Anda di halaman 1dari 3

Kita Palma versi Yang Mana?

(Tantangan dari Rama Yohanes Dwi Harsanto untuk memasuki Pekan Suci)

Saudara-saudari terkasih. Saya membayangkan homili ini saya sampaikan di hadapan Anda semua
yang memenuhi gereja kita. Namun saya sadar bahwa kenyataannya, hanya berupa tulisan yang Anda
baca dalam kesendirian di rumah, sedangkan saya dan para imam mempersembahkan ekaristi Minggu
Palma 2020 ini di gereja. Anda di rumah sendirian membaca homili ini, mengikuti misa secara
streaming atau melalui siaran TV, kami di gereja mendoakan misa dengan sendirian pula. Namun
tidak apa, karena kita sedang bersatu untuk melawan wabah virus corona ini, dengan isolasi diri. Kita
atasi wabah virus corona dan penyakit covid-19, sambil mendoakan saudara-saudari yang berjuang di
Rumah Sakit, yang jatuh sakit, dan yang meninggal. Kita mohon pula rahmat agar tetap bersemangat
dan gembira, berjuang, bergotong royong mengatasi akibat yang muncul oleh karantina ini.

Saudara-saudari terkasih,
Injil Mateus bab 21 ayat 1 sampai 11 dibaca pada Minggu Palma ini sebagai pengenangan atas Tuhan
kita Yesus Kristus yang memasuki kota Yerusalem. Kita mengiringi Tuhan kita memasuki Pekan Suci,
pekan terakhir hidup Tuhan Yesus di dunia. Minggu Palma ini, kita membaca kisah sengsara Tuhan
kita dari Injil Mateus bab 27. Kamis depan kita mengiringi Beliau dalam perjamuan malam terakhir,
Jumat kita mengiringi Beliau dalam wafatNya di kayu salib dan pemakamanNya, serta Vigili Paskah
dan Minggu Paskah kita merayakan kebangkitan-Nya dari kematian.

Mengapa Yesus dan para murid berangkat dari Galilea ke Yerusalem? Mereka mau merayakan
Paskah. Ada tiga perayaan yang harus dihadiri bangsa Yahudi dengan berziarah ke Bait Allah di
Yerusalem, yaitu Pesach (hari raya Paskah/ hari raya roti tak beragi), Shavuot (Pantekosta, hari raya
tujuh Minggu), dan Sukkot (Pondok Daun, atau Tenda Daun, atau Tabernakel). Hukum Taurat
memerintahkan hal ini dalam Kitab Keluaran bab 23 ayat 14: “Tiga kali dalam setahun haruslah
engkau mengadakan perayaan bagi-Ku” (Lihat pula ayat 17, nama-nama hari raya itu lihat di Ulangan
16:16).
Dalam Injil Mateus, ada dua macam golongan orang yang menanggapi masuknya Yesus ke kota
Yerusalem. Pada Injil lain, tidak disebutkan dua macam golongan ini. Dua golongan ini disebut dalam
Mateus 21 ayat 10 dan ayat 11. Ayat 10: “Dan ketika Ia masuk kota Yerusalem, gemparlah seluruh
kota itu dan orang berkata: ‘Siapakah orang ini?’”. Mereka yang bertanya-tanya itu ialah golongan
Yerusalem atau Yudea, mereka yang tergolong “orang kota suci”, atau orang yang dekat dengan
kekuasaan serta pusat ibadah. Golongan kedua pada Mateus 21: 11: “Dan orang banyak itu
menyahut: ‘Inilah Nabi Yesus dari Nasaret di Galilea””. Golongan yang kedua ini ialah orang-orang
Galilea, dari desa-desa di utara yang jauh dari Yerusalem, jauh dari pusat kota suci, jauh dari
kekuasaan, yang jauh-jauh ke Yerusalem untuk berziarah, menemani Yesus dan para murid masuk
Yerusalem. Golongan kedua ini bersukacita penuh harapan, mengelu-elukan Yesus dengan berteriak
dan mengacung-acungkan daun palma, “hosana, Putra Daud”. Jadi, ada golongan Yudea, yang gempar
dan bertanya “Siapakah orang ini?” serta golongan orang-orang Galilea, yang bersukacita mengiringi
Yesus masuk kota Yerusalem sambil berseriak “Hosana Putra Daud”, dan menyatakan “Yesus inilah
nabi dari Galilea”.

Ada tegangan di sini. Dua kelompok ini sangat berbeda dalam menanggapi Yesus. Yang Galilea
mengelu-elukan Yesus, “hosana Putra Daud”; yang satu lagi yaitu Yudea bertanya “Siapa orang ini”,
gempar, dan beberapa hari kemudian akan menangkap Yesus sambil berteriak “Salibkan Dia”.
Mengapa berbeda sekali kedua golongan itu dalam menanggapi Yesus? Beginilah latar belakangnya.
Orang Yudea menganggap orang Galilea sebagai orang pinggiran, orang dusun, dianggap “kurang
Yahudi”. karena terbuka pada pengaruh pergaulan bangsa lain yang kafir, lagipula logat orang Galilea
yang “ndeso” sering diolok-olok oleh orang Yudea. Tentang logat ini, Petrus ketahuan bahwa
pengikut Yesus dalam Mateus 26: 69-75. Patrus duduk di luar halaman mahkamah agama ketika
seorang perempuan berkata padanya “Engkau juga selalu bersama dengan Yesus orang Galilea itu”;
Petrus menyangkal; kemudian ketahuan dari cara bicara Petrus yang berlogat Galilea setelah tidak
lama kemudian, orang-orang yang ada di situ datang kepada Petrus dan berkata “Pasti engkau juga
salah seorang dari mereka, itu nyata dari bahasamu”. Selain itu semua, orang Yudea di sekitar
Yerusalem menilai orang Galilea kurang taat dalam beribadah. Mereka jauh dari para imam di kota
suci Yerusalem. Ketika Yesus memasuki kota Yerusalem itu, orang-orang yang mapan secara rohani di
Yudea dan Yerusalem terusik dengan kehadiran Mesias yang menurut mereka tidak mungkin berasal
dari “ndeso” Galilea yang jauh dari Pusat Keagamaan dan Bait Allah. Bagi mereka, Mesias harus
berasal dari Yudea. Maka mereka gempar ketika Yesus masuk kota dan dielu-elukan oleh orang
Galilea sebagai Mesias. “Ketika Yesus masuk ke kota itu, seluruh kota gempar…” Gempar ialah situasi
goncang, terkejut. Hal ini sama dengan Mateus bab 2 ayat 3, saat orang Majus memberitakan
kelahiran Sang Mesias di tanah Yudea, dikatakan “terkejutlah seluruh Herodes dan seluruh
Yerusalem”. Kota sungguh terguncang dua kali. Yang pertama ketika Sang Mesias lahir, dan yang
kedua ketika Sang Mesias dari Galilea berangkat memasuki Yerusalem kota suci tempat Bait-Nya yang
kudus berada. Bayangkan kegemparan itu pada kerumunan orang-orang yang sedang berada di
Yerusalem waktu itu. Perkiraan ahli kitab suci menyatakan, jumlah penduduk Yerusalem waktu itu
kira-kira 40 ribu orang, jika ditambah para peziarah akan menjadi sekitar 400 ribuan-an orang
berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Paskah waktu itu. Jika perkiraan para ahli itu benar, maka
satu orang penduduk kota Yerusalem berbanding 10 orang peziarah dari luar kota Yerusalem. Semua
merasakan kegemparan oleh Sang Mesias yang memasuki kota-Nya.

Mengapa Yesus memilih memasuki Yerusalem dan memilih saat penyelamatan-Nya pada Paskah, kok
bukan pas hari raya Pondok Daun atau Pentekosta? Paskah ialah perayaan pembebasan bangsa Israel
dari perbudaan di tanah Mesir. Pesta ini disebut “Tuhan lewat” atau “Tuhan menyelamatkan” karena
selama wabah di Mesir membunuh anak-anak sulung orang Mesir, tulah atau wabah itu melewati
rumah-rumah anak-anak bangsa Israel yang melaksanakan perintah Tuhan yaitu mengoleskan darah
domba jantan di bingkai pintu rumah mereka dan tinggal di rumah untuk makan daging anak domba
itu. Kitab Keluaran bab 12 mengisahkan hal ini. Yesus memasuki Yerusalem untuk merayakan pesta
Paskah pekan itu. Pada hari Kamis Putih Ia menetapkan ekaristi, dari daging dan darah anak domba
itu, Ia gantikan dalam Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Jumat pekan itu, Ia akan dihukum mati dengan
menuntaskan darah di kayu salib. Kematian-Nya di kayu salib adalah penebusan-Nya yang tuntas
sebagai Sang Anak Domba Allah yang mengorbankan diri untuk menebus kita, bukan dari perbudaan
politik duniawi ini, namun menebus kita dari dosa, menebus kita dari kematian kekal akibat dosa, dan
memberi kita hidup kekal bahagia.

Ia memilih Paskah sebagai hari kematian-Nya. Ia mengangkat Paskah Yahudi menjadi Paskah baru,
yaitu pembebasan bukan dari penjajahan Mesir melainkan pembebasan dari penjajahan dosa; bukan
menuju Tanah Terjanji Israel, namun menuju Ciptaan Baru berkat pembaptisan, dan menuju Tanah Air
Surgawi, Yerusalem Surgawi. SImbolnya jelas dari keseluruhan bab Injil Mateus. Mateus
menggambarkan Yesus berjalan dari Galilea di utara yang secara topografi lebih rendah, mendaki
menuju Yerusalem di selatan yang lebih tinggi. Kapernaum di Galilea ada di ketinggian 200 meter di
bawah permukaan air laut, dan Yerusalem terletak pada ketinggian 779,45 meter di atas permukaan
air laut. Benarlah orang Yahudi mengistilahkan pergi ke Yerusalem itu sebagai perjalanan “naik ke
Yerusalem” karena secara topografis memang demikian. Jarak Kapernaum ke Yerusalem sekitar 127
km, dan secara topografis naik seribu meter. Paus emeritus Benediktus XVI dalam bukunya
menafsirkan dg jelas hal ini: “Tujuan utama Yesus mendaki naik ke Yerusalem ialah persembahan diri-
Nya di kayu salib; pendakian menuju kehadiran Allah melalui Salib”. Maka, tradisi Gereja memasuki
Pekan Suci dimulai hari ini. Yesus berziarah mendaki ke Yerusalem dan memasuki Yerusalem bersama
para murid-Nya hari Minggu ini, tanggal 10 bulan Nissan, dan akan merayakan perjamuan malam
tanggal 14 Nissan, serta mempersembahkan diri sebagai puncak penebusan di kayu salib keesokan
harinya.

Yesus berziarah memasuki kota Yerusalem dengan menunggang keledai, tidak melangkah dengan kaki
sebagaimana para peziarah lainnya. Inil Mateus secara jelas menyatakan bahwa naik keledai
merupakan pemenuhan nubuat kedatangan Mesias oleh nabi Zakaria: “Bersorak-sorailah dengan
nyaring hai putri Sion, bersorak-sorailah hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil
dan jaya. Ia mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda” (Kitab Nabi Zakaria bab 9
ayat 9). Zakaria ialah nabi pada masa Israel pulang dari pembuangan Babilonia, ketika mereka tidak
punya raja lagi. Nabi Zakaria menubuatkan bahwa Israel akan memiliki raja lagi, raja penyelamat yang
sejati., namun bukan raja yang perkasa menunggang kereta kuda dikawal pasukan. Nubuat ini beda
dari pandangan orang Israel tentang raja keturunan Daud yaitu Salomo yang gagah perkasa dalam
Kitab Raja-raja yang pertama.Bukan. Yesus Tuhan kita bukan raja penakluk, Ia adalah raja yang rendah
hati dan miskin, yang berpihak pada yang sakit, menderita, lemah, tersingkir dan rapuh, gampang
mati.

Kita bisa merenungkan banyak hal dari peristiwa masuknya Yesus ke Yerusalem sebagai raja
penyelamat yang akan dibunuh ini. Namun mari menantang diri dengan beberapa butir.
1. Perhatikanlah alat yang dipakai rakyat Galilea untuk mengelu-elukan Yesus. Mereka memakai
ranting-ranting pohon, yang kita gambarkan dengan daun atau rantinga palma. Palma, adalah jenis
tanaman yang daunnya berbentuk seperti telapak tangan. Palma sendiri dalam bahasa Latin berarti
“telapak tangan”. Kebetulan yang lucu bahwa Pontius Pilatus ketika menghadapi Yesus, membasuh
tangan sebagai tanda tak mau bertanggungjawab, kita mencuci tangan sebagai tanda
bertanggunjawab atas keselamatan diri dan sesama pada masa wabah ini. Telapak tangan bangsa
Galilea mengelukan Yesus dengan daun palma; telapak tangan kaum Yudea menuding Yesus agar
dihukum salib. Telapak tangan Yesus dipaku pada kayu salib, tanda Ia menanggung segalanya. Mari
melihat telapak tangan kita ini. Sejauh mana kita pakai memuji Dia dengan bertanggungjawab atas
kehidupan? Kita termasuk Palma jenis yang mana? Jenis Galilea, ataukah jenis Yudea, jenis Pontius
Pilatus?
2. Gerak naik perjalanan Yesus dari Galilea ke Yudea di Yerusalem merupakan pendakian selama tiga
tahun sebelum memuncak dalam pekan suci. Periode sejak karya publik-Nya sampai memasuki
Yerusalem merupakan masa krisis yang panjang bagi-Nya. Masa wabah covid-19 ini merupakan masa
krisis pula bagi kita. Krisis dari bahasa Yunani “Krinein” yg berarti mempertimbangkan. Maukah kita di
masa krisis wabah virus korona ini, mempertimbangkan lagi dan lagi, gerak kita dari egoisme kepada
perhatian bagi yang lain, dan dari perhatian kepada yang lain bergerak lagi naik kepada perhatian
akan keilahian? Bagaimanapun kita ini Putra-putri Allah Bapa melalui jasa putraNya Yesus Kristus
dalam kuasa Roh Kudus. Hendaknya kita ingat kepada siapa kita menuju dan tugas perutusan kita
sekeras-kerasnya di dunia melaksnakan kehendakNya menyelamatkan jiwa-jiwa hingga mencapai
hidup kekal. Mari mempertimbangkan kenyataan ilahi ini.
3. Kegemparan dan keterkejutan meliputi Yerusalem. Entah orang Yudea entah orang Galilea entah
semua peziarah yang hadir di Yerusalem, semua gempar menghadapi seorang pribadi bernama Yesus.
Gemparnya orang Yudea karena merasa tidak terima akan kedatangan-Nya. Gemparnya orang Galilea
termasuk para murid karena keliru mengharapkan pembebasan politis. Para penguasa Romawi ikut
gempar karena hasutan. Yesus sendiri yang digemparkan orang, tenang karena tahu tujuan dan misi
hidup-Nya. Kegemparan juga timbul ketika dunia mengalami kemunculan pandemi corona virus
disease 2019. Pandemi dari kata Yunani “Pan” berarti semua dan “Demos” berarti rakyat. Semua
rakyat bangsa-bangsa gempar terkena wabah virus. Menghadapi kehebohan ini, maukah kita sebagai
murid-Nya, tenang, bijaksana, dan mau mengetahui tujuan sebelum berbicara dan bertindak?
Maukah kita tidak saja "stay at home".tetapi juga "stay at Jesus" sehingga tetap tenang tangguh di
tengah kegemparan?

Selamat menyertai Tuhan Yesus memasuki pekan suci 2020.


Yohanes Dwi Harsanto, Pastor Paroki Gereja Katolik HSPMTB Kumetiran, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai