Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MANDIRI FARMAKOLOGI DAN TERAPI II

ANTISEPTIK

Disusun oleh :

Syenia Ramandha

(021811133077)

DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020
Antiseptik

Pendahuluan

Antiseptik digunakan secara luas di rumah sakit dan tempat perawatan kesehatan
lainnya untuk berbagai aplikasi topikal dan permukaan keras. Secara khusus antiseptik adalah
bagian penting dari praktik pengendalian infeksi dan bantuan dalam pencegahan infeksi
nosokomial. Kekhawatiran yang meningkat atas potensi kontaminasi mikroba dan risiko
infeksi di pasar makanan dan konsumen umum juga telah menyebabkan peningkatan
penggunaan antiseptik oleh masyarakat umum.

Antiseptik merupakan suatu zat kimia yang memiliki kerja untuk menghancurkan
mikroorganisme ataupun menghambat kerjanya, sehingga dapat mencegah terjadinya suatu
infeksi. Antiseptik adalah obat disinfeksi dengan toksisitas yang cukup rendah untuk sel
pejamu sehingga dapat digunakan langsung pada kulit, membran mukosa, atau Iuka. Sterilan
mematikan sel vegetatif dan spora jika diaplikasikan ke bahan untuk waktu dan suhu yang
sesuai.

Evaluasi tentang efektivitas antiseptik sebenarnya sangat kompleks. Faktor-faktor


dalam setiap evaluasi mencakup resistensi intrinsik mikroorganisme, jumlah mikroorganisme
yang ada, popu- lasi organisme yang beragam, jumlah bahan organik yang ada (misalnya
darah, tinja, jaringan), konsentrasi dan stabilitas disinfektan atau sterilan, waktu dan suhu
pajanan, pH, dan hidrasi serta pengikatan bahan ke permukaan. Pemeriksaan-pemeriksaan
aktivitas spesifik terstandar didefinisikan untuk setiap pemakaian.

Pemakai antiseptik perlu mempertimbangkan toksisitas jangka-pendek dan jangka


panjang karena mungkin memiliki aktivitas biosida umum dan mungkin terakumulasi di
lingkungan atau di tubuh pasien atau petugas yang menggunakan bahan tersebut. Antiseptic
juga dapat tercemar oleh mikroorganisme resistenmis. spora, P. aeruginosa, atau Serratia
marcescens dan sebenarnya menularkan infeksi. Sebagian besar antiseptik topikal sedikit
banyak mengganggu penyembuhan Iuka. Pembersihan sederhana Iuka dengan sabun dan air
kurang merusak dibandingkan dengan aplikasi antiseptik. Bahan yang mengandung
metenamin membebaskan fotmaldehida dalam konsentrasi antibakteri yang rendah pada pH
asam dan dapat menjadi antiseptik urin yang efektif untuk kontrol jangka-panjang infeksi
saluran kemih.
Jenis-Jenis Antiseptik

Alkohol

Dua alkohol yang paling sering digunakan sebagai antiseptik dan disinfeksi adalah
etanol dan isopropil alkohol (isopropanol). Keduanya cepat aktif, mematikan bakteri
vegetatif, Mycobacterium tuberculosis, dan banyak jamur, serta menginaktifkan virus
lipofilik. Konsentrasi bakterisidal optimal adalah 60-90% volume dalam air. Keduanya
mungkin bekerja melalui denaturasi protein. Alkohol berguna dalam situasi situasi ketika
tidak tersedia wadah dengan air mengalir untuk pencucian menggunakan air dan sabun.
Efeknya yang mengeringkan kulit dapat dikurangi secara parsial dengan penambahan
emolien ke dalam sediaan. Pemakaian pembersih tangan berbasis alkohol terbukti
mengurangi penularan patogen bakteri terkait-petugas kesehatan dan dianjurkan oleh Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) sebagai metode dekontaminasi tangan yang baku.
Pencuci tangan berbasis alkohol tidak efektif terhadap spora C. difficile, dan tetap diperlukan
pencucian tangan dengan air dan sabun untuk dekontaminasi setelah merawat pasien yang
terinfeksi oleh organisme ini.

Alkohol dapat terbakar dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan berventilasi
baik. Mereka harus dibiarkan menguap sebelum tindakan kauterisasi, bedah listrik, atau
bedah laser. Alkohol dapat merusak jika diaplikasikan langsung ke kornea. Karena itu, alat
misalnya tonometer yang telah didisinfeksi dalam alkohol harus dibilas dengan air steril, atau
alkoholnya dibiarkan menguap sebelum digunakan.

Klorheksidin

Khloreksidin merupakan salah satu jenis antiseptik. Khloreksidin umumnya


digunakan dalam antiseptik kumur, tapi terkadang dapat juga diberikan dalam sabun
antiseptik. Khloreksidin merupakan suatu bakterisida yang bekerja dengan cara merusak
dinding sel dan membran luar sel, sehingga mengakibatkan kebocoran intraseluler, dan pada
akhirnya koagulasi sitosol. Klorheksidin adalah suatu biguanid kationik dengan kelarutan air
yang sangat rendah. Klorheksidin glukonat larut-air digunakan dalam sediaan berbasis air
sebagai antiseptik. Bahan ini aktif terhadap bakteri vegetatif dan mikobakteri serat memiliki
aktivitas moderat terhadap jamur dan virus. Klorheksidin melekat kuat ke membran bakteri,
menyebabkan kebocoran molekul kecil dan pengendapan protein sitoplasma. Bahan ini aktif
pada pH 5,5-7,0. Klorheksidin glukonat bekerja lebih lambat daripada alkohol, tetapi karena
persistensinya, bahan ini memiliki aktivitas residual yang jika digunakan berulang-ulang,
menghasilkan efek bakterisidal yang ekivalen dengan alkohol. Bahan ini paling efektif
terhadap kokus positif-gram dan kurang aktif terhadap batang positif dan negative gram.
Germinasi spora dihambat oleh klorheksidin. Klorheksidin diglukonat resisten terhadap
inhibisi oleh darah dan bahan organik. Namun, bahan anionik dan non-ionik dalam pelembab,
sabun netral, dan surfaktan dapat menetralisasi efeknya. Sediaan klorheksidin diglukonat
dengan konsentrasi 4% memiliki aktivitas antibakteri yang sedikit lebih besar dari-pada
sediaan 2% yang lebih barn. Kombinasi klorheksidin glukonat dalam alkohol 70%, yang
tersedia di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, merupakan bahan pilihan untuk
antisepsis kulit di banyak tindakan bedah dan perkutis. Keunggulan kombinasi ini
dibandingkan dengan povidon-iodium adalah kerjanya yang lebih cepat setelah aplikasi,
aktivitasnya yang tetap bertahari setelah terpajan ke cairan tubuh, dan menetapnya aktivitas
di kulit. Klorheksidin kurang memiliki kapasitas untuk mensenyitisasi atau mengiritasi kulit.
Toksisitas oral rendah karena bahan ini kurang diserap dari saluran cerna. Klorheksidin
jangan digunakan selama pembedahan telinga tengah karena dapat menyebabkan tuli
sensorineural. Toksisitas saraf serupa mungkin dijumpai pada bedah saraf.

Halogen

turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium,
iodofor dan klorin.

1. Iodium
lodium dalam larutan 1:20.000 bersifat bakterisidal dalam 1 menit dan mematikan
spora dalam 15 menit. Tingtura iodium USP mengandung iodium 2% dan natrium
iodida 2,4% dalam alkohol. Ini adalah antiseptik paling aktif untuk kulit utuh. Bahan
ini tidak sering digunakan karena diketahui dapat memicu reaksi hipersensi tivitas
serius serta mungkin mewarnai baju dan pembalut.
2. lodofor
Iodofor adalah kompleks iodium dengan bahan aktif permukaan, misalnya
polivinil pirolidon (PVP; povidon-iodium). Iodofor mempertahankan aktivitas
iodium. Bahan golongan ini mematikan bakteri vegetatif, mikobakteri, jamur, dan
virus yang mengandung lemak. Mereka dapat bersifat sporisidal pada pemajanan yang
berkepanjangan. Iodofor dapat digunakan sebagai antiseptik atau disinfektan, yang
terakhir mengandung lebih banyak iodium. Jumlah iodium bebas rendah, tetapi bahan
ini dibebaskan ketika larutan diencerkan. Larutan iodofor harus diencerkan sesuai
petunjuk produsen agar diperoleh aktivitas penuh.
Iodofor lebih jarang mengiritasi dan menyebabkan hipersensitivitas kulit
dibandingkan dengan tingtura iodium. Mereka memerlukan waktu pengeringan pada
kulit sebelum menjadi aktif, dan hal ini merupakan kekurangan bahan ini. Meskipun
bahan ini memiliki spektrum aktivitas yang agak luas dibandingkan dengan klorheksi-
din, aktivitasnya di kulit tidak menetap.

3. Klorin

Klorin adalah suatu bahan pengoksidasi kuat serta disinfektan universal yang
paling sering terdapat sebagai larutan natrium hipoklorit 5,25%, yaitu preparat tipikal
untuk pemutih rumah tangga. Karena sediaan mungkin beragam, konsentrasi pasti
perlu diverifikasi di label. Larutan 1:10 pemutih rumah tangga mengandung 5000
ppm klorin. CDC menganjurkan konsentrasi ini untuk disinfeksi cemaran darah.
Kurang dari 5 ppm dapat memati- kan bakteri vegetatif, sementara diperlukan hingga
5000 ppm untuk mematikan spora. Konsentrasi 1000-10.000 ppm bersifat
tuberkulosidal. Seratus ppm mematikan sel jamur vegetatif dalam 1 jam, tetapi spora
jamur memerlukan 500 ppm. Virus diinaktifkan oleh 200-500 ppm. Pengenceran
natrium hipoklorit 5,25% dalam air keran dengan pH 7,5- 8,0 mempertahankan
aktivitas mereka selama berbulan-bulan jika disimpan dalam wadah opak yang
tertutup rapat. Membuka dan menutup wadah berulang kali akan sangat mengurangi
aktivitas.

Karena klorin diinaktifkan oleh darah, serum, tinja, dan bahan yang mengandung
protein, permukaan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum disinfektan klorin
diaplikasikan. Asam hipoklorosa (HOCl) yang tidak berdisosiasi merupakan bahan

biosidal y:mg aktif. Jika pH meningkat, terbentuk ion hipoklorit, OCI -, yang kurang
aktif. Jika larutan hipoklorit berkontak dengan formaldehida, dapat terbentuk
karsinogen bisklorometil. Terjadi evolusi cepat gas klorin yang iritatif jika larutan
hipoklorit dicampur dengan asam dan urin. Larutan bersifat korosif terhadap
aluminum, perak, dan stainless steel. Senyawa pembentuk klorin alternatif adalah
klorin dioksida dan kloramin T. Bahan-bahan ini menahan klorin lebih lama serta
memiliki efek bakterisidal yang berkepanjangan.

Fenolat

Fenol itu sendiri (mungkin antiseptik bedah paling tua) tidak lagi digunakan, bahkan
sebagai disinfektan karena efek korosifnya pada jaringan, toksisitasnya jika terserap, dan efek
karsinogeniknya. Efek-efek merugikan ini dikurangi dengan membentuk turunan-turunan
dengan cara sebuah gugus fungsional menggantikan sebuah atom hidrogen di cincin
aromatik. Bahan fenolik yang paling sering digunakan adalah o-fenilfenol, o-benzil-p-
klorofenol, dan p-tersier amilfenol. Sering digunakan campuran turunan-turunan fenol.
Sebagiannya berasal dari sulingan ter batubara, mis. kresol dan xilenol. Penyerapan kulit dan
iritasi kulit tetap terjadi dengan turunan ini, dan diperlukan penanganan yang hati-hati dalam
menggunakan bahan-bahan ini. Deterjen sering ditambahkan ke dalam sediaan untuk
membersihkan dan menyingkirkan bahan organik yang dapat menurunkan aktivitas suatu
senyawa fenol. Absorbsi derivate fenol oleh kulit masih menyisakan sedikit efek iritasi kulit.

Komponen fenol dapat merusak membrane dan dinding sel, pengendapan protein, dan
inaktivasi enzim. Fenolic memiliki kemampuan bakterisid dan fungisid serta dapat
menginaktivasi virus lipofilik namun tidak dapat berfungsi sebagai sporosid. Bahan ini tidak
bersifat sporisidal. Petunjuk pengenceran dan waktu pajanan yang dibuat oleh produsen perlu
ditaati. Fenolik tidak direkomendasikan untuk bayi atau anak-anak dimana penggunaannya
dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia.

Quartenery Ammonium Compound


Senyawa amonium kuaterner adalah deterjen aktif pada permukaan
yang kationik. Kation aktif memiliki paling sedikit satu rantai hidrokarbon
penolak air, yang menyebabkan molekul terkonsentrasi sebagai sebuah
lapisan berorientasi di atas permukaan larutan dan partikel koloidal atau
tersuspensi. Bagian nitrogen kation yang bermuatan memiliki afinitas
tinggi terhadap air dan mencegah pemisahan darilarutan. Efek
bakterisidal senyawa kuaterner dikaitkan dengan inaktivasi enzim-enzim
penghasil energi, denaturasi protein, dan gangguan pada membran sel.
Bahan-bahan ini bersifat fungistatik dan sporistatik serta juga
menghambat alga. Mereka bersifat bakterisidal bagi bakteri positif-gram
dan aktif moderat terhadap bakteri negatif-gram. Virus lipofilik
diinaktifkan. Bahan-bahan ini tidak tuberkulosidal atau sporisidal, serta
tidak mengaktifkan virus hidrofilik. Penggunaan senyawa quartenary
compound tertentu, benzalkonium klorida, tidak direkom sebagai
antiseptic karena dapat menimbulkan infeksi yang terjadi akibat
pertumbuhan pseudomonas dan bakteri gram negatif lainnya dalam
larutan antiseptic.
Senyawa amonium kuaterner berikatan dengan permukaan protein
koloidal dalam darah serum dan susu serta dengan serat di katun, lap pel,
baju, dan handuk kertas yang digunakan untuk mengaplikasikannya, yang
dapat menyebabkan inaktivasi bahan dengan menyingkirkannya dari
larutan. Bahan- bahan ini diinaktifkan oleh deterjen anionik (sabun), oleh
banyak deterjen non-ionik, dan oleh ion kalsium, magnesium, besi, dan
aluminum. Penggunaan senyawa quartenary compound tertentu,
benzalkonium klorida, tidak direkom sebagai antiseptic karena dapat
menimbulkan infeksi yang terjadi akibat pertumbuhan pseudomonas dan
bakteri gram negatif lainnya dalam larutan antiseptic.
Senyawa kuaterner digunakan untuk sanitasi permukaan
permukaan non kritis (lantai, kursi ruang tunggu, dsb). Toksisitasnya yang
rendah menyebabkan mereka digunakan sebagai sanitizer di fasilitas
produksi makanan. CDC menganjurkan bahwa senyawa amonium
kuaterner, misalnya benzalkonium klorida, tidak digunakan sebagai
antiseptik karena pernah dilaporkan beberapa ledakan kasus infeksi yang
terjadi akibat pertumbuhan Pseudomonas dan bakteri negatif-gram lain di
dalam larutan antiseptik amonium kuaterner.

Hydrogen peroksida

Hidrogen peroksida Hidrogen peroksida (H2O2) adalah biosida yang banyak


digunakan untuk antiseptik. Ini adalah cairan bening dan tidak berwarna yang tersedia secara
komersial dalam berbagai konsentrasi mulai dari 3 hingga 90%. H2O2 dianggap ramah
lingkungan, karena dapat dengan cepat terdegradasi ke dalam produk berbahaya air dan
oksigen. Meskipun larutan murni umumnya stabil, sebagian besar mengandung stabilisator
untuk mencegah dekomposisi. H2O2 menunjukkan khasiat spektrum luas terhadap virus,
bakteri, ragi, dan spora bakteri. Secara umum, aktivitas yang lebih besar terlihat melawan
bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif; Namun, keberadaan katalase atau
peroksidase lain dalam organisme ini dapat meningkatkan toleransi dengan adanya
konsentrasi yang lebih rendah. Konsentrasi H2O2 yang lebih tinggi (10 hingga 30%) dan
waktu kontak yang lebih lama diperlukan untuk aktivitas sporicidal, meskipun aktivitas ini
meningkat secara signifikan dalam fase gas. H2O2 bertindak sebagai oksidan dengan
memproduksi radikal bebas hidroksil yang menyerang komponen sel penting, termasuk lipid,
protein, dan DNA. Telah diusulkan bahwa kelompok sulfhidril yang terpapar dan ikatan
rangkap khususnya menjadi target.

Hidrogen peroksida (H2O2) adalah agen oksidasi, merupakan antiseptik kuat namun
tidak mengiritasi jaringan hidup. Senyawa ini dapat diaplikasikan sebagai antiseptik pada
membrane mukosa. Kelemahan dari zat ini adalah harus selalu dijaga kondisinya karena zat
ini mudah mengalami kerusakan ketika kehilangan oksigen.

Senyawa ini adalah antiseptik yang paling kuat. Merkuri klorida (HgCl) dapat
digunakan untuk mencuci tangan dengan perbandingan dalam air 1:1000. Senyawa ini dapat
membunuh hampir semua jenis bakteri dalam beberapa menit.Kelemahan dari senyawa ini
adalah berkemungkinan besar mengiritasi jaringan karena daya kerja antimikrobanya yang
sangat kuat.

Antiseptik saluran kemih

Antiseptik saluran kemih adalah obat oral yang memiliki aktivitas antibakteri di urin,
tetapi efek antibakteri sistemiknya sedikit atau tidak ada. Manfaat mereka terbatas untuk
infeksi saluran kemih bawah. Pada infeksi saluran kemih kronik atau berulang, penekanan
bakteriuria jangka-panjang dengan antiseptik saluran kemih mungkin lebih baik apabila
eradikasi infeksi dengan terapi sistemik jangka-pendek tidak mungkin dilakukan.

A. Nitrofurantoin
Pada dosis terapeutik, nitrofurantoin adalah bakterisidal untuk banyak bakteri
positif-gram dan negatif-gram; namun, P. aeruginosa dan banyak galur Proteus secara
inheren resisten. Nitrofurantoin memiliki mekanisme kerja yang kompleks yang
belum sepenuhnya dipahami. Aktivitas antibakteri tampaknya berkorelasi dengan
perubahan cepat nitrofurantoin intrasel menjadi zat-zat antara yang sangat reaktif oleh
reduktase bakteri. Zat-zat antara ini bereaksi secara non-spesifik dengan banyak
protein ribosom dan meng- ganggu sintesis protein, RNA, DNA, dan proses
metabolik. Belum diketahui mana dari berbagai efek nitrofurantoin tersebut yang
paling berperan atas aktivitas bakterisidal obat ini.
Tidak terdapat resistensi silang antara nitrofurantoin dan obat antimikroba
lain, dan resistensi muncul secara perlahan. Karena resistensi terhadap trimetoprim-
sulfometoksazol dan fluorokuinolon semakin sering dijumpai pada Escherichia coli,
nitrofurantoin kini menjadi obat oral alternatif penting untuk mengobati infeksi
saluran kemih non-komplikata.
Nitrofurantoin diserap baik setelah ingesti. Obat ini dimetabolisasi dan
diekskresikan sedemikian cepat sehingga tidak tercapai efek antibakteri sistemik.
Obat diekskresikan di urin oleh filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Dengan dosis
harian rerata, konsentrasi di urin akan mencapai 200 mcg/mL. Pada gagal ginjal,
kadar urin kurang memadai untuk efek antibakteri, sementara kadar tinggi di dalam
darah dapat menyebabkan toksisitas. Nitrofurantoin dikontraindikasikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal signifikan (klirens kreatinin < 60 mL/mnt).
Dosis untuk infeksi saluran kemih pada dewasa adalah 100 mg per oral empat
kali sehari. Obat jangan digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih atas.
Nitrofurantoin oral dapat diberikan selama berbulan-bulan untuk menekan infeksi
saluran kemih kronik. Sebaiknya pH urin dijaga di bawah 5,5 agar aktivitas obat
meningkat. Dosis tunggal harian nitrofurantoin 100 mg dapat mencegah infeksi
saluran kemih berulang pada sebagian wanita.
Anoreksia, mual, dan muntah adalah efek samping utama nitro- furantoin.
Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada pasien dengan defisiensi glukosa-6-
fosfat dehidrogenase. Nitrofurantoin melawan efek asam nalidiksat. Ruam, infiltrat
dan fibrosis paru, dan reaksi hipersensitivitas lain pernah dilaporkan.
B. Metenamin Mandelat & Metenamin Hipurat
Metenamin mandelat adalah garam asam mandelat dan metenamin serta
memiliki sifat-sifat kedua antiseptik saluran kemih ini. Metenamin hipurat adalah
garam dari asam hipurat dan metenamin. Pada pH di bawah 5,5, metenamin
membebaskan formaldehida, yang bersifat anti bakteri (lihat Aldehida, selanjutnya).
Asam mandelat atau asam hipurat yang diminum akan diekskresikan tanpa berubah di
urin, tempat kedua obat ini bersifat bakterisidal untuk beberapa bakteri negative gram
jika pH kurang dari 5,5.
Metenamin mandelat, 1 g empat kali sehari, atau metenamin hipurat, 1 g dua
kali sehari per oral (anak, masing-masing 50 mg/ kg/hari atau 30 mg/kg/hari),
digunakan sebagai antiseptik saluran kemih untuk menekan, bukan mengobati, infeksi
saluran kemih. Obat pengasam (mis.asam askorbat, 4-12 g/hari) dapat diberikan untuk
menurunkan pH urin di bawah 5,5. Sulfonamid jangan diberikan pada saat yang sama
karena dapat membentuk senyawa tak larut dengan formaldehida yang dibebaskan
oleh metenamin. Orang yang sedang mendapat metenamin mandelat mungkin
memperlihatkan hasil positif palsu yang meninggi pada tes untuk metabolit
katekolamin.

Diskusi

Secara umum antiseptic memiliki spektrum aktivitas yang luas. Mekanisme kerja
antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya dengan mendehidrasi
(mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan
di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri. Sebagaimana dinyatakan di atas, berbagai jenis
mikroorganisme berbeda dalam responsnya terhadap antiseptik. Ini tidak mengherankan
mengingat perbedaan struktur seluler, komposisi, dan fisiologi mereka. Secara tradisional,
kerentanan mikroba terhadap antiseptik dan desinfektan telah diklasifikasikan berdasarkan ini
perbedaan; dengan karya terbaru, klasifikasi ini dapat diperpanjang. Karena berbagai jenis
organisme bereaksi secara berbeda, akan lebih mudah untuk mempertimbangkan bakteri,
jamur, virus, protozoa, dan prion secara terpisah.

Ketahanan Bakteri terhadap Antiseptik dapat berupa properti alami dari suatu
organisme (intrinsik) atau diperoleh dengan mutasi atau akuisisi plasmid (replikasi diri, DNA
ekstrachromosomal) atau transfer (kaset kromosom atau pengintegrasian plasmid, kaset DNA
yang dapat ditransmisikan). Resistensi intrinsik ditunjukkan oleh bakteri gram negatif, spora
bakteri, mikobakteri, dan, dalam kondisi tertentu, stafilokokus. Resistensi yang dimediasi
oleh plasmid paling banyak dikaitkan dengan senyawa merkuri dan garam logam lainnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, resistensi yang didapat terhadap jenis biocides tertentu telah
diamati, terutama pada stafilokokus.

Alcohol adalah yang paling banyak digunakan. Alkohol menghambat sporulasi dan
perkecambahan spora tetapi efek ini reversibel. Karena kurangnya aktivitas sporicidal,
alkohol tidak dianjurkan untuk sterilisasi tetapi banyak digunakan untuk desinfeksi
permukaan keras dan antisepsis kulit. Konsentrasi yang lebih rendah juga dapat digunakan
sebagai pengawet dan untuk mempotensiasi aktivitas biocides lainnya. Banyak produk
alkohol termasuk rendahnya tingkat biosida lain (khususnya chlorhexidine).

Khloreksidin merupakan suatu bakterisida yang bekerja dengan cara merusak dinding
sel dan membran luar sel, sehingga mengakibatkan kebocoran intraseluler, dan pada akhirnya
koagulasi sitosol. Klorheksidin glukonat larut-air digunakan dalam sediaan berbasis air
sebagai antiseptik. Bahan ini aktif terhadap bakteri vegetatif dan mikobakteri serat memiliki
aktivitas moderat terhadap jamur dan virus. Klorheksidin melekat kuat ke membran bakteri,
menyebabkan kebocoran molekul kecil dan pengendapan protein sitoplasma. Khloreksidin
biasanya diindikasikan untuk perawatan gingivitis sedang hingga berat yang ditandai dengan
kemerahan dan pembengkakan gingiva, termasuk perdarahan gingiva saat probing.

Antiseptic turunan halogen berbasis iodium. Iodin dan iodofor digunakan untuk
antiseptic kulit sebelum pembedahan dan antiseptik luka. Turunan ini umumnya digunakan
dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5% dan mampu mengoksidasi dalam rentan waktu 10-
3- menit.

Antiseotik yang menginduksi kebocoran progresif unsur-unsur intraseluler, termasuk


pelepasan K, indeks pertama kerusakan membran adalah fenolat. Srivastava dan Thompson
mengusulkan bahwa fenol hanya bertindak pada titik pemisahan pasangan sel anak, dengan
sel bakteri muda lebih sensitif daripada sel yang lebih tua terhadap fenol.

Antiseptic Quartenery Ammonium Compound memiliki aktivitas


bakteriosid pada bakteri gram positif dan memiliki aktivitas sedang
dalam melawan bakteri gram negatif dengan inaktivasi enzim yang
berperan dalam produksi energy, denaturasi protein, dan kerusakan
membrane sel. Quartenary compound juga merupakan agen fungistatik,
sporostatik, dan berperan dalam menghambat pertumbuhan alga serta
inaktivasi virus lipofilik.

Antiseptic kuat namun tidak mengiritasi jaringan hidup adalah Hydrogen peroksida.
Secara umum, aktivitas yang lebih besar terlihat melawan bakteri gram positif daripada
bakteri gram negatif; Namun, keberadaan katalase atau peroksidase lain dalam organisme ini
dapat meningkatkan toleransi dengan adanya konsentrasi yang lebih rendah. H2O2 bertindak
sebagai oksidan dengan memproduksi radikal bebas hidroksil yang menyerang komponen sel
penting, termasuk lipid, protein, dan DNA.

Terdapat juga antiseptic yang digunakan untuk saluran kemih yaitu berupa obat oral yang
memiliki aktivitas antibakteri di urin, tetapi efek antibakteri sistemiknya sedikit atau tidak
ada. Manfaat mereka terbatas untuk infeksi saluran kemih bawah.

Referensi
Katzung, BG., Anthony, JT. 2015. Miscellanous Antimicrobial Agents; Desinfectant,
Antiseptic, & Sterilant. Basic & Clinical Pharmacology edisi 13. McGrawaHill Education.

Al-Adham I, Haddadin R, Collier P. 2013. Types of Microbicidal and Microbistatic Agents.


In: FRAISE AP, MAILLARD J-Y, SATTAR SA, editors. Russell, Hugo & Ayliffe’s
Principles and Practice of Disinfection, Preservation and Sterilization. 5th ed. Blackwell
Publishing;

Foddai ACG, Grant IR, Dean M. 2016. Efficacy of Instant Hand Sanitizers against
Foodborne Pathogens Compared with Hand Washing with Soap and Water in Food
Preparation Settings: A Systematic Review. J Food Prot. 2016;79(6):1040–54.

Castillo, AR., Fabian, GR., Jose, JRJ. Bactericidal Efficacy of Hydrogen Peroxide-Based
Disinfectants Against Gram-Positive and Gram-Negative Bacteria on Stainless Steel
Surfaces. Journal of Food Science. 2017.

Riberio MM., Neuman VA., Padoveze MC., Graziano. 2015. Efficacy and effectiveness of
alcohol in the disinfection of semi-critical materials: a systematic review. Rev. Latino-Am.
Enfermagem Review Article 2015 July-Aug.;23(4):741-52

Kusuma Y., Pinatih KJP., Hendrayana MA. 2019. Efek Sinergis Kombinasi Chlorhexidine
Dan Alkohol Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Staphylococcus Aureus. E-JURNAL
MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019
Prameswari N. 2015. Desinfektan Dan Antiseptik. Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Prodi D-Iii Keperawatan Sidoarjo Tahun Ajaran 2014 / 2015

Anda mungkin juga menyukai