Anda di halaman 1dari 15

BARU

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

Topik : Glass Ionomer Cement (GIC)


Kelompok : C-1
Tanggal Praktikum : Kamis, 24 Oktober 2019
Pembimbing : Priyawan Rachmadi, drg., Ph.D

Penyusun:
No. Nama NIM

1. Yassir Ahmad Az-Zaim 02181133115


2. Catya Kinanti Nariswari 02181133116
3. Rasendriya Chandramurti 02181133117
4. Anindita Aisyah Putri 02181133118
5. Agnes Nathania Susanto 02181133119

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
1. TUJUAN
a. Memanipulasi semen Glass Ionomer untuk material restorasi menggunakan
alat dengan benar.
b. Membedakan setting time semen Glass Ionomer berdasarkan variasi rasio
bubuk/ cairan
2. ALAT & BAHAN
2.1 Alat
1. Pengaduk plastik
2. Glass lab
3. Cetakan teflon diameter 5mm, tebal 2mm
4. Plastik filling instrument
5. Sonde
6. Pisau malam
7. Paper pad
8. Stopwatch

A B C

D E F

Gambar 1.1 A. Pengaduk plastic, B. Glass lab, C. Cetakan Teflon,


D. Plastic filling instrument, E. Sonde, F. Paper pad.

2.2 Bahan
1. Bubuk dan Cairan GIC universal
(exp. November 2018)

1
2. Bubuk dan cairan GIC untuk posterior
(exp. Februari 2018)

Gambar 1.2 A. GIC universal, B. GIC untuk posterior

3. CARA KERJA
1. Alat dan bahan yang digunakan diperiksa terlebih dahulu.
2. Cetakan teflon diletakkan diatas glass lab.
3. Botol bubuk GIC dikocok terlebih dahulu. Diusahakan tidak ada bubuk
yang tertinggal didasar botol, kemudian mengambil 1 sendok takar bubuk
GIC dengan cara memiringkan botol sampai posisi horizontal dan
diletakkan diatas paper pad.
4. Bubuk GIC diatas paper pad dibagi menjadi 2 bagian.
5. Cairan GIC diteteskan sebanyak 1 tetes diatas paper pad dekat bubuk GIC
yang telah dibagi. Botol cairan dipegang dengan posisi vertikal tegak lurus
1 cm diatas paper pad. (botol cairan tidak perlu dikocok terlebih dahulu)
6. Pencampuran bubuk dan cairan dilakukan dengan cara mencampurkan
bubuk GIC bagian pertama dengan cairan dan diaduk selama 10 detik.
Kemudian bubuk GIC bagian kedua ditambahkan dan diaduk selama 25-
30 detik (maksimal 60 detik) sampai homogen.
7. Campuran bubuk GIC dan cairan yang telah homogen kemudian disatukan
dengan pengaduk plastik.
8. Hasil pengadukan yang telah homogen dimasukkan kedalam cetakan
teflon menggunakan plastik filling instrument sedikit demi sedikit dan
diratakan (stopwatch tetap menyala).
9. Setelah campuran bubuk GIC dan cairan pada permukaan teflon rata,
dilakukan pengukuran setting time dengan cara permukaan cetakan
ditusuk dengan sonde dengan interval 5 detik. Jika tidak didapatkan bekas

2
tusukan sonde, maka waktu tersebut dinyatakn sebagai setting time.
Waktu pada stopwatch dicatat.
10. Tahap 3-9 dilakukan kembali dengan mengganti rasio bubuk 3/4 sendok
dan 11/4 sendok.
11. Setelah GIC mengeras, dilepas dari cetakan.

4. HASIL PRAKTIKUM

Percobaaan Setting Time

W/p 1:1 W/p 1 : ¾ W/p 1 : 5/4 W/p 1:1


(Normal) (Encer) (Kental) (Posterior)

1 10 menit 20 detik 12 menit 35 detik 9 menit 9 menit 45 detik

2 9 menit 55 detik 12 menit 20 detik 8 menit 50 detik 10 menit 5 detik

3 10 menit 10 detik 12 menit 5 detik

4 9 menit 50 detik

5 10 menit 50 detik

Rata-rata 10 menit 13 detik 12 menit 20 detik 8 menit 55 detik 9 menit 55 detik

5. PEMBAHASAN

A. Glass-Ionomer Cement
GIC sudah digunakan sejak awal tahun 1970-an yang awalnya merupakan
bahan dari semen silikat dan semen polikarboksilat. Pada awalnya semen
polikarboksilat merupakan semen dental pertama yang bersifat adhesi pada zat
gigi, namun semen ini tidak dapat digunakan sebagai bahan restorasi dikarenakan
kelarutannya yang tinggi, kurangnya sifat mekanis dan tampilannya yang kurang
baik. Beberapa saat kemudian ditemukanlah pengganti dari zinc oxide dari semen
polikarboksilat yaitu kaca ion reaktif yang dapat larut dan sifatnya menyerupai
yang ada di dalam semen silikat yaitu lebih kuat, kelarutan kurang dan
menghasilkan semen yang translucent (McCabe, 2008).

3
B. Klasifikasi GIC
GIC diklasifikasikan dalam beberapa tipe:

Tabel 4.1 Sifat masing-masing tipe GIC

1. Tipe I: Luting crowns, bridges, dan braket ortodontik
 GIC pada tipe I ini
memiliki viskositas rendah, working time yang panjang dan setting yang cepat
pada suhu mulut. Biasanya w/p rasio yang digunakan relatif rendah, yaitu: 1.5:1
hingga 3.8:1, yang akan menghasilkan kekuatan yang sedang. Selain itu, GIC tipe
I ini memiliki daya tahan yang baik terhadap serangan cairan asam dan memiliki
compression strength dan tensile strength yang tinggi. GIC tipe I ini juga
memiliki resistensi terhadap plastik, adhesi pada struktur gigi, sifat translucent d
an radiopaque ( Sidhu dan Nicholson, 2016).
2. Tipe IIa: Esthetic restorative cements. W/P rasio yang digunakan tinggi, yaitu
3:1 hingga 6,8:1. GIC tipe IIa ini memiliki kecocokan warna dan translucency
yang baik dan biasanya radiopaque, namun perlu perlindungan dari kelembaban
selama kurang lebih 24 jam dengan varnish atau petroleum jelly (Sidhu dan
Nicholson, 2016).
3. Type IIb: Reinforced restorative cements.
 W/P rasio yang digunakan juga
tinggi, yaitu: 3:1 hingga 4:1. GIC tipe IIb ini 
 memiliki fast setting dan resistensi
awal terhadap penyerapan air dan memiliki sifat radio-opaque (Sidhu dan
Nicholson, 2016).
4. Tipe III: Lining cements, base.
 W/P rasio yang digunakan rendah digunakan
untuk liners, yaitu: 1.5:1, untuk memungkinkan adaptasi yang baik untuk dinding
rongga. Sedangkan w/p rasio yang lebih tinggi untuk basis, yaitu 3:1 hingga 6.8:1,
dimana basis bertindak sebagai pengganti dentin dalam teknik “open sandwich”
dalam hubungannya dengan resin komposit (Sidhu and Nicholson, 2016).

4
C. Komposisi

Tabel 4.2 Komposisi GIC (Mc Cabe 2008 : 246)

Material ini disediakan dalam bentuk bubuk dan cairan atau bubuk yang
dicampur dengan air. Komposisi diuraikan dalam tabel dibawah. Untuk
material bubuk dan cairan terdiri dari sodium alumino-silicate glass dimana
komposisinya sama dengan yang digunakan dalam bahan silikat. Rasio alumina
terhadap silika dalam glass lebih tinggi dibandingkan dengan yang digunakan
dalam silikat. Hal ini meningkatkan reaktivitas glass ke tingkat dimana ia
bereaksi dengan cepat dengan asam poliakrilat, yang merupakan asam yang
lebih lemah dibandingkan dengan asam fosfat yang digunakan dalam bahan
silikat. Sedangkan untuk silikat, glass mengandung kadar fluoride yang
signifikan, yang meskipun tidak terlibat langsung dalam setting reaksi, dapat
memiliki efek pada kerentanan karies dari bahan gigi di sekitarnya (McCabe,
2008).

D. Reaksi Setting

Gambar 4.1 Struktur asam poliakrilik (McCabe:247)


Asam poliakrilik mengandung suatu unit berulangan yang berasal dari
asam akrilik dengan asam karboksil reaktif pada atom karbon alternatif di
sepanjang rantai polimer.

5
Gambar 4.2 Setting reaksi GIC (Craig 2002:614)

Reaksi setting GIC melibatkan pembentukan garam selama reaksi


sekelompok asam dengan kation yang dibebaskan dari permukaan glass. Pada
awal proses pengadukan terjadi acid attack phase yaitu bahan asam dari larutan
menyerang zat yang terdapat pada bubuk. Setelah itu terjadi fase dissolution, yaitu
ion-ion yang terdapat pada bubuk terlepaskan ke dalam medium reaksi yang
merupakan air (H2O) yang terdapat dalam larutan. Kation yang terlepas dari
bubuk adalah kalsium, alumunium, fluor dan sodium. Kemudian karena larutan
GIC mengandung rantai asam karboksilat yang merupakan asam poliakrilik. Lalu
tahap selanjutnya terjadi cross-linking. Pada tahap ini rantai asam karboksilat
mengalami cross-linking dengan kalsium. Terjadi peningkatan kekuatan mekanis
dari semen. Ikatan dengan kalsium merupakan awalan saja, setelah 24 jam ion
kalsium akan digantikan oleh ion alumunium. Tahap terakhir yang terjadi adalah
maturation. Setelah proses cross-linking, seluruh matriks akan terhidrasi oleh air
(H2O). Tahap ini merupakan tahap terpenting untuk kestabilan struktur dan
kekuatan dari GIC. Agar GIC bisa sampai full maturity penting bahwa semen
pengaturan dilindungi dari kontaminasi kelembaban yang berlebihan karena
adanya jumlah air yang tidak proporsional di tahap ini dapat mengganggu

pembentukan garam (McCabe, 2008).


Gambar 4.2 Cross-linking ion kalsium dan alumunium (McCabe:247)

6
Faktor yang mempengaruhi setting time GIC (Annusavice, 2013 pp. 320, 322-
323)
a. Temperatur
Lempengan kaca dingin dan kering dapat digunakan untuk menghambat
reaksi setting dan menambah working time.
b. Ukuran partikel powder
Ukuran maksimum partikel adalah 50 μm untuk restoratif semen dan 15 μm
untuk luting agent.
c. Asam tartarat
Asam tartarat dapat memperpanjang working time, tetapi memperpendek
setting time.
d. W/P ratio
Semakin kecil W/P ratio (semakin kental konsistensi GIC), maka semakin
cepat setting time-nya. Sebaliknya, semakin tinggi W/P ratio (semakin encer
konsistensi GIC), maka semakin lama setting time-nya.

E. Manipulasi
Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mempersiapkan alat dan
bahan. Instrumen dapat berupa spatula GIC, plastic filling instrument dan alas
kertas (paper pad). Paper pad digunakan sebagai alas dan juga sebagai media
untuk memperlambat setting time dari reaksi GIC. Perbandingan W/P disarankan
mengikuti instruksi dari pabrik untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Selanjutnya tuangkan bubuk GIC sesuai dengan anjuran pabrik keatas paper pad.
Begitu juga dengan liquid ke atas paper pad dengan cara membalik botol secara
vertikal dan ditekan sedikit sampai meneteskeatas paperpad. Perbandingan 1 tetes
liquid sama dengan satu sendok takar bubuk GIC. Perlu diingat bahwa jarak antara
bubuk dengan cairan jangan sampai terlalu dekat maupun terlalu jauh. Proses
pengadukan pun harus dilakukan tepat setelah bubuk dan cairan dikeluarkan. Jika
dibiarkan terlalu lama akan meningkatkan keasaman daripada liquid. Proses
pencampuran dimulai dengan membagi 2 bagian bubuk GIC yang sudah
dituangkan. Lalu dengan menggunakan spatula plastik, campurkan setengah
bagian bubuk dengan cairan selama kurang lebih 10 detik.
Rasio W/P yang direkomendasikan oleh produsen untuk GIC harus
diikuti. Waktu pencampuran tidak boleh melebihi 45 sampai 60 detik, tergantung
pabrik. Campuran harus memiliki penampilan yang mengkilap, hal ini
menunjukkan tidak adanya reaksi polyacid di permukaan. Asam sisa pada
permukaan penting untuk ikatan (bonding) pada gigi. Penampilan kusam

7
menunjukkan bahwa asam sisa tidak cukup untuk ikatan (bonding) pada gigi.
(Annusavice, 2013 : 322-323)

F. Analisis Hasil Praktikum


Pada praktikum ini, dilakukan empat kali percobaan. Tiga percobaan
pertama menggunakan GIC universal restorative dengan mengontrol
perbandingan powder dan liquid kemudian dicampurkan dengan menggunakan
paper pad dan mixing spatula. Sedangkan percobaan terakhir menggunakan GIC
posterior restorative dengan W/P rasio normal. Kedua jenis GIC yang digunakan
adalah GIC jenis restorasi atau GIC tipe II.
Percobaan pertama dilakukan dengan menggunakan GIC universal
restorative W/P ratio normal, yaitu 1 scoop powder dengan 1 tetes liquid. Dari
lima kali percobaan, rata-rata setting time yang didapat adalah 10 menit 13 detik.
Percobaan kedua dilakukan dengan menggunakan GIC universal
restorative W/P ratio rendah (kental), yaitu 5/4 scoop powder dan 1 tetes liquid.
Dari dua kali percobaan, rata-rata setting time yang didapat adalah 8 menit 35
detik.
Percobaan ketiga dilakukan dengan menggunakan GIC universal
restorative W/P ratio tinggi (encer), yaitu 3/4 scoop powder dengan 1 tetes liquid.
Dari tiga kali percobaan, rata-rata setting time yang didapat adalah 12 menit 20
detik.
Percobaan keempat dilakukan dengan menggunakan GIC posterior
restorative W/P rasio normal, yaitu 1 scoop powder dengan 1 tetes liquid. Dari
dua kali percobaan, rata-rata setting time yang didapat adalah 9 menit 55 detik.
Dari hasil ketiga percobaan pertama di atas, digunakan GIC universal
restorative dengan komposisi 15 g powder dan 10 g liquid. Hasil yang didapatkan
adalah GIC dengan W/P ratio rendah (kental) memiliki setting time yang lebih
cepat daripada normal, sedangkan GIC dengan W/P ratio tinggi (encer) memiliki
setting time yang lebih lama daripada normal. GIC dengan konsistensi encer lebih
lama mencapai setting time karena sisa reaksi lebih banyak terbentuk, sebagai
akibat dari banyaknya jumlah sisa asam poliakriliat. Hal ini berakibat pada
pembentukan salt gel matrix yang akanmenjadi berjauhan karena banyaknya sisa
reaksi yang berada diantara celah partikel. Hal ini menyebabkan GIC konsistensi
encer lebih lama setting time-nya. Menurut McCabe (2008), setting time minimal
untuk GIC tipe II adalah 2 menit dan maksimalnya adalah 6 menit. Pada
percobaan ini, didapatkan hasil setting time yang lebih lama dari normal
kemungkinan karena GIC yang digunaan sudah expired sejak tahun 2018.

8
Sehingga, kualitas powder dan liquid GIC tidak seoptimal dan sebagus aslinya.
Sedangkan untuk percobaan keempat, digunakan GIC posterior
restorative dengan komposisi 15 g powder dan 8 g liquid. Hasil yang didapatkan
adalah walaupun dengan ratio normal, setting time yang diperoleh lebih cepat
dibandingkan dengan GIC universal restorative. Hal ini dikarenakan W/P ratio
pada GIC posterior restorative lebih rendah daripada GIC universal restorative.
Sehingga, setting time yang didapatkan juga lebih cepat.

9
DAFTAR PUSTAKA

th
Annusavice K. J. 2013. Philip’s Science of Dental Materials. 12 ed. St Louis :
Elsevier Saunders. p 320-323.

McCabe, J. F and Wall, Angus. 2008. Applied Dental Materials. Ninth Edition .
Victoria: Blackwell. pp. 245-246.

Sidhu, Sharanbir K. dan John W. Nicholson. 2016. A Review of Glass-Ionomer Cements


for Clinical Dentistry . London: Journal of Functional Biomaterials MDPI

10
LAMPIRAN

Anusavice, KJ, Shen, C & Rawls, HR. 2013. Philips Science of Dental Materials 12th
ed. USA: Elsevier, p. 320.

11
McCabe, J. F and Wall, Angus. 2008. Applied Dental Materials. Ninth Edition .
Victoria: Blackwell. pp. 245-246.

12
McCabe, J. F and Wall, Angus. 2008. Applied Dental Materials. Ninth Edition .
Victoria: Blackwell. p. 247

13
Sidhu, Sharanbir K. dan John W. Nicholson. 2016. A Review of Glass-Ionomer Cements
for Clinical Dentistry . London: Journal of Functional Biomaterials MDPI

14

Anda mungkin juga menyukai