ANTISEPTIK
Disusun oleh :
Syenia Ramandha
(021811133077)
2020
Antiseptik
Pendahuluan
Antiseptik digunakan secara luas di rumah sakit dan tempat perawatan kesehatan
lainnya untuk berbagai aplikasi topikal dan permukaan keras. Secara khusus antiseptik adalah
bagian penting dari praktik pengendalian infeksi dan bantuan dalam pencegahan infeksi
nosokomial. Kekhawatiran yang meningkat atas potensi kontaminasi mikroba dan risiko
infeksi di pasar makanan dan konsumen umum juga telah menyebabkan peningkatan
penggunaan antiseptik oleh masyarakat umum.
Antiseptik merupakan suatu zat kimia yang memiliki kerja untuk menghancurkan
mikroorganisme ataupun menghambat kerjanya, sehingga dapat mencegah terjadinya suatu
infeksi. Antiseptik adalah obat disinfeksi dengan toksisitas yang cukup rendah untuk sel
pejamu sehingga dapat digunakan langsung pada kulit, membran mukosa, atau Iuka. Sterilan
mematikan sel vegetatif dan spora jika diaplikasikan ke bahan untuk waktu dan suhu yang
sesuai.
Alkohol
Dua alkohol yang paling sering digunakan sebagai antiseptik dan disinfeksi adalah
etanol dan isopropil alkohol (isopropanol). Keduanya cepat aktif, mematikan bakteri
vegetatif, Mycobacterium tuberculosis, dan banyak jamur, serta menginaktifkan virus
lipofilik. Konsentrasi bakterisidal optimal adalah 60-90% volume dalam air. Keduanya
mungkin bekerja melalui denaturasi protein. Alkohol berguna dalam situasi situasi ketika
tidak tersedia wadah dengan air mengalir untuk pencucian menggunakan air dan sabun.
Efeknya yang mengeringkan kulit dapat dikurangi secara parsial dengan penambahan
emolien ke dalam sediaan. Pemakaian pembersih tangan berbasis alkohol terbukti
mengurangi penularan patogen bakteri terkait-petugas kesehatan dan dianjurkan oleh Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) sebagai metode dekontaminasi tangan yang baku.
Pencuci tangan berbasis alkohol tidak efektif terhadap spora C. difficile, dan tetap diperlukan
pencucian tangan dengan air dan sabun untuk dekontaminasi setelah merawat pasien yang
terinfeksi oleh organisme ini.
Alkohol dapat terbakar dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan berventilasi
baik. Mereka harus dibiarkan menguap sebelum tindakan kauterisasi, bedah listrik, atau
bedah laser. Alkohol dapat merusak jika diaplikasikan langsung ke kornea. Karena itu, alat
misalnya tonometer yang telah didisinfeksi dalam alkohol harus dibilas dengan air steril, atau
alkoholnya dibiarkan menguap sebelum digunakan.
Klorheksidin
Halogen
turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium,
iodofor dan klorin.
1. Iodium
lodium dalam larutan 1:20.000 bersifat bakterisidal dalam 1 menit dan mematikan
spora dalam 15 menit. Tingtura iodium USP mengandung iodium 2% dan natrium
iodida 2,4% dalam alkohol. Ini adalah antiseptik paling aktif untuk kulit utuh. Bahan
ini tidak sering digunakan karena diketahui dapat memicu reaksi hipersensi tivitas
serius serta mungkin mewarnai baju dan pembalut.
2. lodofor
Iodofor adalah kompleks iodium dengan bahan aktif permukaan, misalnya
polivinil pirolidon (PVP; povidon-iodium). Iodofor mempertahankan aktivitas
iodium. Bahan golongan ini mematikan bakteri vegetatif, mikobakteri, jamur, dan
virus yang mengandung lemak. Mereka dapat bersifat sporisidal pada pemajanan yang
berkepanjangan. Iodofor dapat digunakan sebagai antiseptik atau disinfektan, yang
terakhir mengandung lebih banyak iodium. Jumlah iodium bebas rendah, tetapi bahan
ini dibebaskan ketika larutan diencerkan. Larutan iodofor harus diencerkan sesuai
petunjuk produsen agar diperoleh aktivitas penuh.
Iodofor lebih jarang mengiritasi dan menyebabkan hipersensitivitas kulit
dibandingkan dengan tingtura iodium. Mereka memerlukan waktu pengeringan pada
kulit sebelum menjadi aktif, dan hal ini merupakan kekurangan bahan ini. Meskipun
bahan ini memiliki spektrum aktivitas yang agak luas dibandingkan dengan klorheksi-
din, aktivitasnya di kulit tidak menetap.
3. Klorin
Klorin adalah suatu bahan pengoksidasi kuat serta disinfektan universal yang
paling sering terdapat sebagai larutan natrium hipoklorit 5,25%, yaitu preparat tipikal
untuk pemutih rumah tangga. Karena sediaan mungkin beragam, konsentrasi pasti
perlu diverifikasi di label. Larutan 1:10 pemutih rumah tangga mengandung 5000
ppm klorin. CDC menganjurkan konsentrasi ini untuk disinfeksi cemaran darah.
Kurang dari 5 ppm dapat memati- kan bakteri vegetatif, sementara diperlukan hingga
5000 ppm untuk mematikan spora. Konsentrasi 1000-10.000 ppm bersifat
tuberkulosidal. Seratus ppm mematikan sel jamur vegetatif dalam 1 jam, tetapi spora
jamur memerlukan 500 ppm. Virus diinaktifkan oleh 200-500 ppm. Pengenceran
natrium hipoklorit 5,25% dalam air keran dengan pH 7,5- 8,0 mempertahankan
aktivitas mereka selama berbulan-bulan jika disimpan dalam wadah opak yang
tertutup rapat. Membuka dan menutup wadah berulang kali akan sangat mengurangi
aktivitas.
Karena klorin diinaktifkan oleh darah, serum, tinja, dan bahan yang mengandung
protein, permukaan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum disinfektan klorin
diaplikasikan. Asam hipoklorosa (HOCl) yang tidak berdisosiasi merupakan bahan
biosidal y:mg aktif. Jika pH meningkat, terbentuk ion hipoklorit, OCI -, yang kurang
aktif. Jika larutan hipoklorit berkontak dengan formaldehida, dapat terbentuk
karsinogen bisklorometil. Terjadi evolusi cepat gas klorin yang iritatif jika larutan
hipoklorit dicampur dengan asam dan urin. Larutan bersifat korosif terhadap
aluminum, perak, dan stainless steel. Senyawa pembentuk klorin alternatif adalah
klorin dioksida dan kloramin T. Bahan-bahan ini menahan klorin lebih lama serta
memiliki efek bakterisidal yang berkepanjangan.
Fenolat
Fenol itu sendiri (mungkin antiseptik bedah paling tua) tidak lagi digunakan, bahkan
sebagai disinfektan karena efek korosifnya pada jaringan, toksisitasnya jika terserap, dan efek
karsinogeniknya. Efek-efek merugikan ini dikurangi dengan membentuk turunan-turunan
dengan cara sebuah gugus fungsional menggantikan sebuah atom hidrogen di cincin
aromatik. Bahan fenolik yang paling sering digunakan adalah o-fenilfenol, o-benzil-p-
klorofenol, dan p-tersier amilfenol. Sering digunakan campuran turunan-turunan fenol.
Sebagiannya berasal dari sulingan ter batubara, mis. kresol dan xilenol. Penyerapan kulit dan
iritasi kulit tetap terjadi dengan turunan ini, dan diperlukan penanganan yang hati-hati dalam
menggunakan bahan-bahan ini. Deterjen sering ditambahkan ke dalam sediaan untuk
membersihkan dan menyingkirkan bahan organik yang dapat menurunkan aktivitas suatu
senyawa fenol. Absorbsi derivate fenol oleh kulit masih menyisakan sedikit efek iritasi kulit.
Komponen fenol dapat merusak membrane dan dinding sel, pengendapan protein, dan
inaktivasi enzim. Fenolic memiliki kemampuan bakterisid dan fungisid serta dapat
menginaktivasi virus lipofilik namun tidak dapat berfungsi sebagai sporosid. Bahan ini tidak
bersifat sporisidal. Petunjuk pengenceran dan waktu pajanan yang dibuat oleh produsen perlu
ditaati. Fenolik tidak direkomendasikan untuk bayi atau anak-anak dimana penggunaannya
dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia.
Hydrogen peroksida
Hidrogen peroksida (H2O2) adalah agen oksidasi, merupakan antiseptik kuat namun
tidak mengiritasi jaringan hidup. Senyawa ini dapat diaplikasikan sebagai antiseptik pada
membrane mukosa. Kelemahan dari zat ini adalah harus selalu dijaga kondisinya karena zat
ini mudah mengalami kerusakan ketika kehilangan oksigen.
Senyawa ini adalah antiseptik yang paling kuat. Merkuri klorida (HgCl) dapat
digunakan untuk mencuci tangan dengan perbandingan dalam air 1:1000. Senyawa ini dapat
membunuh hampir semua jenis bakteri dalam beberapa menit.Kelemahan dari senyawa ini
adalah berkemungkinan besar mengiritasi jaringan karena daya kerja antimikrobanya yang
sangat kuat.
Antiseptik saluran kemih adalah obat oral yang memiliki aktivitas antibakteri di urin,
tetapi efek antibakteri sistemiknya sedikit atau tidak ada. Manfaat mereka terbatas untuk
infeksi saluran kemih bawah. Pada infeksi saluran kemih kronik atau berulang, penekanan
bakteriuria jangka-panjang dengan antiseptik saluran kemih mungkin lebih baik apabila
eradikasi infeksi dengan terapi sistemik jangka-pendek tidak mungkin dilakukan.
A. Nitrofurantoin
Pada dosis terapeutik, nitrofurantoin adalah bakterisidal untuk banyak bakteri
positif-gram dan negatif-gram; namun, P. aeruginosa dan banyak galur Proteus secara
inheren resisten. Nitrofurantoin memiliki mekanisme kerja yang kompleks yang
belum sepenuhnya dipahami. Aktivitas antibakteri tampaknya berkorelasi dengan
perubahan cepat nitrofurantoin intrasel menjadi zat-zat antara yang sangat reaktif oleh
reduktase bakteri. Zat-zat antara ini bereaksi secara non-spesifik dengan banyak
protein ribosom dan meng- ganggu sintesis protein, RNA, DNA, dan proses
metabolik. Belum diketahui mana dari berbagai efek nitrofurantoin tersebut yang
paling berperan atas aktivitas bakterisidal obat ini.
Tidak terdapat resistensi silang antara nitrofurantoin dan obat antimikroba
lain, dan resistensi muncul secara perlahan. Karena resistensi terhadap trimetoprim-
sulfometoksazol dan fluorokuinolon semakin sering dijumpai pada Escherichia coli,
nitrofurantoin kini menjadi obat oral alternatif penting untuk mengobati infeksi
saluran kemih non-komplikata.
Nitrofurantoin diserap baik setelah ingesti. Obat ini dimetabolisasi dan
diekskresikan sedemikian cepat sehingga tidak tercapai efek antibakteri sistemik.
Obat diekskresikan di urin oleh filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Dengan dosis
harian rerata, konsentrasi di urin akan mencapai 200 mcg/mL. Pada gagal ginjal,
kadar urin kurang memadai untuk efek antibakteri, sementara kadar tinggi di dalam
darah dapat menyebabkan toksisitas. Nitrofurantoin dikontraindikasikan pada pasien
dengan insufisiensi ginjal signifikan (klirens kreatinin < 60 mL/mnt).
Dosis untuk infeksi saluran kemih pada dewasa adalah 100 mg per oral empat
kali sehari. Obat jangan digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih atas.
Nitrofurantoin oral dapat diberikan selama berbulan-bulan untuk menekan infeksi
saluran kemih kronik. Sebaiknya pH urin dijaga di bawah 5,5 agar aktivitas obat
meningkat. Dosis tunggal harian nitrofurantoin 100 mg dapat mencegah infeksi
saluran kemih berulang pada sebagian wanita.
Anoreksia, mual, dan muntah adalah efek samping utama nitro- furantoin.
Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada pasien dengan defisiensi glukosa-6-
fosfat dehidrogenase. Nitrofurantoin melawan efek asam nalidiksat. Ruam, infiltrat
dan fibrosis paru, dan reaksi hipersensitivitas lain pernah dilaporkan.
B. Metenamin Mandelat & Metenamin Hipurat
Metenamin mandelat adalah garam asam mandelat dan metenamin serta
memiliki sifat-sifat kedua antiseptik saluran kemih ini. Metenamin hipurat adalah
garam dari asam hipurat dan metenamin. Pada pH di bawah 5,5, metenamin
membebaskan formaldehida, yang bersifat anti bakteri (lihat Aldehida, selanjutnya).
Asam mandelat atau asam hipurat yang diminum akan diekskresikan tanpa berubah di
urin, tempat kedua obat ini bersifat bakterisidal untuk beberapa bakteri negative gram
jika pH kurang dari 5,5.
Metenamin mandelat, 1 g empat kali sehari, atau metenamin hipurat, 1 g dua
kali sehari per oral (anak, masing-masing 50 mg/ kg/hari atau 30 mg/kg/hari),
digunakan sebagai antiseptik saluran kemih untuk menekan, bukan mengobati, infeksi
saluran kemih. Obat pengasam (mis.asam askorbat, 4-12 g/hari) dapat diberikan untuk
menurunkan pH urin di bawah 5,5. Sulfonamid jangan diberikan pada saat yang sama
karena dapat membentuk senyawa tak larut dengan formaldehida yang dibebaskan
oleh metenamin. Orang yang sedang mendapat metenamin mandelat mungkin
memperlihatkan hasil positif palsu yang meninggi pada tes untuk metabolit
katekolamin.
Diskusi
Secara umum antiseptic memiliki spektrum aktivitas yang luas. Mekanisme kerja
antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya dengan mendehidrasi
(mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan
di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri. Sebagaimana dinyatakan di atas, berbagai jenis
mikroorganisme berbeda dalam responsnya terhadap antiseptik. Ini tidak mengherankan
mengingat perbedaan struktur seluler, komposisi, dan fisiologi mereka. Secara tradisional,
kerentanan mikroba terhadap antiseptik dan desinfektan telah diklasifikasikan berdasarkan ini
perbedaan; dengan karya terbaru, klasifikasi ini dapat diperpanjang. Karena berbagai jenis
organisme bereaksi secara berbeda, akan lebih mudah untuk mempertimbangkan bakteri,
jamur, virus, protozoa, dan prion secara terpisah.
Ketahanan Bakteri terhadap Antiseptik dapat berupa properti alami dari suatu
organisme (intrinsik) atau diperoleh dengan mutasi atau akuisisi plasmid (replikasi diri, DNA
ekstrachromosomal) atau transfer (kaset kromosom atau pengintegrasian plasmid, kaset DNA
yang dapat ditransmisikan). Resistensi intrinsik ditunjukkan oleh bakteri gram negatif, spora
bakteri, mikobakteri, dan, dalam kondisi tertentu, stafilokokus. Resistensi yang dimediasi
oleh plasmid paling banyak dikaitkan dengan senyawa merkuri dan garam logam lainnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, resistensi yang didapat terhadap jenis biocides tertentu telah
diamati, terutama pada stafilokokus.
Alcohol adalah yang paling banyak digunakan. Alkohol menghambat sporulasi dan
perkecambahan spora tetapi efek ini reversibel. Karena kurangnya aktivitas sporicidal,
alkohol tidak dianjurkan untuk sterilisasi tetapi banyak digunakan untuk desinfeksi
permukaan keras dan antisepsis kulit. Konsentrasi yang lebih rendah juga dapat digunakan
sebagai pengawet dan untuk mempotensiasi aktivitas biocides lainnya. Banyak produk
alkohol termasuk rendahnya tingkat biosida lain (khususnya chlorhexidine).
Khloreksidin merupakan suatu bakterisida yang bekerja dengan cara merusak dinding
sel dan membran luar sel, sehingga mengakibatkan kebocoran intraseluler, dan pada akhirnya
koagulasi sitosol. Klorheksidin glukonat larut-air digunakan dalam sediaan berbasis air
sebagai antiseptik. Bahan ini aktif terhadap bakteri vegetatif dan mikobakteri serat memiliki
aktivitas moderat terhadap jamur dan virus. Klorheksidin melekat kuat ke membran bakteri,
menyebabkan kebocoran molekul kecil dan pengendapan protein sitoplasma. Khloreksidin
biasanya diindikasikan untuk perawatan gingivitis sedang hingga berat yang ditandai dengan
kemerahan dan pembengkakan gingiva, termasuk perdarahan gingiva saat probing.
Antiseptic turunan halogen berbasis iodium. Iodin dan iodofor digunakan untuk
antiseptic kulit sebelum pembedahan dan antiseptik luka. Turunan ini umumnya digunakan
dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5% dan mampu mengoksidasi dalam rentan waktu 10-
3- menit.
Antiseptic kuat namun tidak mengiritasi jaringan hidup adalah Hydrogen peroksida.
Secara umum, aktivitas yang lebih besar terlihat melawan bakteri gram positif daripada
bakteri gram negatif; Namun, keberadaan katalase atau peroksidase lain dalam organisme ini
dapat meningkatkan toleransi dengan adanya konsentrasi yang lebih rendah. H2O2 bertindak
sebagai oksidan dengan memproduksi radikal bebas hidroksil yang menyerang komponen sel
penting, termasuk lipid, protein, dan DNA.
Terdapat juga antiseptic yang digunakan untuk saluran kemih yaitu berupa obat oral yang
memiliki aktivitas antibakteri di urin, tetapi efek antibakteri sistemiknya sedikit atau tidak
ada. Manfaat mereka terbatas untuk infeksi saluran kemih bawah.
Referensi
Katzung, BG., Anthony, JT. 2015. Miscellanous Antimicrobial Agents; Desinfectant,
Antiseptic, & Sterilant. Basic & Clinical Pharmacology edisi 13. McGrawaHill Education.
Foddai ACG, Grant IR, Dean M. 2016. Efficacy of Instant Hand Sanitizers against
Foodborne Pathogens Compared with Hand Washing with Soap and Water in Food
Preparation Settings: A Systematic Review. J Food Prot. 2016;79(6):1040–54.
Castillo, AR., Fabian, GR., Jose, JRJ. Bactericidal Efficacy of Hydrogen Peroxide-Based
Disinfectants Against Gram-Positive and Gram-Negative Bacteria on Stainless Steel
Surfaces. Journal of Food Science. 2017.
Riberio MM., Neuman VA., Padoveze MC., Graziano. 2015. Efficacy and effectiveness of
alcohol in the disinfection of semi-critical materials: a systematic review. Rev. Latino-Am.
Enfermagem Review Article 2015 July-Aug.;23(4):741-52
Kusuma Y., Pinatih KJP., Hendrayana MA. 2019. Efek Sinergis Kombinasi Chlorhexidine
Dan Alkohol Terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Staphylococcus Aureus. E-JURNAL
MEDIKA, VOL. 8 NO.3 MARET, 2019
Prameswari N. 2015. Desinfektan Dan Antiseptik. Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
Prodi D-Iii Keperawatan Sidoarjo Tahun Ajaran 2014 / 2015