Anda di halaman 1dari 7

RESUME

MIROBIOLOGI II

UJI POTENSI ANTIBOTIK

DISUSUN OLEH:

Nama : Ira Dwi Astuti

Nim : P27235018024

Kelas : IVA Anafarma

PRODI III ANAFARMA

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2020
UJI POTENSI ANTIBIOTIK

I. TUJUAN
Mahasiswa dapat menentukan potensi obat antibiotik dengan
spesialite tertentu dibandingkan dengan standar.

II. DASAR TEORI


Antibiotik adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang
dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain.
Definisi ini harus diperluas karena zat yang bersifat antibiotik dapat pula
dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu
berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara
sintesis parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Sejak di
temukan penisilin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah beribu-
ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat
dipakai untuk maksud terapeutik.
Penggolongan antibiotika berdasarkan spektrum aktivitasnya dapat
dibagi dalam beberapa golongan yaitu (Djide.N, 2008 :347) :
1. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap bakteri gram
positif maupun gram negatif. Contoh: turunan tetrasiklin, turunan
amfenikol, turunan aminoglikosida, turunan mikrolida, rifampisin,
beberapa turunan ampisilin (ampisilin, amoksisilin, bakampisin,
karbenisilin, hetasilin dan lainnya).
2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
positif. Contoh: basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan
penisilin, seperti benzyl penisilin, kloksasilin dan lainnya.
3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
negatif. Contoh: kolistin, polimiksin Bsulfat dan sulfomisin.
4. Antibiotika yang aktivitasnya dominan pada mycobacteriacea.
Contoh: streptomisin, kanamisin, sikloserin, fimisin dan lainnya.
5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur. Contoh: griseofulvin dan
antibiotika polien (nistatin, amfoterisin B) 6. Antibiotika yang aktif
terhadap neoplasma (antikanker). Contohnya: aktinomisin, bleomisin,
mitomisin, midramisin, dan lainnya.
Antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat
(Jawetz,2005:159) :
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic)
2. Tidak menimbulkan terjadinya resistensi dari mikroorganisme
patogen
3. Tidak menimbulkan efek samping yang buruk pada host (sel inang)
seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi lambung, dan
sebagainya.
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora normal dari host seperti flora
usus dan flora kuli.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotika dibagi dalam beberapa
kelompok ( Ganiswarna, 1995, 572) :
1. Dinding sel: Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah
penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks
polimer mukopetiptida (glikopeptida). Oleh karena itu, tekanan
osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel kuman,
akan menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan efek dari
bakterisida pada kuman yang peka. Contoh: Ampicilin, Amoxicilin
dan Cefadroxil.
2. Menghambat metabolisme sel: Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah kelompok sulfonamide, trimetomprim, asam p-aminosalisilat
(PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek
bakteriostatik. Contoh: Sulfametaxazol dan Cotrimoxazol.
3. Mengganggu membran sel: obat yang termasuk dalam kelompok ini
adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba
kemoterapeutik, misalnya antiseptik surface active agents. Contoh:
Polimiksin B.
4. Menghambat sintesis protein: Obat yang termasuk dalam kelompok
ini adalah golongan aminoglikosida, makrolida, linkomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu
mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom
dengan bantuan m-RNA dan t-RNA. Pada bakteri, ribosom terdiri
dari dua sub unit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan
sebagai ribosom 30S dan 50S. Contoh : Tetrasiklin, Kloramfenikol,
Tiamfenikol dan Streptomisin.
5. Menghambat sintesis asam nukleat: Antimikroba yang termasuk
golongan ini adalah rifampisin, dan golongan kuinolon. Contoh:
Rifampicin, Siprofloksasin dan Ofloksasin.
Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya
infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba
dan berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu
infeksi dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya
sistem ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang
digunakan untuk membasni mikroba penyebab infeksi pada manusia,
harus memiliki sifat toksisitas selektif. Artinya antibiotik harus bersifat
toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Toksisitas
selektif tergantung kepada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia
misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia,
sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri
mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi.
Prinsip penetapan potensi antibiotik dalam sediaan obat adalah
membandingkan dosis larutan sediaan uji terhadap dosis larutan baku
pembanding yang menghasilkan derajat hambatan yang sama pada
mikroorganisme uji.
Pada umumnya, pengujian potensi antibiotik secara mikrobiologi
menggunakan dua metode, yaitu metode turbidimetri dan metode
lempeng silinder atau difusi agar. Prinsip metode turbidimetri adalah
berdasarkan hambatan pertumbuhan biakan mikroorganisme dalam
media cair yang mengandung larutan antibiotik sedangkan prinsip
metode lempeng silinder adalah membandingkan zona hambatan
pertumbuhan mikroorganisme uji oleh dosis senyawa antibiotik yang
diuji terhadap zona hambatan oleh dosis antibiotik baku pembanding
pada media lempeng agar.
Keampuhan (kekuatan) kandungan antibiotik dalam sampel (jumlah
antibiotikmurni) dapat ditentukan secara kimiawi, fisik dan biologis. Uji
biologis adalah yang termudah untuk melakukan penetapan semacam itu.
Cara penetapan secara mikrobiologis yang digunakan adalah cara
penetapan difusi (lempeng) yaitu zat yang diperiksa berdifusi dari
pencadang (reservoir) kedalam medium agar yangtelah diinokulasikan
jasad renik, setelah diinkubasikan maka hambatan pertumbuhan mikroba
diukur dan dibandingkan hasilnya.
Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas
bakteri adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya
hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari
daerah di sekitar kertas cakram(paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme. Zona hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan
sensitivitas bakteri terhadap bahan anti bakteri.
Keberhasilan penggunaan sediaan-sediaan farmasi yang
mengandung senyawa antibiotika dan vitamin tergantung (1) ketepatan
diagnosis dokter, (2) mutu antibiotika dan vitamin tersebut. Mutu sediaan
terutama antibiotika, mulai dalam bahan baku, selama dalam proses
pembuatannya sampai diedarkan, biasanya potensi masih tinggi, setelah
diedarkan beberapa waktu sering mengalami penurunan potensi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengawasan mutunya perlu
diperhatikan, agar penggunaan dapat dipertanggung jawabkan. Demikian
juga halnya dengan sediaan vitamin perlu diperlakukan seperti halnya
dengan sediaan antibiotika.
Tujuan dari proses uji sensisitivitas ini adalah untuk mengetahui
obat-obat yang paling cocok (paling poten) untuk kuman penyebab
penyakit terutama pada kasus-kasus penyakit yang kronis dan untuk
mengetahui adanya resistensi terhadap berbagai macam antibiotik.
Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik yakni memang kuman
tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan, akibat pemberian
dosis dibawah dosis pengobatan dan akibat penghentian obat sebelum
kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh antibiotik.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan adalah labu ukur, pipet volume, pipet tetes,
erlenmeyer, beaker glass, cawan petri, peroforator (pelubang), spatel,
jangka sorong.
Bahan yang digunakan adalah blanka bakteri : Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, media BSA, standar pembanding:
kloramfenikol, amoksisilin, aquadest fosfat, natrium fosfat, etanol 96%.

IV. CARA KERJA


1. Alat yang digunakan harus steril
2. Media dipilih sesuai dengan biakan dengan pH sterilisasi sesuai
persyaratan
3. Larutan dapar fosfat (LDF) dibuat seperti yang diperlukan oleh
antibiotic dan pH akhir sesuai persyaratan.
Sebanyak 4,8 ml asam fosfat dimasukkan ke dalam beaker glass,
tambahkan dengan aquades sampai 200 ml. Timbang 1,6 gr Natrium
fosfat, masukkan ke dalam beaker glass, tambahkan dengan aquades
sampai 200 ml. Campurkan larutan asam fosfat 30 ml dengan larutan
natrium fosfat 70 ml hingga membentuk pH sekitar 7
4. Persiapan baku/standar, dilakukan penimbangan secara seksama
dengan perhitungan kadar sesuai dengan rancangan penelitian.
5. Suspense mikroorganisme uji disiapkan sesuai persyaratan yang ada.
6. Setelah semua alat dan bahan siap maka suspense bakteri diambil
dengan kapas lidi steril diratakan pada media yang sudah disiapkan
sehingga permukaan agar rata oleh suspense bakteri
7. Rataan suspense biakan dibiarkan 5 menit pada suhu kamar agar
terdifusi ke dalam media.
8. Lubangi lempeng agar dengan pelubang berdiameter 6 mm sebanyak
3 lubang tiap cawan petri dengan jarak yang sama tidak terlalu
berdekatan
9. Sumuran pada cawan petri diisi dengan sediaan kloramfenikol
konsentrasi terkecil sampai tertinggi
10. Cawan diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam, lalu hasilnya
diamati dengan cara diameter daerah (zona) diukur hambatan di
sekitar lubang sediaan. Angka dinyatakan dalam satuan mm

Anda mungkin juga menyukai