Anda di halaman 1dari 98

I

PENGUJIAN KONSTRUKSI KAIN


SNI 08-0275-1989, Tekstil – Cara Uji Konstruksi Kain Tenun

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki
kemampuan mengenai konstruksi kain, yang terdiri dari :
1. Pengetahuan menentukan arah lusi dan pakan.
2. Pengetahuan menghitung tetal benang dalam kain contoh uji.
3. Pengetahuan menghitung nomor benang.
4. Pengetahuan menghitung mengkeret benang.
5. Pengetahuan menghitung berat kain/m2 dengan cara penimbangan dan
perhitungan.
6. Pengetahuan menggambarkan anyaman dari kain contoh uji.

II. TEORI DASAR


II.1 Konstruksi Kain Tenun
Nomor SNI : SNI 08-0275-1989  
Judul SNI : Cara uji konstruksi kain tenun 
II.1.1 Anyaman Kain Tenun
Anyaman kain tenun adalah silangan antara benang lusi dengan benang pakan
sehingga terbentuk kain tenun. Benang lusi adalah benang yang sejajar dengan
panjang kain tenun dan biasanya digambarkan kearah vertikal, sedangkan benang
pakan adalah benang yang sejajar dengan lebar kain dan biasanya digambarkan
kearah horizontal.Untuk menyatakan anyaman suatu kain tenun dapat dilakukan
dengan cara:
a. Dengan menyebut nama anyaman
Nama anyaman beragam dari mulai anyaman dasar, yaitu anyaman polos,
anyaman keper dan anyaman satin. Anyaman lain adalah turunan dari anyaman
dasar misalnya anyaman panama, anyaman keper runcing dan lain-lain.

1
b. Dengan gambar anyaman
Anyaman selain dinyatakan dengan nama anyaman juga dapat dinyatakan
dengan gambar yang disebut gambar desain anyaman. Penggambaran anyaman
dapat dilakukan dengan cara:
 Dengan gambar
Untuk menempatkan gambar anyaman diperlukan kertas desain, yang berupa
kertas kotak-kotak, dengan ukuran sesuai dengan perbandingan tetal lusi dan tetal
pakan. Kotak-kotak kearah vertikal mewakili benang-benang lusi dan kearah
horizontal mewakili benang pakan. Tiap kotak mewakili satu titik persilangan
(persilangan satu helai benang lusi dengan satu helai benang pakan). Cara
penggambaran silangan sebagai berikut: jika benang lusi berada diatas benang
pakan maka pada kotak tersebut diberi tanda silang atau diarsir, tetapi jika benang
lusi maka kotak tersebut dibiarkan kosong.
 Dengan tanda
Tanda-tanda yang digunakan berupa angka diatas garis datar, angka dibawah
garis datar, garis miring dan angka dibelakang garis miring. Angka diatas garis
datar menunjukan efek lusi dan dibawah garis datar menunjukan efek pakan
dengan cara pembacaan angka mulai dari angka paling kiri atas kemudian bawah
dan seterusnya. Garis miring menunjukan arah dari pergeseran benang dan angka
dibelakang garis miring merupakan angka loncat dari anyaman.
1. Nomor Benang
Nomor benang (yarn count) adalah kehalusan benang yang dinyatakan
dalam satuan berat setiap panjang tertentu atau satuan panjang setiap berat
tertentu.Satuan-satuan yang biasa digunakan :

Tabel 1.1 Satuan Inggris


Satuan Berat Satuan Panjang
1 pound (lbs) = 16 ounces 1 hank = 840 yard
7000 grains 768 meter
453,6 gram 1 lea = 120 yard
1yard = 36 inch = 0,914 meter
1 inch = 2,54 cm
Tabel 1.2 Satuan Metrik

2
Satuan Berat Satuan Panjang
Kilogram (kg) Kilometer
Gram (g) Meter
Miligram (mg) Centimeter
Dst. Milimeter, dst.

Penomoran benang dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:


a. Penomoran langsung adalah penomoran benang yang didasarkan pada
berat benang setiap panjang tertentu. Nomor benang langsung yaitu:
 Nomor benang cara denier (TD)
berat (gram) 9000 xberat ( gram)
TD= =
panjang(9000 m) panjang( m)
 Nomor benang cara tex
berat( gram) 1000 xberat (gram)
Tex= =
panjang (1000 m) panjang(m)

b. Penomoran benang tidak langsung adalah penomoran benang yang


didasarkan pada panjang benang setiap berat tertentu. Nomor benang
tidak langsung:
 Penomoran cara inggris (Ne1)
panjang (hank )
Ne 1=
berat (lbs)
 Penomoran cara Metric
panjang (meter )
Nm=
berat ( gram)

Tabel 1.3 RumusCepatUntukMenghitungKonversiNomorBenang

2. Tetal Benang

3
Tetal benang adalah kerapatan benang pada kain atau jumlah benang
setiap satuan panjang tertentu, misalnya jumlah benang setiap cm dan inch. Ada
beberapa cara menentukan tetal benang, yaitu:
a. Dengan kaca pembesar
b. Dengan kaca penghitung secara bergeser
c. Dengan cara urai
d. Dengan proyektor
e. Dengan parallel line grating
f. Dengan taper line grating

3. Mengkeret Benang
Apabila benang tenun maka akan berubah panjangnya, hal ini karena
adanya silangan pada kain. Untuk menyatakan perubahan ukuran tersebut dapat
dilakukan dengan dua cara :
a. Crimp adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb)
menjadi panjang kain tenun (pk) terhadap panjang panjang kain tenun.
Pb−Pk
Crimp ©= x 100 %
Pk
b. Take Up adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb)
menjadi panjang kain tenun (pk) terhadap panjang benang dalam keadaan
lurus.
Pb−Pk
Take Up= x 100
Pb

III. PENGUJIAN KONSTRUKSI KAIN TENUN


1. Pengujian Anyaman Kain Tenun
a) Peralatan
 Kaca pembesar
 Gunting
 Jarum
 Kertas desain
 Pensil
b) Persiapan contoh uji

4
Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian
c) Cara Pengujian
a. Tentukan arah lusi dan arah pakan diberi tanda panah dengan
pedoman:
 Arah lusi sejajar dengan pinggiran kain
 Pada kain biasanya terlihat bekas-bekas garis sisir, berupa
garis lurus, arah garis lurus tersebut searah lusi
 Bila salah satu arah adalah benang gintir maka benang gintir
adalah benang lusi
 Untuk kain grey bila kedua benang adalah benang tunggal
maka yang dkanji adalah benang lusi
 Tetal lusi biasanya lebih tinggi dari tetal pakan
b. Tentukan pada kertas desain yang mewakili lusi dan pakan
c. Pada kain tentukan mana yang dipakai acuan sebagai lusi
pertama dan pakan pertama demikian juga pada kertas desain
d. Dengan kaca pembesar dan dibantu jarum buka dan amati lusi
pertama dan lihat efek anyaman pada pakan pertama, kedua,
ketiga dan seterusnya. Untuk efek lusi beri tanda silang atau
arsiran pada kertas desain
e. Seterusnya amati lusi kedua dan seterusnya
f. Apabila dengan diatas sukar maka yang dibuka adalah pakan
pertama dan lihat efeknya terhadap lusi pertama, kedua dan
seterusnya. Untuk efek lusi diberi tanda silang atau arsiran pada
kertas desain
g. Gambar dalam kertas desain satu raport anyaman, buat rumus
anyamannya dan nama anyamannya.

2. Pengujian Nomor Benang


a. Peralatan
 penggaris dengan skala millimeter
 Jarum
 Gunting

5
 Timbangan
b. Persiapan contoh uji
Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian
c. Cara Pengujian
d. Potong contoh uji sejajar dengan benang lusi dan benang pakan
dengan ukuran 20 cm x 20 cm
e. Ambil 20 helai benang lusi / pakan dari kain diatas, masing-masing
10 helai dari kedua pinggirnya
f. Timbang 20 helai benang lusi / pakan dengan timbangan
(sensitifitas 0,01 miligram) kemudian ukur panjang masing-masing
benang lusi dan pakan dengan tegangan benang tidak terlalu besar
juga tidak kendor
g. Hitung nomor benang dalam Ne 1, NM, TD dan Tex

3. Pengujian Tetal Benang Lusi / Pakan


a) Peralatan
 Kaca pembesar dengan skala inchi
 Jarum
b) Persiapan contoh uji
Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian
c) Cara Pengujian
a. Ratakan kain tanpa tegangan pada meja datar
b. Dengan kaca pembesar dibantu jarum, hitung jumlah lusi /
pakan setiap inch
c. Pengujian dilakukan paling sedikit di lima tempat yang
berbeda secara merata
d. Jika tetal lusi atau pakan kurang dari 10 helai tiap cm maka
lakukan pengujian setiap 7,5 cm
e. Jika lebar kain kurang dari 7,5 cm maka seluruh benang
dihitung
f. Hitung rata-rata tetal lusi dan tetal pakan
4. Pengujian Mengkeret Lusi / Pakan

6
a) Peralatan
 Meteran dengan skala millimeter
 Gunting
b) Persiapan contoh uji
Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian
c) Cara Pengujian
a. Potong contoh uji sejajar dengan benang lusi dan benang
pakan dengan ukuran 20 cm x 20 cm
b. Ambil 20 helai benang lusi / pakan dari kain diatas, masing-
masing 10 helai dari kedua pinggirnya.
c. Ukur panjang masing-masing benang lusi / pakan dengan
tegangan benang tidak terlalu besar juga tidak kendor
d. Hitung mengkeret benang lusi / pakan

IV. DATA PERCOBAAN

 Beratkain 20 x 20 cm = 4,683 gram


 Berat 10 helai lusi = 43 mg
= 0,043 g
 Berat 10 helai pakan = 45 mg
= 0,045 g
 Tetal lusi dan pakan
No Lusi Pakan
1. 80 hl/inci 55 hl/inci
2. 85 hl/inci 53 hl/inci
3. 84 hl/inci 54 hl/inci
∑ 164 hl/inci 109 hl/inci
x́ 83 hl/inci 54 hl/inci
= 33 hl/cm =21 hl/cm

 Panjangbenanglusidanpakan

7
No. PanjangLusi PanjangPakan
1. 20,6 cm 21 cm
2. 20,5 cm 21,1 cm
V. 3. 20,6 cm 21,5 cm PERHITUNGAN
1. 4. 20,5 cm 21,5 cm Mengkeret Benang
5. 20,5 cm 21,1 cm
6. 20,5 cm 20,8 cm
7. 20,6 cm 20,7 cm
8. 20,4 cm 20,9 cm
9. 20,5 cm 21 cm
10. 20,6 cm 20,9 cm
∑ 205,3 cm 210,5 cm
= 2,053 m = 2,105 m
x́ 20,53 cm 21,05 cm

Pb−Pk
M Lusi = x 100 %
Pb

20,53−20
¿ x 100 %
20,53
¿ 2,58 %

Pb−Pk
M pakan = x 100 %
Pb
21,05−20
¿ x 100 %
21,05
¿ 4,99 %

2. Nomor Benang
No Lusi Pakan
1. panjang ( m ) panjang ( m )
Nm= Nm=
berat ( g ) berat ( g )
2,053m 2,105m
¿ ¿
0,043 g 0,045 g
¿ 47,74 ¿ 46,78

2. Ne 1=0,59 x Nm Ne 1=0,59 x Nm

8
¿ 0,59 x 47,74 ¿ 0,59 x 46,78
¿ 28,17 ¿ 27,60

3. 1000 1000
Tex= Tex=
Nm Nm
1000 1000
¿ ¿
47,74 46,78
¿ 20,94 ¿ 21,38

4. 9000 9000
Td= Td=
Nm Nm
9000 9000
¿ ¿
47,74 46,78
¿ 188,52 ¿ 192,38

3. Berat Kain / m2 secara teoritis


a. Berat kain / m2 dengan penimbangan (Gramasi)
Px L
= Berat Sample x
Ukuran Sample( Px L)
100 cm x 100 cm
¿ 4,683 gram x
20 cm x 20 cm
¿ 117,08 g/ m2

b. Beratkain / m2 dengan perhitungan


 Lusi
100
tetal ( hl/cm ) x 100 x x 100
100−Ml
¿
Nm lusi x 100
100
33 x 100 x x 100
100−2,58
¿
47,74 x 100
¿ 71,20 g /m2

9
 Pakan
100
tetal ( hl/cm ) x 100 x x 100
100−Ml
¿
Nm pakan x 100
100
21 x 100 x x 100
100−4,99
¿
46,78 x 100
¿ 47,14 g /m2

 Berat kain total


Berat kain / m2 = Berat lusi + Berat pakan
= 71 + 47
= 118 g/m2
4. Selisih Berat
Bb−Bk
Selisih= x 100 %
Bb
118−117
¿ x 100 %
118
¿ 0,85 %

VI. GAMBAR ANYAMAN

10
Berdasarkan pengamatan, jenis anyaman pada kain contoh uji adalah

1
anyaman polos /1
1

VII. DISKUSI
Berdasarkan struktur susunan benang yang telah diamati, jenis anyaman
dari kain contoh uji adalah anyaman polos. Kain yang diuji memenuhi
karakteristik anyaman polos yang memiliki anyaman sederhana.
Dalam pengamatan anyaman dasar kain polos telah didapatkan berat kain
dalam 1 m2 dengan cara penimbangan yaitu 105,625 gram, sedangkan pada berat
kain secara perhitungan 155,8 gram. Hal ini menyebabkan selisih berat kain
dengan cara penimbangan dan cara perhitungan yang kecil yaitu 0,32 %. Jika
selisih berat kain<5% berarti pengujian yang telah dilakukan sudah cukup teliti.
Semakin kecil selisih berat yang dihasilkan, berarti semakin teliti pengujian yang
dilakukan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dapat dilakukan cara seperti
sebagai berikut :
a. Jangan terlalu cepat menyimpulkan berat kain contoh pada saat
ditimbang sebelum timbangan digital berhenti dengan sempurna. Agar
tidak mengakibatkan adanya kekeliruan dan perbedaan dalam
perhitungan.
b. Pastikan suhu ruangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan,
karena untuk kain-kain yang mempunyai Moisture Regain (MR) tinggi
akan menyerap uap air yang ada disekitarnya sehingga juga akan
mempengaruhi berat kain.
c. Harus teliti dalam penentuan tetal lusi dan pakan, penimbangan serta
pelurusan benang lusi dan pakan saat pengukuran panjang benang.
d. Harus teliti dalam membaca ketelitian alat sehingga berat contoh uji yang
dihasilkan sesuai.

11
VIII. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan diketahui beberapa hal berikut:
1. Jenis anyaman pada kain contoh uji adalah anyaman polos
2. Mengkeret benang
 Mengkeret lusi = 2,58 %
 Mengkeret pakan = 4,99 %
3. Nomor benang
No NomorBenang Lusi Pakan
1. Nm 47,74 46,78
2. Ne1 28,17 27,60
3. Tex 20,94 21,38
4. Td 188,52 192,38

4. Berat kain dalam 1m2


a. Dengan cara penimbangan
Berat kain = 118 gram/m2
b. Dengan cara perhitungan
Berat lusi = 71 gram/m2
Berat pakan = 47 gram/m2
Berat kain = 118 gram/m2
5. Selisih berat = 0,85 %

IX. LAMPIRAN

Panjang Lusi Panjang Pakan

12
Kain Contoh Uji

II
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK DAN MULUR KAIN
(Cara Pita Tiras, Pita Potong, dan Cekau)
SNI 08-0276-1989 , Tekstil - Cara Uji Kekuatan Tarik Dan Mulur Kain
Tenun 

I. MAKSUD DAN TUJUAN

13
Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki kemampuan
mengenai kekuatan tarik kain, yang terdiri dari :
1. Kemampuan menguji kekuatan tarik dan mulur kain dengan cara pita tiras
2. Kemampuan menguji kekuatan tarik dan mulur kain dengan cara pita
potong
3. Kemampuan menguji kekuatan tarik kain dengan cara cekau

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : SNI 08-0276-1989   
Judul SNI : Cara uji kekuatan tarik dan mulur kain tenun 
Kekuatan tarik kain adalah beban maksimal yang dapat ditahan oleh suatu
contoh uji kain hingga kain tersebut putus, sedangkan mulur kain adalah
pertambahan panjang kain pada saat kain putus, sedangkan panjang kain semula
dinyatakan dalam persen (%). Kekuatan tarik digunakan untuk kain
tenun.Kekuatan tarik kain dapat diuji dengan tiga cara, yaitu:
a. Pengujian cara pita tiras
Pengujian cara pita tiras (jalur urai) bisa dilakukan dengan ukuran contoh
uji 3 cm × 20 cm ditiras menjadi 2,5 cm × 20 cm atau 6 cm × 20 cm ditiras
menjadi 5 cm × 20 cm. Cara ini umumnya dipakai untuk kain yang tidak dilapisi
dengan kata lain kain yang mudah diurai. Pengujian kekuatan tarik dengan cara
pita tiras pada saat terjadi penarikan benang pada bagian tengah kain yang
menderita tarikan, sedangkan benang yang terdapat pada kedua sisi kain hanya
menderita tarikan yang kecil. Hal ini terjadi karena contoh uji yang telah diurai
tidak ada jalinan yang memegang benang pada sisi kain, maka pada saat beban
bertambah benang-benang sisi kain hanya hilang keritingnya saja, baru setelah
bagian tengah putus benang pada pada bagian pinggir kain putus. Pengujian
kekuatan cara pita tiras selalu menghasilkan kekuatan tarik yang lebih rendah dari
cara cekau namun masih lebih tinggi dari pita potong.

Contoh uji arah lusi Contoh uji pakan


3 cm

14
2,5 cm
3 cm
20 cm

20 cm

2,5 cm

b. Pengujian cara pita potong


Pengujian cara pita potong (jalur potong), contoh uji tepat dipotong pada
ukuran 2,5 cm. Cara ini pada umumnya dipakai untuk kain yang dilapis atau kain
yang dikanji tebal yang sukar atau tidak mungkin diurai. Dalam pemotongan
contoh uji harus betul-betul sejajar dengan arah benang yang memanjang.

15
Contoh uji arah lusi Contoh uji pakan

2,5 cm
20 cm
20 cm

2,5 cm

c. Pengujian cara cekau


Pengujian cara cekau umum dipakai untuk kain baik yang dapat diurai
(tidak dilapisi) dan kain yang dilapisi. Pengujian cara cekau lebih disukai
dibandingkan dengan cara jalur urai, hal ini desebabkan pembuatan contoh uji
sangat sederhana. Kain digunting dengan ukuran 10 cm × 15 cm, arah lusi/pakan
kemudian bisa langsung diuji. Hasil pengujian dengan cara cekau akan
menghasilkan nilai kekuatan tarik lebih dari cara-cara lainnya, karena benang-
benang yang sebenarnya ditarik yaitu 2,5 cm. Pengujian kekuatan tarik kain cara
cekau lebih menyerupai pemakaian kain yang sebenarnya.

Contoh uji arah lusi


15 cm

16
Contoh uji pakan

15 cm
10 cm

10 cm
15 cm

III. PENGUJIAN KEKUATAN KAIN TARIK DAN MULUR KAIN


Pengujian kekuatan tarik dan mulur kainada tiga cara, dari ketiga cara
perbedaan hanya pada saat persiapan contoh ujinya sajasedangkan alat ujinya
sama. Jika tidak disebutkan cara pengujiannya maka pengujian dilakukan dengan
cara pta tiras sedangkan cara lainnya digunakan untuk kain yang sukar ditiras.
1. Peralatan
a. Mesin penguji kekuatan tarik/dinamometer dengan spesifikasi :
 Kecepatan penarikan : 30 ± 1 cm per menit
 Jenis : Ayunan
 Penggerak : Motor atau tangan
 Waktu putus : 20 ± 3 detik setelah penarikan
 Jarak jepit : 7,5 cm
 Ukuran penjepit :
Untuk cara pita tiras : 2,5 cm × 3,75 cm atau lebih
Untuk cara pita potong : 2,5 cm × 3,75 cm atau lebih
Untuk cara cekau permukaan I : 2,5 cm × 2,5 cm
dan permukaan II : 2,5 cm X 5,0 cm

17
b. Gunting
c. Kain contoh uji
d. Jarum
2. Cara Pengujian
1. Pengujian cara pita tiras
 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar
pengujian.
 Potong kain dengan ukuran 3 cm X 20 cm kemudian ditiras
menjadi 2,5 cm X 20 cm.
 Jepit contoh uji simetris pada jepitan atas, dengan arah bagian
panjang searah dengan arah tarikan.
 Beri tegangan awal pada contoh uji, lalu jepit simetris pada
jepitan bawah.
 Jalankan mesin hingga contoh uji putus.
 Hentikan mesin saat contoh uji putus, kemudian baca besarnya
kekuatan tarik pada skala.
2. Pengujian cara pita potong
 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar
pengujian.
 Potong kain dengan ukuran 3 cm X 20 cm
 Jepit contoh uji simetris pada jepitan atas, dengan arah bagian
panjang searah dengan arah tarikan.
 Beri tegangan awal pada contoh uji, lalu jepit simetris pada
jepitan bawah.
 Jalankan mesin hingga contoh uji putus.
 Hentikan mesin saat contoh uji putus, kemudian baca besarnya
kekuatan tarik pada skala.
3. Pengujian cara cekau
 Mengondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar
pengujian.
 Memotong kain dengan ukuran 10 cm X 15cm .

18
 Jepit contoh uji simetris pada jepitan atas, dengan arah
bagian panjang searah dengan arah tarikan.
 Beri tegangan awal pada contoh uji, lalu jepit simetris pada
jepitan bawah.
 Jalankan mesin hingga contoh uji putus.
 Hentikan mesin saat contoh uji putus, kemudian baca
besarnya kekuatan tarik pada skala.

IV. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


IV.1 Pengujian Cara Pita Potong
 Kekuatan Tarik Lusi

No Kekuatan
( x - x́)2
. Tarik (Kg)
1. 13 kg 0,0289
 2. 12,5 kg 0,4489 Kekuatan Tarik
3. 14 kg 0,6889
Pakan ∑ 39,5 kg
∑ = 1,1667
x́ 13,17 kg
No Kekuatan
( x - x́)2
. Tarik (Kg)
1. 11 kg 0,6889
2. 12 kg 0,0289
3. 12,5 kg 0,4489
 Kekuatan Tarik ∑ 33,5 kg Lusi dalam Newton
∑ = 1,1667
Rata – x́ 11,83 kg Rata Kekuatan Tarik
Lusi = x́ kekuatan x 9,8
= 13,17 kg x 9,8
= 129,066 N

 Kekuatan Tarik Pakan dalam Newton


Rata – Rata Kekuatan Tarik Pakan = x́ kekuatan x 9,8
= 11,83 kg x 9,8
= 115,934 N
 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Kekuatan Tarik Lusi dan Pakan

19
No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
1,1667 1,1667
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ √ 0,58335 ¿ √ 0,58335
¿ 0,76 ¿ 0,76

2. Koefisien Variasi SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,76 0,76
¿ x 100 % ¿ x 100 %
13,17 11,83
¿ 5,77 % ¿ 6,42 %

 Mulur Lusi

No Mulur
( x - x́)2
. (cm)
1. 3,2 0,2209
2. 4 0,1089
3. 3,8 0,0169
∑ 11
∑ = 0,3467
x́ 3,67

 Mulur Pakan

No Mulur
( x - x́)2
. (cm)
1. 2 0,0529
2. 2,3 0,0049
3. 2,4 0,0289
∑ 6,7
∑ = 0,0867
x́ 2,23

20
 Mulur Lusi
x́ mulur ( cm )
Rata – rata mulur lusi = x 100 %
jarak jepit
3,67
= x 100 %
7,5
= 48,93%
 Mulur Pakan
x́ mulur ( cm )
Rata – rata mulur pakan = x 100 %
jarak jepit
2,23
= x 100 %
7,5
= 29,73 %

 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Mulur Lusi dan Pakan


No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
0,3467 0,0867
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ 0,42 ¿ 0,2

2. Koefisien Variasi SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,42 0,21
¿ x 100 % ¿ x 100 %
3,67 2,23
¿ 11,44 % ¿ 9,42 %

21
IV.2 Pengujian Pita Tiras
 Kekuatan Tarik Lusi

No Kekuatan
( x - x́)2
. Tarik (Kg)
1. 12,5 kg 0,0289
 2. 12,5 kg 0,0289 Kekuatan Tarik
3. 13 kg 0,1089
Pakan ∑ 38 kg
∑ = 0,1667
x́ 12,67 kg
No Kekuatan
( x - x́)2
. Tarik (Kg)
1. 10 kg 0,0289
2. 11,5 kg 1,7689
3. 9 kg 1,3689
 Kekuatan Tarik ∑ 30,5 kg Lusi dalam Newton
∑ = 3,1667
Rata – x́ 10,17 kg Rata Kekuatan Tarik
Lusi = x́ kekuatan x 9,8
= 12,67 kg x 9,8
= 124,166 N
 Kekuatan Tarik Pakan dalam Newton
Rata – Rata Kekuatan Tarik Pakan = x́ kekuatan x 9,8
= 10,17 kg x 9,8
= 99,666 N

 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Kekuatan Tarik Lusi dan Pakan
No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
0,1667 3,1667
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ 0,29 ¿ 1,26

22
2. Koefisien Variasi SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,12 1,26
¿ x 100 % ¿ x 100 %
12,67 10,17
¿ 0,94 % ¿ 3,23 %

 Mulur Lusi

No Mulur
( x - x́)2
. (cm)
1. 3,2 0,0049
2. 3,2 0,0049
3. 3 0,0169
∑ 9,4
∑ = 0,0267
x́ 3,13

 Mulur Pakan

No Mulur
( x - x́)2
. (cm)
1. 2,4 0,01
2. 2 0,09
3. 2,5 0,04
∑ 6,9
∑ = 0,27
x́ 2,3

 Mulur Lusi
x́ mulur ( cm )
Rata – rata mulur lusi = x 100 %
jarak jepit

23
3,12
= x 100 %
7,5
= 41,73%
 Mulur Pakan
x́ mulur ( cm )
Rata – rata mulur pakan = x 100 %
jarak jepit
2,3
= x 100 %
7,5
= 30,67 %

 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Mulur Lusi dan Pakan


No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
0,0267 0,27
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ 0,12 ¿ 0,37

2. Koefisien Variasi SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,12 0,37
¿ x 100 % ¿ x 100 %
3,13 2,3
¿ 3,83 % ¿ 16,09 %

IV.3 Pengujian Cekau


 Beban : 50 kg
 Kekuatan Tarik Lusi
No Kekuatan Tarik
(x-x́)2
. (kg)
1. 31 0,0289

24
2. 30,5 0,4489
3. 32 1,6889
∑ 93,5
∑ = 1,1667
x́ 31,17

 Kekuatan Tarik Pakan


No
Kekuatan Tarik (x-x́)2
.
1. 29 0,0289

2. 29,5 0,1089
3. 29 0,0289
∑ 87,5
∑ = 1,1667
x́ 29,17

 Rata-Rata Kekuatan Lusi dalam Newton


Rata – Rata Kekuatan lusi = x́ kekuatan x 9,8
= 31,17 x 9,8
= 305,466 N
 Rata-Rata Kekuatan Pakan dalam Newton
Rata – Rata Kekuatan pakan = x́ kekuatan x 9,8
= 29,17 x 9,8
= 285,866 N

 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Kekuatan Tarik Lusi dan Pakan
No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
1,1667 1,1667
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ √ 0,58335 ¿ √ 0,58335
¿ 0,7638 ¿ 0,7638

25
2. Koefisien Variasi SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,7638 0,7638
¿ x 100 % ¿ x 100 %
31,17 29,17
¿ 2,45 % ¿ 2,62 %

V. DISKUSI
Pada pengujian kekuatan tarik dan mulur menggunakan alat dinamometer
pada kali ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Saat menjepit kain uji, harus diperhatikan apakah kain sudah terjepit
dengan benar atau belum, karena jika penjepit tidak dikondisikan
dengan benar maka akan terjadi slip pada contoh uji dan akan
berpengaruh terhadap data percobaan.
2. Saat mesin dijalankan, perhatikan beban terpasang sudah sesuai dengan
berat contoh uji atau belum.
3. Saat penarikan kain, perhatikan bunyi putus pada kain contoh uji.
Contoh uji diusahakan jangan sampai putus sepenuhnya, hanya boleh
putus sedikit pada bagian benang yang terkena tarikan saja. Jika sudah
terdengar bunyi ‘krek’ maka penarikan dihentikan.
Pada pengujian kali ini telah di dapatkan data percobaan untuk uji cara pita
potong, uji cara pita tiras dan uji cara cekau. Dari data percobaan dihasilkan
standar deviasi dan koefisien variasi terhadap kain tersebut, akan tetapi ada nilai
koefisien variasi yang memiliki persentase yang cukup besar contohnya pada CV
kekuatan tarik pita potong lusi yaitu 2,29 %, CV pakan cara pita potong 12,39 %
Lalu, terdapat perbedaan yang sangat besar pada hasil pengujian mulur cara pita
tiras yaitu lusi 11,44 % sedangkan pakan 9,42%. Hal ini kemungkinan terjadi
karena:
1. Kain kurang terjepit dengan sempurna sehingga terjadi slip pada contoh
uji.

26
2. Pencatatan data tidak tepat saat kain menunjukkan tanda sobekan
sehingga data yang dihasilkan tidak akurat.

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
a. Uji kekuatan tarik kain cara pita potong
 Kekuatan Tarik Cara Pita Potong
No Kekuatan Tarik Cara Lusi Pakan
Pita Potong
1. Standar Deviasi 0,76 0,76
2. Koefisien Variasi 5,77 % 6,42 %
3. Rata-rata kekuatan tarik 129,066 N 115,934 N
 Mulur
No Mulur Cara Pita Potong Lusi Pakan
1. Standar Deviasi 0,42 0,21
2. Koefisien Variasi 11,44 % 9,42 %
3. Rata-rata mulur 3,13 2,3

b. Uji kekuatan tarik kain cara pita tiras


 Kekuatan Tarik Cara Pita Tiras
No Kekuatan Tarik Cara Lusi Pakan
Pita Tiras
1. Standar Deviasi 0,76 0,76
2. Koefisien Variasi 5,77 % 6,42 %
3. Rata-rata kekuatan tarik 129,066 N 115,934 N
 Mulur
No Mulur Cara Pita Tiras Lusi Pakan
1. Standar Deviasi 0,42 0,21
2. Koefisien Variasi 11,44 % 9,42 %
3. Rata-rata mulur 48,93% 29,73 %

c. Uji kekuatan tarik kain cara cekau


 Kekuatan Tarik Cara Cekau
No Kekuatan Tarik Cara Lusi Pakan
Cekau

27
1. Standar Deviasi 0,7638 0,7638
2. Koefisien Variasi 2,4504 % 2,6184 %
3. Rata-rata kekuatan tarik 305,466 N 285,866 N

VII. LAMPIRAN
1. Cara Cekau

28
2. Cara Pita Tiras

29
3. Cara Pita Potong

30
III
PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN
(Cara Elmendorf, Lidah, dan Trapesium)
SNI 0521:2008 - SNI 08-1269-1989 - SNI ISO 13937-1(E):2010

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki kemampuan
mengenai kekuatan sobek kain, yang terdiri dari :
4. Kemampuan menguji kekuatan sobek kain cara elmendorf
5. Kemampuan menguji kekuatan sobek kain cara trapesium
6. Kemampuan menguji kekuatan sobek kain cara lidah

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : 1. SNI 0521:2008
2.  SNI 08-1269-1989  
3. SNI ISO 13937-1(E):2010
Judul SNI : 1. Kain - Cara uji kekuatan sobek - Metode lidah (tongue)
2. Cara uji kekakuan sobek kain(Cara trapesium
3. Tekstil - Kekuatan Sobek kain - Bagian 1: Cara uji
kekuatan sobek menggunakan metoda pendulum
(Elmendorf)
Pengujian kekuatan sobek kain adalah menguji daya tahan kain terhadap
sobekan. Pengujian kekuatan sobek kain sangat diperlukan untuk kain-kain militer
seperti kain untuk kapal terbang, payung udara dan tidak kalah pentingnya juga
untuk kain sandang.Pengujian kekuatan sobek kain dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu:
1. Kekuatan sobek kain cara Elmendorf

31
Pengujian kekuatan sobek kain cara Elmendorf menggunakan alat khusus
yaitu Elmendorf, dengan sistem ayunan pendulum, berbeda dengan cara trapesium
dan cara lidah yang menggunakan alat uji kekuatan tarik kain untuk mengujinya.
2. Kekuatan sobek kain cara trapesium
Pengujian cara trapesium ini meniru keadaan dari kejadian sebagai berikut:
Apabila sepotong kain ditarik dan digunting pada bagian pinggir kain, dan contoh
dipegang dengan kedua tangan, lalu disobek mulai dari sobekan yang telah dibuat.
3. Kekuatan sobek kain cara lidah
Pengujian kekuatan sobek cara lidah, yaitu apabila sepotong kain
digunting menjadi dua sampai kira-kira setengahnya, kain lalu disobek dengan
memegang kedua lidah lalu ditarik. Pengujian dengan cara lidah tidak dapat
dilakukan pada kain tidak seimbang. Kain dengan tetal lusi lebih besar dari tetal
pakan apabila disobek pada arah lusi maka arah sobekan pada saat pengujian akan
berubah ke arah pakan yang lebih lemah. Oleh karena itu orang lebih suka
melakukan pengujian dengan cara trapesium.

III. PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN


III.1 Pengujian Kekuatan Sobek Kain Cara Trapesium dan Cara Lidah
1. Peralatan
a. Alat uji kekuatan tarik sistem laju mulur (Instron), dengan spesifikasi:
 Jarak jepit 2,5 cm
 Kecepatan penarikan 30 ± 1 cm/menit
 Ukuran klem 7,5 cm × 2,5 cm
b. Gunting
c. Kertas grafik
d. Pena/Tinta
e. Kain contoh uji
2. Persiapan Contoh uji
 Mengondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar
pengujian.
 Memotong contoh uji dengan ukuran seperti gambar dibawah ini :

32
Contoh Uji Pengujian Kekuatan Sobek Kain Cara Lidah

Sobekan awal

7,5 cm

20 cm

Contoh Uji Pengujian Kekuatan Sobek Kain Cara Trapesium

Sobekan awal 1 cm
2,5 cm

15 cm 10 cm
2,5 cm

2,5 cm

7,5 cm

3. Cara pengujian
a. Kalibrasi alat
 Nyalakan mesin, dengan menekan tombol ON.
 Pasang kertas grafik pada tempat yang disediakan.
 Pasang load cell yang sesuai untuk pengujian kekuatan sobek
kain.
 Pasang klem atas dan bawah.
 Pasang pena penunjuk harga sekala pengujian.
 Pindahkan switch Uji kekuatan tarik dan mulur pada posisi ON.

33
 Atur posisi pena pada posisi 0 (nol) (tanpa beban/ tombol beban
pada 0 (nol)), kemudian pindahkan posisi tombol beban pada 5kg
atur posisi pena pada 0 (nol).
 Pasang beban 5kg pada klem atas, lihat posisi pena harus pada
sekala 10, jika tidak maka atur sehingga pada posisi 10.
 Untuk mengecek kebenaran pembacaan, pindahkan beban pada
sekala 10, cek apakah pena pada posisi angka 5, jika tidak ulangi
langkah diatas.

b. Pengujian
 Atur posisi tombol pada skala 5 kg atau 10 kg (sesuai dengan
kekuatan sobek kain).
 Pasang kain contoh uji pada klem.
 Pindahkan switch kekuatan tarik dan mulur pada posisi ON.
 Atur kertas grafik sehingga kedudukanpena pada grafik berada
pada salah satu titik potong absis dan ordinat grafik.
 Tekan tombol UP sehingga mesin bergerak menarik contoh uji
keatas.
 Biarkan penarikan sampai selesai (dalam grafik didapat mulur 5
cm).
 Setelah itu hentikan mesin dengan menekan tombol OFF.
 Off kan switch kekuatan tarik dan mulur, kemudian turunkan
klem dengan menekan tombol Down.
 Lakukan pengujian pada sample arah lusi dan arah pakan.
 Hitung standar deviasi dan koefisien variasi dari data hasil
penguji.

3.2 Pengujian Kekuatan Sobek Cara Elmendorf


1. Peralatan
a. Pendulum (Elmendorf) penguji sobek, dengan kapasitas alat : 1600
g, 3200 g, 6400 g.

34
b. Gunting
c. Kain contoh uji

2. Persiapan Contoh Uji


 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.
 Gunting kain dengan ukuran sesuai gambar di bawah ini:

4,5 cm 4,5 cm

1,2 cm Kain yang disobek 4,3 mm

7,5 cm Sobekan awal7,5 cm

2,0 cm

10 ,2 cm

3. Cara Pengujian
1. Atur posisi alat pendulum pada tempat yang rata, sehingga garis
indeks berhimpit dengan penunjuk.
2. Pilih kapasitas pendulum sehingga hasil pengujian diharapkan pada
skala 20 % – 60 %.
3. Pendulum dinaikkan sampai kedudukan siap ayun, kemudian jarum
penunjuk diatur hingga berada pada garis indeks yang terdapat pada
alat uji.
4. Pasang contoh uji pada sepasang klem, sedemikian rupa sehingga
terletak ditengah-tengah dan tepi bawah contoh uji segaris dengan
dasar penjepit. Pada kedudukan ini tepi atas contoh uji akan sejajar
dengan permukaan atas penjepit dan benang-benang yang sejajar lebar
contoh uji akan tegak lurus padanya. Kedua penjepit dirapatkan
dengan memutar skrup pengencang, sehingga tekanan jepitan kedua
penjepit sama besar. Contoh uji hendaknya terpasang bebas dengan
bagian atasnya diatur melengkung searah ayunan pendulum.
5. Beri sobekan awal contoh uji, dengan menekan pisau penyobek awal
penuh.

35
6. Tekan penahan pendulum, sehingga pendulum berayun menyobek
kain contoh uji, biarkan ayunan sempurna, pas saat ayunan pendulum
balik, tangkap dengan tangan tanpa mengubah posisi jarum penunjuk.
7. Baca hasil uji, sampai sekala terkecil yang terdekat.
8. Hasil pengujian tidak berlaku jika contoh uji slip pada penjepit, atau
bila sobekan menyimpang dari arah sobekan awal lebih besar dari 6
mm, dan bila terjadi pengerutan pada contoh uji harus dicatat.

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1. Pengujian Sobek Kain dengan Cara Lidah
Beban 10 kg
 Sobek Lusi
No Puncak Tertinggi (x - x́ )2
1. 1,9 0
2. 1,6 0,09
3. 2,2 0,09
∑ 5,7
∑ = 0,18
x́ 1,9

 Sobek Pakan
No Puncak Tertinggi (x - x́ )2
1. 1,6 0,01
2. 1,5 0
3. 1,4 0,01
∑ 4,5
∑ = 0,02
x́ 1,5

 Sobek Lusi
Rata – rata kekuatan sobek lusi = x́ kekuatan x 9,8
= 1,9x 9,8
= 18,62N
 Sobek Pakan
Rata – rata kekuatan sobek pakan = x́ kekuatan x 9,8
= 1,5x 9,8
= 14,7 N

36
 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi
No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
0,18 0,02
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ √ 0,09 ¿ √ 0,01
¿ 0,3 ¿ 0,1

2. Koefisien Variasi SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,3 0,1
¿ x 100 % ¿ x 100 %
1,9 1,5
¿ 15,79 % ¿ 6,67 %

2. Pengujian Sobek Kain dengan Cara Trapesium


Beban 10 kg
 Rata – rata kekuatan sobek lusi = x́ kekuatan x 9,8
= 1,9 x 9,8
= 18,62 N
 Rata – rata kekuatan sobek pakan = x́ kekuatan x 9,8
= 1,73 x 9,8
= 16,95 N

 Sobek Lusi
Puncak Puncak H+ L
No (x - x́ ¿2
Tertinggi (H) Terendah (L) 2
1. 2,0 1,8 1,9 0,0081
2. 2,15 1,8 1,975 0,000225
3. 2,3 1,9 2,1 0,0121
∑ 5,975
∑ = 0,020
x́ 1,99

37
 Sobek Pakan
Puncak Puncak H+ L
No (x - x́ ¿2
Tertinggi (H) Terendah (L) 2
1. 1,8 1,6 1,7 0,0009
2. 1,9 1,7 1,8 0,0049
3. 2,0 1,7 1,85 0,0144
∑ 5,35
∑ = 0,020
x́ 1,73

 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi


No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
0,020 0,020
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ √ 0,01 ¿ √ 0,01
¿ 0,1 ¿ 0,1

2. Koefisien Variasi Sd Sd
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,1 0,1
¿ x 100 % ¿ x 100 %
1,99 1,73
¿ 5,25 % ¿ 5,78 %

3. Pengujian Sobek Kain dengan Cara Elmendorf


 Sobek Lusi
Perhitungan lusi dengan kapasitas beban = 1600 gram
Skala
No Elmendorf Perhitungan Berat (x-x́)2
(%)
40
1. 40 % x 1600 gr=640 gram
640 gram 711,29 gram
100

38
42
2. 42 % x 1600 gr=672 gram
672 gram 28,41 gram
100
43
3. 43 % x 1600 gr=688 gram
688 gram 454,97 gram
100
∑ 2000 gram
∑ = 1.194,67
x́ 666,67 gram

 Sobek Pakan
Perhitungan lusi dengan kapasitas beban = 1600 gram

Skala
No Elmendorf Perhitungan Berat (x-x́)2
(%)
34
1. 34 % x 1600 gr=544 gram
544 gram 0 gram
100
30
2. 30 % x 1600 gr=480 gram
480 gram 256 gram
100
35
3. 35 % x 1600 gr=560 gram
560 gram 256 gram
100
∑ 1.584 gram
∑ = 512
x́ 544 gram

 Sobek Lusi
x́ Berat sobek lusi = 666,67 gram = 0,666 kg
Hasil rata – rata sobek lusi = x́ . 9,8
= 0,666 x 9,8
= 6,53 N

 Sobek Pakan
x́ Berat sobek pakan = 544 gram = 0,544 kg
Hasil rata – rata sobek pakan = x́ . 9,8
= 0,544 x 9,8
= 5,33 N

 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi

39
No Keterangan Lusi Pakan
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
1.194,67 512
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ √ 597,35 ¿ √ 252
¿ 24,44 ¿ 16

2. Koefisien Variasi Sd Sd
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
24,44 16
¿ x 100 % ¿ x 100 %
666,67 544
¿ 3,67 % ¿ 2,94 %

V. DISKUSI
1. Pengujian Sobek Kain dengan Cara Lidah dan cara Trapesium
Dalam pengujian sobek kain dengan cara lidah dan trapesium kali
ini sudah berjalan dengan baik karena menghasilkan data titik tertinggi
dan titik terendah (uji cara trapesium) dan titik tertinggi (uji cara lidah)
pada grafik contoh uji cukup stabil dan menghasilkan koefisien variasi
yang kecil, dimana semakin kecil koefisien variasi berarti semakin
seragam atau homogen data tersebut. Sedangkan
semakin besar koefisien variasi berarti semakin data tersebut tidak serag
am atau heterogen. Begitu juga Standar variasi yang dihasilkan kecil,
yang berarti sampel semakin homogeny atau hampir sama dan
representative. Jika Standar Deviasinya besar maka maka data sampel
semakin menyebar dan heterogen atau bervariasi dari nilai rata-ratanya
dan ini menggambarkan data yang kita ambil (sample) kurang dan atau
tidak representative.
CV yang dihasilkan adalah:
CV sobek lusi cara lidah = 1,59 %
CV sobek pakan cara lidah = 3,74 %

40
CV sobek lusi cara trapesium = 0,45%
CV sobek pakan cara trapesium = 1,69 %
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada pengujian ini yaitu:
 Sebelum uji coba periksa terlebih dahulu jenis penjepit yang digunakan.
Periksa juga apakah penjepit yang terpasang pada contoh uji sudah benar atau
belum agar tidak terjadi slip.
 Perhatikan sobekan yang terjadi pada contoh uji. Kain contoh uji jangan
sampai terputus.
 Teliti saat membaca skala sehingga perhitungan yang didapat lebih akurat.

2. Pengujian Sobek Kain Cara Elmendorf


Pada pengujian kali ini contoh uji yang dimiliki memiliki kekuatan sobek
yang dapat menggunakan kapasitas pendulum dengan beban 1600 gram karena
memenuhi kategori dimana Kekuatan tarik benang yang di uji antara 15% sampai
85% dari kapasitas mesin. Yang perlu diperhatikan selama pengujian sobek kain
cara Elmendorf adalah:
 Sebelum melakukan pengujian sebaiknya alat dikalibrasi terlebih dahulu agar
diketahui titik nolnya.
 Penjepit harus terpasang dengan benar pada contoh uji, bagian kanan dan kiri
harus seimbang. Karena jika tidak, maka akan terjadi slip dan contoh uji tidak
tersobek dengan benar.
 Penyobekan awal adalah dengan alat yang terdapat pada bagian elmendorf.
Contoh uji harus benar-benar tersobek.
 Teliti saat mencatat hasil pengujian dan perhitungannya.
 Hati-hati saat menggunakan mesin agar tidak terjadi kecelakaan kerja

VI. KESIMPULAN
1. Pengujian kekuatan sobek kain cara lidah
Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
No Keterangan Lusi Pakan
1. Rata-rata kekuatan dalam 18,42 N 18,33 N

41
satuan Newton
2. Standar Deviasi (SD) 0,03 0,07
3. Koefisien Variasi (CV) 1,59 % 3,74 %

2. Pengujian kekuatan sobek kain cara trapesium


Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
No Keterangan Lusi Pakan
1. Rata-rata kekuatan dalam 18,62 N 13,62 N
satuan Newton
2. Standar Deviasi (SD) 0,008 0,022
3. Koefisien Variasi (CV) 0,45 % 1,69 %

3. Pengujian kekuatan sobek kain cara elmendorf


Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
No Keterangan Lusi Pakan
1. Rata-rata kekuatan dalam 5,33 N 4,6518
satuan Newton
2. Standar Deviasi (SD) 69,74 46,18
3. Koefisien Variasi (CV) 12,82 % 9,73 %

42
VII. LAMPIRAN
1. Cara Elmendorf

43
2. Cara Lidah

44
3. Cara Trapesium

45
IV
PENGUJIAN KEKAKUAN KAIN
SNI 08-0314-1989, Tekstil – Cara Uji Kekakuan Kain

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari praktikum ini ialah agar praktikan dapat memiliki
kemampuan menguji kekakuan kain dan mengetahui seberapa kaku kain contoh
yang diuji.

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : SNI 08-0314-1989
Judul SNI : Cara uji kekakuan kain
Sifat- sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti
kekuatan tarik kain, mulur kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya.
Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka
seperti kenampakan, kehalusan atau kekasaran, kekakuan atau kelemasan, dan
mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas diperlukan dalam
pemilihan kain.
Dalam pemilihan kain ada beberapa hal dilakukan seperti memegang,
mencoba, kemudian menetukan mana yang sesuai dengan penggunaanya. Dengan
memegang dan merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus

46
secara subjektif. Menurut Pierce apabila pegangan kain ditentukan, maka
mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau lunak, dan kasar atau halus.
Prinsip penentuan kekakuan kain dengan Shirley Stiftness Tester adalah
contoh uji kain dengan ukuran 20 X 2,5 cm yang disangga oleh bidang datar
bertepi. Pita kain tersebut digeser kearah memanjang dan ujung pita melengkung
karena beratnya sendiri. Setelah ujung pita kain sampai pada bidang yang miring
dengan sudut 41,50 terhadap bidang datar, maka dari panjang kain yang
menggantung tadi dan sudut dapat dipertimbangkan parameter-parameter :

Gambar kekakuan kain


a. Bending Length ( C )
Adalah panjang kain yang melengkung karena beratnya sendiri pada suatu
pemanjang tertentu. Ini merupakan ukuran kekakuan yang menetukan mutu
draping.
1
cos θ 1/3
C=I( 2 )
8tg θ
I adalah panjang pita kain yang kain menjulur keluar bidang datar. Pada
shirley Stiftness Tester dipilih 41,5o, sehingga harga fungsi sudut Ɵ adalah 0,5 dan
harga bending length sama dengan 0,5 l.
b. Flexural Regidity (G)
Adalah ukuran kekakuan yang diasosiasikan dengan pegangan. Abott
menyarankan bahwa nilai Flexural Regidity yang ditentukan dengan alat
menunjukan hubungan yang baik dengan penentuan kekakuan yang dilakukan
oleh orang.
G = 0,1 W C3 ………… mg . cm
W adalah berat kain dalam g/m2

47
Perhitungan Flexural Regidity (kekakuan) arah lusi (KL) berarti yang
panjang lengkung (bending length/C) yang dipakai adalah panjang lengkung lusi
dan demikian juga kekakuan arah pakan (KP) maka panjang lengkung (C) yang
dipakai adalah panjang lengkung pakan. Untuk menghitung kekakuan total (KT)
dapat digunakan rumus :
KT = √ KTxKP ............mg. cm
c. Bending Modulus (Q)
Nilai ini tergantung pada luas pita dan bisa dianggap sebagai kekakuan yang
sebenarnya. Nilai ini bisa dipakai untuk mebandingkan kekakuan bahan pada kain
dengan tebal yang berbeda-beda. Tebal kain diukur dengan tekanan 1 lbs/inci2.
12G x 10−6
Q= kg/ cm2
g3
g = tebal kain dalam cm

III. PENGUJIAN KEKAKUAN KAIN


1. Peralatan
a. Shirley Stiftness Tester
b. Gunting
c. Mistar
2. Persiapan Contoh Uji
 kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.
 Potong contoh uji kain dengan ukuran 2,5 cm X 20 cm rapih tidak
ada benang lusi atau benang pakan yang menggantung dan tidak ada
benang lusi dan atau benang pakan yang sama setiap contoh uji, 3
helai kearah lusi dan 3 helai kearah pakan. Contoh uji usahakan
sesedikit mungkin dipegang. Kain cenderung menggulung usahakan
didiamkan beberapa jam pada alas yang datar sehingga akan merata.
3. Cara Pengujian
a. Letakan alat mendatar pada meja.
b. Contoh uji diletakan pada bidang datar P dan alat dan salah satu
ujungnya berimpit dengan tepi depan bidang datar P. Penggeser S

48
diletakan pada contoh uji sehingga skala nol segaris dengan garis
penunjuk D.
c. Penggeser didorong ke depan sehingga contoh uji menjulur keluar
dan tepi depan bidang datar P dan melengkung ke bawah karena
beratnya sendiri. Penggeser didorong terus sedingga tepi depan
contoh uji sebidang dengan garis L1 dan L2. Apabila contoh uji
terpuntir maka titik tengah tepi depan contoh uji harus sebidang
dengan kedua garis L1 dan L2.
d. Setelah 6 sampai 8 detik, panjang lengkung contoh uji dibaca pada
sekala penggeser yang lurus dengan garis batas pada alat.
e. Untuk satu contoh uji pengujian dapat dilakukan pada empat
tempat, yaitu depan atas, depan bawah, belakang atas dan belakang
bawah.
f. Untuk memudahkan cara pengerjaan tersebut maka alat ukur
kekakuan diletakan sedemikian rupa sehingga sekala terletak
didepan penguji dan pada kedudukan yang memudahkan membaca
sekala pada penggeser S. Kedudukan relatif tepi depan contoh uji
terhadap garis L1 dan L2 dapat dilihat pada cermin yang diletakan
atau ditempelkan pada salah satu sisi alat.
g. Sebelum dilakukan pengujian sebaiknya dilakukan konstruksi kain
terlebih dahulu.

49
IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
No Lusi Pakan
1. 2,7 1,8
2. 2,9 1,85
3. 2,5 1,95
4. 2,75 1,7
5. 2,9 1,85
6. 2,8 1,7
7. 2,6 1,95
8. 2,55 1,55
9. 2,75 1,85
10. 2,85 1,7
11. 2,6 1,95
12. 2,65 1,6
∑ 31 21,45
x́ 2,71 1,79

a. Panjang lengkung rata – rata lusi


Clusi = x́ . 0,5
= 2,71 x 0,5
= 1,36 cms
b. Panjang lengkung rata – rata pakan
Cpakan = x́ . 0,5
= 1,79 x 0,5
= 0,89 cms
c. Kekuatan lentur lusi
W = 117 g/m2
Glusi = 0,1 x w x (Clusi)3
= 0,1 x 117 x (1,36)3
= 29,48 mg/cm

d. Kekuatan lentur pakan


W = 117 g/m2
Gpakan = 0,1 x w x (Cpakan)3
= 0,1 x 117 x (0,89)3
= 8,19 mg/cm

50
h. Kekuatan total
GT = √ Glusi x G pakan
= √ 29,48 x 8,19
= 15,54 mg/cm

i. Bending Modulus
g = 0,021 cm
12> x 10−6
Q ¿
g3
12 x 15,54 x 10−6
= 3
(0,021)
186,48 x 10−6
=
9.261 x 10−9
= 20,14 kg/cm2

V. DISKUSI
Dalam pengujian Kekakuan kain yang perlu diperhatikan adalah:
1. Saat pengukuran kekakuan dengan alat uji, usahakan agar kain tegak
lurus pada bayangan garis yang terpantul pada kaca.
2. Jika kain terlipat, maka ujung kain yang dilihat pada kaca ialah kain
yang bagian tengah-tengah.
3. Pembacaan skala harus teliti agar hasil yang didapat menjadi akurat.
4. Kain yang diuji harus dikondisikan lurus dan tidak ada lipatan, karena
jika ada lipatan maka tidak akan didapatkan hasil yang akurat.
5. Pastikan alat yang digunakan sebelum menguji coba dalam keadaan
terpasang lengkap.

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
Panjang lengkung rata-rata lusi (CLusi) = 1,29 cms
Panjang lengkung rata-rata pakan (Cpakan) = 1,03 cms

51
Gramasi kain (W) = 105,625 g/m2
Kekakuan lentur lusi = 22,67 mg/cm
Kekakuan lentur pakan = 11,54 mg/cm
Kekakuan total = 16,17 mg/cm
Bending Modulus = 18,21 kg/cm2

VII. LAMPIRAN

52
V
PENGUJIAN KEMAMPUAN KAIN UNTUK KEMBALI DARI
KEKUSUTAN
SNI ISO 2313:2011, Tekstil – Cara Uji Pemulihan dari Kekusutan

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki
kemampuan untuk menguji kemampuan kain untuk kembali dari kekusutan/
lipatan.

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : SNI ISO 2313:2011
Judul SNI : Kain tekstil - Cara uji pemulihan dari kekusutan suatu
contoh uji yang dilipat secara horizontal dengan mengukur
sudut pemulihan
Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan usaha-usaha untuk
memperbaiki kekurangan ini banyak dilakukan dalam proses penyempurnaan.
Wol merupakan serat yang elastisitasnya sangat baik, sehingga mudah pulih dari
kekusutan. Sifat ini menjadi dasar untuk mengukur sudut kembali dari kekusutan.

53
Kemampuan kembali dari kekusutan adalah sifat dari kain yang
memungkinkan untuk kembali dari lipatan. Alat uji untuk ketahanan terhadap
kekusutan ada dua jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Pengujian Total
Prinsip pengujian dengan cara ini adalah kain dipotong dengan ukuran 4 cm
X 1 cm, kemudian dilipat dan ditekan dengan beban 500 gram untuk
mengusutkan selama 5 menit. Kain diambil dan digantungkan pada kawat
selama 3 menit supaya kembali dari kekusutannya, setelah itu jarak antara
kedua ujung pita (V) diukur. Untuk wol yang mempunyai mutu crease
recovery yang baik jarak antara kedua ujung pita 33 – 35 mm.
2. Pengujian dengan alat Shirley Crease Recovery Tester
Prinsip pengujiannya sama seperti Tootal tetapi yang diukur adalah sudut (V)
nya bukan jaraknya. Alat terdiri dari beban pemberat dan piringan busur
derajat yang dipasang dan bisa berputar pada porosnya. Tepat pada 0 o
dipasang penjepit untuk menjepit contoh uji. Tepat dibawah poros piringan,
pada dudukan terdapat lempeng penunjuk. Disamping itu terdapat pula garis
penunjuk sudut pada sekala.
Prinsip pengujiannnya dengan cara kain dipotong berbentuk pita kemudian
dilipat dan ditekan dengan beban tertentu selama waktu tertentu. Kemudian
contoh uji dipasang pada lempeng busur derajat, dibiarkan pulih dari lipatan dan
diatur ujung contoh uji yang bebas lurus dengan lempeng penunjuk. Setelah waktu
tertentu atur kembali penunjuk sesuai arah ujung kain dan baca sudut kembali dari
kekusutan tersebut.
Prinsip pengujian dan alat dari Shirley dan AATCC sama tetapi kondisi
pembebanan dan waktu pembebanan serta waktu pembacaan sudut berbeda.

III. PENGUJIAN KEMAMPUAN KAIN UNTUK KEMBALI DARI


KEKUSUTAN/ LIPATAN
1. Peralatan
1. Crease Recovery Tester, yang dilengkapi dengan :
IX.1 Beban penekan 500 gram (AATC) dan 800 gram (Shirley).
IX.2 Busur derajat pengukur sudut kembali dari lipatan.

54
IX.3 Lempeng pemegang contoh uji.
IX.4 Jarum penunjuk skala.
2. Gunting
3. Pinset
4. Mistar
5. Kain contoh uji
2. Cara Pengujian
1. Melipat contoh uji menjadi dua bagian kearah panjang.
2. Menjepit 4 contoh uji dengan pinset dan letakan dibawah beban
penekan 800 gram dan biarkan selama 3 menit.
3. Menjepit 4 contoh uji dengan Crease RecoveryTester dengan
beban penekan 500 gram dan biarkan selama 4 menit.
4. Setelah selesai, ambil salah satu ujung kain contoh uji dengan
pinset, kemudian ujung lain contoh uji dimasukan ke dalam
penjepit pada alat. Posisi bagian lipatan menempel tepat pada
ujung penjepit dan ujung lainnya menjuntai ke bawah segaris
dengan garis penunjuk vertikal, dan diamkan selama 3 menit.
5. Setelah 3 menit contoh uji yang menjuntai diatur kembali posisinya
segaris dengan penunjuk vertikal, baca penunjuk sampai derajat
terdekat dari busur derajat.
6. Pengujian dilakukan untuk lipatan arah muka dan belakang kain
pada contoh uji yang berbeda.
*Catatan :
 Jika hasilnya kurang dari 1100, maka kain tersebut jelek.
 Jika hasilnya antara 1100 - 1250, maka kain tersebut cukup.
 Jika hasilnya antara 1250 - 1350, maka kain tersebut baik.

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Beban = 1000 gram
Waktu = 5 menit
No Lusi Pakan
1. 95 o 102 o
2. 97 o 105 o

55
3. 96 o 105 o
4. 95 o 109 o
∑ = 383 o ∑ = 421 o
x́ = 95,75 o x́ = 105,25 o

V. DISKUSI
Waktu untuk memberi lipatan pada contoh uji harus sangat diperhatikan
dan harus tepat waktu, karena jika tidak tepat maka akan sangat berpengaruh pada
hasil akhir kekusutan contoh uji. Harus teliti pula saat mencatat hasil pengujian
serta membaca hasil pengujian pada alat yang digunakan, agar hasil yang
didapatkan lebih akurat. Dari pengujian diatas didapatkan sudut kembalinya kain
dari kekusutan <1100, maka dapat dipastikan kain tersebut buruk dalam hal
kembali dari kekusutan setelah terlipat.

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
Rata-rata sudut kembali lusi = 95,75 o
Rata-rata sudut kembali pakan = 105,25 o

56
VII. LAMPIRAN

57
VI
PENGUJIAN PEGANGAN KAIN (Kelangsaian Kain/Drape)
SNI 08-1511-2004, Tekstil – Cara Uji Kelangsaian kain

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki
kemampuan mengenai dapat megetahui nilai kelangsaian dari suatu kain yang
diuji.

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : SNI 08-1511-2004
Judul SNI : Cara uji kelangsaian kain
Kelangsaian (drape) adalah variasi dari bentuk atau banyaknya lekukan kain
yang disebabkan oleh sifat kekerasan, kelembutan, berat kain dan sebagainya
apabila kain digantungkan. Drape Factor adalah perbandingan selisih luas
proyeksi vertikal dengan luas landasan contoh uji, terhadap selisih contoh uji
dengan luas landasan contoh uji.
The Fabric Researh Laboratories of USA telah mengembangkan suatu
metode untuk mengukur drape, hal ini dilakukan dengan cara menggabungkan
karakteristik lusi dan pakan menghasilkan suatu tekukan seperti terlihat ditoko
apabila suatu kain digantung pada gantungan bulat.
Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran diameter
25 cm disangga oleh sebuah cakra bulat berdiameter 12,5 cm, bagian kain yang
tidak tersangga akan jatuh (drape), seperti terlihat pada gambar :

A Gambar kelangsaian kain B

58
Bila tidak ada drape yang terjadi maka proyeksi contoh akan tetap 25 cm, karena
adanya drape maka terlihat seperti garmbar B.
As−Ad
F=
AD− Ad
F = Koefisien drape
AD = luas contoh
As = luas proyeksi contoh setelah diatas cakra
Ad = luas cakra penyangga

III. PENGUJIAN LANGSAI (DRAPE) KAIN


1. Peralatan
a. Drape Tester
b. Alat pengukur contoh Uji
c. Gunting
d. Printer
2. Cara Pengujian
a. Gunting kain contoh uji sesuai pola piringan standar diameter 25 cm
sebanyak 5 lembar. Beri tanda muka dan belakang kain, buat lubang
pada titik pusat lingkaran diameter 3 mm, kondisikan dalam ruang
standar pengujian.
b. Nyalakan computer.
c. Nyalakan Drape Tester, dengan cara membuka kaca, kemudian tekan
saklar kanan bawah alat sampai lampunya menyala.
d. Klik icon Drape Tester, sampai keluar menu Drape Tester.
e. Pasang contoh uji pada landasan uji, sehingga titik pusatnya berada
pada titik tengah landasan uji.
f. Jalankan alat sehingga contoh uji berputar 30 detik atau 60 putaran.
Biarkan beberapa saat.
g. Klik reset, tunggu sampai lampu merah pada alat menyala.
h. Beri nama operator dan nama kain.
i. Klik start untuk memulai pengujian, photo sensor bekerja membaca
drape kain, biarkan sampai pengujian selesai.

59
j. Klik print untuk mencetak hasil pengujian. Hasil pengujian dapat
dibaca pada layar monitor computer dana tau pada kertas hasil print.

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Nama Operator : Nofiana
No. Keterangan Muka Belakang

1 Jari-jari sampel (B) 127 mm 127 mm

2 Jari-jari landasan (A) 63,5 mm 63,5 mm


3 Luas sampel (B) 50.670,75 mm2 50.670,75 mm2
4 Luas landasan (A) 12.468,98 mm2 12.468,98 mm2
5 Jari-jari rata-rata drape (C) 106,10 mm 103,11 mm
6 Luas drape (C) 35.365,57 mm2 33.403,62 mm2
7 Drape % 59,94 % 54,80 %

 Perhitungan Drape
Depan Belakang
Luas Drape−Luas Landasan Luas Drape−Luas Landasan
%Drape= x%Drape=
100 % x 100 %
Luas Sampel−Luas Landasan Luas Sampel−Luas Landasan
35.365,57 mm2−12.468,98 mm2 33.403,62mm2 −12.468,98mm 2
¿ x 100 % ¿ x 100 %
50.670,75mm 2−12.468,98 mm2 50.670,75mm 2−12.468,98 mm2
22.896,59 20.934,64
¿ x 100 % ¿ x 100 %
38.201,77 38.201,77
¿ 59,94 % ¿ 54,80 %

 Persentase Drape Kain (%)


% Drape Kain = % Drape Muka + % Drape Belakang
= 59,94% + 54,80%
= 114,74 %
V. DISKUSI
Pada saat pengujian kelangsaian kain harus lebih teliti dan hati-hati pada
saat menaruh kain diatas alat drape tester nya, kain contoh uji jangan sampai
terlipat karena jika terlipat akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Untuk itu
sebelum kain contoh diuji, sebaiknya disetrika terlebih dahulu. Pemasangan
contoh uji pada drape tester juga harus tepat pada posisi yang telah ditentukan
agar data yang dihasilkan akurat. Hasil antara rata-rata drape pada computer dan

60
perhitungan tidak jauh berbeda, hal ini berarti pengujian yang telah dilakukan
sudah cukup teliti dan akurat.

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. % Drape bagian depan = 58,11 %
2. % Drape bagian belakang = 60,39 %
3. % Drape kain = 114,74 %

VII. LAMPIRAN

61
Bagian depan

62
Bagian belakang

63
VII
PENGUJIAN PILLING KAIN
SNI ISO 12945-1:2013, Tekstil – Cara Uji Kecenderungan Kain terhadap
Permukaan Fuzzing dan Pilling

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat memiliki kemampuan
menguji pilling kain. Pengujian pilling kain penting karena berguna untuk
menentukan apakah kain memiliki tingkat kekuatan pemakaian yang baik atau
tidak.

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : SNI ISO 12945-1:2013
Judul SNI : Tekstil – Cara uji kecenderungan kain terhadap permukaan
fuzzing dan piling – Bagian 1 : Metode kotak piling
Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain
karena adanya “pills”, yaitu gundukan serat-serat yang mengelompok
dipermukaan kain yang menyebakan tidak baik dilihat. Pills akan terbentuk ketika
dipakai atau dicuci, karena kekusutan serat –serat lepas yang menonjol di
permukaan kain akibat gosokan.
Faktor-fator yang mneyebabkan keausan :
a. Gaya-gaya yang langsung pada kain, ini bisa terjadi pada keadaan
tidak normal.
b. Pengaruh tumbukan, ini penting pada alas lantai seperti permadani.
c. Tekukan atau friksi antar serat dengan serat dan atara benang
dengan benang, karena kain sering tertekuk.
d. Gosokan, friksi antar kain dengan kain, friksi antar kain dengan
benda lain dan friksi antar serat dengan kotoran, ini menyebabkan
putus serat.
Pilling kain sudah lama dianggap sebagai cacat terutama pada kain rajut,
karena benang rajut dibuat dari benang-benang rendah twist. Pilling ini akan lebih

64
parah lagi jika timbul pada serat buatan. Kalau pada kain wool pills mudah
dihilangkan, melekat dengan kuat pada kain dan bertambah besar sehingga
memperburuk penampilan dari kain.
Interprestasi hasil pengujian pilling, sebagai berikut :
 Banyaknya pilling, diperlihatkan oleh standar yang diperuntukan,
tidak akan dihasilkan oleh tiap orang, tetapi hanya oleh orang yang
bekerja keras dengan menggunakan baju itu.
 Pengalaman menunjukkan, kalau pilling hanya muncul dibagian-
bagian tertentu saja seperti leher, tepi siku, lipatan lengan dan
sebagainya.
 Ditinjau dari segi pilling ini, maka kemeja blouse dan pakaian
merupakan pemakaian akhir yang kritis.

III. PENGUJIAN PILLING KAIN


1. Peralatan
a. Alat uji pillingbuatan ICI, berupa kotak ukuran 9 x 9 inci dengan
pintu, bagian dalam dilapisi lempeng bagian gabus dengan tebal
1/8 inci. Kotak diputar dengan kecepatan 60 putaran permenit.
b. Tabung karet atau poliuretan diameter luar 1,25 inci, panjang 6 inci
dan tebal 1/8 inci
c. Gunting
d. penggaris
2. Cara Pengujian
a. Memotong kain dengan ukuran 5 x 5 inci, kemudian dijahit
supaya kencang.
b. Memasukan tabung dari karet kedalam contoh uji yang berbentuk
silinder.
c. Menutup ujung potongan kain dengan Cellophane.
d. Memasukan empat tabung karet beserta contoh uji kedalam satu.
e. Memutar alat dengan keceparan 60 putaran permenit sampai
Count mencapai 5000.

65
f. Untuk pakaian pengujian dapat dilakukan pada kain asli dank an
setelah pencucian sebanyak pencucian yang ditetapkan. Pencucian
dipakai standar cara pencucian tertentu.
g. Membandingkan secara visual kenampakan pilling yang timbul
pada contoh uji dengan foto standar pilling dalam kotak
pengamatan.
Standar 1, timbul bulu tetapi tidak pill.
Standar 2, timbul bulu dan sedikit pill.
Standar 3, timbul bulu dan lebih banyak pill.

IV. DATA PERCOBAAN


Kecepatan = 60 rpm
Banyaknya putaran = 3000
1. Kain tenun
Pengujian kali ini menggunakan kain tenun bermotif

66
V. DISKUSI
- Karena keterbatasan waktu, perputaran pada alat pengujian pilling
menyesuaikan waktu praktek sehingga timbulnya piling pada kain tidak
begitu terlihat
- Sebelum diuji, kain contoh uji yang sudah dibuat polanya kemudian
disatukan kedua sisinya dengan dijahit. Pastikan yang akan diuji adalah
bagian muka kain.

VI. KESIMPULAN
Setelah dilakukan pengujian pilling dan membandingkan hasil contoh uji
dengan foto standar pilling maka didapatka bahwa kain contoh uji memiliki
pilling standard 4.

67
VIII
PENGUJIAN KEKUATAN GOSOK KAIN
SNI ISO 12947-1:2010

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki
kemampuan menguji sifat/keadaan kain akibat gosokan.

II. TEORI DASAR


Keawetan kain (serviceability) adalah lamanya suatu kain bisa dipakai
sampai tidak bisa dipakai lagi, karena suatu sifat penting telah rusak. Misalnya
karena warna sudah berubah, mengkeret atau cembung pada siku atau lutut.
Keawetan kain tenda misalnya ditentukan oleh daya tembus air, keawetan kain
kanvas atau kain sepatu benar-benar ditentukan oleh keusangan. Jadi keawetan
tidak diuji dan ia tergantung dari lamanya dipakai atau jumlah kali pakai.
Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-seratnya
putus atau lepas. Dalam hal-hal tertentu, misalnya kain belt keawetan dan
keusangan mungkin sama, tetapi dalam banyak hal lainnya berbeda. Keusangan
juga merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat
bervariasi disamping tidak dapat diketahui secara kuantitatif pengaruh macam-
macam faktor terhadap keusangan.
Faktor – faktor yang menyebabkan keausan:
a. Gaya – gaya yang langsung pada kain, ini bisa terjadi pada keadaan
tidak normal
b. Pengaruh tumbukan, ini penting pada alas lantai seperti permadani
c. Tekukan atau friksi antar serat dengan serat dan antara benag dengan
benang, karena kain sering tertekuk.
d. Gosokan, friksi antar kain, friksi antar kain dengan baenda lain dan
friksi antar serat dengan kotoran, ini menyebabkan putus serat.
Berdasarkan uraian di atas, faktor gosokan dalam banyak hal merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan keusangan. Pengujian ketahanan

68
gosokan kain hanya merupakan pengujian yang sederhana terhadap mutu kain.
Jadi harus diingat bahwa gosokan bukan hanya satu-satunya faktor yang
mempengaruhi keusangan dan keawetan. J.E. Booth menggolongkan gosokan
menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Gosokan datar (pane or plate abration), yaitu penggosokan pada
permukaan datar dari contoh.
b. Gosokan pinggir (Edge abration), yaitu gosokan yang terjadi pada leher
atau lipatan kain.
c. Gosokan tekuk (Flex abration), yaitu gosokan yang disertai dengan
tekukan dan lengkungan.
Pembagian diatas hanya pembagian yang kasar saja karena sesungguhnya
banyak dijumpai pula gosokan campuran yang rumit.
Pengujian ketahanan gosokan kain dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan kain menahan gosokan yang berputar dengan tekanan
tertentu. Ada beberapa hal penting yang mempengaruhi hasil pengujian ketahanan
gosokan kain, yaitu
a. Kedaan contoh, jika tidak ditentukan lain maka keadaan contoh harus
dikondisikan dalam kondisi standar pengujian.
b. Pemilihan alat, tergantung pada karakter pengujian yang diperlukan,
apakah menggunakan gosokan datar, tekanan dan lain-lain.
c. Karakter gerakan, apakah arah gerakan bolak-balik, maju saja,
memutar atau macam-macam gerakan.
d. Arah gerakan, arah gerakan apakah searah lusi, pakan atau
membentuk sudut terhadap lusi dan pakan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian ketahanan gosokan kain, yaitu :
a. Pemilihan bahan penggosok, Kain penggosok bisa berupa kain itu
sendiri, kain standar (kanvas atau wool), baja, silicon carbide, kain
amplas atau kertas amplas. Masing-masing penggosok mempunyai
kelebihan dan kelemahan, misalnya jika kain penggosok adalah kain
contoh itu sendiri, proses penggosokan memrlukan waktu lama dan
hasil pengujiannya tidak bisa dibandingkan.
b. Pelapis contoh, kain pelapis contoh mempengaruhi hasil pengujian.

69
c. Kebersihan alat daerah yang digosok harus bersih dari kotoran, karena
akan mempengaruhi hasil gosokan, misalnya serat yang tinggal di
daerah gosokan.
d. Tegangan contoh, tegangan harus distandarkan sehingga hasilnya
sesuai dengan standar.
e. Tekanan antara penggososok dengan contoh, tekanan sangat
berpengaruh terhadap lamanya penggosokan, karena itu harus
distandarisasi.
Beberapa cara untuk menilai kerusakan akibat gosokan, yaitu :
IX.5 Kenampakan terhadap contoh yang tidak tergosok.
IX.6 Jumlah gosokan sampai kain berlubang, benang putus atau contoh
putus.
IX.7 Kehilangan berat setelah penggosokan
IX.8 Perubahan tebal kain.
IX.9 Kehilangan kekuatan kain.
IX.10 Perubahan sifat-sifat kain misalnya daya tembus udara, kilau dan
lain-lain.
IX.11 Pengujian mikroskopis mengenai kerusakan benang atau serat pada
kain.

III. PENGUJIAN KEKUATAN GOSOK KAIN


IX.11.1 Peralatan
a) Martindale Wear and Abrasion Tester, yang dilengkapi dengan :
a. 9 ± 0,2 kPa ( untuk kain dengan berat < 150 g/m2) dan 12 ±
0,2 kPa (untuk kain dengan berat 151 – 300 g/m2)
b. Alat stop motion setelah ditentukan jumlah gosokannnya.
b) Pemotong/ pisau berbentuk lingkaran dengan diameter 38 mm
c) Neraca dengan ketelitian sampai 1 mg.
d) Thickness Tester.
e) Pelapis contoh uji busa poliuretan.
f) Kain contoh uji.

70
IX.11.2 Cara Pengujian
1. Memotong contoh uji sebanyak 2 pcs.
2. Mengkur tebal dan timbang berat kain sebelum pengujian.
3. Meletakkan cincin dudukan contoh uji pada dudukan pengenang,
pasang setiap contoh uji pada cincin dudukan contoh uji dengan
bagian permukaan conth uji menghadap ke bawah. Pasang secara
hati-hati penekan contoh uji agar kedudukan contoh uji tepat
ditengah. Untuk kain contoh uji yang mempunyai berat kurang
dari 500 g/m2 sebelum penekan contoh uji dipasang sisipkan alas
contoh uji Poliuretan yang berukuran sama dengan contoh uji.
4. Memasang badan pemegang contoh uji, kencangkan dengan
tangan. Jaga agar contoh uji tidak terlipat, kemudian kencangkan
lagi dengan alat pengencang.
5. Memasang pemegang contoh uji pada meja beban dengan tekanan
yang diperlukan:
- 9 Kpa untuk kain yang mempunyai berat ≤ 150 g/m2
- 12 Kpa untuk kain yang mempunyai berat 151 g/m2 – 300
g/m2

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Gramasi = 117 g/m2
Beban = 9 kPa
Jumlah gosokkan = 5000 kali
No. Berat awal Berat akhir
1 0,14432 gram 0,14338 gram

No Tebal awal Tebal akhir


.
1 0,21 mm 0,20 mm

71
 Persentase Pengurangan Berat
Kain 1
Berat awal−Berat akhir
¿ x 100 %
Berat awal
0,14432 g−0,14338 g
¿ x 100 %
0,14432 g
¿ 0,65 %

 Persentase Pengurangan Ketebalan Kain


Kain 1
Tebal awal−Tebal akhir
¿ x 100 %
Tebal awal
0,21mm−0,20 mm
¿ x 100 %
0,21 mm
¿ 4,76 %

V. DISKUSI
- Pastikan saat pemasangan contoh uji pada dudukan cincin sudah benar
agar tidak longgar dan terjadi kesalahan saat mesin uji gosok dijalankan
dan data yang akan didapat tidak valid.
- Skala harus dibaca dengan teliti agar mendapat hasil yang akurat.
- Pada pengujian ini terdapat hasil yang cukup berbeda antara kain 1 dan
kain 2 dengan jenis kain yang sama, kemungkinan adanya kesalahan
dalam pembacaan alat ataupun ukuran kain contoh uji yang tidak sama
sehingga hasilnya cukup berbeda.

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
1. Persentase pengurangan berat kain sebesar 0,65%
2. Persentase pengurangan tebal kainsebesar 4,76%

72
VII. LAMPIRAN

73
IX
PENGUJIAN KEKUATAN JEBOL KAIN
SNI 08-0617-1989, Tekstil – Cara Uji Kekuatan Jebol Kain Rajut

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki
kemampuan mengenai menguji tahan jebol kain dan mengetahui seberapa besar
tahan jebol kain yang diuji.

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : SNI 08-0617-1989
Judul SNI : Cara uji kekuatan jebol kain rajut (cara diafrgama)
Pengujian kekuatan jebol kain dilakukan pada kain rajut dan beberapa
jenis kain tertentu, misalnya kain-kain untuk militer dan payung terbang, selain itu
dipakai juga untuk kertas. Pengujian tahan jebol dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu pengujian dengan bola penekan dan pengujian dengan diafragma.
Pengujian dengan bola penekan dilakuakn dengan alat uji kekuatan tarik
yang dilengkapi dengan bola baja yang mendorong contoh yang dijepit oleh
penjepit yang berbentuk cincin untuk memegang contoh uji. Peralatan terpasang
pada alat uji kekuatan tarik sedemikian rupa, sehingga pada saat berjalan, bola
yang berukuran satu inci akan mendorong kain ke atas. Beban yang diperlukan
untuk memecah kain kekuatan jebol kain tersebut.
Pengujian dengan diafragma, penekanan dilakukan oleh diafragma yang
terbuat dari karet, yang ditekan oleh cairan yang digerakan oleh pompa, sehingga
karet akan mendorong kain hingga pecah. Besarnya tekanan yang terjadi diukur
dengan pengukur tekanan tabung bourdon. Kapasitas alat ini relative kecil namun
pada pengujian kali ini saya menggukanan pegujian dengan alat Barsting Strength
Teaster yang dilengkapi dengan diafragma dan karet.

III. PENGUJIAN KEKUATAN JEBOL KAIN (CARA DIAFRAGMA)


1. Peralatan
Bursting Strength Tester, yang dilengkapi dengan :

74
- Diafagma dari karet
- Penunjuk tekanan dalam satuan kg/cm2
- contoh uji yang dapat dijebol berdiameter 30 cm

2. Cara Pengujian
a. Contoh uji disediakan 10 contoh uji, masing – masinng tidak
merupakan courseatau wale yang sama, bisa juga berupa selembar
kain tanpa dipotong dengan jarak antar contoh uji 70 mm.
b. Atur diafragma pada alat sampai rata, dengan cara menghilangkan
tekanannya.
c. Atur penunjuk skala pada angka no (0)
d. Jepit contoh uji dengan kuat.
e. Naikkan tekanan terhadap karet diafragma dengan laju tekanan tetap
sampai kain jebol/pecah.
f. Hilangkan tekanan setelah kain tersebut jebol, catat angka dalam
skala yang ditunjukkan jarum penunjuk.
g. Ulangi pengujian diatas sampai 10 contoh uji.

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Skala Kekuatan Jebol
No. (x - x́)2
(Kgf)
1 14,90 0,7921

2 12,82 1,4161

3 14,32 0,0961

∑ 42,04
∑ = 2,3043
X́ 14,01

 Standard : ISO2759
 Quantity : 50 g/m2
 Max : 14,90 Kgf
 Min : 12,82 Kgf

75
 Mean : 14,01 Kgf
 Burstig Index : 27,48 kPa. m2/g
 CV : 7,65%
 Times :3

Standar Deviasi Koefisien Variasi

SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ Sd
CV = x 100 %

2,3043
¿
√ 3−1 ¿
1,07
14,01
x 100 %
¿ √ 1,15215
¿ 7,64 %
¿ 1,07

V. DISKUSI
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian jebol kain, yaitu:
- Kain yang diuji harus terjepit secara benar dan kuat agar diperoleh skala
hasil yang akurat.
- Ketelitian saat membaca skala sangat diperlukan, agar skala yang
diperoleh tepat.
- Pengujian dilakukan pada posisi yang berbeda dari kain uji agar
mendapatkan data yang bervariasi misalnya pada pengujian kali ini
dilakukan pengujian pada setiap ujung (sudut) pada kain rajut.

VI. KESIMPULAN
Dari pengujian di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :
- Standar deviasi (SD) = 1,07
- Koefisien variasi (CV) = 7,64 %

VII. LAMPIRAN

76
X
PENGUJIAN DAYA TEMBUS UDARA KAIN
RSNI3 0988:2009, Tekstil – Cara Uji Daya Tembus Udara pada Kain

77
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan praktikum ini adalah agar praktikan memiliki
kemampuan mengenai Daya tembus udara, yang terdiri dari :
1. Kemampuan menguji daya tembus udara (air permeability) pada kain
dengan cara manual.
2. Kemampuan menguji daya tembus udara pada kain dengan cara otomatis.

II. TEORI DASAR


Nomor SNI : RSNI3 0988:2009
Judul SNI : Tekstil - Cara uji daya tembus udara pada kain
Daya tembus udara penting untuk diuji karena susunan dari kain terdiri dari
benang-benang dan benang terdiri dari serat-serat, maka bagian dari volume suatu
kain sebenarnya terdiri dari rongga udara. Jumlah ukuran dan distribusi dari ruang
tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat dari kain, seperti kehangatan dan
perlindungan terhadap angin dan hujan serta efisiensi dari penyaringan dari kain-
kain untuk industri. Contoh kain untuk kantong-kantong vacum cleaner harus
mudah dilalui udara tetapi mencegah masuknya kotoran. Meskipun jumlah ruang
udara dari dua macam kain sama, akan tetapi mungkin saja kain yang satu lebih
sukar dilalui udara dari pada kain yang lain dan karenanya akan lebih hangat
dipakai.
Ada dua istilah yang dipakai yang berhubungan dengan ruang udara pada
kain, yaitu
a. Daya tembus udara (Air permeability)
b. Rongga Udara (Air porosity)
Daya tembus udara adalah laju aliran udara yang melewati suatu kain,
dimana tekanan pada kedua permukaan kain berbeda. Daya tembus udara
dinyatakan dengan volume udara (cm3) yang mengalir per satuan waktu (detik)
melalui luas permukaan kain tertentu (cm2) pada perbedaan tekanan udara tertentu
pada kedua permukaan kain. Sedangkan rongga udara adalah untuk menyatakan

78
berapa persentase volume udara dalam kain terhadap volume keseluruhan kain
tersebut.
Dibawah ini adalah tabel yang menyatakan hubungan antara diameter
orifice dengan harga minimal dan harga maksimal daya tembus udara terhadap
kain contoh.
Tabel Diameter Oriffice dan Besarnya DTU
Diameter Orifice Daya Tembus Udara (cm3/detik/cm2)
Harga Minimal (h) Harga Maksimal (H)
(mm)
2 4,0 11,4

3 9,3 26,6

4 20,0 58,0

5 32,0 91,0

6 40,8 113,0

8 72,0 197,0

11 137,0 375,0

16 292,0 794,0

III. PENGUJIAN DAYA TEMBUS UDARA KAIN


1. Peralatan
IX.12 Alat uji daya tembus udara (Air Permeability Tester), yang
dilengkapi dengan:
 Pemegang contoh uji dengan luas lubang tertentu.
 Kipas penghisap untuk mengalirkan udara.
 Manometer tegak (manometer air)
 Incline manometer (manometer minyak)
 Pengatur besarnya tekanan udara yang melalui contoh uji.
 Skala untuk mencatat hasilnya orifice sebanyak 8 buah.

2. Gambar Alat Uji

79
Gambar alat

Dengan cara manual Dengan menis otomatis

Alat uji daya tembus udara Alat uji daya tembus udara
(Air Permeability Tester) (Air Permeability Tester)
otomatis

3. Persiapan Contoh Uji


a. Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian
b. Jumlah pengujian adalah n = 0,154 x CV (%), atau jika tidak
diketahui CV-nya n = 7

4. Cara pengujian
 Pengujian daya tembus udara secara manual :
a. Letakan mesin uji pada meja atur agar letaknyaknya benar –
benar horizontal.
b. Isi penampungan air dengan air suling sehingga manometer air
menunjukkan skala nol (0), dana tur letak manometer agar benar
– benar tegak.

80
c. Isi penampung minyak dengan minyak khusus dengan berat
jenis 0,834 sehingga manometer minyak menunjukkan skala nol
(0).
d. Pasang contoh uji pada lubang tempat contoh uji, dijepit dengan
cincin yang sesuai sehingga kain cukup tegang, dan kemudian
lubang ditutup.
e. Pasang orifice terpilih, yang cocok untuk kain tersebut sehingga
angka pada manometer air berada diantara 1 sampai 15.
f. Hubungkan alat melalui eheostt, ke sumber listrik dan kemudian
kipas peghisap dijalankan.
g. Atur Rheostat agar tekanan udara sesuai dengan tekanan 12,7
mm (0,5 inci) air dengan indikator baca pada mano meter
minyak menunjukan skala 0,5 dan tetap.
h. Baca manometer air dan hitung harga daya tembus udara,
dengan rumus :

X = h+ ( Harga manometer
15−2
air−2
x ( H −h ) )

 Pengujian dengan mesin otomatis


IX.12.1.1 Pasang kain contoh uji pada lubang pengujian, tekan
tuas mesin pada kain hingga mesin menghembuskan angin
secara otomatis.
IX.12.1.2 Setelah selesai, layar mesin akan memunculkan
warna hijau. Tekan tuas kembali untuk melepaskan kain.
Kemudian secara otomatis, data percobaan akan muncul pada
layar mesin.
IX.12.1.3 Lakukan hal yang sama hingga mendapatkan 5 kali
percobaan.

IV. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

81
4.1 Pengujian Daya Tembus Udara Secara Manual

No. Percobaan Manometer Air


1 I 4,4

*)Orifice yang digunakan adalah 11


Harga Daya Tembus Udara

x=h+ ( harga manometer


15−2
air
x( H−h) )

4,4
¿ 137,0+( x (375,0−137,0))
13
¿ 137,0+( 0,34 x 238)
¿ 180,94Ft3/menit/Ft2

atau

x=h+ ( harga manometer


15−2
air
x( H−h) ) x 0,508

4,4
¿ 137,0+( x ( 375,0−137,0 ) x 0,508)
13
¿ 137,0+ ( 0,34 x 238 ) x 0,508
¿ 91,92cm3/menit/cm2

4.2 Pengujian Dengan Mesin Otomatis


 Settings
a. Test Pressure : 200 Pa
b. Test area : 20 cm2
c. Nom/min/max : -1.00/-1.00/-1.00 cm3/cm2/s
 Statistical analysis
d. Average : 85,70 cm3/cm2/s
e. Minimum : 82,1 cm3/cm2/s
f. Maximum : 89,9 cm3/cm2/s
g. CV : 3,45 %

82
h. Cpk : 0,0000

Test Results
No. Data
1. 82,1 cm3/cm2/s
2. 83,4 cm3/cm2/s
3. 84,6 cm3/cm2/s
4. 88,4 cm3/cm2/s
5. 89,9 cm3/cm2/s
∑ 428,4 cm3/cm2/s
x́ 85,68 cm3/cm2/s

V. DISKUSI
a. Pengujian DTU kain dengan cara manual harus memilih orifice yang
sesuai dengan kain. Menyesuaikan orifice yang cocok untuk skala yang
cukup kuat memakan waktu yang cukup lama karena harus mencoba
dari skala orifice yang paling rendah.
b. Skala manometer air sangat berhubungan dengan skala manometer
minyak, karena jika skala manometer minyak sudah tepat berada pada
skala 5 maka saat itu juga data dari manometer minyak dicatat dan
mesin dihentikan.
c. Untuk mencapai skala 5 dibutuhkan waktu yang lama sehingga harus
sering dibantu dengan menambah volume udara yang diatur dibagian
belakang alat uji.
d. Jika laju manometer minyak lambat, dapat dipercepat dengan
menggeser tekanan udara agar udara yang berhembus bertambah. Hal
ini dapat menyebabkan suara bising dikarenakan udara yang terhembus
saling berdesakkan.
e. Percobaan harus selalu diperhatikan agar mendapat skala yang akurat
ketika telah mencapai target.

VI. KESIMPULAN
Dari percobaan di atas didapat kesimpulan sebagai berikut :

83
1. Harga daya tembus udara dalam Ft3/menit/Ft2 = 180,94 ft3/menit/ft2
2. Harga daya tembus udara dalam m3/detik/cm2 = 91,92 m3/detik/cm2
3. Harga minimum daya tembus udara dengan mesin otomatis = 82,1
cm3/cm2/s
4. Harga maksimal daya tembus udara dengan mesin otomatis = 89,9
cm3/cm2/s

VII. LAMPIRAN

84
XI
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK JAHITAN

85
SNI 08-1114-1989

I. MAKSUD DAN TUJUAN


Mampu melakukan pengujian kekuatan jahitan pada kain untuk
mengetahui nilai kekuatan jahitan kain contoh uji menahan sejumlah beban
tertentu.

II. TEORI DASAR


Kekuatan jahitan adalah kemampuan suatu jahitan untuk menahan
beban maksimum sampai jahitan pada contoh uji tersebut putus dan
dinyatakan dalam kilogram. Stich jahitan diatur sedemikian rupa sehingga
didapat stich jahitan 12 per inci. Kemungkinan yang terjadi setelah kain
diuji kekuatan jahitannya adalah kain putus, benang jahit yang putus,
benang-benang pada kain tergelincir dan gabungan dua atau tiga penyebab
diatas.
Pada pengujian ini, yang harus diperhatikan, yaitu pada saat
penarikan terjadi. Pada saat penarikan, bisa terjadi dua hal putus, yaitu :
- Bila ditarik, yang putusnya adalah kain tenun yang dikenakan jahitan.
Maka hal tersebut dapat dikatagorikan sebagai kekuatan tarik kain.
Dan hal tersebut menunjukan bahwa, kekuatan minimum dari benang
jahitan yang ada pada kain tersebut lebih besar dari kekuatan minimum
kain tersebut.
- Pada saat penarikan, benang jahitan yang ada pada kain tenun tersebut
putus. Hal ini adalah yang diharapkan pada pegujian kali ini. Bila hal
ini terjadi, maka yang diujinya merupakan kekuatan jahitan dari
benang jahit pada kain tenun.

III. PENGUJIAN KEKUATAN TARIK JAHITAN


1. Peralatan

86
 Alat uji kekuatan tarik (Dinamometer) dengan sistim laju
penarikan tetap ( V = 30 ± 1 cm/menit)

 Gunting
 MesinJahit
 Jarum jahit dan benang jahit dengan ketentuan, sebagai berikut:
a. Untuk kain rapat benang halus,
1. Untuk kain dengan berat sampai 270 g/m2, jarum nomor
metrik 90 (diameter blade 0,9 mm), benang jahit poliester
tex 40 atau benang kapas tex 35
2. Untuk kain > 270 g/m2, jarum nomor metrik 110, benang
jahit poliester tex 60 atau kapas tex 70.
b. Untuk kain sedang dengan benang sedang atau lebih kasar,
1. Untuk kain dengan berat sampai 270 g/m2, jarum nomor
metrik 110 (diameter blade 1,1 mm), benang jahit poliester
tex 60 atau benang kapas tex 70
2. Untuk kain > 270 g/m2, jarum nomor metrik 140, benang
jahit poliester tex 90 atau kapas tex 105.

2. Persiapan Bahan
Kaincontohuji (20 x 5 cm) masing – masing 3 potong (pakandanlusi)

87
3. Cara Pengujian
- Persiapan Contoh Uji
 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.
 Potong contoh uji sesuai gambar dibawah ini.
 Jahit sesuai gambar, dengan jumlah stitch 12 ± 1 /25 mm.

Dilipat, dan dijahit dan dipotong menjadi sbb Dijahit


:

5 cm

2,5 cm

20 cm
1,3 cm

- Pengujian
 Atur jarak jepit menjadi 7,5 cm
 Jepit contoh uji dan atur sehingga jahitan tepat ditengah.
 Jalankan mesin sampai contoh uji putus.
 Catat nilai kekuatan jahitan.
 Amati dan catat penyebab putus, yaitu :
a. Kain putus.
b. Benang jahit putus.
c. Benang-benang kain tergelincir.
d. Gabungan dua atau tiga penyebab diatas.

IV. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


 Berat beban = 50 kg

88
 Kekuatan Tarik Jahitan Arah Lusi

No Kekuatan (x - x́ )2
1. 1,6 0,01
2. 1,5 0
3. 1,4 0,01
∑ 4,5
∑ = 0,02
x́ 1,5

- Rata – rata kekuatan tarik jahitan arah lusi sebesar 11,5 kg


- Kekuatan tarik jahitan lusi = x́ kekuatan x 9,8
= 11,5 x 9,8
= 112,7 N

 Kekuatan Tarik Jahitan Arah Pakan

No Kekuatan (x - x́ )2
1. 1,6 0,01
2. 1,5 0
3. 1,4 0,01
∑ 4,5
∑ = 0,02
x́ 1,5

- Rata – rata kekuatan tarik jahitan arah pakan sebesar 9,5 kg


- Kekuatan tarik jahitan arah pakan = x́ kekuatan x 9,8
= 9,5 x 9,8
= 93,1

 Standar Deviasi dan Koefisien Variasi


No Keterangan Lusi Pakan

89
1. Standar Deviasi SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿ SD=√ ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
0,18 0,02
¿
√ 3−1
¿
√ 3−1
¿ √ 0,09 ¿ √ 0,01
¿ 0,3 ¿ 0,1

2. Koefisien Variasi SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x́ x́
0,3 0,1
¿ x 100 % ¿ x 100 %
1,9 1,5
¿ 15,79 % ¿ 6,67 %

V. DISKUSI
Kekuatan jahitan adalah seberapa besa rsuatu jahitan mampu
menahan beban maksimum. Kemungkinan yang terjadi setelah kain diuji
kekuatan jahitannya adalah kain putus, benang jahit yang putus, benang-
benang pada kain tergelincir dan gabungan dua atau tiga penyebab tersebut.
Kekuatan jahitan dipengaruhi oleh jenis stik, kekuatan benang jahit, jumlah
stik/inch, tegangan benang jahit, jenis seam, dan nomor benang jahit. Selain
itu elastisitas jahitan juga seharusnya sedikit lebih besar dari bahan yang
dijahitnya dan elastisitas ini bergantung pada jenis stik dan elastisitas
benang jahitnya.
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan diperoleh nilai
kekuatan jahitan pada arah lusi adalah sebesar 112,5 N dan pada beban
tersebut benang dan kain rusak/putus. Hal ini menunjukkan bahwa kain arah
lusi kurang memiliki kekuatan jahitan yang baik. Sedangkan nilai kekuatan
jahitan pada arah pakan adalah sebesar 93,1 N dan pada beban tersebut
benang dan kain juga putus. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan kain arah
pakan tidak memiliki kekuatan jahitan yang baik.

VI. KESIMPULAN

90
Nilai kekuatan jahitan pada arah lusi adalah sebesar 112,5 N dan
pada beban tersebut benang dan kain rusak/putus. Sedangkan nilai kekuatan
jahitan pada arah pakan adalah sebesar 93,1 N dan pada beban tersebut
benang dan kain juga putus.

VII. LAMPIRAN

91
XII
PENGUJIAN KEKUATAN SELIP JAHITAN
SNI ISO 13936-1:2010

92
I. MAKSUD DAN TUJUAN
Mampu melakukan pengujian slip jahitan pada kain untuk
mengetahui nilai beban maksimal yang dapat diterima oleh jahitan pada
kain contoh uji.

II. TEORI DASAR


Pengujian slip jahitan dialkuan dengan cara contoh uji dilipat
kemudian dijahit didekat dan sejajar dengan lipatan, kemudian dipotong.
Contoh uji ditarik kearah tegak lurus jahitan, sehingga dapat ditentukan
besarnya gaya yang menyebabkan terjadinya pergeseran benang selebar
yang ditentukan (3 mm atau 6 mm). Slip jahitan juga dapat diukur dengan
berapa cm slip benang pada jahitan setelah diberi beban tertentu ( 8 kg
atau 12 kg). Kedua cara diatas bisa digunakan untuk mencari besarnya slip
jahitan. Saat ini cara yang dipilih adalah untuk menentukan gaya yang
diperlukan untuk pembukaan selebar 6 mm atau 3 mm.
Sebelum terjadi rusak jahitan sering terjadi slip benang kain pada
daerah jahitannya. Penyebab terjadinya rusak jahitan diantaranya adalah:
- Rendahnya tetal perinchi benang
- Dangkalnya kampuh jahitan
- Pakaian terlalu ketat atau pas
- Kontruksi seam yang tidak sesuai

III. PENGUJIAN KEKUATAN TARIK JAHITAN


1. Peralatan
 Alat uji kekuatan tarik sistim laju mulur tetap (Instron)
c. Jarak jepit 7 cm
d. Kecepatan penarikan 30 ± 1 cm/menit
e. Ukuran klem 2,5 cm X 2,5 cm
f. Penggerak mesin

93
 Gunting
 Kertasgrafik
 Pena/tinta

2. Persiapan Bahan
Kain contoh uji berukuran :

3. Cara Pengujian
- Persiapan Contoh Uji
 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.
 Gunting kain dan jahit sesuai gambar dibawah ini, dengan jumlah
12 ± 1 / 25 mm

94
35 cm 25 cm

10 cm 10 cm

10 cm

Gambar 6.1 Contoh Uji Pengujian Slip Jahitan

- Pengujian
 Lipat contoh uji dan jahit sesuai dengan gambar contoh uji diatas.
 Pasang contoh uji tersisa 15 cm yang tidak terlipat dan tidak ada
jahitan pada klem atas dan bawah.
 Jalankan mesin sehingga terbentuk grafik kekuatan dan mulur kain.
 Kemudian ujung pena kembalikan pada titik dimana awal terjadi
grafik pada pengujian pertama.
 Pasang contoh uji yang ada jahitan pada klem atas dan bawah.
 Jalankan mesin sehingga terbentuk grafik kekuatan dan mulur
jahitan.
 Ukur grafik dengancara :
1) Ukur jarak (1) antara dua kurva pada gaya 0,5 kg (5 N) yang
merupakan tegangan awal dari contoh uji yang dijahit.
2) Tambahkan 15 mm pada jarak (1) untuk slip 3 mm dan
tambahkan 30 mm untuk slip 6 mm.
3) Tentukan jarak antara dua titik pasangan kurva yang dipisahkan
oleh jarak (1) + 15 mm atau jarak (1) + 30 mm tepat sejajar
sumbu pertambahan panjang (tarikan).
4) Baca besarnya gaya pada titik tersebut dalam kg (N) pada
sumbu kurva kekuatan sampai 2 N terdekat.
5) Besarnya tahan selip adalah gaya tersebut dikurangi 5 N.
 Apabila pemisahan antara dua kurva lebih dari 20,4 kg (200 N),
laporkan hasil pengujian sebagai lebih besar 20,4 kg (200 N) dan
apabila kainnya sobek dan pemisahan kurva tidak ada, laporkan
kekuatan pada saat sobek.

95
II. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
- Beban 50 kg
- Bukaan 3 mm dan 6 mm
- Rasio kecepatan grafik dan kecepatan penarikan
5:1

III. PERHITUNGAN
- Bukaan antara jahitan dan kain = 2 mm
- Besarnya gaya yang diperlukan untuk
menggeser atau selip benang pada bukaan 3 mm dan 6 mm :
1. Bukaan 3 mm =3x5
+ jarak bukaan

=3x5+2

= 17 mm

2. Bukaan 6 mm =3x5
+ jarak bukaan
=3x5+6
= 32 mm

IV. DISKUSI

Sebelum terjadi rusak jahitan sering terjadi slip benang kain pada
daerah jahitannya. Penyebab terjadinya rusak jahitan adalah rendahnya tetal
per inchi benang, dangkalnya kampuh jahitan, pakaian terlalu ketat atau pas,
kontruksi seam yang tidak sesuai. Biasanya nilai slip jahitan akan
dipengaruhi oleh kelangsaian kain, semakin langsai kain maka semakin
mudah selip. Kain contoh uji yang telah dijahit ditarik kearah tegak lurus
jahitan, sehingga dapat ditentukan besarnya beban yang menyebabkan
terjadinya pergeseran benang.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai pada pembukaan arah
lusi dibutuhkan beban sebesar 50 kg dan pembukaan arah 3mm bukaan
sebesar 17 mm, dan bukaan 6 mm adalah 32 mm.
Pada pengujian kekuatan tarik slip jahitan arah lusi terjadi sobek
jahitan saat beban maksimal masih dibawah beban maksimal arah pakan,

96
sedangkan pada arah pakan terjadi sobek kain dengan beban maksimal pada
bahan.
Pembacaan grafik harus dilakukan dengan benar dan teliti agar
nilai yang diperoleh akurat. Beban yang digunakan akan mempengaruhi
pembacaan skala pada grafik.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai pada pembukaan arah
lusi dibutuhkan beban sebesar 50 kg dan pembukaan arah 3mm bukaan
sebesar 17 mm, dan bukaan 6 mm adalah 32 mm.

97
VI. LAMPIRAN

98

Anda mungkin juga menyukai