DAFTAR ISI
Daftar Isi......................................................................................................................................i
BAB 2 Perubahan Dimensi Bahan Tekstil Pada Proses Pencucian dan Pengeringan.................15
Terhadap Pencucian.........................................................................................................26
Terhadap Keringat...........................................................................................................36
Terhadap Gosokan...........................................................................................................42
BAB 8 Pengujian Sifat Nyala Api dan Tahan Api Kain Secara Vertikal....................................72
i
BAB 1
I. Tujuan
- Tujuan Ekonomis
Untuk menghitung biaya atau harga pokok pembuatan kain yang seperti kain contoh.
- Tujuan Pengawasan Mutu
Untuk dipakai sebagai alat guna menentukan mutu kain jadi maupun untuk
pengawasan mutu kain yang sedang dibuat berkenaan dengan suatu kontrak (pesanan).
- Tujuan Teknis
Untuk memperoleh data-data guna pembuatan kembali (meniru dengan tepat) kain yang
sesuai dengan contoh. Bahkan bila perlu membuat kain yang lebih baik daripada kain
contoh.
Praktikum pengujian konstruksi kain penting untuk merencanakan pembuatan kain atau
mengevaluasi kain apakah hasil kain yang dibuat sudah sesuai dengan rencana dan jika
belum maka apa saja yang harus diperbaiki sehingga kain yang dihasilkan atau dibuat
sesuai dengan keinginan.
Dekomposisi kain tenun dalam pertekstilan adalah suatu cara menganalisa kain contoh
sehingga dari hasil analisa tersebut dapat diperoleh data data yang dapat dipakai untuk
membuat kembali kain sesuai dengan contoh tersebut.
Anyaman kain tenun adalah silangan benang lusi dan benang pakan sehingga terbentuk
kain tenun. Benag lusi adalah benang yang sejajar dengan panjang kain tenun dan biasanya
1
digambarkan ke arah vertical, sedangkan benang pakan adalah benag yang sejajar dengan
lebar kain dan biasanya digambarkan ke arah horizontal.
Untuk menyatakan anyaman suatu kain tenun dapat dilakukan dengan cara :
2
Konstruksi kain meliputi :
a. Tetal
Tetal benang adalah kerapatan benang pada kain atau jumlah benang setiap satuan
panjang tertentu, misalnya jumlah benang setiang inchi atau cm. Ada beberapa cara
menentukan tetal benang, yaitu :
Dengankaca pembesar
Dengan kaca penghitung secara bergeser
Dengan cara urai
Dengan proyektor
Dengan parallel line grating
Dengan taper line grating
b. Nomor benang
Nomor benang adalah suatu angka yang menunjukkan kehalusan benang dari
perbandingan antara panjang dan berat atau sebaliknya yang dinyatakan dalam satuan
berat setiap panjang tertentu atau panjang setiap berat tertentu.
Nomor benang biasanya dinyatakan dalam Nm, Ne1, Tex, dan Td.
Tabel 1.1 Satuan Inggris
3
Dst Milimeter, dst
c. Mengkeret
4
Karena kain dibentuk dari suatu anyaman tentunya ada saat dimana suatu benang harus
bergerak naik dan bergerak turun. Gerakan tersebut akan memprngaruhi kebutuhan
bahan baku untuk menghasilkan suatu kain. Akibat gerakan tersebut maka panjang
benang dengan kain yang dihasilkan akan berbeda. Perbedaan itulah yang disebut
dengan mengkeret. Jenis anyaman akan berpengaruh terhadap mengkeret, karena
semakin banyak gerakannaik turun suatu benang pada panjang tertentu akan semakin
besar pula mengkeretnya dan sebaliknya.
Apabila benang ditenun maka akan berubah panjangnya, hal ini karena adanya
silangan pada kain. Untuk menyatakan perubahan ukuran tersebut dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu :
- Crimp
Adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb) menjadi
panjang kain tenun (pk) terhadap panjang kain tenun.
M = [(Pb – Pk) / Pk] x 100%
Dalam praktikum ini panjang benang dari kain contoh (Pk) = 10cm
- Take Up
Adalah prosentase perubahan panjang benang dari keadaan lurus (pb) menjadi
panjang kain tenun (pk) terhadap panjang benang dalamkeadaan lurus.
M = [(Pb – Pk) / Pb] x 100%
d. Berat kain
100 cm ( panjang ) x 100 cm(lebar)
x berat contoh
( panjang ) x (lebar)
e. Anyaman polos
Anyaman ini adalah anyaman yang paling sederhana, paling tua dan paling banyak
dipakai orang. Penyilangan yang terjadi antara benang lusi dan pakan dilakukan secara
bergantian (selang-seling, yaitu : 1 naik-1 turun).
Anyaman ini juga mempunyai rapot paling kecil dari semua jenis anyaman, selain itu
anyaman ini memiliki silangan rapot yang paling banyak bila dibandingkan dengan
jenis anyaman lain, karena anyaman ini relatif paling kokoh dan tidak mudah berubah
tempat. Hanya pada kain ini, kemungkinan jumlah benang setiap incinya relatif lebih
5
sedikit dari pada anyaman lain, karena apabila benang yang digunakannya terlalu
banyak., maka akan menghasilkan kain yang kaku.
Namun anyaman polos dapat dipakai untuk kain yang jarang dan tipis dengan hasil
yang memuaskan daripada menggunakan jarang dan tipis dengan hasil yang
memuaskan dari pada menggunakan anyaman lain.
Anyaman polos dikenal juga dengan nama taffeta, blacu, mori prima, mori prisisma,
kafan, anyaman plain/platt.
III. Pengujian Konstruksi Kain Tenun
A. Pengujian Anyaman Kain Tenun
1. Peralatan
- Kaca pembesar
- Gunting
- Jarum
- Kain contoh
- Pensil
2. Persiapan Contoh Uji
Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.
3. Cara Pengujian
1. Tentukan arah lusi dan arah pakan dan arah pakan diberi tanda panah, dengan
pedoman :
- Arah lusi sejajar dengan pinggir kain.
- Pada kain biasanya terdapat garis-garis sisir, berupa garis lurus,arah garis lurus
tersebut searah lusi.
- Bila salah satu arah adalah benang gintir maka benang gintir adalah benang lusi.
- Untuk kain grey bila kedua benang adalah benang tunggal maka yang dikanji
adalah benang lusi.
- Tetal lusi biasanya lebih tinggi dari tetal pakan.
2. Pada kain tentukan mana yang dipakai acuan sebagai lusi pertama dan pakan
pertama.
6
3. Dengan kaca pembesar dan dibantu jarum, buka dan amati lusi pertama dan pakan
pertama, kedua, ketiga ,dan seterusnya,untuk efeklusi diberi tanda silang atau
arsiran pada kertas disain.
4. Seterusnya amati lusi kedua.
5. Apabila dengan cara diatas sukar maka yang dibuka adalah pakan pertama dan lihat
efeknya terhadap lusi pertama, kedua, dan seterusnya. Untuk efeklusi diberi tanda
silanga tau arsiran pada kertas disain.
4. Apabila efek anyaman sudah berulang bersrti satu raport anyaman telah tercapai
dan pada kertas pola diberi tanda satu raport anyamannya.
5. Gambar pada kertas disain satu raport anyaman, buat rumus anyamannya dan nama
anyamannya.
B. Pengujian Nomor Benang
1. Peralatan
- Meteran dengan skala millimeter
- Jarum
- Gunting
- Timbangan
2. Persiapan Contoh Uji
Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar contoh uji.
3. Cara Pengujian
- Potong contoh uji sejajar dengan benang lusi dan benang pakan dengan ukuran 11
cm x 11 cm, tiras hingga semua sisinya berukuran 10cm.
- Ambil 10 helai benang lusi/pakan dari kain diatas, masing-masing 5 helai dari
kedua pinggirnya.
- Timbang 10 helai benang lusi/pakan dengan timbangan (sensitifitas 0,01 mg),
kemudian ukur panjang masing-masing benang lusi/pakan dengan tegangan benang
tidak terlalu besar juga tidak kendor.
- Hitung nomor benang dalam Ne1, Nm, TD, dan Tex.
7
C. Pengujian Tetal Benang Lusi/Pakan
1. Peralatan
- Kaca pembesar dengan skala inci
- Jarum
2. Persiapan Contoh Uji
Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.
3. Cara Pengujian
- Ratakan kain tanpa tegangan pada meja pemeriksaan.
- Dengan kaca pembesar dibantu jarum, hitung jumlah lusi atau pakan setiap inci.
- Pengujian dilakukan paling sedikit di lima tempat yang berbeda secara merata.
- Jika tetal lusi atau pakan kurang dari 10 helai tiap cm maka lakukan pengujian
setiap 7,5 cm.
- Jika lebar kain kurang dari 7,5 cm maka seluruh benang dihitung.
- Hitung rata-rata tetal lusi dan tetal pakan.
8
- Ukur panjang masing-masing benang lusi / pakan dengan tegangan benang tidak
terlalu besar juga tidak kendor.
- Hitung panjang rata-ratanya.
- Hitung mengkeret benang lusi/pakan dengan rumus :
Mengkeret = [(Pb – Pk) / Pb] x 100%
IV. Data Percobaan
Panjang benang
No lusi pakan
1 10,3 10,3
2 10,4 10,3
3 10,4 10,5
4 10,3 10,4
5 10,3 10,4
6 10,3 10,4
7 10,3 10,4
8 10,3 10,4
9 10,3 10,3
9
10 10,4 10,5
Jumlah (cm) 103,9 103,3
rata-rata 10,39 10,33
Jumlah (m) 1,039 1,033
1. Mengkeret benang
) = Pb−Pk x 100 %
L
Mengkeret benang lusi (M Pb
10,39−10
= x 100 %
10,39
= 3,75 %
10,33−10
= x 100 %
10,33
= 3,19 %
2. Nomor benang lusi dan pakan
10
0,00135 0,00134
= =
0,00005 0,00004
27
= = 33,5
1000 x berat (g) 1000 x berat ( g)
Panjang(m) Panjang(m)
1000 x 0,023 1000 x 0,021
=
1,039
= 1,033
Tex
23 21
=
1,039 = 1,033
= Tex 20,32
= Tex 22,13
9000 x berat (g) 9000 x berat ( g)
Panjang (m) Panjang (m)
Td 9000 x 0,023 9000 x 0,021
= =
1,039 1,033
= TD 199,23 = TD 82,96
3. Berat kain / m2
a. Dengan penimbangan
100 cm ( panjang ) x 100 cm(lebar)
Berat kain / m2 (B1) = x berat contoh = Bk
( panjang ) x (lebar)
(g/m2)
100 cm x 100 cm
= x 1,133
10 cm x 10 cm
= 113,3
b. Dengan perhitungan
Panjang (m) Panjang (m)
Nm = Berat (g) =
Berat( g) Nm
α
(1) Berat benang lusi / m teoritis
2
100
Tetal ( hl/cm ) x 100 ( panjang ) x
100−Mlusi = B2 (g/m2)
x 100(lebar)
Nm lusi x 100
100
30,11 x 100 x
= 100−3,75
x 100
45,17 x 100
11
3011 x 1,038 x 100
=
4517
= 69,19 g/m2
100
20,47 x 100 x
= 100−3,19
x 100
49,19 x 100
= 69,19 g/m2
5. Gambar anyaman
12
V. Diskusi
Pengujian kontruksi kain dilakukan untuk mengetahui nomor benang, tetal benang, crimp,
serta anyaman kain contoh uji. Nomor benang yang terdapat pada contoh uji memiliki
angka yang tidak jauh berbeda antara lusi dan pakannya, baik pada penomoran cara Nm,
Ne, Tex dan Td. Berdasarkan data percobaan dan perhitungan diperoleh nilai mengkeret
benang lusi yang lebih besar dari mengkeret benang pakan. Hal ini disebabkan pada
anyaman polos benang lusi akan mengalami banyak silangan naik turun terhadap benang
pakan sehingga saat diurai dan diukur panjangnya maka benang lusi akan lebih panjang
dari benang pakan dalam ukuran kain yang sama.
Agar hasil percobaan yang praktikan lakukan mendekati nilai yang sebenarnya (akurat),
maka hal-hal yang harus diperhatikan saat melakukan percobaan adalah:
- Menentukan lusi dan pakan harus secara tepat.
- Saat menghitung tetal, benang yang rapat seperti benang lusi dapat dilakukan
penghitungan tetal dengan cara ditiras.
Dari hasil percobaan terdapat persamaan berat hasil pengukuran dengan berat hasil
perhitungan. Hal ini dapat disebabkan oleh:
- Pada saat mengukur panjang benang yang telah di urai dari kain dan diluruskan, benang
sudah benar-benar lurus, sehingga tidak terjadi penyimpangan ukuran panjang benang.
- Pembulatan-pembulatan angka yang tepat saat menghitung data percobaan, sehingga
perhitungan-perhitungan dilakukan dengan akurat.
VI. Kesimpulan
Dari data percobaan dan perhitungan dapat disimpulkan:
1. Mengkeret lusi sebesar 3,75%.
2. Nm benang lusi 45,17
3. Ne1 benang lusi 27
4. Tex benang lusi 22,13
5. Td benang lusi 199,23
6. Mengkeret pakan sebesar 3,19%.
7. Nm benang pakan 49,19
8. Ne1 benang pakan 33,5
13
9. Tex benang pakan 20,32
10. Td benang pakan 182,96
11. Selisih berat kain cara penimbangan dibandingkan dengan perhitungan adalah senilai
1,03%.
14
BAB 2
I. Tujuan
Praktikum pengujian stabilitas dimensi kain tenun ini dilaksanakan dengan tujuan agar
mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji dan menilai berapa
besar perubahan yang terjadi pada kain tenun dan kain rajut (contoh uji) setelah proses
pencucian dan dapat membandingkan nilainya dengan syarat mutu kain yang berlaku ke
arah lusi dan ke arah pakan dan hasilnya dapat berupa mengkeret atau mulur, serta
mengetahui apa saja alat yang digunakannya dan bagaimana laporan hasil pengujiannya.
Perubahan dimensi adalah perubahan ukuran kain ke arah panjang atau ke arah lebar
yang disebabkan oleh suatu kondisi tertentu. Perubahan dimensi dinyatakan dalam persen
perubahan ukuran ke arah panjang atau ke arah lebar. Mulur adalah pertambahan panjang
15
suatu contoh uji baik ke arah panjang maupun ke arah lebar. Mengkeret adalah
pengurangan panjang suatu contoh uji baik ke arah panjang maupun ke arah lebar.
Pengujian perubahan ukuran (dimesi) kain setelah pencucian diperlukan karena dalam
pemakaian sehari-hari kain yang dipakai mau tidak mau harus dicuci, setelah dicuci
apakah mengalami perubahan atau tidak dan jika mengalami perubahan ukuran sampai
sejauh mana perubahannya. Dengan pengujian ini dapat diketahui nilai peruabahan ukuran
setelah pencucian dan dengan standar dapat diketahui nilai perubahan tersebut masih
dalam toleransi atau tidak.
Cara uji ini dimaksudkan untuk menentukan perubahan dimensi dari kain tenun atau
rajut atau pakaian jadi, yang akan terjadi apabila kain mengalami proses pencucian dan
pengeringan dalam rumah tangga.
Kain tenun atau rajut apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian akan mengalami
perubahan dimensi baik kearah lusi ataupun pakan, ataupun arah course dan arah wales
pada kain rajut. Apabila perubahan ini terjadi maka, kondisi tersebut harus dipulihkan
kembali denagan cara Tension Presser, Knit Shrinkage Gauge, dan Hand iron.
Pada pengujian ini kondisi pencuciannya dengan menggunakan sabun netral pada suhu 40 0
C selama 30 menit. Untuk pemulihannya pada kain tenun dengan menggunakan Knit
Shrinkage gauge, tetapi pada percobaan ini tidak dilakukan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pengujian stabilitas dimensi ialah proses pencucian, proses
pengeringan, dan proses pemulihan/penyetrikaan.
Kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setelah pemakaian sehari-hari
termasuk kain yang mutu kainnya baik. Penyebab utama dari dari perubahan dimensi kain
adalah mengkeret setelah pencucian. Kadang-kadang orang membeli baju dengan ukuran
sedikit lebih longgar dengan harapan apabila dicuci akan mengkeret dan ukurannya sesuai.
Ada dua jenis medngkeret yaitu mengkeret karena teganngan mekanis pada waktu proses
pertenunan dan penyempurnaan. Menyebabkan kain tertarik untuk sementara dan waktu
pencucian akan relaxation ke bentuk semula. Dan jenis mengkeret lain, karena adanya
kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam pencucian, misalnya serat wol yang
cenderung untuk mengkeret dan menggumpal dalam keadaan basah.
16
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Keterangan
1 Kekuatan tarik kain per 2,5 cm1) N 107,9
Minimum
Kg 11,0
2 Kekuatan sobek1) N 6,9
Minimum
Kg 0,7
3 Tahan selip benang dalam kain pada jahitan N 78,5
(bukaan 6 mm)1) Minimum
Kg 8,0
4 Perubahan dimensi1)
4.1 Setelah pencucian dan pengeringan % 2,0 Maksimum
4.2 Setelah pencucian kering 2) % 2,0 Maksimum
5 Kenampakan kain setelah pencucian
Berulang3) DP 3,5 Minimum
Persyaratan
Jenis Uji Satuan Keterangan
Kasar Sedang Halus
Berat kain per meter
1. G 150 125 110 Minimum
persegi
2. Nomor benang Tex 32,8 - 23,6 22,7-17,4 ≤ 13,1
17
(Ne1) 18-25 26-34 ≥ 35
Perbandingan
3. course/cm terhadap 1,2 1,2 1,2 Minimum
wale/cm
Perubahan dimensi
4.
setelah pencucian:
- Arah wale % 5 5 5 Maksimum
- Arah couse % 5 5 5 Maksimum
5. Kadar kanji % 3 3 3 Maksimum
2
6. Kekuatan jebol Kg/cm 5 5 5 Minimum
Ketahanan luntur warna
7.
terhadap1)
7.1 Pencucian
- Perubahan warna2) 4 4 4 Minimum
- Penodaan warna 3)
3-4 3-4 3-4 Minimum
7.2 Gosokan
- Basah 3-4 3-4 3-4 Minimum
- Kering 3-4 3-4 3-4 Minimum
7.3 Keringat asam
- Perubahan warna2) 4 4 4 Minimum
- Penodaan warna3) 4 4 4 Minimum
4)
7.4 Sinar 4 4 4 Minimum
8 Derajat putih, Z+ % 80 80 80 Minimum
Kadar formaldehida
bebas
9 ppm Maksimum
- dewasa 75 75 75
ppm Maksimum
- anak-anak 20 20 20
Keterangan:
1)
Untuk kain rajut polos kapas celup
2)
Skala abu-abu (grey scale)
3)
Skala penodaan (staining scale)
4)
Standar wol biru
Sumber: SNI 0561:2008
18
o Kedalaman silinder dalam (33,5 ± 0,5) cm
o Jarak antara silinder luar dengan silinder dalam 2,8 cm.
- Contoh uji kain tenun dan rajut. Ukuran kain 50x50 cm, bagian pinggir dijahit/diobras.
Buat 3 pasang tanda masing-masing sejajar arah lusi dan pakan atau course dan wales.
- Deterjen tanpa pemutih optic yang sesuai dengan standar AATCC untuk mesin tipe B
- Deterjen ECE tanpa pemutih optic untuk semua tipe mesin cuci.
- Deterjen IEC dengan pemutih optic untuk semua tipe mesin cuci, perubahan warna
tidak diamati.
- Natrium perborat tetrahidrat (NaBO3.4H2O)
- Kain pemberat 2 lembar dijahit seluruh pinggir kain sampai berat mencapai 2 kg.
IV. Cara Kerja
1. Menyiapkan contoh uji kain tenun.
2. Meletakan plat/mal pengukur diatas bahan sedemikian rupa sehingga sisi lubang plat
pengukur sejajar dengan lusi dan pakan, sehingga jumlah kain yang sama terjulur dari
bawah plat pengukur semua sisi.
3. Menggambar titik hasil pengukuran pada kain contoh uji dengan spidol.
4. Menggambar sebuah titik ditengah-tengah setiap sisi dari bujur sangkar.
5. Mengukur panjang awal contoh uji ke arah lusi dan ke arah pakan
6. Memasukan bahan kedalam mesin cuci dan mengerjakannya pada suhu 40˚C selama
15 menit.
7. Mengangkat kain lalu memerasnya selama 5 menit kemudian membilasnya selama 5
menit pada suhu 40˚C, memerasnya kembali selama 5 menit
8. Membilas kain uji kembali selama 10 menit pada suhu 40˚C kemudian di peras selama
5 menit dan mengeringkannya.
9. Mengukur panjang akhir contoh uji ke arah lusi dan ke arah pakan dan kemudian
melakukan perhitungan.
V. Data Percobaan
SNI ISO 5077:2011 Cara Uji Perubahan Dimensi pada Pencucian dan Pengeringan (ISO
5077:2007)
19
panjang akhir− panjang awal
% mulur = x 100 %
panjang awal
(1) Perubahan dimensi kain tenun
Arah lusi
Sebelum pengeringan (cm) Sesudah pengeringan (cm)
L1 37,8 36,1
L2 37,6 36
L3 37,8 36,1
Rata-rata 37,73 36,06
Arah pakan
Sebelum pengeringan (cm) Sesudah pengeringan (cm)
P1 37,2 36,6
P2 37, 36,4
P3 37,2 36,6
Rata-rata 37,13 36,53
Arah course
Sebelum pengeringan (cm) Sesudah pengeringan (cm)
C1 25 24,3
C2 25,1 24,1
C3 25,1 24,4
Rata-rata 25,06 24,26
20
1. Perubahan dimensi kain tenun
36,06−37,73
= x 100 %
37,73
= 4,42 %
36,53−37,13
= x 100 %
37,13
= 1,61 %
24,26−25,05
= x 100 %
25,06
= 3,19 %
VI. Diskusi
21
Pengujian peubahan dimensi pada bahan tekstil akan sangat penting dilakukan untuk
mengukur seberapa baik mutu dari bahan tekstil tersebut. dimana perubahan dimensi
merupakan perubahan ukuran kain ke arah panjang atau ke arah lebar yang disebabkan oleh
suatu kondisi tertentu. Pengujian dilakukan pada kain tenun dan rajut, hal ini disebabkan
karena pada jenis kain tersebut sering terjadi perubahan dimensi baik kearah lusi atau
bakain,ataupun course dan arah wale setelah mengalami pemakaian dan pencucian
berulang kali.
Pengujian dilakukan dengan mengkondisikan contoh uji yang telah diberi tanda dalam
ruang kondisi, kemudian ukur, cuci, dan keringkan sesuai dengan cara yang dipilih.
Kondisikan kembali dan ukur kembali. Hitung perubahan dimensinya
Saat praktikum pengujian perubahan dimensi bahan tekstil dalam proses pencucian dan
pengeringan terdapat prosedur-prosedur yang tidak sesuai dengan standar SNI ISO
5077:2011 ataupun consensus, seperti pengerjaan pada mesin pencuci yang waktu
pengerjaannya jauh melebihi yang telah ditetapkan. Hal ini akan mempengaruhi nilai
perubahan dimensi pada kain contoh uji. Jika waktu pencucian lebih lama maka
kemungkinan perubahan dimensi pada kain contoh uji akan semakin besar karena gaya
mekanik yang terjadi akan lebih lama.
Kain tenun
Berdasarkan data pengamatan dan perhitungan mulur kain setelah pencucian diperoleh
hasil % mulur yang bernilai negative, baik pakan maupun lusinya. Hal ini menunjukkan
bahwa bahan setelah pencucian dan pengeringan mengalami pemengkeretan kearah lusi
dan pakan (luas bahan menjadi lebih kecil). Mengkeret lusi lebih besar daripada mengkeret
pakan. Kain contoh uji merupakan kain dengan jenis anyaman polos sehingga pada
konstruksinya diketahui bahwa benang lusinya akan banyak mengalami perlakuan sebelum
di tenun seperti penganjian sampai akhirnya dihilangkan kanjinya serta tekanan (ketekan)
saat ditenun menjadikan benang lusi lebih beresiko untuk mengkeret. Mengkeret juga dapat
disebabkan proses pemantapan dimensi pada kain belum dikerjakan (pada bahan kapas
dikenal dengan merserisasi).
Dilihat dari motif kain dapat diketahui jika end use dari kain tersebut adalah untuk pakaian
seperti kemeja, baju tidur , atau juga untuk dijadikan seprei tempat tidur. Jika bahan
22
tersebut digunakan untuk bahan pakaian (sandang) seperti kemeja, maka perubahan
dimensi setelah pencucian dan pengeringan untuk arah lusi dan pakannya tidak memenuhi
syarat mutu kain tenun untuk kemeja karena % perubahan dimensinya jauh lebih kecil dari
2% (toleransi -2% sampai 2% perubahan dimensi) yaitu ke arah lusi sebesar 4,42% % dan
ke arah pakan 1,61% menjadikan bahan akan bertambah sempit saat digunakan karena
pakaian biasanya dilakukan pencucian yang berulang.
Kain rajut
Berdasarkan data pengamatan dan perhitungan mulur kain setelah pencucian diperoleh
hasil % mulur ke arah wale sebesar 3,46% dan ke arah course sebesar 3,19%. Hal ini
menunjukkan bahwa kain rajut mengkeret ke arah wale dan mulur ke arah course setelah
dilakukan pencucian dan pengeringan.
Jika tujuan akhir kain rajut polos contoh uji (end use) adalah untuk digunakan sebagai
sandang seperti pakaian kaos maka kain contoh uji tersebut memenuhi syarat mutu kain
rajut polos yang menghendaki perubahan dimensi maksimum 5% kearah wale dan course.
Pada arah course maupun wales perubahan dimensi memenuhi satandar mutu. Perubahan
dimensi yang besar seperti pada wales (mengkeret banyak) dapat menimbulkan masalah-
masalah pada pemakaian bahan seperti pakaian yang terbuat dari bahan rajut ini akan
menyempit setelah dicuci. Namun untuk contoh uji pada praktikum ini masih memenuhi
toleransi yang telah di standarisasi.
VII. Kesimpulan
Kain contoh uji tenun mengalami perubahan dimensi setelah pencucian dan pengeringan
yaitu mengkeret ke arah lusi dan pakannya masing-masing sebesar 4,42 % dan
1,61%sehingga tidak memenuhi standar mutu kain tenun untuk kemeja menurut SNI
0051:2008.
Kain contoh uji rajut mengalami perubahan dimensi setelah pencucian dan pengeringan
yaitu mengkeret ke arah wales sebesar 3,46% dan mulur ke arah course sebesar 3,19%
sehingga masih memenuhi standar mutu kain rajut polos menurut SNI 0561:2008.
Contoh Uji
23
Kain tenun Kain Rajut
24
LAMPIRAN CONTOH UJI KAIN RAJUT PENGUJIAN STABILITAS DIMENSI KAIN
25
BAB 3
I. Tujuan
Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa (praktikan) dapat mengetahui dan memberikan
penilaian perubahan warna dan penodaan pada kain putih pelapis pada contoh uji dengan
menggunakan Gray scale dan Staining Scale mengenai ketahanan luntur warna terhadap
pencucian dengan mesin yang mengandung chlor dalam rumah tangga, hampir sama
dengan satu kali pengujian selama 45 menit dengan suhu 40o C.
26
dengan menggunakan salah satu kondisi pencucian komersial yang dipilih untuk
mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan pada kain pelapis. Kondisi pencucian
dapat dipilih sesuai keperluan dari 16 kondisi yang disediakan.
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap
pencucian. Berkurangya warna dan pengaruh gosokan yang dihasilkan oleh larutan dan
gosokan lima kali pencucian tangan atau pencucian dengan mesin, hampir sama dengan
satu kali pencucian dengan mesin selama 45 menit. Contoh uji dicuci dengan suatu alat
launder-o-meter atau alat yang sejenis dengan pengatur suhu secara termostatik dan
kecepatan putaran 42 putaran per menit.
Alat ini dilengkapi dengan piala baja dan kelereng-kelereng baja tahan karat. Proses
pencucian dilakukan sedemikian rupa sehingga kondisinya sama dengan keadaan
pencucian yang diinginkan. Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung pada suhu yang
dikehendaki.
SNI ISO 105 bagian ini menetapkan cara uji tahan luntur warna untuk segala macam
dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap pencucian rumah tangga atau pencucian
komersial yang digunakan untuk barang-barang rumah tangga. Barang-barang industri dan
rumah sakit dapat dikerjakan dengan cara pencucian khusus yang dalam beberapa aspek
dapat lebih kuat.
Berkurangnya warna dan penodaan yang dihasilkan oleh desorpsi atau gesekan dalam
satu uji tunggal (S) kurang lebih sama dengan satu kali pencucian rumah tangga atau
komersial. Hasil dari satu pengujian ganda (M) hampir sama dengan lima kali pencucian
komersial atau pencucian rumah tangga pada suhu tidak lebih dari 70°C. Uji M lebih kuat
dari uji S karena peningkatan gerakan-gerakan mekanik.
Metoda ini tidak menggambarkan efek dari adanya pemutih optik dalam pencucian
komersial.
Metoda ini dirancang untuk deterjen dan sistem pengelantangan tertentu. Deterjen-deterjen
dan sistem pengelantangan yang lain mungkin memerlukan kondisi dan tingkat komposisi
yang berbeda.
27
1 Kekuatan tarik kain per 2,5 cm1) N 107,9
Minimum
Kg 11,0
2 Kekuatan sobek1) N 6,9
Minimum
Kg 0,7
3 Tahan selip benang dalam kain pada jahitan N 78,5
(bukaan 6 mm)1) Minimum
Kg 8,0
4 Perubahan dimensi1)
4.1 Setelah pencucian dan pengeringan % 2,0 Maksimum
4.2 Setelah pencucian kering 2) % 2,0 Maksimum
5 Kenampakan kain setelah pencucian
Berulang3) DP 3,5 Minimum
I 40 200 0,5 - 10 45
28
II 49 150 0,2 - 50 45
Penilaian tahan luntur dilaksanakan terhadap perubahan warna pada kain contoh uji,
dibandingkan dengan standar perubahan warna pada “Gray Scale”, dan terhadap penodaan
kain multi uji serat atau kain kapas putih yang ikut dicuci bersama contoh uji, dengan
membandingkan terhadap standar penodaan warna pada “Staining Scale”.
Gray Scale
Pada Gray Scale, penilaian tahan luntur warna dan perubahan yang sesuai dilakukan
dengan membandingkan perbedaan contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap
perbedaan yang sesuai dari deretan standar perubahan yang digambarkan oleh Gray Scale.
Dalam penggunaan Gray Scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan,
ketuaan atau kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasinya adalah keseluruhan perbedaan
atau kekontrasan antara contoh uji asli dengan contoh yang telah diuji
Nilai Arti
Tidak ada perubahan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-
Nilai 5
5 dalam gray scale.
Nilai 4 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –4 dalam gray scale
Nilai 3 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –3 dalam gray scale
Nilai 2 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –2 dalam gray scale
Nilai 1 Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –1 dalam gray scale
Staining Scale
29
Pada Staining Scale penilaian penodaan pada kain putih di dalam pengujian tahan luntur
warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang ternodai
dan yang tidak ternodai terhadap perbedaan yang digambarkan oleh Staining Scale.
(Evaluasi dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain putih terhadap
Staining Scale)
Nilai Arti
Tidak ada penodaan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5 dalam
Nilai 5
Staining scale.
Nilai 4 Penodaan warna setara dengan tingkat ke –4 dalam staining scale
Nilai 3 Penodaan warna setara dengan tingkat ke –3 dalam staining scale
Nilai 2 Penodaan warna setara dengan tingkat ke –2 dalam staining scale
Nilai 1 Penodaan warna setara dengan tingkat ke –1 dalam staining scale
Nilai tahan luntur contoh uji, adalah angka Gray Scale dan angka Staining Scale yang
sesuai dengan kekontrasan antara contoh uji asli dengan contoh yang telah diuji.
Tabel hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka Gray Scale dan Staining
Scale adalah sebagai berikut :
5 Baik sekali
4–5 Baik
30
4 Baik
3 Cukup
2–3 Kurang
2 Kurang
1–2 Jelek
1 Jelek
Prinsip pengujiannya adalah dimana contoh uji dicuci pada kondisi, suhu, alkalinitas yang
sesuai dan gosokan-gosokan sedemikian, sehingga berkurangnya warna yang dikehendaki
didapat dalam waktu yang singkat. Gosokan diperoleh dengan lemparan, geseran dan
tekanan, bersama-sama dengan digunakannya perbandingan larutan yang rendah dan
sejumlah kelereng baja yang sesuai arah lusi dan contoh uji pakan lebarnya sejajar arah
pakan.
31
2. Kelereng baja tahan karat,dengan diameter 6 mm.
3. Kain pelapis,(lihat ISO 105-A01:1994, 8.2). Salah satu dari kain pelapis tersebut harus
terbuat dari serat yang sejenis dengan contoh uji atau jenis serat yang paling dominan
untuk kain campuran. Kain pelapis kedua terbuat dari serat seperti yang tercantum pada
tabel atau dalam hal serat campuran sesuai dengan serat yang dominan kedua atau
apabila ditentukan lain. Apabila diperlukan, dapat digunakan kain yang tidak dapat
dicelup (contoh polipropilena).
4. Tabung tahan karat
32
Maka kain pelapis kedua
Bila kain pelapis pertama
Untuk Uji A dan B Untuk Uji C, D, dan E
Kapas Wol Viskosa
Wol Kapas -
Sutera Kapas -
Viskosa Wol Kapas
Asetat / triasetat Viskosa Viskosa
Poliamida Wol atau kapas Kapas
Poliester Wol atau kapas Kapas
Akrilat Wol atau kapas Kapas
Catatan :
Jenis kain pelapis pertama adalah kain sejenis dengan jenis serat contoh uji
Untuk contoh uji yang terbuat dari serat campuran, akain pelapis pertama dipakai
kain pelapis tunggal yang sejenis dengan jenis serat dominan, dan kain pelapis kedua
adalah kain dengan serat dominan kedua.
5. Deterjen tanpa pemutih optik 4 g/L
6. Standar skala abu-abu untuk perubahan warna
7. Standar skala abu-abu untuk penodaan warna
8. Contoh uji kain berukuran 4 x 10 cm diletakan diantara dua kain putih (poliester
dankapas) dengan ukuran yang sama kemudian dijahit.
Contoh uji dilapisi dengan kain atau kain-kain pelapis tertentu, dicuci, dibilas dan dikeringkan.
Contoh uji dicuci dalam kondisi suhu alkalinitas pengelantangan dan gesekangesekan tertentu
sehingga diperoleh hasil dalam waktu yang sangat singkat. Gesekan-gesekan terjadi karena
perbandingan larutan yang rendah dan penggunaan sejumlah kelereng baja. Perubahan contoh uji
dan penodaan pada kain atau kain-kain pelapis dinilai dengan membandingkannya terhadap skala
abu-abu.
33
Kain pelapis
10 cm
4 cm
b. Letakkan contoh uji diantara sepasang kain pelapis, kemudian jahit salah satu kain
terpendek.
IV. Cara Kerja
1. Larutan pencuci disiapkan dengan melarutkan sabun 4 g/l ke dalam air suling.
2. Larutan pencuci dimasukkan ke dalam tabung tahan karat sebanyak 150 ml. suhu diatur
40 ± 2oC. contoh uji dan 10 buah kelereng baja dimasukkan kemudian tabung ditutup
dan mesin dijalankan selama 30 menit.
3. Contoh uji dikeluarkan, kemudian dibilas dua kali dengan 100 ml air suling selama 1
menit pada suhu 40oC.
4. Contoh uji dibilas dengan 100 ml larutan 1 g/l asam asetata glacial selama 1 menit pada
suhu 30oC, kemudian dibilas dengan 100 ml air suling selama 1 menit pada suhu 30 oC,
kemudian diperas.
5. Contoh uji dikeringkan dengan cara digantung pada suhu tidak lebih dari 60 oC dan
dijaga agar kain pelapis tidak kontak dengan contoh uji kecuali pada bagian jahitan.
6. Kain contoh uji ditentukan nilai perubahan warnanya dengan Standar Skala Abu-abu
dan nilai penodaan warna pada kain pelapis dengan menggunakan Standar Skala
Penodaan.
V. Data Percobaan
34
VI. Diskusi
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh nilai perubahan warna contoh uji adalah 4.
Penodaan pada kapas 3 dan 3, sedangkan penodaan pada polyester adalah 4 dan 4. Dalam
praktikum digunakan kain pelapis poliester sedangkan bahan contoh uji berupa serat kapas,
hal ini dilakukan atas dasar consensus. Seharusnya bahan pelapis kedua berupa wol. Pada
pengujian penodaan dengan staining scale juga terjadi perbedaan nilai, hal ini dikarenakan
bahan contoh uji merupakan bahan tenun yang diwarnai dengan jalan pencelupan sehingga
kedua permukaannya sama warnanya mengakibatkan kain pelapis yang ada didepan
maupun dibelakang contoh uji akan memiliki nilai staining / penodaan yang sama karena
berkontak langsung dengan pewarna kain contoh uji.
Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk digunakan sebagai bahan sandang
(kain tenun untuk kemeja) maka nilai perubahan warna dan penodaannya pada kain pelapis
memenuhi syarat mutu kain tenun untuk kemeja menurut SNI 0051:2008 menghendaki
nilai perubahan warna minimal 4 dan nilai penodaan warna minimal 3-4.
VII. Kesimpulan
Dari praktikum pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian, didapat hasil : :
35
LAMPIRAN CONTOH UJI KAIN TENUN PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA
TERHADAP PENCUCIAN
36
Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
I. Tujuan
Praktikum pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat ini dilaksanakan dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara memberikan
penilaian pada contoh uji dengan menggunakan Gray scale dan Staining Scale mengenai
ketahanan luntur warna terhadap larutan keringat buatan baik yang bersifat asam atau
bersifat basa, sehingga mahasiswa dapat mengetahui mutu kain sample untuk dapat
dijadikan acuan pada proses pengendalian mutu produksi dan perdagangan.
Cara ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam bentuk
bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh-contoh uji yang terpisah dari bahan
tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat buatan bersifat asam dan basa, kemudian
diberikan tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan-lahan pada suhu yang naik
sedikit demi sedikit.
Beberapa zat warna sangat dipengaruhi oleh keringat, sehingga akan memberikan
perubahan terhadap intensitas warna pada bagian-bagian kain yang terkena keringat.
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam dan
bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh uji yang terpisah dari bahan tekstil
berwarna direndam dalam larutan keringat buatan yang bersifat basa dan asam untuk
kemudian diberi tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan secara perlahan pada suhu yang
naik sedikit demi sedikit. Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan bersama dua helai
kain putih yang terdiri dari dua jenis serat yaitu serat yang sejenis dengan bahan yang diuji
serta bahan dari serat menurut pasangannya. Hasil pengujian diamati dari perubahan warna
pada contoh uji dan penodaannya terhadap kain putih menggunakan standar skala abu-abu
dan standar penodaan.
Keterangan nilai skala abu-abu pada penilaian penodaan warna
Tidak ada penodaan warna seperti yang ditunjukan tingkat ke-5 dalam Staining
Nilai 5
Scale
37
Nilai 3 Penodaan warna ekivalen dengan tingkat ke - 3 dalam Staining Scale
Potong contoh dengan ukuran 4cm x 10cm, potong pula kain pelapis dengan ukuran
yang sama.
Lakukan contoh uji diantara sepasang kain pelapis, kemudian jahit salah satu kain
terpendek.
10 m
39
7. Letakkan alat uji yang berisi contoh uji ke dalam oven selama 4 jam pada suhu 37 oC ±
2oC.
8. Keluarkan contoh uji dari alat uji (dengan membuka jahitannya kecuali satu jahitan
pada sisi pendek, bila diperlukan). Keringkan contoh uji dengan cara diangin-angin
pada suhu tidak lebih dari 60oC, sedemikian rupa, sehingga dua atau tiga helai kain
tersebut tidak bersentuhan kecuali di bagian jahitan.
9. Lakukan penilaian perubahan warna pada contoh uji dan penodaan pada kain
pelapisnya dengan cara membandingkan terhadap skala abu-abu.
V. Data Percobaan
VI. Diskusi
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh nilai perubahan warna contoh uji adalah 2/3 untuk
keringat asam dan 4 untuk keringat basa. Penodaan dengan keringat asam pada kapas
adalah 4/5 dan 4/5, sedangkan penodaan pada polyester adalah 2/3 dan 2/3. Penodaan
dengan keringat basa pada kapas 3 dan 3, sedangkan penodaan pada polyester adalah 4/5
dan 4. Dalam praktikum digunakan kain pelapis polyester sedangkan bahan contoh uji
berupa serat kapas, hal ini dilakukan atas dasar consensus. Seharusnya bahan pelapis kedua
berupa wol. Pada pengujian penodaan dengan staining scale juga terjadi perbedaan nilai,
hal ini dikarenakan bahan contoh uji merupakan bahan tenun yang diwarnai dengan jalan
printing sehingga kedua permukaannya tidak sama warna dan motifnya mengakibatkan
kain pelapis yang ada didepan motif contoh uji akan memiliki nilai staining / penodaan
yang lebih besar karena berkontak langsung dengan pewarna kain contoh uji. Karena zat
warna yang digunakan untuk printing motif pada bahan contoh uji adalah zat warna pigmen
40
yang tidak mudah luntur kecuali karena gosokan sehingga diperoleh hasil uji ketahanan
luntur terhadap keringat asam dan basa yang relative sama baiknya.
Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk digunakan sebagai bahan sandang
(kain tenun untuk kemeja) maka nilai perubahan warna dan penodaannya pada kain pelapis
tidak memenuhi syarat mutu kain tenun untuk kemeja menurut SNI 0051:2008 yang
menghendaki nilai perubahan warna minimal 4 dan nilai penodaan warna minimal 3-4.
VII. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian, didapat hasil
pengujian untuk perubahan warna maupun penodaan warna sebagai berikut:
Pada keringat asam :
1. Nilai perubahan warna pengujian ke 1 dan 2 sebesar 2/3 keduanya
2. Nilai penodaan warna pada pengujian ke - 1 polyester sebesar 2/3 dan kapas sebesar
4/5
3. Nilai penodaan warna pada pengujian ke - 2 polyester sebesar 2/3 dan kapas sebesar
4/5
Contoh uji memiliki ketahanan luntur terhadap keringat asam dan basa yang kurang baik
dengan nilai perubahan warna dan penodaan warna pada kain pelapis sesuai dengan syarat
mutu kain tenun untuk kemeja menurut SNI 0051:2008.
41
Asam
Basa
42
I. Tujuan
Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa
mempraktekan cara menguji ketahanan kain terhadap gosokan, dimaksudkan untuk
menguji penodaan dari bahan berwarna pada kain putih, yang disebabkan karena gosokan
(basah dan kering) dan pemakaian untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat
untuk dapat dijadikan acuan pada proses pengendalian mutu produksi dan perdagangan.
Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dilakukan dengan dua jenis gosokan, yaitu:
a. Gosokan kering
Disebut gosokan kering, karena kondisi kain penggosok dalam keadaan kering.dan
yang perlu diperhatikan adalah posisi anyaman kain penggosok (kain putih) harus
miring terhadap arah gosokan.
b. Gosokan basah
Kain penggosok dibasahi dengan air suling, dengan kertas saring diatur kadar air yang
terdapat pada kain contoh uji. Kadar air dalam kain diatur 65 5 % terhadap berat
kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65 2 % dan suhu 27 2 0C. Pada saat
pengujian ditekan seminimal mungkin terjadinya penguapan.
Kain putih yang digunakan sebagai kain penggosok adalah kain kapas dengan kontruksi
100 x 96 / inchi2 dan berat 135,3 gram / m2 yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak
disempurnakan. Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan staining scale.
Nilai Tahan Luntur Warna
5 Baik sekali
4–5 Baik
4 Baik
43
3–4 Cukup baik
3 Cukup
2–3 Kurang
2 Kurang
1–2 Jelek
1 Jelek
44
Contoh uji dipotong dengan ukuran 5 x 20 cm sebanyak masing-masing dua buah
untuk pengujian basah dan kering.
Kain kapas direndam dalam air suling sebanyak dua buah untuk pengujian
ketahanan luntur terhadap gosokan basah.
IV. Cara Kerja
Cara Uji Gosokan Kering
1. Meletakan contoh uji diatas alat penguji dengan sisi panjang, searah dengan arah
gosokan.
2. Membungkus jari Crockmeter dengan kain putih kering dengan anyamannya
miring terhadap arah gosokan.
3. Kemudian memulai proses penggosokan sebanyak 10 kali maju mundur (20 kali
gosokan) dengan memutar alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran per
detik.
4. Mengambil kain putih dan mengevaluasi kain dengan staining scale.
Cara Uji Gosokan Basah
1. Membasahi kain putih dengan air suling, kemudian diperas diantara kertas saring,
sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain pada kondisi
standar kelembaban relatif 65 ± 2 % dan suhu 21 ± 2 0C.
2. Kemudian mengerjakan langkah kerja seperti pada cara gosok kering dari nomor 1
– 4 secepat mungkin untuk menghindari terjadinya penguapan.
3. Mengeringkan kain putih di udara bebas sebelum melakukan evaluasi.
4. Mengambil kain putih yang telah kering dan mengevaluasi kain dengan staining
scale
Cara evaluai hasil uji
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain putih terhadap
staining scale. Dan membandingkan penodaan warna, kain penguji diberi atas tiga
lapis kain putih yang sama.
V. Data Percobaan
45
Lebar contoh uji = (5 x 20) cm
Hasil pengujian :
1 4
Kering
2 3/4
1 ½
Basah
2 1
VI. Diskusi
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh nilai tahan luntur warna kain contoh uji terhadap
gosokan kering adalah 4 dan 3/4 sedangkan terhadap gosokan basah nilainya ½ dan 1. Kain
contoh uji yang berupa kain kapas yang diduga dicap dengan zat warna pigmen, hal ini
terlihat dari motif kain contoh uji yang beragam warna serta permukaan kain yang sedikit
kaku. Ketahanan luntur zat warna pigmen terhadap gosokan basah adalah jelek karena zat
warna luntur. Hal yang harus diperhatikan saat uji ketahanan luntur terhadap gosokan
adalah cara pengambilan sampel. Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat maka
cara pengambilan contoh uji dipotong miring 45o (diagonal), hal ini bertujuan agar sampel
dapat mewakili seluruh kain karena perbandingan lusi dan pakannya akan seimbang karena
kemungkinan adanya perbedaan struktur lusi dan pakan. Selain itu juga sampel harus
mewakili semua warna yang ada dalam bahan.
Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk digunakan sebagai bahan sandang
(kain tenun untuk kemeja) maka nilai ketahanan luntur terhadap gosokan kering sudah
memenuhi syarat mutu kain tenun untuk kemeja menurut SNI 0051:2008 yang
menghendaki nilai ketahanan luntur terhadap gosokan kering minimal 4 dan nilai
ketahanan luntur terhadap gosokan basah belum memenuhi syarat mutu kain tenun untuk
kemeja menurut SNI 0051:2008 yang menghendaki nilai ketahanan luntur gosokan basah
penodaan warna minimal 3-4.
46
VII. Kesimpulan
Contoh uji memiliki ketahanan luntur terhadap gosokan kering yang baik yaitu nilai ¾ dan
4 ,memenuhi syarat mutu kain tenun untuk kemeja menurut SNI 0051:2008. Akan tetapi
kain contoh uji memiliki ketahanan luntur yang jelek terhadap gosokan basah yaitu nilai ½
dan 1, tidak memenuhi syarat mutu kain tenun untuk kemeja menurut SNI 0051:2008.
47
LAMPIRAN CONTOH UJI KAIN TENUN PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA
TERHADAP GOSOKAN
Kain 1 Kain 2
Kering Kering
48
Kain 1 Kain 2
Basah Basah
BAB 4
Pengujian Daya Serap Kain Tidak Berbulu
49
I. Tujuan
Praktikum pengujian daya serat kain menggunakan cara tetes ini dilaksanakan dengan
tujuan agar mahasiswa dapat bisa mempraktekan dan mengetahui kecepatan waktu
penyerapan air pada contoh uji kain rajut dengan uji tetes.
Untuk mengetahui kecepatan basah (wetting time) maka dikenal dua macam cara, yaitu :
Uji tetes, dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus
Cara keranjang, Dilakukan untuk kain yang tidak rata, misalnya kain handuk
Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui kecepatan
basah dari contoh uji tetapi perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukan
contoh uji. Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada
permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap. Yang dimaksud
dengan waktu basah adalah waktu dari saat air diteteskan sampai air hilang terserap.
Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan bnetuk tujuan
tertentu, misalnya kain pembalut, kain handuk dan lai-lain. beberapa kain harus
mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.
1. Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka
tetesan air tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat dan pipih. Karena
sifat air maka perbedaan kondisi tekanan air pada ketiga permukaan benda padat
disebabkan oleh perbedaan sifat dari gabungan antara air dan permukaan benda padat.
2. Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membetuk bola menunjukan sudut
kontak, and akn cenderung untuk menggelinding meninggalkan permukaan benda padat
dalam keadaan kering. Semakin kecil susdut kontak, semakin mudah tetesan air
menyebar keseluruhan perm ukaan benda padat dan membasahi benda padat tersebut.
Perbedaaan permukaan disebabkan oleh perbedaan energi permukaan dan teganngan
permukaan pada ntar muka dari dua fase, yaitu padat-cair, cair-udara, dan padat-udara.
Cara uji perlu dilakukan untuk kain-kain yang akan dicelup karena kerataan hasil
pencelupannya bergantung pada daya serap kain. Demikian pula untuk kain yang akan
50
dikerjakan dengan resin atau zat-zat penyempurnaan lain, daya serap merupakan suatu
faktor yang harus dipertimbangkan. Daya basah atau daya serap bahan tekstil yang berupa
kain tenun maupun benang dapat ditentukan dengan cara ini.
Yang dimaksud dengan waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan
hingga air hilang terserap. Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan
dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain. Beberapa
kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau
mudah terbasahi. Jika daya serapnya baik maka kain akan nyaman untuk digunakan karena
dapat menyerap keringat dengan baik. Makin rendah waktu pembasahan rata-rata maka
besar daya serap bahan tekstil tersebut. Waktu pembasahan kurang dari 5 sekon
menyatakan daya serap bahan tekstil tersebut baik.
- Simpai bordir.
51
- Stop watch.
Bahan : Kain rajut
IV. Cara Kerja
1. Memasang kain uji pada simpai bordir sehingga tegang
2. Simpai tersebut diletakan dengan jarak 1- 1,5 cm dari buret.
3. Setetes air diteteskan pada permukaan kain yang dipasang pada simpai bordir.
4. Waktu penyerapan air di mulai pada saat air berada pada permukaan kain.
5. Waktu penyerapan air dihentikan pada saat air benar-benar habis terserap pada
permukaan kain.
6. Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali pada 5 tempat yang berbeda.
7. Jika waktu basah melebihi 60 detik, pengukuran waktu dihentikan dan waktu basah
dilaporkan >60 detik.
V. Data Percobaan
52
VI. Diskusi
Pengujian daya serap pada bahan tekstil sangat diperlukan karena untuk kain-kain yang
akan dicelup, kerataan hasil pencelupannya bergantung pada daya serap kain. Demikian
pula untuk kain yang akan dikerjakan dengan resin atau zat-zat penyempurnaan lain, daya
serap merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan. Selain itu daya serap juga
merupakan salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan tertentu
misalnya kain pembalut, kain handuk dan lain-lain. Beberapa kain harus mempunyai
kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi. Jika daya
serapnya baik maka kain akan nyaman untuk digunakan karena dapat menyerap keringat
dengan baik. Makin rendah waktu pembasahan rata-rata maka besar daya serap bahan
tekstil tersebut. Waktu pembasahan kurang dari 1 menit menyatakan daya serap bahan
tekstil tersebut baik.
Pengujian ini dilakukan meneteskan air dari ketinggian tertentu pada permukaan contoh uji
yang ditegangkan. Waktu menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air, diukur dan
dicatat sebagai waktu pembasahan dimana waktu pembasahan merupakan waktu dari saat
air diteteskan hingga air hilang terserap.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh waktu daya serap keseluruhan
>60 detik. Air tidak masuk/terserap oleh bahan sesaat setelah diteteskan diatas bahan. Hal
ini menunjukkan bahan contoh uji memiliki daya serap yang kurang baik (lebih dari 60
detik). Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk dijadikan bahan sandang
(pakaian seperti kaos), maka bahan rajut yang di uji daya serap cara uji tetes ini tidak
memenuhi syarat mutu kain rajut untuk pakaian karena daya serapnya lebih dari 60 detik.
VII. Kesimpulan
Contoh uji memiliki daya serap >60 detik sehingga tidak dapat digunakan untuk bahan
sandang karena daya serapnya kurang baik dan tidak memenuhi standar mutu daya serap
kain rajut untuk sandang.
53
LAMPIRAN CONTOH UJI RAJUT PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN TIDAK
BERBULU CARA TETES
54
BAB 5
Pengujian Daya Serap Kain Berbulu
I. Tujuan
Praktikum pengujian daya serap kain handuk terhadap air menggunakan cara keranjang ini
dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara
mengukur kemampuan kain dalam menyerap air (kapasitas serap) dan waktu serapnya
sehingga terjadi pembasahan sempurna pada contoh uji.
Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan
mutu kain yang khusus dibuat dengan daya serap besar. Kain yang membutuhkan daya
serap besar adalah kain handuk. Kualitas kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya
dalam hal daya serap terhadap air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi
handuk tersebut.
Dalam uji daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas
serap. Daya serap adalah kemampuan kain untuk menyerap air, sedangkan waktu serap
yaitu waktu yang diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji yang
dinyatakan dalam detik. Basah sempurna yang dimaksud adalah pada saat contoh uji tepat
mulai tenggelam.
Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan
mutu kain yang khusus dibuat dengan daya serap besar. Kain yang membutuhkan daya
serap besar adalah kain handuk, mutu kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya
untuk daya serap air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi handuk
tersebut.
Untuk pengujian waktu serap masing-masing contoh uji digulung kearah dalam keranjang
sehingga memenuhi keranjang tersebut dan dijatuhkan pada ketinggian dua cm dari
permukaan air dan dihitung waktu serapnya. Untuk pengujian kapasitas serap dilakukan
dengan membiarkan contoh uji terendam dalam air selama 10 detik. Keranjang kawat
diambil dengan memegangnya pada bagian yang terbuka dan dibiarkan selama 10 detik
supaya airnya menetes. Keranjang kawat beserta contoh uji dimasukan kedalam piala
55
plastik yang sudah ditimbang. Kemudian piala plastik yang berisi keranjang tersebut
ditimbang.
Persyaratan Mutu Handuk Mandi
Keterangan :
1. Berlaku untuk handuk tenun
2. Berlaku untuk handuk rajut
3. Berlaku untuk kain berwarna
4. Standar skala abu-abu
5. Standar skala penodaan
6. Standar wol biru
Sumber: SNI 08-0055-2002
56
III. Alat dan Bahan
Praktikum menguji daya serap kain mengguankan cara keranjang ini memerlukan peralatan
dan bahan-bahan yang diantaranya adalah:
Alat :
57
Prinsip
Contoh uji dimasukkan ke dalam air dan diukur waktu serapnya sampai terjadi pembasahan
sempurna. Kapasitas serap ditentukan dengan menghitung perbandingan berat basah dan berat
semula setelah contoh uji terendam selama 10 sekon.
V. Data Percobaan
Tabel Hasil Pengujian (dalam gram)
Berat Berat
Berat Kering Berat
Pengujian Waktu gelas Berat Kawat Total
Basah
Kain ke - Serap (gram) (gram) kering
(gram) (gram)
(gram)
58
= 485,52%
66,11 gram−43,67 gram
(2) Kapasitas penyerapan 2 = x 100%
5,000 gram
= 448,8%
485,52 %+ 448,8 %
Rata-rata kapasitas penyerapan =
2
= 467,16 %
VI. Diskusi
Dari data percobaan dan perhitungan diperoleh waktu tenggelam rata-rata contoh uji adalah
kurang dari 10 detik. % kapasitas serap rata-rata contoh uji adalah cukup baik yaitu sebesar
467,16 %. Untuk mendapatkan hasil pengamatan dan perhitungan yang akurat maka harus
diperhatikan cara pengambilan contoh uji bahan handuk dipotong miring 45 o (diagonal), hal ini
bertujuan agar sampel dapat mewakili seluruh kain karena perbandingan lusi dan pakannya akan
seimbang.
Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk digunakan sebagai handuk maka kain
contoh uji tersebut tidak memenuhi syarat mutu handuk mandi menurut SNI 08-0055-2002 karena
memiliki waktu serap <10 detik dan % kapasitas serapnya 467,16 % (kurang dari 500%).
VII. Kesimpulan
Kain contoh uji tidak memenuhi syarat mutu handuk mandi menurut SNI 08-0055-2002
karena memiliki waktu serap <10 detik dengan % kapasitas serapnya 467,16.
59
LAMPIRAN CONTOH UJI KAIN HANDUK PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN
BERBULU
60
BAB 6
I. Tujuan
Praktikum pengujian tahan air cara siram ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa
dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji ketahanan kain terhadap air
menggunakan cara siram.
61
pada benda keras, dengan permukaan kain mengarah pada benda keras tersebut.
Pemukkulan tersebut dilakukan dalm dua posisi yaitu 3 kali pada posisi di suatu tempat pda
pemegang contoh dan tiga kali pada posisi setengah lingkaran 180o terhadap posisi
pertama.
Penilaian terhadap uji daya tolak air dilakukan dengan menggunakan standar
penilaian uji siram. Setelah kelebihan air selesai dibuang, permukaan kain diamati secara
visual dengan membandingkan peta air yang tinggal pada permukaan kain dengan peta
pada standar penilaian uji siram.
- 100
(ISO 5) :
Tidak
ada
62
Syarat Mutu Kain Tenun Untuk Payung Hujan
63
Corong kaca Ø 150 12 lubang Ø 0,9 pada
lingkaran Ø 21,14
Cincin penyangga
6 lubang Ø 0,9 pada
lingkaran Ø 10
Pipa karet 1 lubang Ø 0,9 pada
Corong siram pusat lingkaran
Tiang penyangga
Contoh uji
Pemegang contoh
Penyangga
(contohnya kayu)
- Jarak antara permukaan atas corong dengan bagian bawah corong siram adalah 190 nm.
- Waktu aliran air dengan volume 250 mL yang dituangkan dari corong harus antara 25
detikdan 30 detik.
- Pemegang contoh uji, terdiri atas dua buah lingkaran kayu atau logam yang terpasang
tepat satu sama lain.
64
- Air suling atau air deionisasi (dalam praktikum digunakan air keran)
- Contoh Uji berukuran 180 mm x 180 mm
Prinsip
Air suling atau air deionisasi dengan volume tertentu disiramkan pada permukaan contoh
uji yang telah dipasang pada alat pemegang contoh uji berbentuk cincin yang ditempatkan
membentuk sudut 45o sehingga posisi bagian pusat contoh uji berada pada jarak tertentu di
bawah corong siram. Penilaian siram ditentukan dengan membandingkan kenampakan
contoh uji terhadap standar berupa uraian dan foto.
V. Data Pengamatan
Contoh Uji Nilai Pembasahan
1 80
2 80
VI. Diskusi
Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan diperoleh nilai uji siram 80 (AATCC) ~ ISO
3, yaitu terjadi pembasahan sebagian pada permukaan atas. Hal ini menunjukkan bahwa
bahan contoh uji sudah dilakukan proses finishing tolak air atau juga bahan merupakan
bahan hidrofob (bahan yang tidak menyerap air).
65
Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk dijadikan bahan payung, maka
bahan payung yang di uji siram ini memenuhi syarat mutu kain tenun untuk payung hujan,
karena syarat mutu kain tenun untuk payung hujan menurut SNI 1517:2008 harus memiliki
nilai pengujian minimum 80 (AATCC) ~ ISO 3.
VII. Kesimpulan
Kain contoh uji memiliki nilai uji siram 80 (AATCC) ~ ISO 3 dan berdasarkan SNI
1517:2008 mengenai persyaratan mutu kain tenun untuk payung maka kain uji dapat
dijadikan sebagai bahan untuk payung.
66
LAMPIRAN CONTOH UJI KAIN PARASUT PENGUJIAN TOLAK AIR (UJI
SIRAM)
67
BAB 7
I. Tujuan
Praktikum pengujian daya tolak air kain cara bundesman ini dilaksanakan dengan tujuan
agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji daya tolak air
hujan pada kain menggunakan cara bundesman.
II. Teori Dasar
Pengujian tahan air cara bundesment ini biasanya dilakukan untuk bahan-bahan yang
sudah dilakuakan proses penyempurnaan untuk mendapatkan sifat yang tidak tembus air
tapi udara masih bisa masuk atau tembus, seperti bahan terpal/tenda. Menurut Baxser dan
Cassie, kekuatan air hujan dari alat jenis Bundesmann adalah 5,8 kali tembusan awan, 91
kali kekuatan tetesan hujan lewat, 480 kali tetesan hujan biasa dan 21000 kali kekuatan
hujan ringan.
Penyiraman air hujan dipasang diatas keempat tabung yang dipasang pada alas yang
berputar dengan kecepatan tertentu. Pada saat kain yang dipasang pada tabung berputar
dibawah curahan air hujan buatan, alat penggosok yang berada didalam tabung akan
menggosok kain bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh
pemakai jas hujan didalam pemakaian sebenarnya. Gerakan menggosok kain ini akan
membantu penetrasi air kedalam kain. Setelah 10 menit curah hujan disiramkan,
penyiraman dihentikan dan penilaian dilakukan berdasarkan penetrasi air dan besarnya
penyerapan air oleh bahan contoh uji :
- Penetrasi air
Air yang tertampung didalam tabung diukur jumlahnya dan volume rata-rata
diperhitungkan sebagai ketelitian 1 ml.
- Penyerapan
Dari berat contoh ujis ebelum dan sesudah pengujian apat diukur banyaknya air yang
tertinggal pada setiap contoh uji dan diperhitungkan sebagai % air yang terserap oleh kain.
- Kondisi Pengujian
68
Untuk mendapatkan hasil uji yang serba sama dan dapat diulang-ulang, maka perlu dicatat
kondisi pengujian berikut ini:
2. Gunting
3. Pemeras pusingan tanpa lipatan
4. Stop watch.
5. Neraca ketelitian 0,01 gram.
6. Contoh uji berbentuk bulat dengan diameter 14,1 cm.
69
Prinsip
Empat buah contoh uji bersama-sama diletakkan di bawah hujan buatan yang dapat diatur,
dan pada saat bersamaan permukaan bawah tiap contoh uji digosok-gosok. Pertambahan
berat contoh uji akibat hujan buatan dihitung dan air yang menembus kain ditampung dan
diukur banyaknya. (Pada praktikum hanya dilakukan pengujian pada 1 contoh uji).
V. Data Perhitungan
a. Perembesan
- Jumlah air yang tertampung pada tabung = 0 ml/menit
b. Penyerapan
- Berat Awal : 10,20 g
- Berat Akhir : 11,08g
berat akhir−berat awal
- % Penyerapan = x 100 %
berat awal
70
11,08−10,20
= x 100 %
10,20
= 8,627 %
VI. Diskusi
Pada saat melakukan praktikum ini kesulitan yang dialami adalah pemasangan contoh uji
pada tabung pemegang contoh uji,permukaan kain harus rata dengan tegangan yang cukup
dan tidak boleh kendor karena akan mempengaruhi tekanan air yang jatuh selain itu pada
praktikum ini hal yang harus diperhatikan yaitu jangan sampai lupa menutup kran yang
terdapat pada tabung karena apabila tidak ditutup air dari rembesan kain contoh uji tidak
akan tertampung pada tabung. Dari data percobaan dan perhitungan diperoleh nilai
perembesan sebanyak 0 mL/10 menit dan penyerapan air oleh contoh uji sebesar 8,62 %.
Hal ini menunjukkan bahwa bahan contoh uji tidak dapat ditembus oleh air (tahan air dan
tolak air).
Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk dijadikan bahan tenda, maka bahan
tenda yang di uji Bundesman ini memenuhi syarat mutu kain tenun untuk tenda, karena
syarat mutu kain tenun u
ntuk tenda menurut SNI 08-0278-1989 harus memiliki persyaratan nilai penyerapan
maksimal 20% dan perembesan maksimal 15 ml/10 menit. Karena kain contoh nilai
perembesannya sebesar 0 mL/10 menit (0 mL/menit) dan penyerapan air oleh contoh uji
sebesar 8,62 % maka bahan contoh uji dapat dijadikan kain tenda karena penambahan
penyerapan air oleh bahan akan linier dengan penambahan berat bahan sehingga jika
digunakan sebagai kain tenda tidak akan menimbulkan masalah-masalah seperti rubuhnya
tenda akibat hujan (karena terlalu banyak menyerap air, dan massa bahan bertambah lebih
dari setengah massa awal bahan).
VII. Kesimpulan
Contoh uji memiliki daya tahan air yang baik dengan % penyerapan 8,62 % dengan penyerapan
0,0 ml/menit sehingga memenuhi syarat mutu untuk dijadikan kain tenda.
71
LAMPIRAN CONTOH UJI KAIN TERPAL PENGUJIAN TOLAK AIR HUJAN CARA
BUNDESMAN
72
BAB 8
Pengujian Sifat Nyala Api dan Tahan Api Kain Secara Vertikal
I. Tujuan
Praktikum pengujian ketahanan bahan tekstil terhadap nyala api ini dilakukan dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan bisa mempraktekan cara menguji ketahanan
konstruksi kain terhadap nyala api dan mengetahui sifat fisik kain tersebut terhadap nyala
api .
73
d. Berat kain
Berat kain berpengaruh langsung terhadap sifat anti nyala api. Untuk jenis serta
apapun, makin berat maka sifat tahan nyala api juga makin baik.
Pengujian dengan cara uji jalur vertikal dimaksudkan untuk kain asli yang tahan nyala api
atau untuk kain yang diberi penyempurnaan tahan nyala api. Dalam pengujian ini
dibedakan antara kain yang dapat terbakar tetapi tahan terhadap nyala api atau tidak
merusak nyala api, dengan kain termoplastik yang tidak terbakar bila didekatkan pada
nyala api, tetapi meleleh dan mengkerut menjauhi nyala api.
Pengujian dengan uji jalur vertikal dilakukan dengan jalan membakar kain yang dipasang
pada kedudukan vertikal dan pada ujung kain bagian bawah dibakar dengan nyala api
bunsen, dengan ukuran kain bervariasi sesuai dengan standar yang dipakai dan tujuan
penggunaan kain yang tahan nyala api.
Pengujian ini ditujukan untuk menentukan apakah suatu kain bersifat anti nyala api, dapat
dipakai untuk menguji semua jenis kain yang berbentuk lembaran atau dipotong-potong
menjadi bentuk lembaran-lembaran kain.
Prinsip dari pengujain ini yaitu membakar kain contoh uji yang telah dikondisikan yang
disiapkan pada suatu pemegang contoh dan diletakkan vertikal dalam suatu alat uji.
Contoh uji kemudian dibakar pada kondisi tertentu, waktu nyala api, waktu bara, serta
panjang arang diukur dan dicatat.
- Tahan api adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan atu tidak meneruskan
nyala api.
- Waktu nyala adalah lama contoh uji meneruskan nyala sejak nyala pembakar diambil
atau dipadamkan, dinyatakan dalam sekon.
74
- Waktu bara adalah lama contoh uji tetap membara sejak nyala api pada kain padam,
dinyatakan dalam sekon.
- Panjang arang adalah jarak dari ujunga contoh uji yang dikenai api sampai ujung atas
daerah terbakar, atau mengarang, yang dapat disobek oleh beban tertentu, dinyatakan
dalam sentimeter.
Bahan : Bahan contoh uji dengan ukuran (7x32)cm pada arah lusi dan pakan
Alat-alat :
1.Flammability tester
2.Stop Watch
4.Pembakar bunsen
1. Menyiapkan contoh uji masing-masing 1 buah untuk arah lusi dan pakan dengan
ukuran (7 x 32) cm, dan memberi tanda pada permukaan yang berlawanan dengan
permukaan yang akan diuji.
2. Mengondisikan contoh uji dalam eksikator selama 15 menit sampai mencapai
keseimbangan kelembaban setelah sebelumnya dioven 1000C terlebih dahulu + 1
jam.
75
3. Memasang contoh uji vertikal pada pemegang contoh, lalu meletakkan pemegang
contoh pada alat uji sehingga ujung bawah contoh uji akan berada tepat di tengah
nyala api
4. Meletakkan pembakar bunsen di dalam alat uji dan membuka katup aliran gas dan
menyalakan api.
5. Membakar contoh uji selama 12 detik lalu api dipadamkan, kemudian menutup
pintu alat uji dan menghitung waktu nyala api.
6. Setelah nyala api pada kain padam, lalu membiarkan contoh uji membara sampai
padam sendiri. Kemudian mengukur waktu bara contoh uji
7. Mengukur panjang arang dari ujung yang terbakar sampai ujung sobek.
Tabel Beban Untuk Menyobek Contoh Uji
Berat Kain, g/m Beban, g
68 – 203 100
203 – 508 200
508 – 780 300
780 475
V. Data Percobaan
Waktu pembakaran = 10 detik
Tabel Hasil Pengamatan pada Uji Pembakaran
Contoh uji
Waktu nyala api Waktu bara api Panjang arang
Kain uji terbakar
Arah lusi 14,49 detik 23,03 detik
seluruhnya
VI. Diskusi
Dalam melaksanakan praktikum pengujian tahan nyala api yang telah dilakukan praktikan
megalami kesulitan dalam menghitung menggunakan stopwatch karena dibutuhkan
ketelitian dalam menghitung nyala api sampai habis dan bara api sampai habis. Dari hasil
76
pelaksanaan praktikum pengujian tahan nyala api yang telah dilakukan ternyata kain yang
diujikan tidak tahan nyala api, karena setelah 10 detik dibakar kemudian api dijauhkan,
ternyata kain bersifat meneruskan pembakaran sampai sepanjang kain habis terbakar.
Bahan contoh uji terbuat dari serat katun (kapas), hal ini karena pada sifat pembakarannya
tercium bau kertas terbakar. Sehingga jika tidak dilakukan pengerjaan akhir anti api /
tahan api maka bahan akan mudah terbakar dan cepat meneruskan pembakaran. Pada arah
lusi waktu nyala dan waktu bara sampai kain habis terbakar api memiliki waktu yang lebih
lama dari arah pakan, hal ini dikarenakan struktur kain atau kerapatan kain yaitu kerapatan
/ tetal antara lusi dan pakan yang berbeda dalam satuan luas kain. Lusi biasanya lebih
rapat dibandingkan pakan sehingga waktu nyala dan waktu baranyapun menjadi lebih
lama dibandingkan dengan pakannya. Pada pengujian tahan api cara vertikal ini semua
bahan terbakar, kecuali bahan yang ada dikedua pinggir atau sisi yang terjepit oleh
penjepit.
Jika tujuan akhir kain contoh uji (end use) adalah untuk digunakan sebagai bahan sandang
(kain tenun untuk kemeja) maka cara uji tahan api secara vertical aalah cara yang kurang
tepat. Untuk bahan sandang lebih tepat jika digunakan cara uji tahan api cara miring.
Diketahui bahwa bahan yang terbuat dari kapas akan mudah terbakar dan akan
memeruskan pembakaran jika tidak dilakukan penyempurnaan anti api terhadap bahan
tersebut. Contoh uji merupakan bahan kapas yang tidak dilakukan proses anti api karena
api tidak padam dalam waktu yang singkat.
VII. Kesimpulan
Waktu nyala arah lusi adalah 14,49 detik dan arah pakan 13,58 detik. Waktu bara arah lusi
adalah 23,03 detik dan arah pakan adalah 23,41 detik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sifat tahan api kain contoh uji adalah buruk.
77
LAMPIRAN CONTOH UJI KAIN TENUN PENGUJIAN TAHAN API SECARA
VERTIKAL
Lusi Pakan
78
DAFTAR PUSTAKA
Ramadhan, Fajar. Jurnal Praktikum Evaluasi Tekstil 3. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
2013. Bandung.
79
N.M. Susyami Hitariat, dkk. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III (Evaluasi Kain).
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil. 2005. Bandung.
80