Anda di halaman 1dari 15

BARU

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

Topik : ​Glass Ionomer Cement ​(GIC)


Kelompok : B4
Tgl. Praktikum : 15 Oktober 2019
Pembimbing : Prof. Dr. Anita Yuliati drg., M.Kes

Penyusun:
1. Adellia Monica C. 021811133075
2. Ratu Sofia Nuraini 021811133076
3. Syenia Ramandha 021811133077
4. Veda Sahasika A. N. 021811133078
5. Laili Adi N.Q. 021811133079

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
1. TUJUAN
a. Mahasiswa mampu memanipulasi GIC untuk material restorasi menggunakan alat
dengan benar
b. Mahasiswa mampu membedakan ​setting time GIC berdasarkan variasi rasio
bubuk/cairan dengan benar

2. ALAT DAN BAHAN


2.1 Bahan
a. Bubuk dan cairan GIC Tipe 2 (Universal)
b. Bubuk dan cairan GIC Tipe 9 (Posterior)

2.2 Alat
a. Pengaduk plastik/spatel
b. Glass lab
c. Cetakan teflon ukuran diameter 5 mm, tebal 2 mm
d. Plastic filling instrument
e. Sonde
f. Paper pad
g. Stopwatch

1
Gambar 1. ​Alat dan Bahan Praktikum : a. Bubuk dan cairan GIC Tipe 2 (Universal)
b. Bubuk dan cairan GIC Tipe 9 (Posterior) c. ​Glass lab d​ .Cetakan teflon e. ​Plastic
filling instrument ​f. Sonde g. Pengaduk plastik/spatel h.​Paper pad

3. CARA KERJA
a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan di atas meja
praktikum.
1. Cetakan teflon diletakkan di atas g​ lass lab.​
2. Dalam praktikum ini dilakukan dengan menggunakan 3 perlakuan, yaitu konsistensi
kental ( 5​​ /​4 sendok
​ takar), normal (1 sendok takar), dan encer ( 3​​ /​4 sendok
​ takar).
3. Botol bubuk GIC dikocok terlebih dahulu.
4. Untuk konsistensi normal, bubuk GIC diambil sebanyak 1 sendok takar bubuk GIC
dengan memiringkan posisi botol bubuk GIC tanpa menyentuh dinding botol,
kemudian bubuk diratakan dengan menempelkan ​sendok takar pada ​stopper ​botol
sampai bubuk rata dan tidak ada kelebihan bubuk pada tangkai sendok. Setelah itu,
diletakkan di atas ​paper pad​ dan dibagi menjadi dua bagian.
5. Cairan GIC diteteskan sebanyak 1 tetes di atas ​paper pad di dekat bubuk dengan cara
botol dipegang secara vertikal 1 cm di atas ​paper pad k​ emudian ditekan
perlahan hingga menetes. Diusahakan agar tidak ada gelembung udara.
6. Stopwatch disiapkan untuk mencatat waktu.
7. Pada bubuk bagian pertama dicampurkan dengan cairan selama 10 detik dengan
menggunakan spatel agar homogen. Kemudian ditambahkan bubuk bagian kedua
diaduk kurang lebih selama 25-30 detik (maksimal 60 detik) sampai homogen.
pengadukan dilakukan dengan ​folding method u​ ntuk mempertahankan struktur gel.
8. Hasil pengadukan GIC yang sudah homogen dikumpulkan pada ujung spatel dan
diletakkan pada permukaan ​plastic filling instrument lalu dipindahkan pada lubang
cetakan teflon kemudian permukaan diratakan (stopwatch masih tetap hidup).
9. Untuk memeriksa ​setting time,​ permukaan GIC ditekan menggunakan sonde
secara perlahan. Pengecekan dilakukan dengan interval waktu 5 detik untuk setiap
kali tusukan. Tanda bahwa GIC sudah ​setting ​adalah dengan tidak adanya bekas

2
tusukan sonde pada permukaan sampel. Pada saat tersebut, ​stopwatch ​ dihentikan dan
waktu dicatat.
10. Setting time ​dicatat sejak awal pencampuran hingga semen mengeras.
11. Setelah GIC mengeras dilepas daari cetakan.
12. Percobaan konsistensi kental dan konsistensi encer dilakukan dengan mengulangi
langkah ke - 4 sampai ke - 12, hanya perbedaan pada rasio bubuk saja.

4. HASIL PRAKTIKUM

Tipe Percobaan Konsistensi W/P ​Ratio Setting time Rata-rata


ke-

Universal 1.1 Normal 1:1 6 menit 35 detik 6 menit 22 detik

1.2 5 menit 55 detik

1.3 6 menit 20 detik

1.4 7 menit 4 detik

1.5 5 menit 13 detik

2.1 Encer ¼:1 7 menit 23 detik 7 menit 6 detik

2.2 7 menit 32 detik

2.3 7 menit 55 detik

3.1 Kental 5/4 : 1 4 menit 35 detik 4 menit 7 detik

3.2 4 menit 47 detik

Poesterior 1.1 Normal 1:1 7 menit 6 menit 40 detik

1.2 5 menit 26 detik

1.3 6 menit 45 detik

2.1 Encer ¼:1 5 menit 46 detik 4 menit 42 detik

2.2 7 menit 30 detik

3.1 Kental 5/4 : 1 5 menit 5 menit 55 detik

3
3.2 6 menit 5 detik

3.3 5 menit 35 detik

5. PEMBAHASAN
GIC merupakan bahan yang terbentuk dari reaksi bubuk kaca dengan asam
poliakrilik. Glass ionomer cement mulai dikembangkan pada tahun 1970-an dengan
tujuan dapat digunakan sebagai bahan semen yang lebih mampu untuk melindungi
pulpa gigi dari kerusakan dan memiliki sifat klinis yang lebih tinggi. Penggunaan
asam poliakrilat dalam pembuatan GIC memiliki tujuan untuk perlekatan GIC pada
struktur gigi. GIC dianggap lebih unggul daripada banyak jenis semen karena itu
adherent dan ​translucent.​ Terdapat beberapa jenis GIC dengan formulasi yang
berbeda yang tersedia sehingga dapat digunakan sesuai pada klinis yang dibutuhkan.
Keberadaan dari polimer yang larut dalam air dan monomer yang dapat dipolimerisasi
menggantikan bagian dari konten cair pada GIC. Partikel logam, logam keramik, dan
keramik telah ditambahkan pada beberapa produk GIC untuk meningkatkan sifat
mekanik dari bahan tersebut. Bahkan, beberapa formulasi baru lainnya dapat
dipolimerisasi dengan chemical-cured, light-cured, atau penggabungan dari keduanya.
GIC juga dapat digunakan untuk restorasi estetika gigi anterior, misalnya pada karies
kelas III dan V, baik sebagai ​luting​, ​adherent untuk alat ortodontik, ​intermediate
restoration​, sebagai ​pit and fissure sealant, ​liner dan basis, maupun sebagai ​core
build-up material​ (Anusavice, 2013, hal. 320).

Klasifikasi GIC
Klasifikasi GIC dikelompokkan berdasarkan fungsi klinis yang dibutuhkan.
GIC diklasifikasikan dalam 3 tipe, yang memiliki fungsi berbeda masing-masing
tipenya. Pembagian klasifikasi GIC, antara lain,
1. Tipe I, digunakan untuk ​luting crown, bridge,​ dan braket ortodontik.
2. Tipe IIa, digunakan untuk semen pada restorasi estetik.
3. Tipe IIb, digunakan untuk semen pada restorasi yang membutuhkan kekuatan
lebih.
4. Tipe III, digunakan untuk ​liner​ dan basis. (Anusavice, 2013, hal. 320).

4
Pada praktikum ini, jenis GIC yang digunakan adalah GIC tipe II, ​universal
restorative cement​, dan tipe IX, ​posterior restorative cement, yang memiliki
kemiripan dengan GIC tipe II berdasarkan klasifikasi diatas.

Komposisi GIC
GIC merupakan campuran ​powder dan ​liquid​. Komposisi yang terdapat pada
powder yaitu terdapat ​sodium aluminosilicate glass yang mengandung 20% CaF dan
aditif minor lainnya. Sedangkan pada ​liquid komposisi yang terdapat didalamnya
yaitu larutan asam akrilat atau kopolimer asam itakonat, larutan dari asam maleat atau
kopolimer maleat serta asam tartarat dalam beberapa produk untuk mengontrol reaksi.
komponen pada ​liquid adalah 50% larutan poliasam akrilik. Gelasi poliasam terjadi
karena ikatan hidrogen antar molekul. Gelasi dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
menggunakan kopolimer bukan homopolimer. Ini menciptakan penghalang sterik
yang cukup untuk mencegah adanya ikatan hidrogen (Walls dan Mccabe. 2008).
Bahan ​powder dan ​liquid menurut Walls dan Mccabe terdiri dari dua jenis;
keduanya terdiri dari ​powder yang mengandung ​vacuum dried polyacid​, selain
powder ​glass​. Untuk beberapa bahan ini dicampur dengan liquid untuk membantu
proporsi reaksi . Dengan produk lain larutan asam tartarat encer. Untuk
produk-produk dimana poliasam membentuk bagian dari komponen bubuk, dapat
menggunakan kembali homopolimer asam akrilat atau maleat atau kopolimer dari
kedua asam ini karena tidak terdapat gelasi dalam bentuk padat. Semen yang
terbentuk dari homopolimer ini cenderung memiliki karakteristik fisik yang lebih baik
bila dibandingkan dengan yang terbentuk dari kopolimer asam.

Reaksi Setting
Struktur asam poliakrilat terdiri dari unit berulang yang berasal dari asam
akrilat dengan gugus asam karboksilat reaktif pada atom karbon alternatif di
sepanjang rantai polimer. Asam polimaleat memiliki struktur yang serupa kecuali
pada gugus asam pada setiap atom karbon pada rantai polimer. Oleh karena itu, untuk
panjang rantai tertentu ada dua kali lebih banyak gugus asam karboksilat dalam asam
polimaleat dibandingkan dengan asam poliakrilat. Reaksi pengaturan melibatkan
pembentukan garam melalui reaksi kelompok asam dengan kation dilepaskan dari

5
permukaan ​glass.​ Sifat garamnya ​polyalkeate-cross-linked (​ b) (Walls dan Mccabe.
2008).

Pada pencampuran ​powder dan ​liquid asam perlahan-lahan menurunkan


lapisan luar partikel ​glass ​dan melepaskan ion Ca2 + dan Al3 +. Selama tahap awal
pengaturan, Ca2 + dilepaskan lebih cepat dan bertanggung jawab untuk bereaksi
dengan poliasam untuk membentuk produk reaksi. Selajutnya Al3 + dilepaskan lebih
lambat dan menjadi terlibat dalam pengaturan pada tahap selanjutnya reaksi ini sering
disebut sebagai tahap reaksi sekunder. Tahap kedua dari reaksi pengaturan melibatkan
penggabungan jumlah aluminium dalam struktur matriks yang signifikan dan
menghasilkan pematangan yang nyata dari sifat fisik material. Sebelum pada tahap
ini, bahan masih sangat lemah dan mudah larut (Walls dan Mccabe. 2008).

Asam tartarat memiliki peran penting dalam mengendalikan karakteristik


pengaturan material yaitu membantu memecah lapisan permukaan partikel-partikel
glass​, dengan cepat melepaskan ion aluminium yang mengalami pembentukan
kompleks. Karenanya ion aluminium tidak segera tersedia untuk bereaksi dengan
poliasam. Onset awal pengaturan selanjutnya dihambat oleh asam tartarat yang
mencegah pelepasan dan ionisasi rantai poliasam. Ketika konsentrasi aluminium
terlarut mencapai tingkat tertentu, tahap kedua reaksi pengaturan berlangsung dengan
cepat. Asam tartarat membantu pembentukan kompleks antara poliasam dan ion
aluminium trivalen dengan mengatasi masalah sterik yang dapat terjadi ketika ion
aluminium mencoba pembentukan garam dengan tiga gugus asam karboksilat (Walls
dan Mccabe. 2008).

6
Faktor yang mempengaruhi setting time GIC antara lain pengaruh suhu,
pengaruh W/P ratio, ukuran partikel, dan penambahan asam tartarat. Ukuran partikel
powder maksimum untuk restorasi adalah 50 um dan 15um untuk lutting
agent.Penambahan asam tartarat juga mempengaruhi setting time. Asam tartarat akan
memperpanjang working time tapi memperpendek setting time.
W/P ratio sangat berpengaruh terhadap setting time. Semakin rendah
konsistensinya (encer) maka akan semakin lama settingnya (Iqbal k, 2009). Hal
tersebut dikarenakan dengan w/p ratio tinggi membuat bubuk akan menghasilkan
Ca2+ dan Al3+ dengan jumlah yang sedikit. Cross link yang terjadi antara kation
dengan polyacid yang membentuk polyalkenoate akan berlangsung lebih lama karena
terdapat sisa asam yang menunggu kation dari bubuk terurai untuk melakukan
cross-link sehingga waktu pengerasan berjalan lambat.
Pada saat menggunakan glass ionomer cement dalam konsistensi kental
didapatkan setting lime lebih cepat dibandingkan dengan saat konsistensi encer. Pada
rasio kental, ratio bubuk dan cairan yang tinggi akan mengakibatkan setting time yang
cepat karena bubuk semen glass ionomer akan menghasilkan Ca2+ dan Al3+ lebih
banyak dibanding cairan asam. Cross-link yang terjadi antara kation dengan polyacid
membentuk polyalkenoate tidak perlu menunggu terurainya kation sehingga proses
pengerasan berlangsung cepat.
Percobaan pengadukan GIC tipe posterior menghasilkan setting time yang
lebih panjang dibandingkan dengan GIC tipe universal. Hal ini dikarenakan restorasi
posterior membutuhkan compressive strength dan sifat fisik yang lebih tahan lama
sehingga unsur seperti fluor, alumina, dan bahan lainnya pada komposisinya beberapa
ditambahkan termasuk juga konsentrasi dari asam. Oleh karena itu, butuh waktu lebih
lama untuk proses cross linking dan pelepasan ion-ion oleh asam poliakrilat

6. KESIMPULAN
Setting time GIC dipengaruhi oleh rasio antara bubuk dan cairan. Semakin
besar rasio bubuk dan cairan (konsistensi kental) maka ​setting time ​GIC semakin
cepat.

7
Daftar Pustaka
Walls AWG, Mccabe JF. Applied dental materials 9th ed. Munksgaard : Blackwell,
2008 : 110
Anusavice, K. J., Shen, C., dan Rawls, H. R. 2013. Phillips' Science of Dental
Materials. 12th ed. Florida: Elsevier.
Iqbal K, Islam SA, Ahmad I, Asmat M, Aminuddin M. 2009. Variation in powder and
liquid ratio of a restorative and luting glass ionomer cement in dental clinic. Journal of the
college of physicians and surgeon Pakistan. Vol. 19 (7): 464

8
9
10
11
12
13
13.

14

Anda mungkin juga menyukai