Kasus Tentang Aborsi
Kasus Tentang Aborsi
PENDAHULUAN
Aborsi dapat dikatakan sebagai pengguguran kandungan yang di sengaja dan saat ini menjadi
masalah yang hangat diperdebatkan. Pengertian aborsi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1996) abortus (aborsi) didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan
abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal
bayi yang dikandung itu).
Menurut Potter&Perry (2010), setengah dari kehamilan di Amerika Serikat adalah tidak
direncanakan; sebagian besar kehamilan yang tidak direncanakan terjadi pada remaja, wanita
berusia di atas 40 tahun, dan wanita Afrika-Amerika yang berpenghasilan rendah. Hampir
setengah dari kehamilan yang tidak diharapkan berakhir dengan aborsi.
Sementara itu, kendati dilarang, baik oleh KUHP, UU, maupun fatwa MUI atau majelis tarjih
Muhammadiyah, praktik aborsi (pengguguran kandungan) di Indonesia tetap tinggi dan
mencapai 2,5 juta kasus setiap tahunnya dan sebagian besar dilakukan oleh para remaja.
Aborsi atau pengguguran kandungan seringkali identik dengan hal-hal negatif bagi orang-
orang awam. Bagi mereka, aborsi adalah tindakan dosa, melanggar hukum dan sebagainya.
Namun, sebenarnya tidak semua aborsi merupakan tindakan yang negatif karena ada kalanya
aborsi dianjurkan oleh dokter demi kondisi kesehatan ibu hamil yang lebih baik.
Ketika seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang tidak
diinginkan, maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan kehilangan,
kesedihan yang mendalam, dan/atau rasa bersalah.
Dalam kasus aborsi yang dianjurkan dokter, perawat tak hanya sebagai conselor atau peran
dan fungsi perawat yang lain, tetapi juga dapat menjalankan prinsip dan asas etik
keperawatan yang ada untuk membantu pasien menghadapi pilihan yang telah dipilih
(aborsi).
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Dapat mengetahui dan menanggapi kasus aborsi berdasarkan prinsip dan asas etik
keperawatan
BAB 2
ISI
Prinsip etika keperawatan merupakan asas, kebenaran yang jadi pokok dasar atau patokan
seorang perawat untuk berpikir, bertindak membuat keputusan yang mengarahkan tanggung
jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktek keperawatan dimana seorang perawat
selalu berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip etika keperawatan sehingga kejadian
pelanggaran etika dapat dihindarkan.
Dalam memberikan setiap asuhan keperawatan perawat harus selalu berpedoman pada nilai-
nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan. Prinsip
utamanya adalah moral dan etika keperawatan. Untuk menghindari kesalahan dalam
pelaksanaan peran ini maka perawat harus berpegangan pada prinsip-prinsip etik keperawatan
yang meliputi:
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik dan setiap tindakan yang diberikan
kepada klien harus bermanfaat bagi klien dan menghindarkan dari kecacatan. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi
pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa
klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif
untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
selama menjalani perawatan.
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang
lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.
Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang
menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area
pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan
lain harus dihindari. Jadi, apa yang dilaksanakan oleh perawat harus didasarkan pada
tanggung-jawab moral dan profesi dan merahasiakan apapun tentang pasien kecuali jika
sebagai saksi dalam kasus hukum ().
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
i. Respek
a) Perilaku perawat yang menghormati / menghargai pasien /klien. hak – hak
pasien,penerapan inforned consent
1) Teleologik
Pendekatan teleologik adalah suatu doktrin yang menjelaskan fenomena dan akibatnya,
dimana seseorang yang melakukan pendekatan terhadap etika dihadapkan pada konsekuensi
dan keputusan – keputusan etis. Secara singkat, pendekatan tersebut mengemukakan tentang
hal – hal yang berkaitan dengan the end justifies the ineans (pada akhirnya, yang
membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk kepentingan
medis). Contoh : seorang perawat yang harus menghadapi kasus kebidanan karena tidak ada
bidan dan jarak untuk rujukan terlalu jauh, dapat memberikan pertolongan sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya demi keselamatan pasien.
2) Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab :
‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara lain
autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.
Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah
satu teori etika yang terpenting
a) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan
kewajiban
b) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu
melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan
tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik
c) Niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral
universal
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sebagai perintah tak bersyarat (imperatif
kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan
tempat.
a) Perintah Bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki
akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan dan
dikehendaki oleh orang tersebut.
b) Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat
apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya
tercapai dan berguna bagi orang tsb atau tidak.
2.1.2 Aborsi
1. Pengertian Aborsi
Pengertian aborsi menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) adalah terpencarnya embrio yang
tak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan).
Pada UU kesehatan, pengertian aborsi dibahas secara tersirat pada pasal 15 (1) UU Kesehatan
Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Maksud dari ‘tindakan medis tertentu, yaitu aborsi.
Sementara aborsi atau abortus menurut dunia kedokteran adalah kehamilan berhenti sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat
sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, disebut kelahiran prematur.
Wanita dan pasangannya yang menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan biasanya
mempertimbangkan aborsi. Alasan untuk memilih aborsi berbeda-beda, termasuk mengakhiri
kehamilan yang tidak diinginkan atau ketika mengetahui janin memiliki kelainan
(Perry&Potter,2010).
2. Jenis Aborsi
1. Abortus spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Aborsi ini
dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Abortus imminens, pada kehamilan kurang dari 20 minggu terjadi perdarahan dari
uterus atau rahim, dimana janin masih didalam rahim, serta leher rahim belum
melebar (tanpa dilatasi serviks).
2. Abortus insipiens, istilah ini kebalikan dari abortus imminens, yakni pada kehamilan
kurang dari 20 minggu,terjadi pendarahan,dimana janin masih didalam rahim, dan
ikuti dengan melebarnya leher rahim(dengan dilatasi serviks)
3. Abortus inkompletus, keluarnya sebagian organ janin yang berusia sebelum 20
minggu, namun organ janin masih tertinggal didalam rahim
4. Abortus kompletus, semua hasil konsepsi(pembuahan) sudah di keluarkan
5. Abortus provokatus
Berbeda dengan abortus spontanea yang prosesnya tiba-tiba dan tidak diharapkan tapi
tindakan abortus harus dilakukan. Maka pengertian aborsi atau abortus jenis provokatus
adalah jenis abortus yang sengaja dibuat atau dilakukan, yakni dengan cara menghentikan
kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar tubuh ibu atau kira-kira sebelum berat janin
mencapai setengah kilogram.
b) Abortus provokatus kriminalis, istilah ini adalah kebalikan dari abortus provokatus
medisinalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Dalam
proses menggugurkan janin pun kurang mempertimbangkan srgala kemungkinan apa yang
akan terjadi kepada wanita / calon ibu yang melakukan tindakan aborsi ilegal. Biasanya
pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.
1. Abortus habitualis
Abortus habitualis termasuk abortus spontan namun habit ( kebiasaan) yang terjadi berturut-
turut tiga kali atau lebih.
1. Missed abortion
Kematian janin yang berusua sebelum 20 minggu, namun janin tersebut tidak dikeluarkan
selama 8 minggu atau lebih, dan terpaksa harus dikeluarkan. Missed abortion digolongkan
kepada abortus imminens.
1. Abortus septik
Tindakan menghentikan kehamilan karena tindakan abortus yang disengaja (dilakukan dukun
atau bukan ahli ) lalu menimbulkan infeksi. Perlu diwaspadai adalah tindakan abortus yang
semacam bisa membahayakan hidup dan kehidupan
3. Penyebab Aborsi
Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya. Berikut beberapa penyebab aborsi
dilakukan :
1. Umur
Umur menjadi pertimbangan seseorang wanita memilih abortus. Apalagi untuk calon ibu
yang merasa masih terlalu muda secara emosional,fisik belum matang, tingkat pendidikan
rendah dan masih terlalu tergantung pada orang lain masalah umur yang terlalu tua untuk
mengandungpun menjadi penyebab abortus
Jarak kehamilan yang terlalu rapat menjadi alasan abortus, karena jika tidak dilakukan
abortus akan menyebabkan pertumbuhan janin kurang baik, bahkan menimbulkan
pendarahan hal itu disebabkan karena keadaan rahim yang belum pulih benar
1. Paritas ibu
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup (anak) yang dimiliki wanita. Resiko paritas tinggi ,
banyak wanita melakukan abortus.
Wanita yang sebelumnya pernah abortus, kemungkinan besar akan dilakukan abortus lagi .
penyebabnya yang lainnya masih banyak, seperti calon ibu yang memiliki penyakit berat
hingga takut bila ia melahirkan anaknya, anaknya akan tertular penyak it pula, ada juga
masalah ekonomi banyak anak banyak pengeluaran dan lain sebagainya.
Selain penyebab di atas, aborsi juga dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
a) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini ialah :
c) Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, toksoplasmosis.
d) Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua), retroversi uteri, dan kelainan bawaan uterus.
4. Resiko Aborsi
Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita.
Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-
apa dan langsung boleh pulang”. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap
wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan
yang sudah terjadi.
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan
dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh
Brian Clowes, Phd yaitu:
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan
keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-
Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After
Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut
ini:
Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan
bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Rasa bersalah tersebut
dapat menyebabkan stres psikis atau emosional, yaitustres yang disebabkan karena gangguan
situasi psikologis (Hidayat, 2007).
TERNATE, KOMPAS.com — Warga Kota Ternate Utara, Kamis (3/5/2012), dibuat heboh
dengan kasus aborsi yang dilakukan seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama di
Ternate berinisial IK. IK diketahui merupakan anak seorang pegawai di Kementerian Agama
Kabupaten Pulau Morotai.
IK diketahui hamil bersama kekasihnya J yang juga sebagai salah satu mahasiswa di
universitas berbeda di Ternate. Keduanya langsung dibekuk polisi ke Mapolres Ternate,
Kamis. Di hadapan penyidik, J mengisahkan, awalnya dia mengajak IK untuk menikah
lantaran mengetahui kekasihnya hamil dua bulan.
“Kita belum bisa berikan keterangan karena masih dalam penyelidikan,” ucap seorang
penyidik. Untuk kepentingan penyelidikan, sang mahasiswi ini dibawa ke rumah sakit guna
menjalani visum. “Agar bisa dipastikan apakah yang digugurkan itu janin atau ari-ari,”
tambah petugas penyidik tersebut.
Editor :
2.3 Pembahasan
Kasus aborsi di atas merupakan kasus aborsi illegal. Karena dilakukan atas dasar malu atau
takut terhadap keluarga pelaku, bukan dari saran dokter karena janin memiliki kelainan atau
membahayakan kesehatan si ibu. Selain itu, proses aborsi yang dilakukan pun tidak sesuai
bidang kedokteran dengan meminum pil sakit kepala bercampur minuman bersoda.
Berdasarkan asas etik keperawatan, kasus aborsi yang telah disebutkan di atas diperbolehkan
sesuai dengan asas etik autonomy (otonomi) yang dimiliki pelaku aborsi. Pelaku aborsi boleh
memilih dan memutuskan untuk melakukan aborsi tanpa paksaan sebab keputusan itu adalah
hak dia. Tetapi, melanggar asas beneficience (berbuat baik / manfaat). Karena kasus di atas
bukanlah merupakan tindakan yang baik dan tidak memberikan manfaat apa pun, sekalipun
alasannya karena takut atau malu atas janin yang dikandungnya pada keluarga dan orang lain.
Ketika seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan yang tidak
diinginkan, maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan kehilangan,
kesedihan yang mendalam, dan/atau rasa bersalah (Perry&Potter, 2010).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aborsi dapat dikatakan sebagai pengguguran kandungan yang di sengaja dan saat ini menjadi
masalah yang hangat diperdebatkan. Klasifikasi abortus atau aborsi berdasarkan dunia
kedokteran, yaitu: abortus spontanea, abortus provokatus, abortus habitualis, missed abortion
dan abortus septik. aborsi dapat terjadi karena beberapa sebab,yaitu: kelainan pertumbuhan
hasil konsepsi, kelainan pada plasenta, faktor maternal, kelainan traktus genitalia dan malu
(aborsi ilegal).
Berdasarkan asas autonomy (otonomi), keputusan aborsi yang diambil pada kasus aborsi
adalah hak klien (orang yang melakukan aborsi). Tetapi, pada kasus aborsi ilegal seperti
contoh, hal tersebut melanggar asas beneficience (asas manfaat / berbuat baik) sebab, aborsi
ilegal bukan perbuatan baik dan dapat membahayakan kesehatan pelaku aborsi tersebut.
3.2 Saran
Saran penulis, seorang perawat yang sedang merawat klien yang akan melakukan aborsi,
hendaknya ciptakan suasana yang membuat klien dapat berdiskusi secara terbuka tentang
aborsi, agar tidak terjadi pelanggaran terhadap asas-asas yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif., Kuspuji T.,dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta:Media
Aesculapius.
Mansjoer, Arif., Kuspuji T.,dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta:Media
Aesculapius.
Sumber Online: