Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Seminar Pendidikan
Agama Islam yang diampu oleh Prof. Dr. H. Endis Firdaus, M.Ag. dan Hilman
Taufiq A. M.Pd.
Disusun oleh:
Bandung, 2020.
Abstrak :
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas pemeluk agama
Islam yang didalamnya termasuk dengan tunanetra. Tunanetra adalah
anak yang mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan
baik bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan
khusus dalam pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya
seoptimal mungkin. Dalam perkembangan yang secara optimal maka
dibutuhkannya orientasi dan mobilitas bagi tunanetra.
Orientasi dan mobilitas merupakan kemampuan bergerak dari satu
tempat ke tempat yang lain dengan penggunaan semua indera yang masih
ada untuk menentukan posisi seseorang terhadap benda-benda penting
yang ada di sekitarnya, baik secara temporal maupun spasial dimana aspek
ini sangat dibutuhkan bagi seorang tunanetra. Ada berbagai macam alat
bantu orientasi dan mobilitas, antara lain tongkat, pendamping awas,
pendamping tongkat, serta anjing pemandu. Penggunaan anjing pemandu
di luar negeri sangat populer dibandingkan pemandu awas dan tongkat,
sehingga membuat presiden fatwa dari Malaysia dan dewan Islam dari
Inggris membolehkan penggunaan anjing pemandu oleh kalangan
tunanetra. Ini dimaksudkan agar mereka tidak mengalami kesulitan ketika
menuju masjid. Bagaimana jika penerapan anjing pemandu ini diterapkan
di Indonesia, dilihat dari Malaysia yang mayoritasnya muslim dapat
menerapkan penggunaan anjing pemandu.
Oleh karena permasalahan di atas, penulis bertujuan untuk
mengkaji mengenai polemik penerapan anjing pemandi bagi muslim
tunanetra di Indonesia. Harapannya, karya tulis ini dapat menjadi salah
satu pencerahan bagi pembaca mengenai permasalahan yang sudah
disebutkan di atas.
B. Kajian Pustaka
1. Pengertian Tunanetra
Menurut Hidayat (2006, hlm 21) “Anak tunanetra adalah anak
yang mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan baik
bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan khusus
dalam pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal
mungkin.”
Menurut Efendi (2006, hlm 43) menggambarkan anak tunanetra
sebagai orang yang memiliki klasifikasi kerja mata tidak normal:
bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh
kornea, lensa mata, retina, dan saraf karena suatu sebab, misalnya kornea
mata mengalami kerusakan, kering keriput, lensa mata menjadi keruh, atau
saraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan.
2. Pengertian Orientasi Mobilitas
Untuk dapat bersaing dan seimbang dengan anak awas, maka anak
tunanetra perlu belajar dan dilatih secara khusus dalam hal bergerak dan
berpindah tempat dengan benar, baik, efektif, dan aman. Oleh karena itu
menurut Nawawi, A (2010) Latihan orientasi dan mobilitas (O&M)
merupakan program yang integral dalam pendidikan dan rehabilitasi bagi
tunanetra, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan dan rehabilitasi
tanpa program O&M di dalamnya maka program tersebut bukanlah
program pendidikan dan latihan bagi tunanetra.
Adapun alat yang dapat membantu tunanetra beroerintasi dengan
lingkungannya, yaitu:
1. Tongkat.
2. Pendamping/pemandu awas.
3. Anjing pemnadu.
4. Tongkat laser.
3. Kegunaan Anjing Pemandu
Menurut Djaja, R & Nawawi, A (2010) Anjing pemandu adalah
anjing pembantu yang dilatih untuk memandu orang buta atau yang
penglihatannya terganggu agar dapat bergerak di lingkungan di sekitar
mereka. Meski anjing dapat dilatih untuk memandu melewati berbagai
rintangan, anjing sesungguhnya buta warna sebagian dan hanya mampu
melihat warna merah dan hijau, dan tidak mampu untuk
menginterpretasikan rambu jalan. Mereka hanya mengarahkan berdasarkan
kemampuan yang didapatkan melalui latihan mobilitas. Hubungan antara
anjing dan orang yang dipandunya seperti seorang penumpang yang
mengetahui tujuannya dan pilot yang membawanya ke tempat tujuan
dengan selamat. Di beberapa tempat, anjing pemandu bersama dengan
anjing pelayan dan anjing pendengar adalah pengecualian bagi peraturan
yang melarang keberadaan hewan peliharaan di berbagai tempat umum
seperti restoran dan transportasi publik.
4. Memelihara Anjing dalam Perspektif Islam
a. Pendapat para ulama mengenai memelihara dan menyentuh
anjing.
Berdasarkan suatu artikel yang kami temukan berjudul Irsyad
On Guide Dogs Office Of The Mufti Islamic Religious Council Of
Singapore (MUIS) diwebsite Office Of The Mufti, ada pertanyaan
mengenai pendapat para cendikiawan atau ulama tentang aturan
memelihara dan menyentuh anjing. Kemudian dapat disimpulkan
bahwa Islam tidak mendorong umat Islam untuk memelihara anjing
jika tidak ada keharusan untuk itu, atau jika tidak ada kebutuhan yang
mendesak atau aturan ulama tentang aturan menjaga dan menyentuh
anjing dalam keadaan darurat. Jadi, seorang Muslim harus menahan
diri dari memelihara anjing sebagai hobi atau ketika tidak ada alasan
yang diizinkan untuk melakukannya. Ini didasarkan pada sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang
artinya :
“Siapa pun yang memelihara anjing - selain anjing pemburu
atau anjing gembala - maka imbalan harian mereka dikurangi satu
Qirat.”
Lalu Allah SWT berkata dalam Al-Qur’an, dalam
surat Al-Maidah ayat 4 yang artinya :
F. Referensi
Anjing pemandu. (2017, January 23). Retrieved February 20, 2020, from
wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Anjing_pemandu
Anshori, A. (2019, September 10). Hukum Memelihara Anjing Bagi Seorang
Muslim. Retrieved February 20, 2020, from konsultasisyariah.com:
https://konsultasisyariah.com/35540-hukum-memelihara-anjing-bagi-
seorang-muslim.html
Hindatulatifah. (2008). Apresiasi Al-Qur'an Terhadap Penyandang Tunanetra.
Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 91-104.
Irsyad. (2020, February 20). IRSYAD ON GUIDE DOGS OFFICE OF THE
MUFTI ISLAMIC RELIGIOUS COUNCIL OF SINGAPORE (MUIS).
Retrieved February 20, 2020, from muis goverment singapore:
https://www.muis.gov.sg/officeofthemufti/Irsyad/English-Advisory-on-
Guide-Dogs
Rahardja, D., & Nawawi, A. (2010). Konsep Dasar Orientasi dan Mobilitas.
Bandung: PLB FIP UPI.