Penyusun:
1. Adellia Monica C. 021811133075
2. Ratu Sofia Nuraini 021811133076
3. Syenia Ramandha 021811133077
4. Veda Sahasika A. N. 021811133078
5. Laili Adi N.Q. 021811133079
2.2 Alat
a. Pengaduk plastik/spatel
b. Glass lab
c. Cetakan teflon ukuran diameter 5 mm, tebal 2 mm
d. Plastic filling instrument
e. Sonde
f. Paper pad
g. Stopwatch
1
Gambar 1. Alat dan Bahan Praktikum : a. Bubuk dan cairan GIC Tipe 2 (Universal)
b. Bubuk dan cairan GIC Tipe 9 (Posterior) c. Glass lab d .Cetakan teflon e. Plastic
filling instrument f. Sonde g. Pengaduk plastik/spatel h.Paper pad
3. CARA KERJA
a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan di atas meja
praktikum.
1. Cetakan teflon diletakkan di atas g lass lab.
2. Dalam praktikum ini dilakukan dengan menggunakan 3 perlakuan, yaitu konsistensi
kental ( 5 /4 sendok
takar), normal (1 sendok takar), dan encer ( 3 /4 sendok
takar).
3. Botol bubuk GIC dikocok terlebih dahulu.
4. Untuk konsistensi normal, bubuk GIC diambil sebanyak 1 sendok takar bubuk GIC
dengan memiringkan posisi botol bubuk GIC tanpa menyentuh dinding botol,
kemudian bubuk diratakan dengan menempelkan sendok takar pada stopper botol
sampai bubuk rata dan tidak ada kelebihan bubuk pada tangkai sendok. Setelah itu,
diletakkan di atas paper pad dan dibagi menjadi dua bagian.
5. Cairan GIC diteteskan sebanyak 1 tetes di atas paper pad di dekat bubuk dengan cara
botol dipegang secara vertikal 1 cm di atas paper pad k emudian ditekan
perlahan hingga menetes. Diusahakan agar tidak ada gelembung udara.
6. Stopwatch disiapkan untuk mencatat waktu.
7. Pada bubuk bagian pertama dicampurkan dengan cairan selama 10 detik dengan
menggunakan spatel agar homogen. Kemudian ditambahkan bubuk bagian kedua
diaduk kurang lebih selama 25-30 detik (maksimal 60 detik) sampai homogen.
pengadukan dilakukan dengan folding method u ntuk mempertahankan struktur gel.
8. Hasil pengadukan GIC yang sudah homogen dikumpulkan pada ujung spatel dan
diletakkan pada permukaan plastic filling instrument lalu dipindahkan pada lubang
cetakan teflon kemudian permukaan diratakan (stopwatch masih tetap hidup).
9. Untuk memeriksa setting time, permukaan GIC ditekan menggunakan sonde
secara perlahan. Pengecekan dilakukan dengan interval waktu 5 detik untuk setiap
kali tusukan. Tanda bahwa GIC sudah setting adalah dengan tidak adanya bekas
2
tusukan sonde pada permukaan sampel. Pada saat tersebut, stopwatch dihentikan dan
waktu dicatat.
10. Setting time dicatat sejak awal pencampuran hingga semen mengeras.
11. Setelah GIC mengeras dilepas daari cetakan.
12. Percobaan konsistensi kental dan konsistensi encer dilakukan dengan mengulangi
langkah ke - 4 sampai ke - 12, hanya perbedaan pada rasio bubuk saja.
4. HASIL PRAKTIKUM
3
3.2 6 menit 5 detik
5. PEMBAHASAN
GIC merupakan bahan yang terbentuk dari reaksi bubuk kaca dengan asam
poliakrilik. Glass ionomer cement mulai dikembangkan pada tahun 1970-an dengan
tujuan dapat digunakan sebagai bahan semen yang lebih mampu untuk melindungi
pulpa gigi dari kerusakan dan memiliki sifat klinis yang lebih tinggi. Penggunaan
asam poliakrilat dalam pembuatan GIC memiliki tujuan untuk perlekatan GIC pada
struktur gigi. GIC dianggap lebih unggul daripada banyak jenis semen karena itu
adherent dan translucent. Terdapat beberapa jenis GIC dengan formulasi yang
berbeda yang tersedia sehingga dapat digunakan sesuai pada klinis yang dibutuhkan.
Keberadaan dari polimer yang larut dalam air dan monomer yang dapat dipolimerisasi
menggantikan bagian dari konten cair pada GIC. Partikel logam, logam keramik, dan
keramik telah ditambahkan pada beberapa produk GIC untuk meningkatkan sifat
mekanik dari bahan tersebut. Bahkan, beberapa formulasi baru lainnya dapat
dipolimerisasi dengan chemical-cured, light-cured, atau penggabungan dari keduanya.
GIC juga dapat digunakan untuk restorasi estetika gigi anterior, misalnya pada karies
kelas III dan V, baik sebagai luting, adherent untuk alat ortodontik, intermediate
restoration, sebagai pit and fissure sealant, liner dan basis, maupun sebagai core
build-up material (Anusavice, 2013, hal. 320).
Klasifikasi GIC
Klasifikasi GIC dikelompokkan berdasarkan fungsi klinis yang dibutuhkan.
GIC diklasifikasikan dalam 3 tipe, yang memiliki fungsi berbeda masing-masing
tipenya. Pembagian klasifikasi GIC, antara lain,
1. Tipe I, digunakan untuk luting crown, bridge, dan braket ortodontik.
2. Tipe IIa, digunakan untuk semen pada restorasi estetik.
3. Tipe IIb, digunakan untuk semen pada restorasi yang membutuhkan kekuatan
lebih.
4. Tipe III, digunakan untuk liner dan basis. (Anusavice, 2013, hal. 320).
4
Pada praktikum ini, jenis GIC yang digunakan adalah GIC tipe II, universal
restorative cement, dan tipe IX, posterior restorative cement, yang memiliki
kemiripan dengan GIC tipe II berdasarkan klasifikasi diatas.
Komposisi GIC
GIC merupakan campuran powder dan liquid. Komposisi yang terdapat pada
powder yaitu terdapat sodium aluminosilicate glass yang mengandung 20% CaF dan
aditif minor lainnya. Sedangkan pada liquid komposisi yang terdapat didalamnya
yaitu larutan asam akrilat atau kopolimer asam itakonat, larutan dari asam maleat atau
kopolimer maleat serta asam tartarat dalam beberapa produk untuk mengontrol reaksi.
komponen pada liquid adalah 50% larutan poliasam akrilik. Gelasi poliasam terjadi
karena ikatan hidrogen antar molekul. Gelasi dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
menggunakan kopolimer bukan homopolimer. Ini menciptakan penghalang sterik
yang cukup untuk mencegah adanya ikatan hidrogen (Walls dan Mccabe. 2008).
Bahan powder dan liquid menurut Walls dan Mccabe terdiri dari dua jenis;
keduanya terdiri dari powder yang mengandung vacuum dried polyacid, selain
powder glass. Untuk beberapa bahan ini dicampur dengan liquid untuk membantu
proporsi reaksi . Dengan produk lain larutan asam tartarat encer. Untuk
produk-produk dimana poliasam membentuk bagian dari komponen bubuk, dapat
menggunakan kembali homopolimer asam akrilat atau maleat atau kopolimer dari
kedua asam ini karena tidak terdapat gelasi dalam bentuk padat. Semen yang
terbentuk dari homopolimer ini cenderung memiliki karakteristik fisik yang lebih baik
bila dibandingkan dengan yang terbentuk dari kopolimer asam.
Reaksi Setting
Struktur asam poliakrilat terdiri dari unit berulang yang berasal dari asam
akrilat dengan gugus asam karboksilat reaktif pada atom karbon alternatif di
sepanjang rantai polimer. Asam polimaleat memiliki struktur yang serupa kecuali
pada gugus asam pada setiap atom karbon pada rantai polimer. Oleh karena itu, untuk
panjang rantai tertentu ada dua kali lebih banyak gugus asam karboksilat dalam asam
polimaleat dibandingkan dengan asam poliakrilat. Reaksi pengaturan melibatkan
pembentukan garam melalui reaksi kelompok asam dengan kation dilepaskan dari
5
permukaan glass. Sifat garamnya polyalkeate-cross-linked ( b) (Walls dan Mccabe.
2008).
6
Faktor yang mempengaruhi setting time GIC antara lain pengaruh suhu,
pengaruh W/P ratio, ukuran partikel, dan penambahan asam tartarat. Ukuran partikel
powder maksimum untuk restorasi adalah 50 um dan 15um untuk lutting
agent.Penambahan asam tartarat juga mempengaruhi setting time. Asam tartarat akan
memperpanjang working time tapi memperpendek setting time.
W/P ratio sangat berpengaruh terhadap setting time. Semakin rendah
konsistensinya (encer) maka akan semakin lama settingnya (Iqbal k, 2009). Hal
tersebut dikarenakan dengan w/p ratio tinggi membuat bubuk akan menghasilkan
Ca2+ dan Al3+ dengan jumlah yang sedikit. Cross link yang terjadi antara kation
dengan polyacid yang membentuk polyalkenoate akan berlangsung lebih lama karena
terdapat sisa asam yang menunggu kation dari bubuk terurai untuk melakukan
cross-link sehingga waktu pengerasan berjalan lambat.
Pada saat menggunakan glass ionomer cement dalam konsistensi kental
didapatkan setting lime lebih cepat dibandingkan dengan saat konsistensi encer. Pada
rasio kental, ratio bubuk dan cairan yang tinggi akan mengakibatkan setting time yang
cepat karena bubuk semen glass ionomer akan menghasilkan Ca2+ dan Al3+ lebih
banyak dibanding cairan asam. Cross-link yang terjadi antara kation dengan polyacid
membentuk polyalkenoate tidak perlu menunggu terurainya kation sehingga proses
pengerasan berlangsung cepat.
Percobaan pengadukan GIC tipe posterior menghasilkan setting time yang
lebih panjang dibandingkan dengan GIC tipe universal. Hal ini dikarenakan restorasi
posterior membutuhkan compressive strength dan sifat fisik yang lebih tahan lama
sehingga unsur seperti fluor, alumina, dan bahan lainnya pada komposisinya beberapa
ditambahkan termasuk juga konsentrasi dari asam. Oleh karena itu, butuh waktu lebih
lama untuk proses cross linking dan pelepasan ion-ion oleh asam poliakrilat
6. KESIMPULAN
Setting time GIC dipengaruhi oleh rasio antara bubuk dan cairan. Semakin
besar rasio bubuk dan cairan (konsistensi kental) maka setting time GIC semakin
cepat.
7
Daftar Pustaka
Walls AWG, Mccabe JF. Applied dental materials 9th ed. Munksgaard : Blackwell,
2008 : 110
Anusavice, K. J., Shen, C., dan Rawls, H. R. 2013. Phillips' Science of Dental
Materials. 12th ed. Florida: Elsevier.
Iqbal K, Islam SA, Ahmad I, Asmat M, Aminuddin M. 2009. Variation in powder and
liquid ratio of a restorative and luting glass ionomer cement in dental clinic. Journal of the
college of physicians and surgeon Pakistan. Vol. 19 (7): 464
8
9
10
11
12
13
13.
14