Anda di halaman 1dari 12

Penerapan Anjing Pemandu Bagi Muslim Tunanetra Di Indonesia

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam yang diampu oleh Prof. Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. dan Hilman
Taufiq A. M.Pd.

Disusun oleh:

Fajrin Ramadiansyah 1703896

Nada Silviana Putri 1702895

Siti Kamelia 1700161

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
Penerapan Anjing Pemandu Bagi Muslim Tunanetra Di Indonesia

Author : Fajrin Ramadiansyah, Nada Silviana Putri, Siti Kamelia

Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung, 2020.

Abstrak :

Orientasi Mobilitas merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk


tunanetra agar dapat mengenali lingkungan sekitarnya dan dapat berpindah dari
suatu tempat ke tempat lain dengan selamat. Anjing pemandu merupakan salah
satu alat untuk menunjang orientasi mobilitas tunanetra. Di luar negeri anjing
pemandu sangat populer karena dinilai lebih efektif. Bagaimana bila diterapkan di
Indonesia? Negara yang mayoritas masyarakatnya menganut agama islam. Di
islam terdapat ketentuan dalam memelihara anjing terlebih air liur anjing
termasuk kedalam golongan najis. Kami melalukan riset dengan membagikan
kuisioner berbentuk google form terhadap 22 responden. Adanya pro dan kontra
dari tanggapan responden terhadap penerapan anjing pemandu di Indonesia.

Kata Kunci : Orientasi dan Mobilitas, Tunanetra, Islam

A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas pemeluk agama
Islam yang didalamnya termasuk dengan tunanetra. Tunanetra adalah
anak yang mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan
baik bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan
khusus dalam pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya
seoptimal mungkin. Dalam perkembangan yang secara optimal maka
dibutuhkannya orientasi dan mobilitas bagi tunanetra.
Orientasi dan mobilitas merupakan kemampuan bergerak dari satu
tempat ke tempat yang lain dengan penggunaan semua indera yang masih
ada untuk menentukan posisi seseorang terhadap benda-benda penting
yang ada di sekitarnya, baik secara temporal maupun spasial dimana aspek
ini sangat dibutuhkan bagi seorang tunanetra. Ada berbagai macam alat
bantu orientasi dan mobilitas, antara lain tongkat, pendamping awas,
pendamping tongkat, serta anjing pemandu. Penggunaan anjing pemandu
di luar negeri sangat populer dibandingkan pemandu awas dan tongkat,
sehingga membuat presiden fatwa dari Malaysia dan dewan Islam dari
Inggris membolehkan penggunaan anjing pemandu oleh kalangan
tunanetra. Ini dimaksudkan agar mereka tidak mengalami kesulitan ketika
menuju masjid. Bagaimana jika penerapan anjing pemandu ini diterapkan
di Indonesia, dilihat dari Malaysia yang mayoritasnya muslim dapat
menerapkan penggunaan anjing pemandu.
Oleh karena permasalahan di atas, penulis bertujuan untuk
mengkaji mengenai polemik penerapan anjing pemandi bagi muslim
tunanetra di Indonesia. Harapannya, karya tulis ini dapat menjadi salah
satu pencerahan bagi pembaca mengenai permasalahan yang sudah
disebutkan di atas.
B. Kajian Pustaka
1. Pengertian Tunanetra
Menurut Hidayat (2006, hlm 21) “Anak tunanetra adalah anak
yang mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan baik
bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan khusus
dalam pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal
mungkin.”
Menurut Efendi (2006, hlm 43) menggambarkan anak tunanetra
sebagai orang yang memiliki klasifikasi kerja mata tidak normal:
bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh
kornea, lensa mata, retina, dan saraf karena suatu sebab, misalnya kornea
mata mengalami kerusakan, kering keriput, lensa mata menjadi keruh, atau
saraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan.
2. Pengertian Orientasi Mobilitas
Untuk dapat bersaing dan seimbang dengan anak awas, maka anak
tunanetra perlu belajar dan dilatih secara khusus dalam hal bergerak dan
berpindah tempat dengan benar, baik, efektif, dan aman. Oleh karena itu
menurut Nawawi, A (2010) Latihan orientasi dan mobilitas (O&M)
merupakan program yang integral dalam pendidikan dan rehabilitasi bagi
tunanetra, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan dan rehabilitasi
tanpa program O&M di dalamnya maka program tersebut bukanlah
program pendidikan dan latihan bagi tunanetra.
Adapun alat yang dapat membantu tunanetra beroerintasi dengan
lingkungannya, yaitu:
1. Tongkat.
2. Pendamping/pemandu awas.
3. Anjing pemnadu.
4. Tongkat laser.
3. Kegunaan Anjing Pemandu
Menurut Djaja, R & Nawawi, A (2010) Anjing pemandu adalah
anjing pembantu yang dilatih untuk memandu orang buta atau yang
penglihatannya terganggu agar dapat bergerak di lingkungan di sekitar
mereka. Meski anjing dapat dilatih untuk memandu melewati berbagai
rintangan, anjing sesungguhnya buta warna sebagian dan hanya mampu
melihat warna merah dan hijau, dan tidak mampu untuk
menginterpretasikan rambu jalan. Mereka hanya mengarahkan berdasarkan
kemampuan yang didapatkan melalui latihan mobilitas. Hubungan antara
anjing dan orang yang dipandunya seperti seorang penumpang yang
mengetahui tujuannya dan pilot yang membawanya ke tempat tujuan
dengan selamat. Di beberapa tempat, anjing pemandu bersama dengan
anjing pelayan dan anjing pendengar adalah pengecualian bagi peraturan
yang melarang keberadaan hewan peliharaan di berbagai tempat umum
seperti restoran dan transportasi publik.
4. Memelihara Anjing dalam Perspektif Islam
a. Pendapat para ulama mengenai memelihara dan menyentuh
anjing.
Berdasarkan suatu artikel yang kami temukan berjudul Irsyad
On Guide Dogs Office Of The Mufti Islamic Religious Council Of
Singapore (MUIS) diwebsite Office Of The Mufti, ada pertanyaan
mengenai pendapat para cendikiawan atau ulama tentang aturan
memelihara dan menyentuh anjing. Kemudian dapat disimpulkan
bahwa Islam tidak mendorong umat Islam untuk memelihara anjing
jika tidak ada keharusan untuk itu, atau jika tidak ada kebutuhan yang
mendesak atau aturan ulama tentang aturan menjaga dan menyentuh
anjing dalam keadaan darurat. Jadi, seorang Muslim harus menahan
diri dari memelihara anjing sebagai hobi atau ketika tidak ada alasan
yang diizinkan untuk melakukannya. Ini didasarkan pada sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang
artinya :
“Siapa pun yang memelihara anjing - selain anjing pemburu
atau anjing gembala - maka imbalan harian mereka dikurangi satu
Qirat.”
Lalu Allah SWT berkata dalam Al-Qur’an, dalam
surat Al-Maidah ayat 4 yang artinya :

“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan


bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan
(buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar
dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa
yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang
ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.”
Menurut para ahli tafsir ( tafsir Al-Quran), berburu binatang
dalam ayat ini merujuk pada binatang yang digunakan untuk berburu
seperti elang dan anjing pemburu. Dengan demikian, sebagaimana
dinyatakan dalam hadits di atas, Islam mengizinkan penggunaan
anjing jika ada alasan yang sah seperti berburu binatang,
menggembalakan hewan ternak, melindungi tanaman (pertanian) dan
keselamatan rumah atau situasi / alasan serupa yang memiliki
keamanan dan efektivitas yang kurang. Imam Syafi'i pernah berkata
yang artinya :
“Dan tidak diperbolehkan memelihara anjing kecuali untuk
seseorang yang berburu atau untuk bertani atau menggembalakan
ternak atau mereka yang berada dalam situasi yang sama seperti
mereka.”
Adapun Imam Al - Mawardi berpendapat yang artinya:
“Peraturan untuk memelihara anjing adalah tidak diizinkan,
kecuali ada manfaatnya. Dan jika ada manfaatnya, maka seseorang
diperbolehkan memelihara anjing.”
Kegunaan dalam memelihara anjing saat ini adalah:
menggunakan anjing untuk membantu dalam pekerjaan yang
menantang bagi petugas keamanan seperti melacak penjahat, narkoba,
bahan peledak seperti bom dan ranjau, untuk menemukan korban
bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dll. Karena itu
mengklarifikasi bahwa menyentuh seekor anjing bukanlah dosa
seperti yang mungkin dipahami oleh beberapa orang Muslim.
b. Sikap Islam mengenai Anjing Penuntun.
Di antara prinsip-prinsip Syariah yang sering ditekankan adalah
mencegah apapun yang mengarah pada kesulitan atau bahaya. Jika
kesulitan tidak dapat dihindari, kecuali dengan menghapuskannya,
maka Syariah mencoba untuk menghapuskan kesulitan-kesulitan
tersebut. Ini didasarkan pada pepatah hukum Islam yang berupaya
memberikan kemudahan bagi umat Islam. Dalam Surah Al-Baqarah
ayat 286 Allah SWT befirman yang artinya:
“Allah tidak menempatkan beban yang lebih besar daripada yang
dapat ditanggung oleh jiwa.”
Seseorang yang sakit atau kehilangan penglihatannya adalah
mereka yang mengalami kesulitan dan memiliki kebutuhan mendesak.
Allah berfirman dalam surat An-Nur, ayat 61:
“Tidak ada batasan buta [apapun] atau batasan lumpuh atau batasan
sakit”
Oleh karena itu, jika tunanetra membutuhkan anjing pemandu
untuk membantunya menjadi mandiri dan mampu mengelola urusan
sehari-harinya sendiri, di mana tanpa bantuan anjing pemandu ia tidak
akan dapat mengelola urusan sehari-harinya dengan baik dan itu
menyebabkannya banyak kesulitan,, maka dalam keadaan seperti itu
penggunaan anjing pemandu adalah suatu keharusan baginya, dan
hukumnya haruslah diijinkan.
c. Pendapat cendikiawan atau ulama mengenai putusan bahwa
anjing najis dan bagaimana berlakunya pada anjing
pemandu?
Ahli hukum mempunyai pandangan yang berbeda sehubungan
dengan putusan bahwa anjing dianggap najis. Menurut mayoritas
ulama dari mazhab Syafi'i, anjing masuk dalam kategori najis
mughallazah. Setiap area yang bersentuhan dengan saliva atau kotoran
harus dibersihkan sekali dengan air yang dicampur dengan tanah dan
kemudian diikuti dengan air bersih 6 kali. Meskipun begitu,
menyentuh dan memegang anjing seperti yang dijelaskan di atas, tidak
bertentangan dengan hukum Islam dan bukan dosa. Para pelajar dari
mazhab Hanafi dan Maliki juga berpendapat bahwa anjing tidak najis
kecuali salivanya. Jadi setiap bagian tubuh yang bersentuhan dengan
salivanya harus dibersihkan dengan metode yang telah disebutkan.
Nabi Muhammad S.A.W berkata :
“Bersihkan vas Anda yang dijilat anjing dengan mencucinya tujuh
kali dan yang pertama adalah dengan tanah”
Namun ulama dari mazhab Maliki dan beberapa ulama dari
mazhab Shafie, berpendapat bahwa anjing pemburu tidak dianggap
najis mughallazah (pengotor utama), mengingat fakta bahwa anjing
sering digunakan selama berburu. Dengan demikian, para ahli mazhab
Maliki berpendapat bahwa setiap bagian tubuh atau area yang
bersentuhan dengan air liur anjing pemburu tidak perlu dibersihkan
sesuai metode yang dijelaskan di atas atau bahkan dicuci.
Prinsip yang sama dapat diterapkan pada anjing penuntun, baik
untuk pemilik anjing penuntun dan orang lain yang melakukan kontak
dengan bagian mana pun dari anjing termasuk air liurnya. Ini
mempertimbangkan fakta bahwa tujuan dari anjing penuntun sama
dengan anjing pemburu yaitu kebutuhan untuk menggunakan anjing
untuk kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, tunanetra yang perlu
memelihara anjing penuntun untuk membantunya dalam urusan sehari-
harinya dapat mengambil pendapat beberapa ulama dari mazhab
Shafie, serta ulama dari mazhab Maliki dan Hanafi. Hal ini
dipertimbangkan karena sulit untuk melakukan metode mencuci diatas
disetiap saat dan dalam berbagai situasi. Allah SWT berfirman dalam
surat Al-Baqarah ayat 185 yang artinya :
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak mengehendaki
kesukaran bagimu”
Keputusan ini juga berlaku bagi muslim yang melakukan kontak
langsung dengan anjing pemandu ditempat maupun transportasi
umum. Untuk mereka yang memiliki anggapan bahwa tetap harus
membersihkannya jika bersentuhan dengan anjing pemandu maka
dipertimbangkan sebagai umumul balwa dan mereka tidak diharuskan
untuk mematuhi persyaratan pembersihan diri. Artinya jika seseorang
masih ragu dengan kebersihan pakaian atau tubuh mereka, mereka
hanya dapat mencucinya dengan air saja.
d. Bagaimana jika seseorang berjalan atau melewati tempat yang
telah digunakan oleh anjing pemandu sebelumnya
Jika anjing pemandu dibawa ke tempat umum dan ada seseorang
berjalan melewati area di mana anjing penuntun mungkin beristirahat
atau berjalan melewatinya, maka ini termasuk dalam konsep umumul
balwa, dan seseorang tidak perlu membersihkan dirinya sendiri
menggunakan metode sertu.
e. Sikap yang harus diambil umat Islam terhadap anjing
penuntun dan pemiliknya.
Islam memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada semua
makhluk, termasuk hewan. Oleh karena itu, kita sangat dianjurkan
untuk bersikap baik hati kepada mereka yang perlu menggunakan
anjing pemandu untuk berkeliling. Jangan bereaksi dengan cara apa
pun yang dapat menyinggung pemilik anjing pemandu atau melukai
anjing itu sendiri.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survey.
Menurut Sugiyono (2012:29) metode deskriptif adalah metode yang
digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian
tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas
Singarimbun (1982:3) dalam metode penelitian survey mengatakan
bahwa penelitian survey adalah “penelitian yang mengambil sampel dari
satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data
yang pokok”. Partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian kali ini
adalah mahasiswa dan masyarakat umum
Jenis data yang diperlukan pada penelitian ini yaitu data kualitatif
berupa tanggapan mengenai penerapan anjing pemandu jika diterapkan
bagi muslim tunanetra di Indonesia.
D. Hasil Diskusi
Sebanyak 22 responden telah mengisi kuisioner, yang terdiri dari
mahasiswa dan masyarakat umum. Kuisioner dibagikan kepada
responden tersebut berdasarkan asumsi peneliti bahwa anjing
pemandu bagi tunanetra sudah dikenal oleh khalayak. Berikut
merupakan pemaparan hasil kuisioner:
a. Hasil survei dengan pertanyaan “Apakah kamu mengetahui tentang
Anjing Penuntun bagi Tunanetra?” Sebanyak 58.3% menjawab
mengetahuinya dan 41.7% menjawab tidak mengetahuinya.

b. Hasil survei dengan pertanyaan “Apakah kamu setuju dengan


penerapan anjing penuntun bagi tunanetra di Indonesia ?”
Sebanyak 54.2% menjawab setuju dan 45.8% menjawab tidak
setuju
c. Hasil survei dengan pertanyaan “Di Luar Negeri anjing penuntun
lebih populer digunakan daripada tongkat dan pemandu awas,
karena mendukung lebih efektif. Apakah akan berdampak positif
bagi tunanetra dan lingkungan jika diterapkan di Indonesia?”
Sebanyak 56% menjawab setuju dan 44% menjawab tidak setuju

d. Alasan responden mengenai setuju dan tidak setuju penerapan


anjing pemandu di Indonesia
Dalam angket ini juga peneliti menanyakan alasan
responden mengenai setuju dan tidak setuju penerapan anjing
pemandu di Indonesia dan jawaban yang didapatkan pun sangat
beragam. Ada yang setuju selama perawatan anjing tersebut sesuai
dengan syariat Islam dan benar-benar digunakan untuk membantu
tunanetra dalam bergerak, ada yang tidak setuju dikarenakan
penggunaan tongkat dirasa sudah sangat efektif bagi tunanetra,
memelihara anjing dianggap haram karena air liurnya, serta
melihat masyarakat Indonesia yang masih tabu dalam penggunaan
anjing pemandu.
e. Tanggapan responden jika tidak setuju apakah ada solusi lain selain
menggunakan Anjing penuntun bagi Tunanetra
Dalam angket ini juga peneliti meminta tanggapan responden yang
tidak setuju mengenai solusi lain selain menggunakan anjing
penuntun bagi tunanetra, dan jawabannya pun sangat beragam. Ada
yang memberikan solusi berupa smart watch yang dilengkapi
dengan mode getar sebagai tanda pemberitahuan, tongkat yang
dimodifikasi dengan menggunakan suara, sensor yang digunakan
dikepala dan lain sebagainya.
E. Kesimpulan

Tunanetra merupakan seseorang yang memiliki hambatan atau


kekurangan dalam indera penglihatannya. Cara tunanetra mengenal
lingkungan yaitu dengan orientasi mobilitas agar tunanetra dapat berpindah
tempat dengan mudah. Alat bantu tunanetra salah satunya yaitu guide dog
atau anjing pemandu. Di Islam sendiri memelihara anjing masih menjadi
perdebatan ada beberapa pandangan yang pro atau kontra dalam memelihara
anjing selain keperluan 3 yang di bahaas diatas.

Hasil dari menyebaran kuisioner dalam bentuk google form, dari 22


responden kebanyakan tidak setuju terhadap penerapan anjing pemandu di
Indonesia karena kebanyakan takut air liur anjing yang menyebar dan
mengganggu keselamatan oraang lain. Menurut kelompok kami, karena
kebudayaan dan keadaan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim
sehingga agak sulit di terapkan di Indonesia,, bila tongkat dan pendamping
awas masih bisa digunakan, maka itu menjadi solusi untuk mengganti anjing
pemandu.

F. Referensi

Anjing pemandu. (2017, January 23). Retrieved February 20, 2020, from
wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Anjing_pemandu
Anshori, A. (2019, September 10). Hukum Memelihara Anjing Bagi Seorang
Muslim. Retrieved February 20, 2020, from konsultasisyariah.com:
https://konsultasisyariah.com/35540-hukum-memelihara-anjing-bagi-
seorang-muslim.html
Hindatulatifah. (2008). Apresiasi Al-Qur'an Terhadap Penyandang Tunanetra.
Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 91-104.
Irsyad. (2020, February 20). IRSYAD ON GUIDE DOGS OFFICE OF THE
MUFTI ISLAMIC RELIGIOUS COUNCIL OF SINGAPORE (MUIS).
Retrieved February 20, 2020, from muis goverment singapore:
https://www.muis.gov.sg/officeofthemufti/Irsyad/English-Advisory-on-
Guide-Dogs
Rahardja, D., & Nawawi, A. (2010). Konsep Dasar Orientasi dan Mobilitas.
Bandung: PLB FIP UPI.

Anda mungkin juga menyukai