Makalah Ispa
Makalah Ispa
Oleh:
Kelompok 2
ALDI : B1A119363
HARDIANTI : B1A119364
RUSNIATI : B1A119366
ASFIRA : B1A119367
A. RAHMI : B1A119368
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan perlindungan dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT” Dimana makalah ini sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakoterapi.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya, Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Kesimpulan................................................................................................ 18
B. Saran...........................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan anak yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari
4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
ISPA setiap tahunnya. 40% - 60% dari kunjungan di puskesmas adalah
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang di sebabkan oleh ISPA mencakup
20% - 30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan
pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas
ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena
penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai
penyulit-penyulit dan kurang gizi. Menurut World Health Organization
(WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di
negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000
kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Pada
data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia pertahun berkisar antara 10-
20% dari populasi balita pertahunnya.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA.
Namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap
tinggi seperti yang telah dilaporkan dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan. ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan
atas. Akan tetapi secara klinis. ISPA merupakan singkatan dari Infeksi
Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan
saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernapasan
yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran
1
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA
membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan
pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia
berat dan pneumonia tidak berat.
Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. ISPA dapat
ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang mengandung kuman
yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Kelainan pada
sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada
lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang
disebabkan oleh virus. ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi
pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi
dengan keadaan lingkungan yang tidak higienes.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ?
2. Bagaimana epidemiologi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ?
3. Bagaimana etiologi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ?
4. Bagaimana klasifikasi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ?
5. Bagaimana penularan dari dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ?
6. Apa saja tanda dan gejala dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ?
7. Apa saja factor yang mepengaruhi resiko kejadian ISPA ?
8. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan dari infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) ?
9. Bagaimana hasil analisa Studi kasus ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA)
3. Untuk mengetahui etiologi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
2
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
5. Untuk mengetahui penularan dari infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA)
7. Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA)
8. Untuk mengetahui hasil analisa studi kasus dari infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
4
dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan
partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan
silia mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke
arah superior menuju faring.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan
dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku
bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran
pernapasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan
meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernapasan
dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari
hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda
asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernapasan.
Menurut WHO, sekresi lendir atau gejala pilek terjadi juga pada
peyakit common cold disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis
rhinovirus dan atau coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam
pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan
pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran
napas bagian atas. ISPA dapat ditularkan melalui bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
kesaluran pernapasannya.
2. Epidemiologi ISPA
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit
batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan tiga sampai enam kali
per tahun (rata-rata lima kali pertahun), artinya seorang balita rata-rata
mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak tiga sampai enam kali
setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa
angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini
mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan
5
pencemaran lingkungan di kota lebih tinggi daripada di desa (Widoyono,
2008).
Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan 25%
penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari
dua bulan. Dari hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986
diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,2%
dan pada balita sebesar 40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi
akibat pneumonia sebesar 24% dan pada balita sebesar 36%.
Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas
pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%) dan
angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua (13%). Di Jawa
Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu menduduki rangking 1
pada 10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas (Widoyono,2008)
3. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus
penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus. Jamur penyebabnya antara lain :
Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplasma ( Widoyono, 2008 ).
4. Klasifikasi ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut memiliki berbagai macam
jenisnya. Berdasarkan letaknya terbagi menjadi infeksi di saluran
pernapasan atas, sindrom croup (terdiri dari epiglotis, laring dan trakea),
dan saluran pernapasan bawah (terdiri dari bronkus dan bronkiolus.
Infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari pilek (nasofaring), faringitis,
influenza. Sindrom croup terdiri dari laringitis akut, laringitis spasmodik
akut, epiglotitis akut, dan trakeitis akut. Infeksi saluran pernapasan bawah
terdiri dari bronkhitis pneumonia, TBC, dan aspirasi substansi asing
(Wong, 2008).
6
ISPA diklasifikasikan menjadi infeksi saluran pernapasan atas dan
bawah.
a. Infeksi saluran pernapasan atas terdiri dari Batuk pilek,
Sinusitis Tonsilitis, Faringitis, Laringitis, Otitis Media.
b. Infeksi saluran pernapasan bawah terdiri atas
Bronkhitis,Bronkhiolitis,Pneumonia, Tuberkulosis, Komplikasi
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas,
saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan
organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru
termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract). Sebagian besar
dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian
anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan
antibiotik dapat mengakibatkan kematian. Program Pemberantasan
Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu :
a. ISPA non–Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah
batuk pilek.
b. Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti
kesukaran bernapas, peningkatan frekuensi napas (napas cepat).
bernapas, peningkatan frekuensi napas (napas cepat).
7
atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat,
sianosis sentral (pada lidah), serangan apnoe, distensi
abdomen dan abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi
kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda
pneumonia seperti diatas.
b. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :
1.) Pneumonia sangat berat : batuk atau kesulitan bernafas
yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat
minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang
dan sulit dibangunkan.
2.) Pneumonia berat : batuk atau kesulitan bernafas dan
penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis
sentral dan dapat minum.
3.) Pneumonia : batuk (atau kesulitan bernafas) dan
pernafasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
4.) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : batuk (atau
kesulitan bernafas) tanpa pernafasan cepat atau
penarikan dinding dada. Pernafasan seharusnya kurang
dari 50 kali per menit pada anak usia 2 bulan hingga 12
bulan, kurang dari 40 kali per menit pada anak usia 12
bulan hingga 5 tahun.
5.) Pneumonia persisten : anak dengan diagnosis
pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10
- 14 hari dengan dosis antibiotik yang adekuat dan
antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan
dinding dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan
demam ringan.
5. Penularan ISPA.
ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
8
pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang
disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat
pada bulan-bulan musim dingin.
ISPA bermula pada saat mikriorganisme atau atau zat asing seperti
tetesan cairan yang dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang.
Bila penyebabnya virus atau bakteri,cairan digunakan oleh organisme
penyerang untuk media perkembangan. Bila penyebabnya zat asing,
cairan memberi tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada
dalam paru paru atau sistem pernapasan,
Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung dari
seseorang penderita kepada orang lain melalui media udara. Pada waktu
batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan dapat terhirup oleh
orang yang berdekatan dengan penderita.
6. Tanda dan Gejala ISPA
Depkes (2004) membagi tanda dan gejala ISPA menjadi tiga yaitu
ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat.
a. Gejala ISPA ringan
1.) Batuk
2.) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu
mengeluarkan suara (pada waktu berbicara atau
menangis)
3.) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
4.) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.
b. Gejala ISPA sedang
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut :
1.) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu :
untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi
nafas 60 kali per menit atau lebih untuk umur 2 - < 12
9
bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12
bulan - < 5 tahun.
2.) Suhu tubuh lebih dari 39°C .
3.) Tenggorokan berwarna merah.
4.) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai
bercak campak
5.) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang
telinga
6.) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
c. Gejala ISPA Berat
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika
dijumpai gejala gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1.) Bibir atau kulit membiru.
2.) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
3.) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak
gelisah .
4.) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas .
5.) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
6.) Tenggorokan berwarna merah
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Kejadian ISPA
Beberapa faktor seperti status demografi, faktor internal/faktor
balita, dapat mempengaruhi kejadian ISPA.
a. Status Sosial Demografi.
1.) Pendidikan dan Penghasilan Orang Tua.
Status sosial ekonomi diantaranya unsur pendidikan,
serta penghasilan keluarga, juga berperan penting dalam
menciptakan rumah sehat. Tingkat pendidikan
masyarakat berkaitan erat dengan perolehan pekerjan
yang layak bagi orang tua. Tingkat pendidikan yang
rendah menyebabkan hasil yang diperoleh juga rendah
10
atau pas-pasan. Tingkat penghasilan yang rendah
menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas
perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak
yang memadai. Rendahnya status gizi anak
menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah
terkena penyakit infeksi termasuk ISPA.
b. Faktor Internal/Faktor Pada Balita
Menurut Depkes (2004) faktor internal merupakan suatu
keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk
terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis
kelamin, umur, berat badan lahir, status gizi, dan status imunisasi.
1.) Jenis kelamin.
Jenis kelamin merupakan faktor resiko terhadap kejadian
ISPA yaitu lak laki lebih beresiko di banding perempuan,
hal ini disebabkan aktivitas anak lakilaki lebih banyak
dari anak perempuan sehingga peluang untuk terpapar
oleh agent lebih banyak. Penelitian yang dilakukan oleh
Yusuf dan Lilis (2006), didapatkan hasil bahwa proporsi
kasus ISPA menurut jenis kelamin tidak sama, yaitu laki-
laki 59% dan perempuan 41%, terutama pada anak usia
muda.
2.) Umur
Umur mempunyai pengaruh cukup besar untuk
terjadinya ISPA. Anak dengan umur <2 tahun
merupakan faktor resiko terjadinya ISPA. Hal ini
disebabkan karena anak dibawah dua tahun imunitasnya
belum sempurna dan saluran napas lebih sempit.
Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan
gambaran klinik yang lebih besar dan jelek, hal ini
disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita merupakan
11
kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara
optimal proses kekebalan secara alamiah.
3.) Status Gizi Balita
Status gizi yang kurang merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA balita.
Maksud dari gizi kurang adalah kekurangan energy
protein yang terkandung didalam makanan sehari-hari
yang mempengaruhi keadaan gizi anak. Gizi yang buruk
dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik
maupun lokal. Status gizi pada balita berdasarkan hasil
pengukuran antropometri dengan melihat criteria yaitu:
berat badan per umur (BB/U), tinggi badan per umur
(TB/U), berat badan per tinggi badan (BB/TB).
4.) Status Imunisasi
Imunisasi berarti memberikan kekebalan terhadap suatu
penyakit tertentu.Salah satu strategi untuk mengurangi
kesakitan dan kematian akibat ISPA pada anak adalah
dengan pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian pada balita
tertutama penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Setiap anak harus mendapatkan imunisasi dasar terhadap
tujuh penyakit utama sebelum usia satu tahun yaitu
imunisasi BCG, DPT, hepatitis B, polio, campak.
Imunisasi bermafaat untuk mencegah beberapa jenis
penyakit infeksi seperti campak, polio, TBC, difteri,
pertusis, tetanus dan hepatitis B.
12
rantai penularan dapat dilakukan dengan menghentikan kontak agen
penyebab penyakit dengan penjamu. Pelaksanaan pengendalian ISPA
memerlukan komitmen pemerintah pusat, pemerintah daerah,
dukungan dari lintas program, lintas sektor serta peran serta
masyarakat termasuk dunia usaha (Kemenkes Ditjen PP & PL, 2011).
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit ISPA sebagai
berikut :
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya penyakit
ISPA dapat dilakukan berbagai cara diantaranya :
1) memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara
penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat
menegakkan diagnosis dini dari penyakit ISPA.
2) pendidikan kesehatan kepada masyarakat
b. Perlindungan Khusus.
Sasaran pada perlindungan khusus yang utama adalah
ditujukan kepada pejamu (host) dan penyebab untuk meningkatkan
daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi resiko terhadap
penyakit ISPA. Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya
penyakit ISPA dapat dilakukan berbagai cara diantaranya
1.) Memberikan imunisasi lengkap kepada bayi
2.) Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir
selama 6 bulan
c. Perbaikan Lingkungan
Untuk mencegah ISPA, lingkungan harus diperbaiki
khususnya lingkungan perumahan, antara lain:
1.) Rumah harus berjendela agar cukup aliran dan pertukaran
udara cukup baik.
2.) Asap dapur dan asap rokok tidak boleh berkumpul dalam
rumah. Orang dewasa tidak boleh merokok dekat anak atau
bayi.
13
3.) Rumah harus kering, tidak boleh lembab.
4.) Sinar matahari pagi harus diusahakan agar dapat masuk ke
rumah.
5.) Rumah tidak boleh terlalu padat dengan penghuni
6.) Kebersihan di dalam dan di luar rumah harus dijaga, rumah
harus mempunyai jamban sehat dan sumber air bersih.
7.) Air buangan dan pembuangan harus diatur dengan baik,
agar nyamuk, lalat dan tikus tidak berkeliaran di dalam dan
disekitar rumah.
d. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Diagnosis dini dan pengobatan segera dalam mencegah
terjadinya penyakit ISPA dapat dilakukan dengan berbagai upaya
diantaranya :
1.) Mencari kasus sedini mungkin.
2.) Mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan
pemeriksaan.
3.) Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan
penderita untuk diawasi agar bila penyakitnya timbul dapat
segera diberikan pengobatan.
4.) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.
2. Penatalaksanaan (Widoyono, 2008).
a. Bukan Pneumonia dan Pneumonia Berat umur < 2 bulan
Bukan Pneumonia > perawatan di rumah
Tindakan yang dilakukan :
1.) beri nasihat cara perawatan di rumah.
a. jaga agar bayi tidak kedinginan
b. teruskan pemberian ASI dan berikan ASI lebih sering.
c. bersihkan hidung bila tersumbat
2.) anjurkan ibu untuk kembali kontrol, bila :
a. keadaan bayi memburuk
b. napas menjadi cepat
14
c. bayi sulit bernapas
d. bayi sulit untuk minum
b. Pneumonia Berat > di rujuk ke rumah sakit
1) kirim segera ke sarana rujukan
2) beri antibioti satu dosis
c. Bukan Pneumonia, Pneumonia dan Pneumonia Berat umur 2
bulan sampai < 5 Tahun
Bukan Pneumonia > perawatan di rumah
Tindakan yang dilakukan :
1.) Jika batuk berlangsung selama 30 hari, rujuk untuk
pemeriksaan lanjutan.
2.) Obati penyakit lain bila ada.
3.) Nasihati ibu untuk melakukan perawatan di rumah
4.) Obati bila demam.
5.) Obati bila ada wheezing
d. Pneumonia > diobati + diberi nasihat tentang perawatan di
rumah
Tindakan yang dilakukan :
1.) Nasihati ibu untuk melakukan perawatan di rumah.
2.) Beri antibiotik selama 5 hari.
3.) Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2 hari atau lebih cepat bila
keadaan anak memburuk.
4.) Obati bila demam
5.) Obati bila ada wheezing
e. Pneumonia Berat > di rujuk ke rumah sakit
Tindakan yang dilakukan :
1.) Rujuk segera ke sarana kesehatan
2.) Beri antibiotik satu dosis bila jarak sarana kesehatan jauh
3.) Obati bila demam
4.) Obati bila ada wheezing
15
C. STUDI KASUS
1. Kasus
Nama : isyani
umur : 18 bulan
Berat badan : 12 kg
Tinggi Badan : 72 cm
Keluhan Utama
tekanan darah : -
denyut nadi :-
respirasi : 20x/menit
16
2. Hasil Analisa Kasus
Klien batuk, pilek, demam, sakit tenggorokan, dan adanya suara
tambahan saat tidur (stridor). Berhubungan dengan saluran pernapasan
atas.
17
b. Terapi Farmakologi
Memberikan terapi obat Glyceryl Guaiacolate, Dengan
memberikan terapi obat batuk klien berkurang ataupun hilang
Memberikan terapi obat Preadnisolone. Dengan memberikan terapi
obat ini diharapkan pilek dan stridor klien berkurang
Memberikan terapi obat Paracetamol sirup, Dengan memberikan
terapi obat demam klien hilang.
Memberikan terapi obat Amoxilin sirup, Dengan memberikan
terapi obat diharapkan sakit tenggorokan klien hilang dan suara
stridorpun hilang.
18
DAFTAR PUSTAKA
19