total ¿ ∆ PR + ∆ P t = 7,871257 psi < 10 psi, memenuhi syarat

Shell Side

Untuk perhitungan pressure drop di shell side (∆PS) dapat diketahui dengan

menggunakan rumus pada persamaan (2.59). Untuk nilai f, didapatkan melalui grafik

pada lampiran 26 berdasarkan nilai Re di shell side. Sedangkan nilai N + 1 yang telah

dihitung sebesar 162,1855 didapatkan dari data 1 shell, panjang tube (11,26288 ft)

dan baffle spacing (0,833 ft).

Maka didapatkan hasil perhitungan hasil ∆PS sebagai berikut:

0 ,5 x f x> x L x n
∆ Ps= 10
5 , 22 x 10 x D x S ɸ t

∆ P s = 4 , 644072 psi

3.3.8.8 Perhitungan Tebal Shell

Melalui rumus yang tertera pada (2.60), maka dapat diketahui tebal shell sebagai

berikut.

Diketahui:

P operasi = 217,5 psi (tekanan dari MP separator)

215
Faktor safety = 20 %

P design = P operasi + (P operasi x faktor safety)

= 217,5 psi + (43,50 psi)

= 261 psi

R = ID Shell / 2 = 11,625 inch

S = 18300 psi

E = 0,8

C = 0,125 inch

Maka:

PR
t= +C
SE − 0 , 6 P

t = 0 , 33448 ≈ 0,34 inch

3.3.9 Perancangan Heat Exchanger

Heat exchanger E-101 berfungsi sebagai sistem pemanas umpan syngas pertama,

umpan syngas bertemperatur sekitar 700 °C akan di ditingkatkan temperaturnya

mencapai 900 °C . Perhitungan heat exchanger E-101 dilakukan dengan beberapa

ketentuan sebagai berikut

1. Perhitungan neraca panas dilakukan untuk mengetahui peningkatan

temperatur Crude Oil dengan massa fluida di shell dan tube yang sudah

diketahui.

2. Data – data fluida; kapasitas panas (Cp) dan Spesific Gravity (SG60/60)

umpan syngas adalah 2,555 Btu/(lb.°F) dan Api 55,377

216
3. Nilai maksimal pressure drop pada tube dan shell yang diizinkan adalah 10 psi

4. Nilai Rd required ditentukan sebesar 0,004.

5. Perhitungan yang disajikan menggunakan metode trial and error, sehingga

diperoleh hasil yang optimal (dimensi terkecil dan pressure drop tidak

melebihi nilai maksimal).

3.3.9.1 Menghitung Neraca Panas

Tabel 3.22
Keterangan Satuan Shell side Tube side
  Steam Syngas
Fluida
  Masuk Keluar masuk keluar
C 100 428 920 600
Suhu
F 212 509 1688 1112
Kg/jam 2975.833 7435
Flow rate
Lb/jam 6560.589 16391.73
Untuk menghitung beban panas heat exchanger digunakan perubahan

entalphy umpan masuk antara inlet dan outlet bagian tube side dan shell side.

Umpan yang masuk ke Heat Exchanger

QShell = QTube

M x Cp x ∆T = M x Cp x ∆T

6560,589 x 0,54 x (t2-100) = 16391 x 0,54 x (1688-1112)

t2 = 509,8484

217
3.3.9.2 Menghitung LMTD

= 1033,229

Kemudian dengan dcari nilai Ft

T 1− T 2
R = t 1− t 2 = 1 , 939

t 2−t 1
S = T 1−t 1 = 0.201

Nilai Ft ditentukan dengan menggunakan grafik LMTD Correction factor

berdasarkan nilai R dan S, sehingga didapat nilai Ft sebesar 0,99 (1 Shell Pass dan

2 tube Pass ). Kemudian nilai CMTD dicari menggunakan rumus

CMTD = Ft x LMTD

= 898,910

3.3.9.3 Menghitung Caloric Temperature (Tc dan tc)

Untuk menghitung Tc dan tc terlebih dahulu mencari nilai dan KC dengan

menggunakan grafik korelasi hubungan °API 55,377 sebesar 1,74 dan untuk

nilain FC dapat menggunakan grafik kolerlasi

∆ tc T 2−t 1
∆ th = T 1−t 2 = 0 , 763

218
Berdasarkan hasil korelasi Kc dan (Δtc/ΔTh) diperoleh nilai Fc = 0,946

TC = T2 + FC (T1-T2)

= 1112 + 0,946 (1688-1112)

= 1656,896

tc = t1 + Fc (t2-t1)

= 212 + 0,946 (509-212)

= 492,962

3.3.9.4 Menghitung Dimensi dengan trial UD

Berdasar table Approximate overall design coefficients didapatkan nilai UD

diantara 40 – 75 Btu/jam.ft2.oF. Setelah dilakukan trial harga UD yang optimum

adalah sebesar 52,63 Btu/jam.ft2.oF.

219
 Adapun nilai heat duty (Q) adalah sama pada shell maupun pada tube,

sehingga pada perhitungan ini Q yang dihitung adalah besar Q pada tube. Luas

transfer panas dengan asumsi UD :

Q
A = Ud x ∆ t

16 , 39173
= 52 , 63 x 898 , 910

= 3,464,7 ft²

 Sebelum melakukan perhitungan jumlah tube asumsi ditentukan jenis HE dan

karakteristik tube yang digunakan. Ditentukan HE yang akan digunakan adalah

satu buah tipe 1-2 dengan ukuran tube adalah 1 inch OD, 13 inch BWG,

surface per linear feet (a’’) = 0,2618 ft2/ft, dan 1 1/4 inch triqngle pitch.

Panjang tube ditentukan 16 ft. Menghitung jumlah tube :

A
Nt Minimal = a x L¿

3464 , 7 ft ²
= 0 , 2618 x 16

= 827,1

Nt koreksi = 835

 Berdasarkan jumlah tube asumsi yang telah diperoleh dilakukan penentuan

jumlah tube yang sesuai dengan standar konfigurasi dimensi shell dengan HE

220
tipe 1-2. Diperoleh jumlah tube adalah 898 dengan diameter shell (ID) sebesar

25 inch. Perhitungan luas transfer panas koreksi dan UD koreksi harga UD

terkoreksi :

A’ = Nt . a” . L

= 835 . 0,2618 . 16

= 3,497,6 ft²

Q
Ud = Ax∆t

163 , 917
= 3497 ,6 x 898 , 910

= 52,13 btu/hr.°F.ft²

3.3.9.5 Perhitungan heat transfer film coefficient pada Tube

Diketahui untuk tube berdimensi 1 Inch, flow area-nya adalah 0,515 inch2.

 Flow area :

Nt x a ' t
at = 144 x n

835 x 0 , 515
at = 144 x 2

at = 1,493 ft²

221
 Mass velocity :

w
Gt = at

163 ,9173
Gt = 1.493

Gt = 109,7906 lb/hr.ft²

 Reynold number

Diketahui untuk tube berdimensi 1 inch, ukuran internal diameter dari tube

adalah 0,81 inch atau 0,04675 ft. Adapun melalui korelasi nilai tc dengan nilai

X,Y fluida (Steam) sesuai grafik diperoleh nilai viskositas 0,919 lb/(ft.jam).

Perhitungan bilangan Reynold

¿
Ret = Dt .> µ ¿

0 , 0675 x 109 , 7906


= 0 , 919

= 80,64053

Sesuai grafik korelasi bilangan reynold dan perbandingan panjang dan diameter

internal tube diperoleh nilai JH senilai 30. Adapun sesuai grafik korelasi bilangan

cxµ
Reynold dan °API dari fluida light naphta, diperoleh nilai 𝐾 [ µ ] 1/3adalah

222
sebesar 0,125 Btu/(jam.(ft2).(°F/ft)). Nilai ɸ diasumsikan satu karenakoreksi

viskositas diabaikan.

30 x 0 , 125
= 0 , 0675

= 111,11 btu/hr.ft².°F

0.0675
= 111,11 . 0 , 0833

= 90 btu/hr.ft².°F

3.3.9.6 Perhitungan heat transfer film coefficient pada Shell

Nilai konstanta C ditentukan sebesar 0,25 inch. Adapun Jarak baffle (B) ditentukan

2/5 dari diameter shell, yaitu 20 inch.

a. Flow area

223
ID x C x B
as = 144 x pt

25 x 0 , 25 x 20
as = 144 x 1

as = 0,6945 ft²

b. Mass velocity

W
Gt = as

6560 ,589
Gt = 0 ,6945

Gt = 944,647 lb/hr.ft²

c. Reynold number

Diketahui dari grafik data internal diameter shell serta tipe ukuran pitch,

maka diperoleh dimeter ekuivalen adalah 0,72 inch atau 0,06 ft. Adapun

melalui korelasi nilai tC dengan nilai X,Y fluida (Crude Oil) sesuai grafik

diperoleh nilai viskositas 1,935 lb/(ft.jam). Perhitungan bilangan reynold:

De . Gs
Res = µ

0 , 06 x 944 , 647
= 1 , 935

= 29,29138

224
d. Sesuai grafik korelasi bilangan reynold dan perbandingan panjang dan

diameter internal tube diperoleh nilai JH senilai 80. Adapun sesuai grafik

korelasi bilangan Reynold dan °API dari syngas, diperoleh nilai K[(c x

μ)/k]^(1/3) adalah sebesar 0,18 Btu/(jam.(ft2).(°F/ft)). Nilai ɸ

diasumsikan satu karena koreksi viskositas diabaikan.Besar Heat transfer

coefficient factor sebagai berikut:

80 x 0 , 18
= 0 , 06

= 240 btu/hr.ft².°F

3.3.9.7 Perhitungan Clean Overall Heat Transfer Coefficient

hio x ho
Uc = hio +ho

90 x 240
= 90 + 240

= 65,45 btu/jam.ft².°F

Setelah dilakukan perhitungan nilai UC lebih besar dari nilai UD, oleh sebab

itu HE yang dirancang sudah memenuhi syarat.

3.3.9.8 Perhitungan Resistant Dirt

225
Ud terkoreksi = 52,13 Btu/jam.ft².°F

Uc−Ud
Rd = Uc x Ud

65 , 45− 52 , 13
= 65 , 45 + 52 , 13

= 0,0039 (Rd table = 0,0033)

Nilai Rd > Rd tabel yang diizinkan pada Tabel Fouling factor

3.3.9.9 Perhitungan Pressure drop pada tube

Sebelum dilakukan perhitungan diperlukan data nilai tube side friction factor (ft).

Nilai ft diperoleh dari grafik korelasi bilangan reynold. Diketahui nilai ft adalah

0,00032 (ft2/in2)

0 , 00032 x 109 , 7906 x 16


∆Pt = 10
5 , 22 x 10 x 0 , 0675 x 1

= 1,595 psi

Selanjutnya terdapat juga pressure drop pada setiap lekukan dari Pass tube atau

disebut return pressure drop (ΔPr).

226
4x4
∆Pr = 0 , 807 x 0,0042

= 0,021

Setelah dilakukan perhitungan pressure drop sisi tube dan return pressure drop,

maka keduanya dijumlah untuk mendapatkan pressure drop total pada tube

∆PT = ∆Pt + ∆Pr

= 1, 595 + 0,021

= 1,616 psi

Hasil perhitungan menunjukan syarat pressure drop pada tube terpenuhi karena

nilainya kurang dari 10 psi.

3.3.9.10 Perhitungan Pressure drop pada Shell

Perhitungan pressure drop pada shell memerlukan data nilai N+1 yang diperoleh

menggunakan persamaan :

ncross shell x 12 x L
N+1 = B

2 x 12 x 16
= 20

=9

227
Sebelum dilakukan perhitungan diperlukan data nilai shell side friction factor (fs).

Nilai fs diperoleh dari grafik korelasi bilangan reynold sehingga didapatkan nilai fs

adalah 0,001 (ft2/in2).

∆PT =
0 , 00018 x 109 ,7906 x ( 3112 ) x 6
10
5 , 22 x 10 x 0 ,06 x 0 , 807 x 1

= 1,21 psi

Hasil perhitungan menunjukan syarat pressure drop pada shell terpenuhi karena
nilainya kurang dari 10 psi

3.3.10 Pra-Rancang Compressor Unit

Pada skripsi ini akan dirancang compressor yang digunakan untuk mengkompresi

syngas yang merupakan side product dari proses yang terjadi akan terjadi didalam

reaktor untuk digunakan dalam proses reaksi dan pemenuhan kondisi operasi rasio

H2/HC. Pada unit sintesis methanol yang akan dirancang 2 compressor dimana satu

kompresor pertama (utama) digunakan untuk operasi dan kompresor kedua akan

digunakan untuk spare apabila kompresor utama mengalami kegagalan.

Antara kompresor pertama dan kedua memiliki kapasitas dan spesifikasi

yang sama. Berikut ini merupakan tahapan-tahapan yang digunakan dalam

melakukan pra- rancang kompresor.

228
3.3.10.1 Kondisi Operasi Compressor

Dalam melakukan pra-rancang compressor diperlukan beberapa data kondisi

operasi compressor seperti pada tabel berikut

Tabel 3.23 Data Kondisi Operasi Compressor

Parameter Nilai Satuan


Massa total masuk 7208.33 kg/jam
Suhu Inlet comp 275 °C
Suhu outlet Comp 265 °C
Tekanan Inlet 20 bar
Tekanan Outlet 60 bar

Untuk nilai P2 dan T2 terlebih dahulu diasumsi, untuk digunakan dalam perhitungan

kondisi operasi yang lain:

3.3.10.2 Specific gravity(SG) syngas

SG syngas dapat dicari dengan membagi berat molekul campuran dan berat

molekul gas campuran dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.24 Komposisi Gas H2 dan Berat Molekul Gas Campuran


Komposisi umpan masuk kompresor
Rumus Bm
Mr Yi % mol
molekul campuran Mol massa
        Bm*Yi Kgmol/jam kg/jam
H2 2 0.55 55 1.1 5.04242E-08 39663458.33
CO2 28 0.18 18 5.04 2.14497E-06 13053791.67
CO 44 0.27 27 11.88 2.24711E-06 19580708.33
Total 74 1 100 18.02 4.4425E-06 72297958.33

229
Dari da1ta komposisi tersebut didapatkan nilai berat molekul campuran (BM

campuran) sebesar 2,618 kg/kgmol. Sedangkan dengan BM Udara 28,9 kg/kgmol,

SG campuran dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

Bm cam puran
SG
B M udara

18 , 02
SG
28 , 97

SG = 0,622

3.3.10.3 Faktor Kompresibilitas Suction (Z1)

Nilai faktor kompresibilitas (Z) didapatkan dari grafik dengan data Reduced

Temperature (Tr) dan Reduced pressure (Pr). Sedangkan Tr dan Pr didapatkan dari

nilai critical Temperature (Tc mix) dan critical pressure (Pc mix).

Tabel 3.25 Perhitungan kondisi kritis (data Tc mix dan Pc mix ) recycle gas

Faktor kompresibilitas suction (Z)


Komposisi Yi pressure Temp Pc Mix Tc Mix

230
critical critical
    bar °c psia Rankin
H2 0.55 12.8 190 7.04 104.5
CO2 0.18 73.8 70 13.284 12.6
CO 0.27 73.8 71 19.926 19.17
Total 1 160.4 331 40.25 136.27

Dari data Tc mix dan Pc mix yang diperoleh, maka data Tr dan Pr dapat dihitung

dengan rumus dibawah ini

T1 265
Tr Tr = 1,944
Tc m ix 136 , 27

60 P1
Pr Pr
40 , 25 Pc m ix =1,490

Dengan data Tr dan Pr yang didapatkan, maka nilai faktor kompresibilitas suction

(Z1) dapat ditentukan dari grafik Generalized Compressibility Chart(7:113) . Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik Generilized Compresibility Factor. Nilai Tr,

Pr dan nilai Z pada kondisi suction dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.26 Perhitungan Nilai Tr1, Pr1 dan Nilai Z1

Parameter Kondisi Inlet Suction Kondisi Standart


Zs (dr
  Nilai Reduced grafik) Nilai Reduced ZL
136.2
2.01805
Tc mix C 7   136.27 1.702502
2
T inlet compressor C 275   232 0.001
Pc Mix (bar) 40.25 0.49689   40.255
0.073283
P inlet compressor (bar) 20 4   2.95

231
3.3.10.4 Faktor Adiabatik Suction (k1)

Dalam suatu Pra-Rancang kompresor maka digunakan suatu proses adiabatic

reversible sehingga dalam perhitungan pra-rancnag kompresor ini membutuhkan nilai

faktor adiabatik (k). Faktor adiabatik dapat dihitung dengan menggunakan nilai panas

jenis campuran gas (Mcp). Nilai Mcp di pengaruhi oleh Temperature yang didapatkan

pada Tabel Mcp(GPSA:315). Nilai Mcp pada suhu suction dihitung dengan

menginterpolasi nilai Mcp pada suhu yang sudah ada. Data yang diperlukan dalam

menentukan nilai Mcp suction yaitu Temperature pada suction (T1) yaitu 104oF.

Tabel 3.27 Perhitungan nilai Mcp suction recycle gas H2.

Menghitung faktor adiabatik suction (K1)


Mcp pada suhu 113 °F Mcp suction
Komponen Yi
250 260 300 Btu/(lbmo °R)
H2 0.55 6.67 6.73 6.96 6.84
CO 0.18 3.76 3.62 4.62 0.018
CO2 0.27 5.36 5.83 6.56 0.064
Total 1 15.79 16.18 18.14 6.922

Mcp 16 ,18
K= = 1 , 1399
Mcp − 1 , 986 16 ,18 − 1 , 986

3.3.10.5 Kapasitas Aktual (Q)

Untuk menghitung nilai kapasitas aktual, maka dapat dihitung menggunakan

rumus dibawah ini.

232
M . 53 , 35 . T 1. Z
Q ICFM =
144 . P 1 . SG

Q IC F M = ¿ 18044.22374 ft/jam

3.3.10.6 Nilai T2 Approximate (T2 Approx)

Dalam Pra-Rancang kompresor maka harus dihitung nilai Temperature yang

keluar dari kompresor (T2 aktual). Namun, T2 aktual tidak mungkin bisa ditentukan,

sehingga bisa dihitung adalah nilai pendekatan Temperature keluar (T2 approximate).

Tahapan untuk menghitung nilai T2 approx dijelaskan sebagai berikut:

1) Menghitung Temperature Discharge Isentropic (T2’)

Temperature discharge isentropic (T2’) dapat dihitung menggunakan rumus dibawah

ini :

k −1
T 2=T 1 P 2
( )
P1
k

T2 = 1271.575773

2) Approximate Polytropic Efficiency (𝜼𝒑𝒐𝒍𝒂𝒘𝒂𝒍)

Approximate Polytropic Efficiency (ηpol awal) ditentukan dari nilai kapasitas

aktual (Q) kompresor yaitu 18044,22374 ICFM (1,804422374 Thousand ICFM).

Selanjutnya dari nilai ini diplotkan kedalam Lampiran 44 Grafik Approximate

Polytropic Eficiency sehingga didapatkan nilai ηpol awal sebesar 71%

233
3) Temperature Rise Factor (x)

Untuk menentukan nilai Temperature Rise factor (x), maka dapat ditentukan

menggunakan data-data pada Tabel 3.27 sebagai berikut :

Tabel 3.27

Temperature Rise Faktor (x)


Satua
Parameter Nilai n
P1 (pressure suction) 290.075 Psia
P2 (Pressure Discharge)
Asumsi 362.594 Psia
1.1399182
K1 (suction) 75  
Pressure ration 1.3  
Temp Rise Faktor 0.09  

Dengan data k suction (k1) dan pressure rasio, selanjutnya nilai-nilai tersebut

diplotkan kedalam Lampiran 45 Grafik Efficiency Conversion and Temperature Rise

Factor (x) sehingga mendapatkan nilai Temperature Rise factor (x) sebesar 0,09.

4) Asumsi Nilai Efisiensi Adiabatik Awal (𝜼𝒂𝒅𝒂𝒘𝒂𝒍) / Efisiensi Isentropic

(𝜼𝒊𝒔𝒆𝒏𝒂𝒘𝒂𝒍)

Untuk menghitung nilai T approx., maka harus menentukan nilai ηad awal atau

ηisen awal dengan mengasumsinya terlebih dahulu. Data-data yang diperlukan dalam

menentukan efisiensi isentropic awal (ηisen awal) dapat dilihat di bawah.

234
Tabel 3.28

Data Penentuan Effisiensi Isentropik Awal (Ƞisen awal)


Parameter Nilai Satuan Keterangan
Ƞ Politropik Awal 71.05 %  
Temp Rise Faktor 0.09    
Effisiensi isentropik awal 69.05 % Grafik

Selanjutnya nilai-nilai tersebut diplotkan kedalam Grafik Efficiency Conversion

and Temperature Rise Factor (x) sehingga mendapatkan nilai asumsi efisiensi

isentropic awal (ηisen awal) sebesar 69 %

5) Temperature Discharge Approximate (T2 Approx)

Temperature approximate dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:

x .T 1
T 2≈ ¿ +T 1
E fisiensi isentropic

Tabel 3.29 Perhitungan Temperature Discharge Approximate (T2 Approx

Tabel Perhitungan Temperature Discharge Approximate (T2 Approx)


Parameter Nilai Satuan
Temperature Rise Faktor (X) 0.09  
T1 (temp suction) 265 °C
Effisiensi isentropik Awal 69.05 %
T2 Approximate 969.933 Rankin
  266 °C
T2 (Asumsi Awal) 953.904 Rankin
T2 Approximate ˃ T2ˊ asumsi

3.3.10.7 Koreksi Efisiensi Isentropic (𝜼𝒊𝒔𝒆𝒏𝒌𝒐𝒓)

Efisiensi isentropic yang didapatkan sebelumnya (ηisen awal) harus dikoreksi

235
untuk menyesuaikan dengan nilai T2 Approx yang telah didapatkan dengan

rumus

berdasarkan persamaan di bawah ini.

Perhitungan untuk mencari nilai koreksi efisiensi isentropic (ηisen kor) dapat

dilihat di bawah.

Eff = 62,73

3.3.10.8 Koreksi Approximate Efisiensi Polytopic (𝜂𝑝𝑜𝑙𝑘𝑜𝑟)

Efisiensi approximate Polytropic yang didapatkan sebelumnya (ηpol awal) harus

dikoreksi untuk menyesuaikan dengan nilai T2 Approx yang telah didapatkan dengan

rumus dibawah ini.

Perhitungan untuk mencari nilai koreksi approximate efisiensi Polytropic (ηpol

kor) dapat dilihat di bawah.

236
Tabel 3.30

Parameter Nilai Satuan


T1 (Temp Suction) 265 °C
P1 60 Bar
P2 65 Bar
T2 Approximate 276 °c
  969.933 °Rankin
K1 1.13992  
Koreksi Ƞ Polytropic Awal 62.73 %
Ƞ Polytropic awal 69.05 %
Selisih 6.32 %

Dari perhitungan koreksi antara koreksi efisiensi isentropic (ηisen kor) dan

efisiensi isentropic awal (ηisen awal) didapatkan selisih sebesar 5,30%. Sedangkan

antara koreksi efisiensi Polytropic (ηpol kor) dan efisiensi Polytropic awal (ηpol

awal) didapatkan selisih sebesar 5,97%. Sehingga karena selisih antara kondisi yang

sudah dikoreksi dengan kondisi awal tidak melebihi 10%, maka T2 approx dapat

dipakai untuk perhitungan Pra- Rancang compressor selanjutnya.

3.3.10.9 Faktor Kompresibilitas Discharge (Z2)

Untuk menghitung nilai faktor kompresibilitas discharge (Z2) dapat

menggunakan tahap yang sama pada Faktor Kompresibilitas Suction (Z1). Yang

membedakannya adalah pada nilai Tr dan Pr. Tr dan Pr didapatkan dari nilai critical

Temperature (Tc mix) dan critical pressure (Pc mix) syngas. Dari data Tc mix dan Pc

mix yang diperoleh, data Tr dan Pr dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.

Tr =1.944668672

237
Pr = 1.49068

Z = 0.95157346

3.3.10.10 Faktor Adiabatik Discharge (k2)

Untuk menghitung nilai faktor adiabtaik discharge (k2) dapat dihitung menggunakan

tahapan yang ada pada Faktor Adiabatik Suction (k1). Faktor adiabatik dapat dihitung

dengan menggunakan nilai panas jenis campuran gas (Mcp). Nilai Mcp di pengaruhi

oleh Temperature yang didapatkan pada Tabel Mcp(54:315). Nilai Mcp pada suhu

discharge dihitung dengan menginterpolasi nilai Mcp pada suhu yang sudah ada.

Perhitungan nilai Mcp discharge syngas dapat dilihat di bawah.

Tabel 3.31 Perhitungan nilai Mcp discharge syngas

Menghitung faktor adiabatik Discharge (K2)


Mcp pada suhu 113 °F Mcp suction
Komponen Yi
260 275 350 Btu/(lbmo °R)
H2 0.55 6.67 7.73 8.96 6.84
CO 0.18 4.76 4.62 5.62 0.018
CO2 0.27 5.36 6.83 7.56 0.064
total 1 16.79 19.18 22.14 6.922

3.3.10.11 Diameter Ekonomis

Diameter ekonomis untuk perpipaan pada bagian suction dan discharge syngas

compressor dapat dihitung dengan beberapa tahapan sebagai berikut

238
- Konversi Kapasitas Aktual (ICFM) Menjadi Kapasitas Standart (SCFM)

Konversi kapasitas gas aktual ICFM menjadi SCFM dapat dihitung

menggunakan rumus dibawah ini:

Dengan rumus diatas maka perhitungan konversi kapasitas aktual (ICFM) menjadi

kapasitas standart (SCFM) dapat dilihat pada tabel di bawah. Selanjutnyanilai

kapasitas standart (SCFM) tersebut dikonversi menjadi MSCFD untuk menghitung

kondisi operasi selanjutnya.

Tabel 3.32 Konversi kapasitas aktual (ICFM) menjadi kapasitas standart (SCFM)

Konversi kapasitas aktual (ICFM) menjadi kapasitas standart (SCFM)


Parameter Nilai Satuan
ICFM 18044.2 Ft/jam
T Standart 232 C
P Standart 2.95 Bar
T1 Suhu (suction) 275 C
Z1 0.95158  
P1 (Pressure suction) 20 Bar
ZL 0.001  
SCFM 103205 FT/jam
M 2476920 Ft/day

239
3.3.10.12 Pemilihan Jenis Kompresor

Untuk menentukan jenis kompresor yang digunakan untuk syngas, maka dapat

ditentukan untuk jenis kompresor yaitu Centrifugal multistages

3.3.10.13 Pemilihan Jenis Penggerak Kompresor

Jenis penggerak kompresor (Driver) yang digunakan untuk menggerakan

kompreosor dipengaruhi oleh kapasitas dan kecepatan putaran kompresor (RPM).

Sedangkan kecepatan kompresor dapat ditentukan menggunakan nilai kapasitas

kompresor (ICFM). Kecepatan kompresor dapat dilihat pada Tabel Typical

Centrifugal Compressor Frame Data. Dengan kapasitas kompresor sebesar 18044,2

ICFM, maka didapatkan kecepatan putaran kompresor sebesar 11,000 RPM.

3.3.10.14 Jumlah Stages Kompresor (Ns)

Jumlah stages kompresor (Ns) dapat dihitung berdasarkan pressure rasio (rt).

Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah stages

kompresor dapat dilihat dibawah ini :

Tebel 3.33 jumlah stages kompresor

Parameter Nilai Satuan Ket


Pressure ratio (rt) 1.03    
Range 1.15-
RS
1.15   2.5
Parameter Nilai Satuan Keterangan
1.89 stages  
Ns (jumlah stage)      
2 stages  

3.3.10.15 Head aktual (Hact)

240
Head aktual (Hact) dapat dihitung menggunakan data head isentropic dan

efisiensi isentropic. Head aktual dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini.

Tabel 3.34

Parameter Nilai satuan


MW 2.17  
Z Average 1.151  
Koreksi H isentropic
awal 69.05 %
1.13991827
K average 5  
T1 Suction 265 C
P1 Suction 20 Bar
P2 Discharge 65 Bar
lbf
H aktual isentropic 135815 ft/lbm

3.3.10.16 Daya Kompresor

Daya yang dimiliki oleh kompresor terdiri dari 3 (tiga) daya yaitu : Daya Gas

(GHP), Daya kompresor (CHP) dan Daya Penggerak (DHP). Masing-masing daya

tersebut dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini.

241
Untuk menghitung nilai compressor hourse power (CHP), maka dibutuhkan nilai

efisiensi mekanik (ηm). Efisiensi mekanik dapat dihitung menggunkan rumus

dibawah ini.

Sedangkan nilai efisiensi transmisi atau gearbox memiliki nilai sekitar 96% - 98%.

Berdasarkan rumus-rumus tersebut, maka masing-masing perhitungan daya

kompresor dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 3.35 perhitungan daya kompresor

Parameter Nilai satuan


GHP 6016,51 Hp
4486,51 Kw
CHP 6049,04 Hp
4510,768 Kw
DHP 6301,083 Hp
4698,716 Kw
Htrans 96 %
Hm 98 %
lbf.ft/lb
H aktual isentropic 135815 m

3.3.11 Perancangan Reaktor

3.3.11.1 Reaktor Sintesis Methanol


Reaktor yang akan dibangun adalah reaktor fixed bed. Tahapan dalam

perancangan reaktor dibagi dalam beberapa tahap untuk mempermudah dalam

merancang proses.

242
3.3.11.2 Meghitung Kebutuhan Katalis

Menghitung kebutuhan katalis pada sintesis methanol dapat dihitung

dengan mengetahui 0,085 kg Cu/Zno/Al bekerja efektif pada 1 kg feed dan

kebutuhan katalis pada sintesis methnol diasumsi 5% dari total katalis, dapat

dihitung dengan

7940 , 84 kg / hari
Kebutuhan katalis total = 0 , 6 kg

Kebutuhan katalis total =13234,7333 kg

3.3.11.3 LHSV

LHSV desain ditentukan berdasarkan kondisi dari reaksi yang dibutuhkan

oleh unit. Volume umpan cair didapatkan dari kapasitas desain yang telah

ditentukan sebelumnya. Kebutuhan katalis kemudian dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

274 , 737 m 3 / jam i


LHSV = 28 , 66 m 3

LHSV = 9,586

3.3.11.4 Mass flux

Mass flux adalah laju alir massa per area luasan. Berdasarkan buku

hydroprocessing for clean energy : Design, Operation, and Optimization sebesar

3500-4500 lb/ft2jam. Nilai mass flux dapat dihitung dengan persamaan berikut :

763 ,17 kg / jam


Mass flux = 5 , 0878 m 2

243
Mass flux = kg/jam.m2

3.3.11.5 Volumetric Flow

Volumetric flow adalah suatu parameter untuk mengukur aliran flow yang

akan melalui sebuah alat, untuk menghitung volumetric flow dapat menggunakan

rumus :

79408 , 4 kg / jam
Volumetric flow = 17 , 44 m 3

Volumetric flow = 4553,23 m3/hari

3.3.11.6 Reynold Number

Perancangan Sintesi Methanol, Reynold number menggambarkan kontak

yang seragam dari fluida dalam reaktor. Reynold number dijaga lebih besar dari

100 untuk menjaga kondisi tersebut. Persamaan Reynold number ditulis sebagai

berikut :

kg
57600 . m 2 . 0 ,009 m
Re = s
38 ,73 (1−0 , 05)

Re = 1408,94

3.3.11.7 Penurunan Tekanan Aliran

Perhitungan penurunan tekanan aliran penting untuk estimasi distribusi

aliran. Perhitungan penurunan tekanan penting untuk perhitungan peralatan

berikutnya terutama pada sistem perpipaan, pompa, dan kompresor. Persamaan

244
ergun berikut digunakan untuk menentukan penurunan tekanan dari aliran per

suatu tinggi :

ΔP 0 , 05
3
( 38 ,73 ) 2
( )
L
=8 .1408 , 9 150+1 , 75. 1408 , 9 . 1−
( ) (0 , 05
. ) (
10 ,17. ( 0 , 009 )2 )
( ΔLP )=¿ 3,68 Kpa/mnt
3.3.11.8 Menghitung Diameter Reaktor
Diameter reaktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

4.5 , 09 m 2
Diameter Reaktor =
√ 3 , 14

Diameter Reaktor = 2,54 m

3.3.11.9 Menghitung Tinggi Bed


Tinggi bed reaktor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

16 ,54
Tinggi bed katalis = 5 , 089

Tinggi bed katalis = 3,251 m

3.3.11.10 Menghitung Tinggi Reaktor

Tinggi reaktor tersebut adalah tinggi silinder tanpa tutup.

Panjang reaktor = 3,251 m + 3 ft

Panjang reaktor = 6, 25

245
3.3.11.11 Menghitung Volume Reaktor

Volume reaktor = 5,087.6,25

Volume reaktor = 31,806 m3

3.3.11.12 Ketebalan Shell Reaktor

Penentuan tebal shell berdasarkan persamaan ASME – VIII Division 1 UG – 27

(thickness of shell under internal pressure) dengan persamaan : (dari ASME – VIII

Division 1).

¿
Tshell = 580 , 151. 50 ,1149 ∈ 18300.0 , 85− 0 ,6.580 , 151 + 0 ,125 ¿

Tshell = 2,037 in

3.3.11.13 Ketebalan Head Reaktor

¿
Thead = 580 , 151 . 50 ,1149 ∈ 2.18300 .0 , 85−0 ,2.580 , 151 +0 , 125 ¿

Thead = 1,063 in

3.3.12 Perancangan Separator

Perancangan pada seksi separator dimulai dengan melakukan perhitungan neraca

massa untuk mengetahui massa produk yang menjadi vapor dan liquid dan diakhiri

dengan menghitung berat vessel sebagai dasar untuk perhitungan keekonomian.

3.3.12.1 Neraca Massa Separator

Neraca massa separator dihitung dengan menggunakan metode flash calculation.

Dengan metode ini maka didapatkan V/L yang akan terbentuk di dalam separator

246
berdasarkan kondisi operasi yang telah ditentukan.Berikut ini adalah table

perhitungan neraca massa produk separator.

Tabel 3.36 Hasil Perhitungan Neraca massa


Massa Masuk Massa Keluar
Komponen (Ton/Tahun) (Ton/Tahun)
CH3OH 158,3281117 158,3281117
H20 5,588051 5,588051
Fuel Gas 9,313418333 9,313418333
Syngas R 12,75335 12,75335

Pada produk separator dipilih separator dengan jenis horizontal karena menangani

tiga jenis fluida, yaitu vapor, minyak, dan air dari injeksi wash water.Berikut adalah

perhitungan sizing separator:

3.3.12.2 Sizing Produk Separator

3.3.12.2.1 Mencari density

P( MW )
ρ g=
RTZ

928 , 31 x 69 , 54 3 3
= 10 , 73 x 680 = 8,838 lb/ft = 141,69 kg/m

3.3.12.2.2 Menghitung Kecepatan Vapor Maksimal

ρ liquid − ρ vapor
U vapor max = Kh.
√ ρ vapor

Kh = 0,79

247
43 , 915−8 , 838
U vapor max = Kh.
√ 8 ,838
= 1,573 ft/s

3.3.12.2.3 Menghitung Minimal Vapor Flow Area

1 , 3714
Qv = 8 , 838 = 0,155 ft3/s

0 , 155
AV min = 1 , 573 = 0,09 ft2

A total min = 0,09/0,2 = 0,493 ft2

3.3.12.2.3 Menghitung Diameter minimal

4 x 0 , 493
D min = .
√ 3 , 14
= 0,792 ft = 0,241 m

3.3.12.2.4 Menghitung L/D sesuai Volume Liquid (Waktu Tinggal 4 menit)

Q liquid = 2,484 ft3/s x 4 x 60 = 1192,4 ft3

Berdasarkan hasil perhitungan trial error, didapatkan L/D= 3 (range L/D

2,5 – 5(13))maka dimensi reaktor:

Diameter = 7,971 ft = 2,42 m

1192 , 67 x 4
Panjang = 2 = 23,911 ft = 7,28 m ≈ 7,3 m
3 ,14 x 7 , 97

3.3.12.2.5 Menghitung Diameter Separator

248
Perhitungan panjang separator didasarkan pada L/D = 2.5-5 diambil 2.64. Panjang

akumolator diambil 25 ft, jadi diameter akumulator adalah:

Volume = 1/4 x π x D2 x tinggi

4 x Volume
D=
√ π x Panjang

4 x 1192 , 4
D=
√ π x 25
= 23,91 ft

3.3.12.3 Menghitung Tebal Plat

- Tebal Dinding

Material dinding dan head yang akan digunakan adalah plate baja Carbon

Steel specification No. SA-516 Grade 60.

S = 17100 Psi

E=1

P = 1,7 x 19,63

= 33,371 Psi

C = 0,125 in

R = 56,75

249
PxR
Tebal = SE − 0 , 6 P +C

33 , 371 x 56 , 75
=
( 17100 ) x (0 , 6 x 33 , 371 )
+ 0,125

= 0,24 in (tebal plat diambil sesuai yang ada dipasaran)

- Tebal Plat Tutup Ellipsoidal

Perhitungan tebal plate tutup bejana (ellipsoidal) dihitung berdasarkan ASME seksi

VIII divisi 1:

Px D
Tebal head = 2 SE− 0 ,2 P +C

S = 17100 Psi

E=1

P = 1,7 x 19,63

= 33,371 Psi

C = 0,125 in

R = 56,75

33 , 371 x 112 , 86
Tebal Head = ( 2 x 17100 x 1 )−( 0 ,2 x 33 , 371) + 0,125

= 0,24 in (tebal plat yang diambil sesuai dengan stock pasar)

250
Tabel 3.36 Perhitungan Separator
Separator
Sizing Produk Separator
141,6 kg/m
Density 9 3
Kecepatan Vapour Mak 1,573 ft/s
min vapour Flow Area 0,493 ft2
Diameter Minimal 0,241 m
Diameter Separator 23,91 ft
Tebal Plat
Tebal Dinding 0,24 inch
Tebal Head 0,24 inch

3.3.13Perhitungan Tangki

Desain sebuah tangki didasarkan pada kapasitas olah pabrik jumlah tangki

yang akan di desain sebanyak 2 buahtangki Kapasitas desain tangki adalah 7 hari

operasi kilang, hal ini didasakan pada kegiatan operasi kilang dan penyaluran produk

kilang. Standar desain yang digunakan dalam perancangan ini adalah API 650, jenis

plat yang digunakan adalah SA 516 Grade 55 CarbonSteel. Berikut adalah tahapan

desain tanki:

3.3.13.1 Perhitungan Volume Tangki

Kapasitas : 173,2296 Ton/D

Kapasitas penyimpanan : 7 Hari

Maka Hasil Perhitungan Volume Tangki Sebesar = 15868,36 m3

Karena Akan Dibuat 4 Tangki Maka Kapasitas Tiap Tangki = 560391,1 ft

3.3.13.2 Perhitungan Tinggi Tangki

Untuk menentukan tinggi tangki harus diperhitungkan kekuatan struktur

tanah/pondasi, kecepatan angin. Semakin tinggi tangki semakin besar tekanan

251
pondasi dan makin labil oleh pengaruh kekuatan angin. Ketinggian tangki

yang aman sebaiknya tidak lebih dari 60 ft,

Diasumsikan ketinggian deadstock= 3,28 ft

Tinggi tangki = 48 ft = 6 Buah

Tinggi Ullage = 1,64 ft

Maka tinggi safe = 48 ft – 3,28 ft – 1,64 ft

= 43,08 ft

3.3.13.3 Perhitungan Diameter Tangki

Volume tangki = π/4 x D2 x H

560391,083 ft3 = π/4 x D2 x 43,08 ft

= 128,728 ft

3.3.13.4 Menghitung Keliling Tangki (K)

Keliling tangka dihitung berdasarkan diameter hasil hitung:

Keliling Tangki = π x Dtangki

= 3,14 x 128,728 ft

= 404,206 ft

3.3.13.5 Perhitungan Jumlah Pelat Dinding Tangki

Untuk menghitung jumlah pelat keliling tangki disesuaikan dengan panjang

pelat yangtersedia di pasaran misalnya panjang 20 ft x lebar 8 ft. Maka Kita

Dapat Menghitung:

252
404 , 206
Jumlah pelat keliling = 20 = 20,21 ft

Jumlah Plat H = 6 Buah Sehingga Plat Total = 121,262 Buah

20 ,21
Keliling Terkoreksi = 20 = 404,206 ft

3.3.13.6 Perhitungan Diameter Terkoreksi

K =πxD

404 ft = 3,14 x D

D = 128,728 ft

3.3.13.7 Perhitungan Volume Tangki Terkoreksi

Volume = π/4 x D2 x H

= π/4 x (128,728) x (43,08)

= 560.391,083 ft3

3.3.13.8 Perhitungan Tebal Pelat Dinding Tangki

Perancangan tebal plat dinding tangki digunakan perhitungan One Foot

Methode dari API Standard 650. Ketebalan minimum dari dinding (diambil 1

ft di atas dasar setiap course) sbb: Tebal desain dinding tangki:

Tebal hidrostatik tes dinding tangki:

253
Material pelat yang digunakan adalah ASTM A 516 grade 55

SG = 0,6731

St = 24.000

Sd = 21.300 Psi

CA = 0,298

Perhitungan :

2, 6 x 128 , 728 x ( 48−1 ) x 0 , 6731


Td1 = + 0 ,298
21300

= 0,7951 inch

2, 6 x 128 , 728 x ( 48−1 )


tt1 =
24000

= 0,65544 inch

Menggunakan langkah perhitungan yang sama didapatkan hasil perhitungan dari

mulai plat pertama sampai ke plat ke-6 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.37 Perhitungan Tebal Plat


H td (inch) ts (inch)
48 0,7951 0,6554
40 0,7105 0,5439

254
32 0,6259 0,4323
24 0,5413 0,3207
16 0,4566 0,2092
8 0,3720 0,0976

3.3.13.9 Ketebalan Plat Dasar

Berdasarkan API Standard 650 section-3 item 3.4.1 . Ketebalan minimum untuk

Bottom Plate adalah ¼ inch (6,35 mm). Maka diambil tebal pelat dasar 3/8 inch =

9,52 mm (termasuk C.A)

3.3.13.10 Ketebalan Plat Atap Tangki

Berdasarkan API Standard 650 section-3, item 3.10.2.2. Ketebalan minimum untuk

Roof Plate adalah 3/16 inch (4,76 mm). Oleh karena itu maka diambil tebal atap ¼

inch = 6,35 mm.

3.3.13.10 Jarak Antara Tangki Timbun

Untuk tangki timbun jenis Fixed Cone Roof, jarak antara tangki berdasarkan

perlindungan yang digunakan dengan perlindungan protection for exposures: Jarak

antara tangki dengan tangki:

= 1/6 x ( D1+D2 )

= 1/6 x (128,728 + 128,728)

= 42,91 ft

Jarak antara tangki dengan tanggul : ( Tabel 2-7 : NFPA 30 Tank Sorage )

=½ x D

= ½ x 128,728

= 64,36 ft

255
= 19,05 m

3.3.13.11 Perhitungan Kapasitas Tanggul:

Tinggi Tanggul = 0,5 m = 1,64 ft

Jarak dinding tangki dengan jalan umum = (1/6 x D)

= 1/6 x 128,728 ft

= 21,45 ft

Tinggi pondasi tangki = 0,5 m = 1,64 ft

Volume pondasi tangki = π/4 x Diameter Pondasi x Tinggi Pondasi x jml Pondasi

= π/4 x D2 x H x 2

= π/4 x 128,728 x 1,64 = 16.574,17 ft

3.3.13.12 Kapasitas tanggul

Volume pondasi 2 buah tangki: 1.657,417 ft3

Volume 1 buah tangki penuh:624.391 ft

Volume tanggul = vol 1 tangki penuh + vol 2 buah pondasi tangki

= 624.391 ft + 1.657,417 ft3

= 640.965 ft3

Luas area dalam tanggul = vol tanggul / tinggi tanggul

640.965
= 165.741

= 3,86 ft2

Panjang Tanggul = (2 x D tangki) + (1 x jarak tangki ke tangki) + (2 x jarak

tanggul ke tangki)

= (2 x 128,728 ft) + ( 1 x 42,90 ft) + (2 x 64,36 ft)

= 429,0932 ft

256
Lebar tanggul = Luas area bund wall / panjang bund wall

= 3 ft / 429,0932 ft

= 143,2 ft

Tabel 3.38 Hasil Perhitungan Tangki

Tangki
Tinggi
Tangki 48 ft
T.ullage 1,64 ft
T.Deadstock 3,28 ft
Diameter 128,728 ft
404,205
Keliling 8 ft
Jenis ASTM A516
SG 0,6731  
Sd 24000 Psi
St 21300 Psi
inc
CA 0,298 h

3.3.14 Perhitungan Perpipaan

Dalam Unit Distilasi terdapat pompa sebanyak dua (2) buah pompa sentrifugal yaitu

Dalam perhitungan kali ini digunakan pompa hot oil system, sebagai contoh

perhitungan sedangkan hasil perhitungan pompa yang lain akan ditabulasikan.

Berikut langkah perhitungan pompa jenis sentrifugal single stage :

3.3.14.1 Penentuan Kapasitas Pompa

Dalam perhitungan pra rancang pompa pertama kali yang harus ditentukan adalah

kapasitas pompa. Kapasitas pompa hot oil system merupakan mass flow dari

penampungan tangki hot oil system. Berikut kapasitas pompa yang digunakan dalam

pra rancang :

257
Kapasitas pompa = 28 Barrel/day = 184,8 m3/jam = 0,05111 m3/s = 810,13Gpm

3.3.14.2 Perhitungan Dimensi Perpipaan

Perhitungan dimensi pipa bertujuan untuk mendapatkan pompa yang sesuai dengan

kebutuhan dari area proses. Perhitungan dimensi untuk perpipaan pada pompa

meliputi beberapa langkah sebagai berikut :

- Menghitung diameter ekonomis pipa

- Menghitung tebal dinding pipa

- Menghitung kecepatan aliran

- Menghitung bilangan reynold

- Mencari factor friksi untuk pipa

1. Menghitung Diameter Ekonomis Pipa

Perhitungan diameter ekonomis pipa menggunakan persamaan:

𝐷 = 1,717 𝑥 165,60,479𝑥 950,50,142 𝑥 0,00030,027

= 30 inch

Dengan menggunakan jenis pipa carbon steel dengan standard ASTM 106

grade A sehingga didapatkan spesifikasi pipa yang digunakan sebagai berikut :

Tabel 3.39 Data Pemilihan Perpipaan Suction dan Discharge


Parameter Suction Discharge
inc
Nominal Pipi Size 16 h 8 inch

258
inc
Outside Diameter (OD) 16 h 8,6 inch
Schedule Number (NPS) 40 40
inc
Tebal Dinding (t) 0,5 h 7,98 inch
inc
Inside Diameter (ID) 176,6 h 50,01 inch
16.00
Allowable Stress (S) 0 Psi 16.000 Psi

222. Menghitung Tebal Pipa

Perhitungan ketebalan minimum dari perpipaan digunakan corrosion allowance

sebesar 0,125 inch. Untuk sistem perpipaan digunakan pipa seamless dengan nilai E

(joint efficiency factor) adalah 1, kemudian untuk nilai koefisien Y digunakan yaitu

0,4 untuk temperature kurang dari 350oC.

Perpipaan Suction:

𝑡𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟𝑒𝑑 = 1,125 𝑥 (𝑡𝑚𝑖𝑛 + 𝐶𝐴

30 Psia x 16
𝑡min = 2 x ( 16000 x 1 )+(16 x 0 , 4) + 0 ,125

= 0,139 inch

Perpipaan discharge:

263 , 9 Psia x 8 , 62
𝑡min = 2 x ( 16000 x 1 )+(263 , 9 x 0 , 4 ) +0 , 125

= 0,195 inch

Kemudian tebal minimum perhitungan dibandingkan dengan tebal pipa yang telah

dipilih. Dari hasil perbandingan maka tebal pipa yang dipilih masih memenuhi

persyaratan dikarenakan nilai tebal pipa lebih besar dari tebal minimum.

259
3. Menghitung Kecepatan Aliran

Perhitungan kecepatan aliran pada pipa dipengaruhi oleh kapasitas dan diameter dari

pipa itu sendiri. Kecepatan aliran dalam pipa dapat dihitung menggunakan persamaan

sebagai berikut :

Perpipaan suction :

4 x 0 , 0460 m 3 / s
Vs = 2
π x 381

= 0,40 𝑚/𝑠 = 1,324 𝑓𝑡/𝑠

Dari hasil perhitungan kecepatan aliran suction telah memenuhi persyaratan.

4. Menghitung Bilangan Reynold

Perhitungan bilangan Reynold menggunakan persamaan Sebagai berikut :

Perpipaan discharge :

950 ,5 x 0 , 40 x 0 , 381
Rn = 0 , 00030 = 4,81 x 105

Perpipaan discharge :

950 ,5 x 1 , 42 x 0 ,202
Rn = 0 ,00030 = 9,03 x 105

5. Mencari Faktor Friksi Pipa

Faktor friksi pipa pada bagian suction dan discharge dapat dicari menggunakan

grafik friction.

260
Perpipaan suction :

Relative roughness = 0,00001

Reynold number = 4,81 x 105

Friction factor (f) = 0,021

Perpipaan discharge :

Relative roughness = 0,0002

Reynold number = 9,03 x 105

Friction factor (f) = 0,019

3.3.14.3 Menghitung Pressure Drop Sistem Perpipaan

Berikut ditampilkan pada tabel 3.54 ditampilkan data pipa dan fitting Yang

digunakan Sebagai Berikut :

Tabel 3.40 Data Pipa dan Fitting Sistem Perpipaan


Suctio Discgarg
Parameter n e
Nominal pipe size 16 8
Outside diameter 16 8,6
Schedule number 18 30
Panjang pipa 42 60
Gate valve fully open 6 5
Strainer 1 16
Long sweep elbow,
90o 10 16
Reducer 1 -10

 Perpipaan Suction

- Menghitung pressure drop pada fitting dan valve suction

Data perhitungan nilai equivalent length (hv) fitting dan valve :

a) Gate valve fully open 16” = 9,1 ft

261
b) Suction strainer 16” = 0,046 ft

c) Long sweep elbow 90o 16” = 27,5 ft

d) Reducer 16” to 8” = 15,4 ft

Tabel 3.41 Hasil Perhitungan Equivalent Length Fitting and Valve Suction
Jumla
No Jenis Fitting h equivalent length (ft) total equivalent length (ft)
1 Gate valve fully open 6 9,1 54,6
2 Suction strainer 1 0,046 0,046
3 Long sweep elbow 90 10 27,5 275
4 Reducer 16" to 8" 1 15,4 15,4
  TELV 345,046

- Menghitung pressure drop pada perpipaan suction

Panjang perpipaan suction = panjang pipa suction + TELV

= 42 ft + 345,046 ft

= 387 ft

2
387 ft 1 ,34
= 0,021x x
1, 25 ft 2 x 32 , 17

= 0,18 ft

 Perpipaan Discharge

- Data perhitungan nilai equivalent length (hv) fitting dan valve :

a) Gate valve fully open 8” = 12 ft

b) Long sweep elbow 90o 8” = 34,5 ft

262
c) Globe valve 8” = 510 ft

d) Check valve 8” = 120 ft

e) Std tee = 31,4 ft

f) Enlargement 4” to 8” = 11,1 ft

Tabel 3.42 Hasil Perhitungan Equivalent Length Fitting and Valve Discharge
N
o Jenis Fitting Jumlah equivalent length (ft) total equivalent length (ft)
1 gate valve fully open 8" 5 12 60
Long sweep elbow
2 "90"8" 16 34,5 552
3 global valve 8" 2 510 1020
4 check valve 8" 1 120 120
5 std tee 4 31,4 125,6
6 enlargent 4"to 8" 1 11,1 11,1
Total TELV 1888,7

3.3.14.4 Menghitung pressure drop pada perpipaan discharge

Panjang perpipaan discharge = panjang pipa discharge + TELV

= 60ft + 1888,7 ft

=1948,7 ft

2
1948 ,7 ft 4 ,67
= 0,019 x 0 ,66 ft x
2 x 32, 17

= 19,02 ft

Total pressure drop perpipaan dan fitting valve

263
∆𝑃𝑓 = ∆𝑃𝑠 + ∆ = 19,2 ft

3.3.14.5 Menghitung Pressure Drop Peralatan (∆P Peralatan)

- Kerugian head pada control valve

Perhitungan head pada control valve dapat dihitung menggunakan persamaan :

SG

𝐶𝑣 = ❑ Q x
∆P

Cv = 600 (asumsi)

∆𝑃 = 1,136 𝑝𝑠𝑖

= 2,75 𝑓𝑡

- Kerugian head orifice flow meter

Diameter orifice (dc) = 0,073 m = 0,23 ft

dc 0 , 23 ft
d = 0 , 66 ft

= 0,35 ft

3.3.14.6 Menghitung Beda Ketinggian (∆Z)

∆Z merupakan pressure drop atau head loss yang diakibatkan oleh adanya beda

ketinggian dari inlet pipa furnace dengan level cairan terendah di tangki. Berikut

perhitungan pressure drop diakibatkan oleh beda ketinggian :

264
4 Tinggi suction pompa tangki = 1 m = 3,28 ft

5 Tinggi minimal level tangka = 0,5 m = 1,6 ft

6 Tinggi inlet furnace = 2,5 m = 8,2 ft

7 Tinggi inlet Reboiler = 9 m = 29,52 ft

8 Beda ketinggian = (2,5+9) – (1+0,5) = 10 m = 32,80 ft

9 Pressure drop (∆Z) = 13,51 psi

3.3.14.7 Menghitung ∆P Tangki, dan Reboiler (∆PTw)

Perhitungan dilakuka dikarenakan terdapat perbedaan tekanan antara 2 alat

yang tersambung oleh pompa yaitu pada pipa suction adalah peralatan tangki

sedangkan pada pipa discharge adalah peralatan reboiler. Berikut perhitungan

(∆PTw) untuk sistem perpipaan :

3.3.14.8 Menghitung Head Total Pompa

Tekanan tangki = 426 psia

Tekanan reboiler = 27psia

(∆PTw) = 426-27 = 154,06 ft

Perhitungan head total pompa merupakan penjumlahan dari setiap pressure

drop yang terjadi atau head loss yang telah kita hitung. Perhitungan head loss total

pompa adalah sebagai berikut :

Head pompa = ∆Pf + ∆P peralatan + ∆Z + ∆PTw + Vd2/2g

265
= 19,2 ft + 2,75 ft + 0,35 ft + 131,34 ft + 0,35 ft + 0,0715

= 157,03 ft

=108,2 m

Tabel 3.43 Perhitungan Perpipaan


Perpipaan
Dimensi Perpipaan
inc
Diameter Ekonomis   30 h
Tebal Pipa      
0,13 Inc
Suction   9 h
0,19 inc
Discharge   5 h
Pressure Drop
Panjang Pipa Suction   0,18 ft
19,0
Panjang Pipa Discharge   2 ft
108,
Head Total Pompa   2 m

3.3.15 Perhitungan Kolom

Kolom Merupakan Salah Satu peralatan Utama dalam Proses Distilasi Unit.

Kolom ini digunakan Untuk Memurnikan Methanol Dari Fraksi Berat. Dibawah Ini

merupakan Merupakan Tahap-tahap Perhitungan Kolom yakni:

266
3.3.15.1 Menentukan Kondisi Operasi Umpan:

Umpan yang masuk dalam kolom tersebut berupa methanol, air, dan Fuel

gas.dengan jumlah aliran sebesar :

- FEED : 173.23 Ton/Hari

- Produk Atas : 156.328 Ton/Hari

- Produk Bawah : 5.588 Ton/Hari

- Menentukan titik didih Umpan.

- Temperature 356,86 F = 180,48 C

- Tekanan 750,062 mmHg

Berikut Ini merupakan tabel hasil perhitungan Titik didih Umpan

Tabel 3.44 Hasil Perhitungan Titik Didih Umpan

Kompone A B C Log Pi* P* Ki Xi Xi.Ki

267
n
1582,2 20667,5 27,554489
CH3OH 8,08097 7 239,7 4,315289533 8 5 0,03026 0,833785943
1810,9 7565,20 10,086107
H20 8,14019 4 244,485 3,878820761 6 6 0,00534 0,053858981
1342,2 87,3810 0,1164983
CH4 4,98706 2 260,22 1,941417071 1 9 0,964401 0,112351107

0,999996031

3.3.15.2 Menentukan Titik Embun

- Temperatur 699,120 F = 180,481 C

- Tekanan = 23 kg/cm2 = 750,062 mmHg

Berikut ini merupakan tabel hasil perhitungan titik embun .

Tabel 3.45 Hasil Perhitungan Titik Embun

Komponen A B C Ki Xi Xi.Ki Xi/Ki


CH3OH 8,08097 1582,27 239,7 10,74578761 0,03026 0,3251625 0,002816
H20 8,14019 1810,94 244,485 3,52133382 0,00534 0,01880363 0,001516
CH4 4,98706 1342,22 260,22 0,056565224 0,964401 0,05455153 17,04935
          1 0,39851766 17,05369

268
3.3.15.3 Perhitungan Fraksi Mol

- Perhitungan fraksi mol produk bawah:

Tabel 3.46 Hasil Perhitungan Produk Bawah:


T(ASTM T(ASTM)
%vol )C F ΔT(ASTM) ΔT(TBP) T(TBP)(F)
0 40 104     35,788
10 53,33 127,994 23,994 46,1 81,888
30 74 165,2 37,2 67 148,888
50 94,66 202,388 37,2 54,5 203,388
70 135,83 276,494 74,1 89 292,388
90 177 350,6 74,1 84 376,388
100 214,66 418,388 67,8 74 450,388

3.3.15.4 Perhitungan Neraca massa

Tabel 3.47 Neraca massa Produk Total


BM rata-rata
Komposisi D B F % mol Xi BM (BM.Xi)
3,02595314 32,0
CH3OH 4,967785 0 4,96778488 7 0,030259531 4 0,969515388
0,53399173 16,0
CH4 0,876668 0 0,87666792 2 0,005339917 4 0,085652274
158,328 96,4400551 18,0
H20 0 1 158,3281117 2 0,964400551 2 17,37849793
      164,1725645 100 1   18,43366559

Dari data distilasi diatas, maka didapat Menentukan:

1. Slope

= (T 90 % – T 10% ) / 80

= (297,388oF-145,788)/80

269
= 1,895

2. VABP

= (T10% + T30% + T50% + T70% + T90%) / 5

= (145,788 + 148,888 + 203, 388 + 292,388 + 297,388 )/5

= 217,568 F

3. A

= (-0,581 x Slope2) -(1,339 x Slope)

= -2,88

4. E

= (0,000297 x Slop2) + (0,001438 x Slop ) + 1

= 1,0038

5. CABP

= A + (VABP X E)

= 214,754

6. F

= (-1,901 x (Slope2)) -(7,498 x Slope)

= -13,68

270
7. H

= (0,000328 x (Slope2)) +(0,006081 x Slope) +1

= 1,008

8. MeABP

F +CABP+(VABP x H )
=
2

= 601,34 F

9. Nilai API Methanol 31,5

10. SG

= 141/(131,5 + 10,1)

= 0,9999293

3.3.15.5 Perhitungan Fraksi mol Kolom

- Menghitung Fraksi mol Top Produk

Tabel 3.48 Hasil perhitungan fraksi mol top produk

Komponem BM Mol XD BM.XD Massa mol


Kg/kgmol % kg/kgmol kg/jam kgmol/jam
159,167
CH3OH 32,04 85 0,85 27,234 8 4,96778488
14,0617
CH4 16,04 15 0,15 2,406 5 0,87666792
173,229
    100 1 29,64 6 5,8444528

271
- menghitung Fraksi Mol Bottom Kolom

Tabel 3.49 Hasil Perhitungan Fraksi mol Bottom Produk

Komponen BM massa Mol


kgmol/ja
kg/jam m
8,786243
H2O 18,02 158,3281117 7

3.3.15.6 Menghitung Volume uap Top Kolom

- Tekanan = 1 bar = 750 mmHg

- Temperatur = 93 C = 199,4 F = 659,07 R

Total Volume uap top Kolom = 28448,7 ft/jam

3.3.15.7 Menghitung Volume uap Bottom Kolom

- Tekanan = 1,2 bar = 900 mmHg

- Temperatur = 110 C = 230 F = 689,67 R

Total Volume uap bottom kolom = 3729,50 ft3 /Jam

3.3.15.8 Perhitungan Density Top Kolom

m assa top kolom


Density Uap Top = Volum e uap top kolom = 0,068 lb/ft3

272
massa bottom kolom
Density Uap Bottom = Volum e uap Bottom kolom = 0,426 lb/ft3

3.3.15.9 Perhitungan Diameter Kolom

Jenis tray yang digunakan adalah valve trayberdasarkan pada lampiran 5,

maka diasumsi memiliki tray spacing 22,5 in sehingga memiliki nilai K sebesar 1000.

3.3.15.10 Mencari Nilai A Top Kolom

38188 , 47 lb / jam
A=
1000 x √ 0 ,00105 lb / ft 3 ¿ ¿ ¿

A = 36,956 ft2

3.3.15.11 Mencari Diameter Top Kolom

A x4
D = ( π ) ^0,5

= 6,86 ft = 2,092 m

3.3.15.12 Mencari Nilai A Bottom Kolom

273
348 , 91lb / jam
A =
1000 x √ 0 ,00105 lb / ft 3 ¿ ¿ ¿

A = 1,57

3.3.15.13 Mencari Diameter Bottom Kolom

A x4
D = ( π ) ^0,5

= 1,413 ft = 0,43 m

3.3.15.14 Perhitungan Level Bottom

Dengan asumsi waktu tinggal di kolom sebesar 10 menit yang didasari dengan

alasan safety, sehingga jika terjadi trouble pada pompa maka waktu yang dibutuhkan

untuk perbaikan adalah 10 menit, level bottom kolom harus aman, tidak boleh kosong

dalam waktu 10 menit. Maka ketinggian level bottom kolom minimal adalah:

- Jumlah Liquid di Bottom Kolom

= 108958,19 bbl/Hari = 4539,924 bbl/jam = 721,643 m3/jam = 0,20m3/jam

- Menghitung Level Top Kolom

Volume liquid dibottom kolom


= 2
π xr

= 4,91 m = 193,386 in

274
3.3.15.15 Jarak Tray Terbawah Dengan Level Bottom

= 1 tray spacing = 22,5 in

3.3.15.16 Total Level Bottom

3
189 ,308 f t
=
π 38 , 12 ft

= 217,775 in = 18,08 ft

3.3.15.17 Perhitungan Tinggi Kolom

- Jarak flash zone

Asumsi 1,5 tray spacing = 1,5 x 22,5 = 33,75 in

- Tray degan mist eliminator = 22,5 in

- Tray spacing = tray spacing x (jumlah tray -1)

= 22,5 x 18

= 405 in

3.3.15.18 Tray bawah dengan level cairan = level bottom (in) + jarak tray bawah

= 193,386 in + 22,5 in

=217,775 in

275
3.3.15.19 Total Tingi Kolom

= 679,025 in = 17,24 m

3.3.15.20 Perhitungan Tebal Kolom

Tabel 3.50 Maximum Allowable Stress for Common Steels

Material = Carbon steel SA 516 Grade 70

S = 23300 psi

P top = 16,16 psia

276
P Bottom = 20,91psia

D top = 2,096 m

D bottom = 0,43 in = 1,09 m

E = 0,8

C = 0,125 in

R top = 17,82 in

R bot = 65,28 in

Karena kedua tekanan berada dibawah 25 psia maka tekanan desain

menggunakan 50 psia.

O x R (¿)
Tm body top = ( S x E )− ( 0 ,6 x P ) + C(in)

= 0,140 in →0,1875 in (ketebalan yang ada di pasaran )

O x R ( ¿)
Tm Head top = ( 2 x S x E )− ( 0 , 2 x P ) + C(in)

= 0,133 in →0,1875 in (ketebalan yang ada di pasaran )

O x R (¿)
Tm body Bottom = ( S x E )− ( 0 ,6 x P ) + C(in)

= 0,198 in →0,3125 in (ketebalan yang ada di pasaran )

277
O x R ( ¿)
Tm Head Bottom = ( 2 x S x E )− ( 0 , 2 x P ) + C(in)

= 0,162 In →0,3125 in (ketebalan yang ada di pasaran

Tabel 3.51 Hasil Perhitungan Kolom


Kolom
Volume uap 28448,
Top   7 ft/jam
Volume uap ft3/ja
Bottom   3729,5 m
Density Uap
Top   0,068 lb/ft3
Density uap
Bottom   0,426 lb/ft3

278
Diameter
Diameter Top   2,092 m
Diameter
Bottom   0,43 m
Tinggi
  Kolom    
Tray Spacing   22,5 in
Jarak Flash
Zone   33,75 in
Total Tinggi
Kolom   17,24 m
Tebal Kolom
Tm body Top   0,14 in
Tm Head Top   0,133 in
Tm body
Bottom   0,198 in
Tm Head
Bottom   0,162 in

279

Anda mungkin juga menyukai