Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan industri di Indonesia terus mengalami peningkatan, tetapi
impor bahan kimia masih lebih besar dari pada ekspor. Ketergantungan impor
ini menyebabkan berkurangnya devisa negara sehingga diperlukan suatu
usaha untuk mengatasi ketergantungan tersebut. Salah satunya adalah dengan
mendirikan pabrik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah
memprioritaskan pembangunan industri yang dapat merangsang pertumbuhan
industri yang lain, sehingga diharapkan pertumbuhan industri kimia semakin
pesat. Dengan adanya pembangunan dari sektor industri kimia diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan negara, mampu
mengurangi ketergantungan impor luar negeri, mampu memenuhi kebutuhan
dalam negeri, serta menigkatnya unsur-unsur penunjang industri kimia
termasuk bahan baku dan bahan tambahan.
Industri petrokimia merupakan penghasil produk strategis yang akan
digunakan pada industri-industri hilir seperti industri tekstil, plastik, karet
sintetik, dan lain-lain. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan industri
hilir petrokimia maka diperlukan adanya industri yang menyediakan bahan
baku maupun bahan tambahan untuk industri-industri hilir. Dibutyl phthalate
merupakan salah satu bahan kimia yang diperlukan dalam industri hilir.
Namun, Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan dibutyl
phthalate sehingga dibutil flalat harus didatangkan dari luar negeri atau
impor.
Dibutyl phthalate yang merupakan bahan intermediate, mempunyai
banyak keunggulan. Dalam proses pembentukan PVC, fiberglass, dan bahan
adhesif, dibutyl phthalate digunakan sebagai plasticizer. Plasticizer
merupakan bahan aditif yang menambah tingkat elastisitas atau mengurangi
sifat viskositas suatu bahan serta salah satu bahan penunjang bagi industri
plastik yang berfungsi membentuk sifat workability, heat resistance, low
wheater resistance, insulation properties, dan oil resistance (Kirk & Othmer,
2007). Selain sebagai plasticizer pada polimer, dibutyl phthalate digunakan
juga sebagai solven pada proses pembuatan parfum.

1
Reaksi sintesis dibutyl phthalate merupakan reaksi esterifikasi yang dapat
terjadi dari senyawa yang memiliki gugus karboksilat (R-COOH) dengan
gugus hidroksil (-OH). Berdasarkan eksperimen Berman, dkk. (1948), reaksi
pembetukan dibutyl phthalate sebagai berikut:
Reaksi 1:

Phthalic anhydride n-butanol Monobutil Phthalate

Reaksi 2:

H2SO4

Monobutil Phthalate n-butanol Dibutyl phthalate Air


Reaksi 1 berlangsung cepat dan sempurna sedangkan reaksi 2 berlangsung
lambat, endotermis, dan memerlukan katalis asam. Menurut Keyes 1975, dengan
menggunakan katalis asam sulfat, waktu reaksi yang digunakan sangat singkat,
sehingga kemungkinan terjadinya reaksi samping sangat kecil. Produk yang
diperoleh dari reaksi esterifikasi adalah 99% dibutyl phthalate.
Untuk memenuhi kebutuhan dibutyl phthalate di Indonesia, impor selalu
menjadi andalan. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki pabrik yang
memproduksi dibutyl phthalate. Dengan didirikannya pabrik dibutyl phthalate di
Indonesia diharapkan akan mendorong kemajuan industri petrokimia, dapat
memenuhi kebutuhan industri, mengurangi ketergantungan impor, dan menghemat
devisa negara. Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas pabrik dibutyl phthalate
perlu didirikan di Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Memenuhi semua kebutuhan dibutyl phthalate dalam negeri dan
menurunkan ketergantungan impor.
2. Menghemat devisa negara dari sektor industri dengan adanya pajak dan
ekspor produk.
3. Membuka peluang dan memacu pengembangan industri-industri baru

2
yang menggunakan bahan baku dibutyl phthalate, sehingga menciptakan
diversifikasi produk yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi.
4. Membuka lapangan kerja baru sehingga menurunkan tingkat
penggangguran.
5. Meningkatkan sumber daya manusia melalui proses alih tekhnologi.

1.2. Kapasitas Rancangan


Pabrik dibutyl phthalate ini akan didirikan pada tahun 2021 dan
mulai beroperasi pada tahun 2023. Dalam menentukan kapasitas produksi
yang menguntungkan digunakan beberapa pertimbangan, yaitu:
• Prediksi kebutuhan dibutyl phthalate di Indonesia
• Ketersediaan bahan baku

1.2.1 Kebutuhan Dibutyl phthalate di Indonesia


Kebutuhan dibutyl phthalate di Indonesia dapat dihitung dengan
mengetahui volume produksi impor. Tabel 1.1 berikut ini menyajikan data
impor kebutuhan dibutyl phthalate di Indonesia dalam kurun waktu 10
tahun terakhir menurut Biro Pusat Statistik 2020.

Tabel 1.1 Data Impor Dibutyl phthalate (Biro Pusat Statistik, 2020)
Tahun Impor (Ton)
2010
3659,02
2011
3846,33
2012
3732,87
2013
4933,33
2014
4129,9
2015
5183,02
2016
2017 5923,72
10398,1
2018
8911,8
2019
9165,21

3
Dengan metode least square, dapat diperoleh persamaan liniear
untuk kebutuhan impor yaitu 741,6x + 1909,5. Pabrik direncanakan mulai
beroperasi pada tahun 2023. Sehingga dapat diperkirakan kebutuhan impor
dibutyl phthalate pada tahun 2023 sebagai berikut:
y = 741,6x + 1909,5
y = 741,6 (13) + 1909,5
y = 11.550,3 ton
Berdasarkan prediksi jumlah impor dibutyl phthalate tahun 2023, akan
dibuat pabrik dibutyl phthalate dengan kapasitas rancangan 25.000
ton/tahun untuk memenuhi kebutuhan dibutyl phthalate di Indonesia.

1.2.2 Ketersediaan Bahan Baku


Salah satu faktor penting dalam menunjang kelancaran produksi
adalah ketersediaan bahan baku. Bahan baku yang digunakan dalam proses
pembuatan dibutyl phthalate yaitu phthalic anhydride dan n-butanol.
Kebutuhan bahan baku tersebut dapat diperoleh dari produsen-produsen
dalam negeri yang disajikan pada Tabel 1.2
Tabel 1.2. Sumber Bahan Baku Utama
Kapasitas
No Bahan Baku Produsen
(Ton/tahun)
1. Phthalic anhydride PT. Petrowidada 70.000
2. n-Butanol PT. Petro Oxo 100.000
Nusantara
Untuk mendirikan pabrik dibutyl phthalate dengan kapasitas 25.000
ton/tahun, maka kebutuhan phthalic anhydride dan n-Butanol ditentukan
melalui perhitungan stoikiometri berdasarkan reaksi oksidasi. Berikut adalah
perhitungan kebutuhan phthalic anhydride dan n-Butanol menurut
stoikiometri reaksi oksidasi:
Reaksi 1 :
C8H4O3 + C4H9OH → C12H14O4
Reaksi 2 :
H2SO4
C12H14O4 + C4H9OH C16H22O4 + H2O

4
Untuk mengetahui kebutuhan bahan baku phthalic anhydride (PA)
dan n-Butanol, dapat dihitung dengan stoikiometri berdasarkan reaksi.
dibutyl phthalate yang perlu dihasilkan sebanyak 3156,566 kg/jam atau
11,31541 kmol/jam. Dengan konversi 98,4% dan yield 98%, maka
kebutuhan phthalic anhydride start up adalah :
PA : 100/98 x 11,31541 kmol/jam
3
: 11,54634 kmol/jam
: 1708,858 kg/jam
Dengan perbandingan mol PA dan n-Butanol adalah 1:3 sehingga
kebutuhan n-Butanol start up :
n-Butanol : 11,54634 x 3 kmol/jam
: 34,63902 kmol/jam
: 2563,288 kg/jam
Dengan recycle, kebutuhan PA dan n-Butanol berkurang menjadi
PA : 1684,083 kg/jam
n-Butanol : 1695,447 kg/jam
Dengan hari kerja 330 hari, 24 jam maka kebutuhan PA dan n-Butanol
selama setahun dan start up
PA : 1684,083 kg/jam x 329 hari/tahun x 24 jam/hari /
1000 kg/ton + 1708,858 kg/jam x 1 hari/tahun x 24 jam/hari / 1000 kg/ton
: 13473,26 ton/tahun
n-Butanol : 1695,447 kg/jam x 329 hari/tahun x 24 jam/hari /
1000 kg/ton + 2563,288 kg/jam x 1 hari/tahun x 24 jam/hari / 1000 kg/ton
: 13462,23 ton/tahun
Berdasarkan kapasitas produksi seperti pada Tabel 1.2 kebutuhan
bahan baku dapat terpenuhi. Dibutuhkan bahan baku phthalic anhydride
sebesar 13473,26 ton/tahun dan n-Butanol sebesar 13462,23 ton/tahun.

5
1.2.3. Kapasitas Pabrik Dibutyl phthalate yang Telah Berproduksi.
Di Indonesia belum ditemukan pabrik dibutyl phthalate yang berdiri,
sedangkan di dunia telah berdiri pabrik dibutyl phthalate. Data pabrik
penghasil dibutyl phthalate di dunia bisa dilihat pada Tabel 1.3
Tabel 1.3. Data Pabrik Penghasil Dibutyl phthalate di Dunia
Kapasitas
No Pabrik Lokasi
(ton/tahun)
Henan Premtec Enterprise
1. Henan, China 35.000
Corporation
Jinan Yuntian Chemical
2. Shandong, China 100.000
Co., Ltd.
Dezhou Jupont Chemical
3. Shandong, China 6.000
Co., Ltd.
Tianjin Kaifengshun
4. Tianjin, China 120.000
Chemicals Co., Ltd.
Puyang Yongo Chemical
5. Henan, China 40.000
Company Ltd.
Zhengzhou Mahaco
6. Henan, China 36.000
Industrial Corp Ltd.
Tabel 1.3 kapasitas produksi minimal di dunia adalah sebesar 6.000
ton/tahun. Sedangkan, kebutuhan dibutyl phthalate di dalam negeri adalah
sebesar 11550,3 ton/tahun. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka
ditetapkan kapasitas prarancangan pabrik dibutyl phthalate yang akan
didirikan pada tahun 2023 sebesar 25.000 ton/tahun dengan alasan sebagai
berikut:

a. Kapasitas tersebut dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri,


dengan sisa produksi akan di ekspor.
b. Produsen dapat memenuhi kebutuhan bahan baku phthalic
anhydride sebanyak 13473,26 ton/tahun dan n-butanol sebanyak
13462,23 ton/tahun
c. Kapasitas produksi minimal pabrik dibutyl phthalate sebesar
6.000 ton/tahun.

6
1.3 Pemilihan Lokasi Pabrik
Lokasi suatu pabrik akan mempengaruhi kedudukan pabrik
dalam persaingan dan penentuan kelangsungan produksi. Pemilihan
lokasi pembangunan pabrik yang ideal dilihat baik dari aspek Teknik
seperti letak pusat industri, fasilitas pendukung yang tersedia (air,
utilitas, dll) maupun aspek non-teknis (ekonomi, sosial, hokum).
Faktor- Faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
lokasi pabrik adalah:

1. Faktor Primer:

• Ketersediaan bahan baku

• Transportasi

• Ketersediaan tenaga kerja

• Pembangkit listrik

• Daerah pemasaran

2. Faktor Sekunder:

• Air dan limbah industri

• Undang-undang atau peraturan daerah setempat

• Sikap masyarakat setempat

• Rencana masa depan perusahaan

Banyak faktor yang berpengaruh ini menandakan bahwa pemilihan


lokasi pabrik untuk didirikan merupakan persoalan yang sangat
kompleks. Faktor yang paling berpengaruh pada tahap pra-rancangan
adalah:

1. Ketersediaan Bahan Baku


Bahan baku utama yang diperlukan oleh suatu industri
harus padat terpenuhi secara kontinyu dan periodik. Bahan baku
utama pembuatan dibutyl phthalate adalah phthalic anhydride dan
n- Butanol. Pendirian lokasi pabrik dibutyl phthalate harus
dekat

7
dengan ketersediaan bahan bakunya.
2. Daerah Pemasaran
Produksi dibutyl phthalate diutamakan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, terutama untuk industri plastik seperti
kulit imitasi dari jenis PVC, kabel listrik, kabel telepon, pipa, sol
sepatu dan lain sebagainya. Pemilihan lokasi akan sangat
menguntungkan jika didirikan di suatu Kawasan industri yang
membutuhkan dibutyl phthalate.
3. Transportasi
Lokasi pabrik harus didukung dengan infrastruktur
transportasi yang baik, melalui jalur darat maupun laut untuk
mempernudah proses transportasi bahan baku maupun produk.
Oleh karena itu fasilitas jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara
san gat diperlukan.
4. Ketersediaan Energi, Air, dan Utilitas
Dalam Operasinya, pabrik membutuhkan air, energi
(listrik), steam, dan kebutuhan utilitas lainnya untuk keperluan
rumah tangga pabrik. Oleh karena, itu, lokasi pabrik hendaknya
berdekatan dengan sumber air seperti sungai, waduk, atau laut
sehingga ketersediaan air terjamin. Sumber energi terutama energi
listrik dapat dipenuhi dengan instalasi kabel listrik bekerjasama
dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
5. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan pihak yang menjalankan proses
produksi pabrik sehingga performa tenaga kerja mempengaruhi
kinerja pabrik. Tenaga kerja harus memenuhi kriteria dan keahlian
masing-masing di bidangnya. Maka dipilih lokasi yang sanggup
memenuhi spesifikasi tersebut agar jalannya produksi lancar.

6. Kondisi Geografis dan Sosial

Lokasi pabrik sebaiknya terletak di daerah yang relative


aman dari bencana alam seperti gempa bumi, longsor, dan lain-lain.
Selain itu, lokasi pendirian pabrik sebaiknya juga memeperhatikan

8
kondisi sosial masyarakat di sekitar produksi. Dukungan dari
masyarakat sekitar sangat membantu dalam perkembangan suatu
pabrik. Kebijakan pemerintah setempat juga turut mempengaruhi
lokasi pabrik. Jumlah lahan yang tersedia pun menjadi acuan
penting.

9
Tabel 1.4 Pemilihan Lokasi Pabrik

Faktor Gresik, Jawa Timur

Ketersediaan Bahan Bahan baku phthalic anhydride diperoleh dari PT


Baku
Petrowidada Gresik. Sedangkan untuk Butanol diperoleh
dari PT Petro Oxo Nusantara, Gresik.
Daerah Pemasaran
Dibutyl phthalate merupakan plasticizer untuk
pembuatan PVC, kabel listrik, kabel telepon, pipa,
dan lain sebagainya. User dari produk yang dihasilkan
sebagian besar berlokasi di Tanggerang. Transportasi
jalur darat membutuhkan waktu yang lama sehingga
kurang efisien. Jalur laut dapat melalui pelabuhan
Tanjung Perak menuju pelabuhan Tanjung Priok,
kemudian menggunakan jalur darat ke Tanggerang.
Transportasi
Gresik memiliki infrastruktur yang baik seperti jalan tol
yang berhubungan langsung dengan jalur pantura,
Bandara Udara Djuanda dan Pelabuhan Tanjung Perak.
Hal ini akan memudahkan trasportasi keluar masuknya
bahan baku dan produk.
Ketersediaan
Gresik merupakan Kawasan industri terpadu, maka
Energi, Air, dan
Utilitas kebutuhan utilitas seperti steam disediakan oleh pabrik
tertentu yang dapat dibeli secara berlangganan.
Kemudian untuk kebutuhan airnya, diambil dari sungai
Brantas.
Ketenagakerjaan
UMR kota Gresik

Rp. 3.867.874,40

Kondisi Geografis Wilayah Gresik, Jawa Timur memiliki Kawasan Industri


dan Sosial yang memiliki lahan kosong dalam pembangunan pabrik
dengan fasilitas dan infrastruktur yang terpercaya.

10
Dari lokasi diatas, dilakukan penilaian dari berbagai kriteria seperti
daerah pemasaran, transportasi, ketenagakerjaan, ketersediaan air,
energi, dan utilitas lainnya, serta kondisi geografis dan sosial di sekitar
lokasi. Berikut table penilaian lokasi Gresik, Jawa Timur:

Tabel 1.5 Penilaian Lokasi Pendirian Pabrik Berdasarkan Kriteria

Faktor Gresik, Jawa Tengah

Ketersediaan Bahan Baku 9

Daerah Pemasaran 7

Transportasi 9

Ketenagakerjaan 8

Ketersediaan energi, air, dan utilitas 9

Kondisi Geografis dan sosial 8

Pabrik dibutyl phthalate direncanakan akan didirikan di daerah


Kawasan Industri Gresik, Jawa Timur. Peta lokasi pabrik dapat dilihat
pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Peta Lokasi Pabrik Dibutyl phthalate

11
1.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1 Proses Pembuatan Dibutyl Phthalate
Hanya terdapat satu macam proses yang digunakan dalam
memproduksi dibutyl phthalate dan digunakan pada pabrik-pabrik di
dunia yaitu reaksi esterifikasi. Secara umum, dibutyl phthalate
diproduksi dengan mereaksikan phthalic anhydride dan n-butanol.
Untuk mempercepat reaksi esterifikasi digunakan katalis asam sulfat.
Kebutuhan asam sulfat sebagai katalis adalah sebanyak 1% berat dari
jumlah produk. Reaktor yang digunakan adalah reaktor alir tangki
berpengaduk (RATB) yang dilapisi jaket pemanas untuk
mempertahankan panas di dalam reaktor pada suhu 80-150 oC
(Berman,1948).
Reaksi pembentukan dibutyl phthalate yang terjadi di dalam
reaktor adalah sebagai berikut (Berman, 1948)
Reaksi 1 :

Phthalic anhydride n-butanol Monobutil Phthalate

Reaksi 2 :

H2SO4

Monobutil Phthalate n-butanol Dibutyl phthalate Air

Keluaran reaktor diumpankan ke netralizer untuk


menghilangkan asam dalam campuran menggunakan NaOH. Setelah
di netralisasi campuran diumpankan ke dekanter untuk dipisahkan
berdasarkan kelarutannya. Hasil bawah dimasukkan ke dalam tangki
pembuangan, sedangkan hasil atas yang berupa dibutyl phthalate,
monobutil ftalat, serta n-butanol dimasukkan ke dalam menara
distilasi. Hasil atas menara distilasi dikembalikan ke dalam reaktor.

12
Sedangkan hasil bawah dari menara distilasi yaitu produk berupa
dibutyl phthalate dibawa ke tangki penyimpanan produk.

1.4.2 Kegunaan Produk

Adapun kegunaan dibutyl phthalate antara lain (Greenfact, 2014) :

a. Plasticizer pada vernis nitroselulosa

b. Pengencer pada industri pasta gigi

c. Pelapis film dan fiber glass

d. Pelapis kertas

e. Pelarut pada industri tekstil

f. Pelarut untuk pembuatan parfum

1.4.3 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku, Bahan Pembantu dan

Produk a. Bahan Baku

1. Phthalic anhydride (PA)

Sifat Fisik (Perry, 2008)

- Bentuk : kristal putih

- Rumus molekul : C8H4O3

- Berat molekul : 148,12 g/mol

- Titik leleh (1 atm) : 130,8 oC

- Titik didih (1 atm) : 284,5 oC

- Kelarutan dalam air : 0,0006 gr/gr H2O

- Specific gravity : 1,527

13
Sifat Kimia (Kirk Othmer, 1998)

1. Membentuk asam dengan hidrasi

Phthalic anhydride cair dapat bereaksi dengan air


membentuk asam secara eksotermis
Reaksi: C8H4(CO)2O2 (aq) + H2O (l) → C6H4(COOH)2 (aq)

Reaksi phthalic anhydride padat berlangsung lambat


karena kelaruatannya rendah dan berjalan lambat pada
suhu 200 °C.
2. Dekarboksiklis

Jika steam dimasukkan ke phthalic anhydride lebur yang


mengandung katalis dekarboksilat akan membentuk asam
yang sesaat kemudian pecah menjadi asam benzoat dan
CO2.
Reaksi: C8H4O3 (l) + H2O (g)→ C6H5(COOH)(aq) + CO2 (g)

3. PA bereaksi dengan alkohol membentuk ester

4. Sedikit larut dalam air

2. n-Butanol

Sifat Fisik (Kirk Orthmer, 1998)

- Bentuk : Cairan tidak berwarna

- Rumus molekul : C4H9OH

- Berat molekul : 74,12 g/mol

- Titik didih (1 atm) : 117,66 oC

- Titik leleh (1 atm) : -89,3oC

- Kelarutan dalam air : 0,077 gr/gr H2O

- Spesific gravity : 0,81

14
Sifat Kimia (Kirk Orthmer, 1998)

1. Esterifikasi

Jika Butanol direaksikan dengan phthalic anhydride


menghasilkan dibutyl phthalate dengan menggunakan
katalis asam sulfat.
C8H4O3(s) + 2 C4H9OH(aq) → C16H22O4 (aq)

2. Dehidrasi

Butanol memberikan campuran 1 dan 2 butanol pada 175


- 400°C dengan keberadaan katalis Co. Butyl Alcohol
direaksikan dengan asam sulfat akan membentuk butyl
asam sulfat C4H9OH(l) + H2SO4 (aq) → C4H9OSO2OH(l) +
H2O(l)
Bila butyl alkohol pada suhu tinggi dengan asam sulfat
akan membentuk butyl eter.
3. Oksigen

Reaksi dengan sodium dikromat, butyl alkohol akan


beroksidasi membentuk butiraldehid.

4. Karbonasi Reaksi antara butanol dengan HBr

5. Reaksi Butanol dengan akilhalida

6. Stabil dalam kondisi biasa

7. Sedikit larut dalam air

8. Kontak dengan oksidator kuat dapat menyebabkan


kebakaran atau ledakan.

b. Bahan Pembantu

1. Asam sulfat (Sebagai Katalis)

Sifat Fisik (Perry, 2008)

- Bentuk : Cairan tidak berwarna

15
- Rumus molekul : H2SO4

- Berat Molekul : 98,08 g/mol

- Titik didih (1 atm) : 337 oC

- Titik leleh (1 atm) : 10,49 oC

- Kelarutan dalam air : sangat larut

- Specific gravity : 1,834

Sifat Kimia (Kirk Orthmer, 1998)

1. Bersifat korosif

2. Merupakan asam berbasa dua yang kuat

3. Bereaksi dengan natrium klorida membentuk gas


hidrogen klorida dan natrium bisulfat
NaCl(aq) + H2SO4(aq) NaHSO4(s) + HCl(aq)

4. Bereaksi dengan kebanyakan logam dan membebaskan


hydrogen dan senyawa logam sulfat, seperti besi (Fe),
aluminium (Al), seng (Zn), mangan (Mn), dan nikel (Ni)
5. Dapat menyebabkan luka bakar yang sangat parah,
terutama pada konsentrasi yang tinggi

2. Caustic Soda (Penetral Asam)

Sifat Fisik

- Rumus Molekul : NaOH

- Berat Molekul : 39,99 gr/mol

- Titik Beku : 318,4 °C ( 1 atm )

- Titik Didih : 1390 °C ( 1 atm )

- Panas Laten : 76,5 Btu/lb

- Cp : 19,2 kkal / mol °C

16
- Kelarutan dalam air : sangat larut

- Specific Gravity : 2,13

Sifat Kimia (Kirk Orthmer, 1998)

1. Pemanasan pada temperatur 1000 °C dengan


pencampuran carbon akan membentuk metallic Sodium
6 NaOH(s) + 2 aq) 2 Na(aq) + 3 H2 (aq) +
Na2CO3 (s)C(

2. Sodium Hidroksida jika mengalami ionisasi akan menjadi


6 NaOH(s) Na+ (aq) +(aqO) H-
3. Pada pembentukannya, Sodium Hidroksida ditambahkan
dengan

air maka akan didapatkan atau menghasilkan Sodium


Hidroksida dan gas hydrogen
Na(aq) + 2 H2O(l) 2 NaOH(s) + 2 H2 (aq)

4. Pembentukan Sodium Hidroksaida dapat juga dari


mereaksikan Sodium Peroksida dengan air pada
temperatur tinggi
2 Na2O2 (s) + 2 H2O(l) 4 NaOH(aq) + O2 (aq)

pada temperatur rendah akan terbentuk Hidrogen Peroksida


2 Na2O2 (s) + 2 H2O (l) 2 NaOH(aq) + H2O2
(aq)

c. Produk

1. Dibutyl phthalate (DBP)

Sifat Fisik (Perry, 2008)

- Bentuk : cairan tidak berwarna

- Rumus molekul : C16H22O4

- Berat molekul : 278,34 g/mol

17
- Titik didih (1 atm) : 340 oC

- Titik leleh (1 atm) : -40 oC

- Kelarutan dalam air : 0,000013 gr/gr H2O

- Specific gravity (25 oC) : 1,042

Sifat Kimia (Kirk Orthmer, 1998)

1. Larut dalam pelarut organik seperti alkohol dan benzene

2. Bersifat racun dan dapat menyebabkan iritasi pada mata

18

Anda mungkin juga menyukai