Anda di halaman 1dari 8

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA PLUMBON

NOMOR :

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT MITRA PLUMBON

DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA PLUMBON

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Mitra
Plumbon, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi
dan sesuai standart
c. bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Mitra Plumbon dapat terlaksana dengan
baik, perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Mitra Plumbon sebagai
landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di Rumah Sakit Mitra
Plumbon;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b perlu
ditetapkan Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Mitra Plumbon dengan
Peraturan Direktur Rumah Sakit Mitra Plumbon.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah


Sakit;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197
Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1203/Menkes/SK/XII/2008 tentang
Standar Pelayanan Intensif Care Unit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2008 tentang
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang
Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik Di Standar Pelayanan Kesehatan.
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.07.06/III/4437/09 Tentang Pemberian
Ijin Penyelenggaraan Perpanjangan (I) Kepada Yayasan Sejahtera Progress
untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit Royal Progress;
9. Keputusan Direktur PT. Manifestasi Mulia Abadi Nomor 11/YSP/KHU/VIII/2010
tahun 2010 Tentang Struktur Organisasi Rumah Sakit Royal Progress;
10. Keputusan Direktur PT. Manifestasi Mulia Abadi Nomor 021/YSP/10/ 2007
tahun 2007 Tentang Penunjukan Direktur Rumah Sakit Mitra Plumbon
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

Pertama : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA PLUMBON TENTANG KEBIJAKAN


PELAYANAN RUMAH SAKIT MITRA PLUMBON
Kedua : Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Mitra Plumbon sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit Mitra
Plumbon dilaksanakan oleh setiap Kepala Bidang/Kepala Bagian di Rumah Sakit
Mitra Plumbon
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Cirebon
Pada tanggal ............... 2013
Direktur,
Lampiran
Peraturan Direktur RS Mitra Plumbon
Nomor : 014/PER/DIR/II/2012
Tanggal : 10 Februari 2012

KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT MITRA PLUMBON

1. Pelayanan Instalasi :
 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorium, Pelayanan gizi
dan Radiologi dilaksanakan dalam 24 jam, , Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal
praktik dokter. Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan
dengan sistem on call.
 Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
 Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan standar
prosedur opersional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS dan etiket RS
yang berlaku.
 Rumah sakit memberikan asuhan yang seragam bagi semua pasien dalam formulir
pencatatan terpadu.
 Rencana asuhan diintegrasikan dan dikoordinasi diantara berbagai unit kerja dan pelayanan
oleh seorang case manager/Supervisor.
 Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat
pelindung diri (APD).
2. Rumah sakit melakukan rekredensial atau pemutihan bagi profesi dokter.
3. Skrining :
 Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani
oleh RS.
 Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
 Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti
untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
4. Identifikasi :
 Setiap pasien yang masuk rawat inap dipasangkan gelang identitas pasien.
 Prosedur identifikasi menggunakan NAMA dan TANGGAL LAHIR, disesuaikan dengan tanda
pengenal resmi pasien.
 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah, sebelum
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium klinis, serta sebelum
tindakan / prosedur dengan menggunakan identitas pasien NAMA, TANGGAL LAHIR, NOMOR
REKAM MEDIS (Minimal dua identitas)
 Rumah sakit menggunakan gelang identifikasi berwarna kuning untuk pasien berisiko jatuh
dan gelang identifikasi berwarna putih untuk pasien dengan alergi.
 Pengecualian prosedur identifikasi dapat dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan pasien di
IGD, ICU dan kamar operasi dengan tetap memperhatikan data pada gelang identitas pasien.
5. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit :
 Penerimaan atau perpindahan pasien ke dan dari unit pelayanan intensif atau pelayanan
khusus ditentukan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
6. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :
 Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik dan badan dari mana
pasien berasal.
 Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan
dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
 Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima
 Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
7. Penundaan pelayanan :
 Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan
8. Pemulangan pasien :
 DPJP harus menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan 1 x 24 jam setelah pasien masuk
rawat inap.
9. Transportasi :
 Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku
berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
 Pasien yang akan ditransportasi dengan menggunakan ambulan rumah sakit wajib
dimonitor.
10. Hak pasien dan keluarga :
 Rumah sakit memahami hak pasien dan keluarga sesuai dengan undang – undang dan
peraturan yang berlaku.
 Pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan menghormati nilai – nilai dan
kepercayaan pasien.
 Pelayanan menghormati kebutuhan privasi pasien.
 Pelayanan melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
 Pelayanan melindungi dari kekerasan fisik.
 Rumah sakit memberikan edukasi secara rutin pada pasien dan atau keluarga.
 Rumah sakit mendukung hak pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam proses
pelayanan.
 Rumah sakit menghormati keluhan pasien tentang pelayanan yang mereka terima, untuk
kemudian keluhan tersebut ditelaah dan diselesaikan.
 Rumah sakit menghormati kerahasiaan informasi kesehatan pasien dengan memberikan hak
sepenuhnya kepada pasien untuk memberikan perwalian kepada siapa informasi tentang
kesehatannya dapat diberikan.
 Semua tindakan kedokteran harus mendapat persetujuan pasien dan atau keluarga setelah
mendapat penjelasan yang cukup tentang hal-hal yang berkaitan dengan tindakan tersebut.
 Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang
ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang
dipahami pasien.
 Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk
darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
11. Penolakan pelayanan dan pengobatan :
 Rumah sakit menghormati pasien dan keluarganya tentang keinginan dan pilihan pasien
untuk menolak pelayanan atau memberhentikan pengobatan.
12. Pelayanan pasien risiko tinggi dan penyedia pelayanan risiko tinggi :
 Rumah sakit memberikan pelayanan resusitasi di rumah sakit.
 Rumah sakit mengidentifikasi staf untuk dilatih memberikan resusitasi yaitu staf medis dan
non medis ( sekuriti, sopir, petugas registrasi, kasir, Cleaning Service dan Front officer)
 Rumah sakit mengatur penanganan, penggunaan, dan pemberian darah dan produk darah.
 Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang menggunakan alat bantu kehidupan (life
support) atau dalam keadaan koma
 Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang menderita penyakit menular dan penurunan
kekebalan tubuh (immune-suppressed).
 Rumah sakit mengatur perawatan pasien yang menjalani dialisis.
 Rumah sakit mengatur penggunaan alat pengekang (restraint) dan perawatan pasien yang
memakai alat pengekang.
 Rumah sakit mengatur perawatan pasien lanjut usia, orang dengan keterbatasan, anak-anak,
dan populasi yang berisiko diperlakukan tak senonoh.
13. Pelayanan pasien tahap terminal :
 Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan
kasih sayang pada akhir kehidupannya
14. Asesmen pasien :
 Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya
melalui suatu proses asesmen yang baku.
 Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku
dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
 Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
 Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
 Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan
pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah
diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
 Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan, sejak
asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap
 Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien (discharge)
 Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi dan
pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk merencanakan
pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
 Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
15. Manajemen obat :
 Rumah sakit meningkatkan keamanan obat-obatan yang perlu diwaspadai.
 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut,
bila diperkenankan kebijakan.
 Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan
disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).
16. Manajemen nutrisi :
 Semua pasien di skrining untuk status gizi.
 Penyiapan, penyimpanan dan penyajian makanan dengan cara mengurangi risiko
kontaminasi dan pembusukan.
17. Manajemen nyeri:
 Semua pasien di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
18. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
 Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan
pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.
 Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat/benar, dan fungsional.
 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan prosedur
“sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan
pembedahan.
19. Hand hygiene :
 Semua staf harus mampu melakukan cuci tangan sesuai panduan yang berlaku.
20. Risiko jatuh :
 Rumah sakit menerapkan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang
terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko.
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat
jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
21. Dokter Penanggungjawab Pelayanan :
 Penetapan Dokter Penanggngjawab Pelayanan (DPJP) sepenuhnya hak pasien.
 DPJP di ICU adalah dokter spesialis yang pertama menangani pasien, kecuali permintaan
pasien, dokter spesialis anestesi sebagai monitoring kondisi umum pasien dan hemodinamik
pasien selama di intensif.
 DPJP bertanggungjawab terhadap semua pelayanan kepada pasien.
 DPJP wajib melengkapi berkas rekam medis pasien.
 DPJP wajib memenuhi hak pasien.

22. Komunikasi efektif :


 Komunikasi efektif dilakukan di seluruh unit/bagian di Rumah Sakit Mitra Plumbon
 Rumah sakit menggunakan sistem SBAR dalam melaporkan kondisi pasien untuk
meningkatkan efektivitas komunikasi antar pemberi layanan.
 Rumah sakit konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan
dengan mencatat, membaca kembali dan mengkonfirmasi ulang terhadap perintah yang
diberikan.
 Pelaporan kondisi pasien kepada DPJP pasien menjadi tanggung jawab dokter ruangan yang
bertugas.
23. Pelayanan sedasi ringan yang dilaksanakan oleh tenaga medis yang kompeten dan menjadi
tanggung jawab masing-masing.
24. Manajemen di instalasi :
 Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
 Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu
bulan sekali.
 Setiap bulan wajib membuat laporan.
 Rumah sakit menyediakan pelatihan tentang mutu dan keselamatan pasien
25. Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
 Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
 Rumah Sakit mendukung, memberikan perlindungan pada seluruh orang dan benda yang
berada dalam lingkungan rumah sakit.
 Terwujudnya bangunan gedung sesuai fungsi yang ditetapkan dan yang memenuhi
persyaratan teknis : keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan serta kelestarian
lingkungan.
 Setiap pengadaan Bahan B3 harus mengupayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta
pencegahan pencemaran lingkungan hidup.
 Setiap pengendalian B3 harus mengupayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta
pencegahan pencemaran lingkungan hidup.
 Setiap penanggulangan B3 harus mengupayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta
pencegahan pencemaran lingkungan hidup.
 Penanganan kecelakaan bahan kimia sesuai dengan prosedur bahan.
 Apabila terjadi bencana maka proses evakuasi pasien yang tidak dapat berjalan sendiri
diangkat menggunakan tandu atau kain 2 lapis (sprei dan boven laken), evakuasi menuju titik
berkumpul.
26. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua peralatan rumah sakit dan sediaan farmasi
tetap dalam kondisi yang baik.
Direktur,

..........................................................

Anda mungkin juga menyukai