Anda di halaman 1dari 26

1912142010151

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA II


TENTANG

“ KASUS RESIKO BUNUH DIRI PADA REMAJA”

DOSEN :
SISKA DAMAIYANTI, Ners, M.kep

OLEH :
RAHMI RAMADHONA
1912142010151

STIKes YARSI BUKITTINGGI SUMBAR


PRODI S1 KEPERAWATAN PROGSUS
T.A 2019/2020
1912142010151

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah S.W.T, yang mana berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan makalah ini sesuai
dengan yang diharapkan. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Kasus
Risiko Bunuh Diri Pada Remaja“ pada mata kuliah Keperawatan Jiwa II. Serta kami
juga berterima kasih kepada ibu Siska Damaiyanti,Ners.M.kep selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Jiwa II STIKes YARSI SUMBAR Bukittinggi .

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah


pengetahuan kita. Kami pun menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik, saran dan usulan kami buat di masa yang akan datang.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang


membacanya.Sekiranya makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kami
sendiri dan orang yang membacanya.Sebelumnya kami memohon maaf jika terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bukittinggi, 7 April 2020

Penyusun
1912142010151

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................
Daftar isi......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Tujuan..............................................................................................

BAB II TEORITIS.....................................................................................
A. Definisi.............................................................................................
B. Jenis-jenis Bunuh Diri......................................................................
C. Tahap-tahap Resiko Bunuh Diri......................................................
D. Tanda dan Gejala.............................................................................
E. Rentang Respon...............................................................................
F. Pohon Masalah.................................................................................
G. Diagnosis Keperawatan....................................................................
H. Mekanisme Koping..........................................................................

BAB III KASUS.........................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN KASUS DAN JURNAL.................................

BAB III PENUTUP....................................................................................


A. Kesimpulan......................................................................................
B. Saran.................................................................................................

Daftar Pustaka
JURNAL (Terlampir)
1912142010151

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang individu tidak terlepas dari masalah
yang dihadapi yang dapat menimbulkan stres. Stres merupakan gangguan yang
dihadapi seseorang akibat adanya tekanan atau masalah yang muncul pada individu.
Masalah atau tekanan tersebut dapat muncul dari dalam diri maupun dari luar diri
individu. Nilai yang tidak memuaskan, tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan,
tidak maksimal dalam mengerjakan suatu pekerjaan, tidak dapat bersosialisasi dengan
baik, konflik dengan teman, keluarga, atau rekan kerja, putus cinta, tidak lulus tepat
waktu, dan tuntutan dari keluarga merupakan contoh dari masalah yang dihadapi oleh
individu.

Masalah tersebut membuat individu merasa tertekan secara terus- menerus dan
dapat mengganggu kinerja dari individu itu sendiri. Hal-hal tersebut juga sering
dialami oleh mahasiswa. Mahasiswa banyak mendapatkan tugas dan pekerjaan dari
perkuliahan. Tugas dan pekerjaan tersebut tidak jarang membuat mahasiswa menjadi
tertekan. Selain itu, ekspektasi dari lingkungan dan orangtua yang menginginkan
prestasi, lulus tepat waktu, mendapatkan pekerjaan dengan cepat, dan juga sukses
dalam segala bidang menjadi salah satu faktor tekanan bagi mahasiswa. Hal tersebut
akan semakin parah jika mahasiswa tidak mendapatkan IPK yang memuaskan atau
tidak memenuhi ekspektasi dari orangtua ataupun lingkungan. Oleh karena itu,
tekanan yang dirasakan mahasiswa dari dalam dan luar semakin bertambah. Masalah-
masalah yang dialami tersebut dapat dikatakan sebagai stressor. Stressor merupakan
stimulus yang muncul yang menyebabkan stres pada individu.

Menurut Adam, Overholser, dan Spirito (1994), stressor seperti masalah


keluarga, masalah dengan teman, masalah dengan pasangan, dan masalah pendidikan
menjadi faktor seseorang melakukan bunuh diri. Selain itu, beberapa penelitian
(dalam Arun dam Chavan, 2009) menemukan bahwa tekanan akademis memiliki
keterkaitan dengan ide untuk bunuh diri dan tindakan menyakiti diri sendiri. Dapat
dilihat bahwa prestasi akademik menjadi salah satu dari berbagai faktor yang
memiliki hubungan dengan ide bunuh diri. Selain itu, prestasi akademis yang rata-rata
1912142010151

juga dapat memprediksi peningkatan ide atau gagasan untuk bunuh diri (Kang, Hyun,
Choi, Kim, Kim, dan Woo, 2014).

Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan
hasratnya untuk mati (Muhith, 2015). Bunuh diri juga dapat disebut sebagai suatu
perbuatan atau tindakan yang disengaja untuk menghancurkan atau membunuh diri
sendiri. Upaya bunuh diri merupakan salah satu cara seseorang berteriak meminta
tolong kepada orang lain. Maka dari itu, seseorang yang melakukan upaya bunuh diri
memiliki perasaan ambigu antara keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati
atau dapat disebut sebagai ambivalensi. Bunuh diri merupakan kematian yang
disebabkan oleh luka, keracunan, atau mati lemas yang memiliki bukti adanya cidera
yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan tindakan tersebut dilakukan untuk
membunuh dirinya sendiri (Nolen-Hoeksema, 2014).

Menurut CDC Web-based Injury Statistic, bunuh diri menjadi penyebab


kematian utama yang ketiga di antara orang-orang muda dengan rentang usia 15
hingga 24 tahun. Survey lain menemukan bahwa 13% dari orang dewasa di Amerika
Serikat dilaporkan pernah memiliki pikiran untuk bunuh diri dan 4,6% dilaporkan
melakukan percobaan bunuh diri (Kessler, Borges, dan Walters dalam Nevid, Rathus,
dan Greene 2003). Di Amerika, setiap 16 menit seseorang akan melakukan tindakan
bunuh diri dan tercatat sebanyak 31.000 orang yang melakukan bunuh diri setiap
tahunnya.

Menurut data statistik Kesehatan Dunia pada WHO, Korea Selatan merupakan
Negara yang memiliki angka bunuh diri tertinggi yaitu 36,8%. Di ASEAN, Thailand
merupakan Negara yang memiliki angka bunuh diri cukup tinggi yaitu sebanyak
13,1%. Sebanyak 75% kasus bunuh diri terjadi di Negara-negara yang memiliki
penghasilan rendah dan menengah (Kompas.com, 2016). Bunuh diri dikalangan
remaja Jepang sudah terjadi sebelum dan setelah perang dunia kedua, dan tetap tidak
berubah walaupun sudah ada perubahan dalam sistem pendidikan (Zeng dan Le
Tendre, 1998). Pada Negara Indonesia, tercatat pada tahun 2005 terdapat 30.000
kasus bunuh diri dan pada tahun 2010 terdapat 5.000 orang yang melakukan bunuh
diri setiap tahunnya. Pada tahun 2012, tingkat bunuh diri meningkat menjadi 10.000
1912142010151

orang yang melakukan bunuh diri. (Herman, 2014.


www.beritasatu.com).

Terdapat tiga jenis dari perilaku bunuh diri, yaitu completed suicide, suicide
attempt, dan suicide ideation. Completed suicide merupakan perilaku bunuh diri
dimana individu melakukan tindakan bunuh diri secara fatal sehingga menyebabkan
kematian yang cepat. Suicide attempt adalah perilaku dimana individu melakukan
percobaan bunuh diri, namun tidak berakibat fatal. Individu yang melakukan suicide
attempt masih mengalami keadaan ambivalensi dimana belum ada kejelasan antara
keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati. Suicide ideation atau bisa disebut
dengan ide bunuh diri merupakan ide individu untuk melakukan bunuh diri, namun
hal tersebut hanya sebatas pikiran dan belum dilakukan (Nolen-Hoeksema, 2014).

Sebanyak 11,4% mahasiswa melakukan percobaan bunuh diri dan 7,9%


mahasiswa yang memiliki pikiran untuk bunuh diri dalam setahun belakangan
(Garlow, Rosenberg, Moore, Haas, Koestner, Hendin, dan Nemeroff, 2008). Meehan
dkk (dalam Nevid dkk, 2003) terdapat 54% atau sekitar 694 mahasiswa tahun pertama
dilaporkan memiliki pikiran untuk bunuh diri. Menurut Furr, Westefeld, McConnell,
dan Jenkins (dalam Nolen- Hoeksema, 2014) terdapat 9% mahasiswa yang memiliki
pikiran untuk bunuh diri sejak memasuki Universitas dan 1% mahasiswa yang
memiliki pikiran bunuh diri saat di Universitas.

Stres akademis memiliki korelasi dengan depresi dan ide untuk bunuh diri
(Ang dan Huan, 2006). Menurut Petzel dan Riddle (dalam Wilburn dan Smith, 2005),
prestasi akademis yang buruk dapat menyebabkan seorang individu mengalami stres,
depresi, hingga bunuh diri. Penelitian lain yang dilakukan oleh Juon, Nam, dan
Ensminger (dalam Ang dan Huan, 2006) mengatakan bahwa pelajar di Korea Selatan
memiliki tingkat stres yang tinggi terkait dengan prestasi akademik sehingga
cenderung memiliki pikiran untuk melakukan bunuh diri.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Agolla dan Ongori (2009) menjelaskan
bahwa kinerja akademis yang buruk dan ekspektasi dari teman atau keluarga yang
tinggi merupakan salah satu faktor yang membuat mahasiswa menjadi tertekan hingga
mengalami stres dan depresi. Hal tersebut disebabkan karena individu tidak dapat
mencapai ekspektasi dari keluarga, lingkungan, maupun diri sendiri.
1912142010151

Toero, Nagy, Sawaguchi, Sawaguchi, dan Sotonyi (dalam Ang dan Huan,
2006) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara tekanan akademis dengan
perilaku bunuh diri pada remaja dan dewasa awal. Hal tersebut terlihat dari hasil
penelitian yang telah dilakukan bahwa terdapat kasus-kasus bunuh diri yang terjadi
biasanya memuncak selama periode ujian. Selama periode ujian, tingkat stres pada
pelajar atau mahasiswa menjadi lebih meningkat dari pada biasanya.

Pada tahun 2001, studi yang dilakukan oleh American College Health
Association (Hirsch, Conner, dan Duberstein, 2007) mengungkapkan bahwa 9,5%
dari mahasiswa memiliki pikiran serius untuk bunuh diri dan 1,5% dilaporkan
melakukan percobaan bunuh diri. Penelitian lain (Brener, Hassan, Barrios, 1999;
Hirsch, Wolford, LaLonde, Brunk, dan Parker-Morris, 2009; Furr, Westefeld,
McConnell, dan Jenkins, 2001 dalam Hirsch dkk, 2007) mengungkapkan, sekitar 8% -
15% mahasiswa di Amerika Serikat melaporkan bahwa mereka mengambil tindakan
berdasarkan pemikiran mereka tentang bunuh diri. Sebanyak 14,6% mahasiswa di
China diketahui memiliki ide untuk bunuh diri pada tahun terakhir. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hirsch dkk (2007), sebanyak 46% dari 439 mahasiswa
melaporkan pernah memiliki ide untuk bunuh diri, dimana 124 mahasiswa tersebut
pernah memiliki pikiran untuk bunuh diri pada setahun terakhir.

Indonesia sendiri menduduki peringkat ke-159 di Dunia dalam data negara


dengan angka bunuh diri tertinggi, dan sebanyak 3,7 dari 10.000 populasi di Indonesia
melakukan bunuh diri tiap tahunnya (diambil dari who.int, 2018). Di Indonesia, cukup
banyak kasus bunuh diri yang dilakukan pelajar atau mahasiswa dengan alasan
akademik, seperti nilai raport atau Indeks Prestasi yang tidak memuaskan, masalah
Ujian Nasional, hingga masalah yang berhubungan dengan skripsi. Penelitian yang
dilakukan oleh Benny Prawira Siauw (diambil dari tirto.id, 2019) menjelaskan bahwa
34,5% dari 284 responden mahasiswa di Jakarta memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Kasus mengenai stres akademis yaitu seorang mahasiswa yang berumur 20 tahun
ditemukan bunuh diri di rumahnya (diambil dari suara.com, 2018). Mahasiswa
tersebut melakukan bunuh diri dengan alasan skripsi yang terus ditolak oleh dosen
pembimbing. Hal tersebut membuatnya menjadi stres dan depresi sehingga dirinya
memilih untuk melakukan bunuh diri.
1912142010151

Kasus bunuh diri lain juga terjadi di Bandung, seorang mahasiswa memilih
untuk mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di kamar kost (diambil dari
news.detik.com, 2018). Mahasiswa tersebut merasa pusing memikirkan masalah
skripsinya, hingga akhirnya memilih untuk bunuh diri. Kasus-kasus bunuh diri yang
terjadi di Indonesia memiliki faktor penyebab yang beragam. Prestasi yang baik tidak
menjamin seseorang tidak akan melakukan upaya untuk bunuh diri. Dukungan atau
tekanan dari orangtua dan lingkungan juga dapat menjadi faktor penyebab seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.

Penelitian mengenai bunuh diri lain yaitu dilakukan oleh Fahrudin (2012)
yang melakukan penelitian mengenai fenomena bunuh diri di Gunung Kidul.
Penelitian tersebut menemukan jika kemiskinan dan mitos mengenai pulung gantung
bukan alasan yang kuat untuk menjadi faktor penyebab bunuh diri pada masyarakat di
Gunung Kidul, melainkan perilaku koping yang dipelajari. Individu akan mempelajari
suatu perilaku dari orang lain, dimana pada fenomena bunuh diri di Gunung Kidul
masyarakat mempelajari perilaku jika bunuh diri merupakan salah satu cara pelunasan
hutang ketika individu tidak dapat melunasi hutang tersebut. Penelitian ini
menggunakan pengumpulan data melalui polisi, Rumah Sakit, dan kepala wilayah,
namun tidak ada pengumpulan data pada masyarakat, seperti misalnya dengan cara
wawancara.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, makalah ini penting dilakukan karena


minimnya membahas yang dilakukan di Indonesia mengenai permasalahan tekanan
akademis dengan ide percobaan bunuh diri. Mahasiswa terdorong untuk mengupas
permasalahan ini karena tingkat percobaan bunuh diri di Indonesia yang semakin
meningkat. Kurangnya pengetahuan dan perhatian dari keluarga, lingkungan sekitar,
maupun pemerintah membuat percobaan bunuh diri di Indonesia semakin bertambah.

Selain itu, tekanan dan ekspektasi yang didapat mahasiswa dari lingkungan,
orangtua, maupun diri sendiri semakin meningkat. Hal tersebut membuat mahasiswa
memiliki stres yang berat dan memungkinkan mahasiswa memiliki ide untuk bunuh
diri. Berdasarkan hal tersebut, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
pengaruh yang positif serta memberikan pengetahuan mengenai hubungan antara
tekanan akademis dengan ide bunuh diri pada mahasiswa.
1912142010151

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi bunuh diri


2. Mahasiswa mampu menjelaskan ide bunuh diri
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab ide bunuh diri
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan rentang respons
6. Mahasiswa mampu membedakan tahap-tahap bunuh diri
7. Mahasiswa mampu mengenali tanda dan gejala bunuh diri
8. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan tentang bunuh
diri
9. Mahasiswa mampu melakukan mekanisme kopping
1912142010151

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam
sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri
sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen,
1995.

Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (Wilson dan Kneisl, 1988). Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan
koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri
timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau
rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan
keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh
diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri.

Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah
perceraian, pengangguran, dan isolasi sosial. Sementara menurut Tishler (1981)
(dikutip oleh Leahey dan Wright, 1987) melalui penelitiannya menyebutkan bahwa
motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah dengan orang
tua, 30% masalah dengan lawan jenis, 30% masalah sekolah, dan 16% masalah
dengan saudara.

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian (Gail w. Stuart, 2007).

Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai
gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez,
Delicious, 2009)
1912142010151

Shneidman (dalam Davidson dkk, 2006) juga berpendapat bahwa individu


yang memiliki keinginan untuk bunuh diri memiliki emosi akan keputusasaan dan
ketidakberdayaan. Linehan (dalam Davidson dkk, 2006) mengatakan bahwa individu
yang melakukan tindakan bunuh diri telah merasa kehilangan harapan untuk
penyelesaian masalah-masalah mereka dan merasa tidak ada jalan keluar lain selain
tindakan bunuh diri.

Dalam proses seseorang melakukan tindakan bunuh diri, terdapat tahapan ide
bunuh diri. Menurut Captain (dalam Dewi dan Hamidah, 2013), ide bunuh diri
merupakan sebuah fase atau proses sebelum terjadinya tindakan bunuh diri, yang
dilalui tanpa melakukan aksi atau tindakan apapun untuk bunuh diri.

B. Ide Bunuh Diri


Ide bunuh diri merupakan pikiran mengganggu yang dimiliki individu untuk
mengakhiri hidupnya sendiri (Wilburn dan Smith, 2005). Individu yang memiliki ide
bunuh diri memiliki kesulitan untuk mencari bantuan atau pertolongan kepada orang
lain (Deane, Wilson, dan Ciarrochi, 2001). Individu akan menyimpan pikirannya
mengenai bunuh diri dan tidak akan mengungkapkan pikiran tersebut kepada orang
lain. Carlton and Deane (dalam Deane dkk, 2001) juga mengungkapkan hal yang
sama bahwa ide bunuh diri merupakan prediktor negatif yang signifikan dan unik
untuk menjadi penghalang individu mencari bantuan kepada orang lain.

Beck, Kovacs, dan Weissman (1979) kemudian juga mengungkapkan bahwa


suicide ideators merupakan individu yang saat ini memiliki rencana dan keinginan
untuk melakukan bunuh diri namun belum melakukan upaya bunuh diri. Suicide
ideation atau ide bunuh diri dapat disimpulkan merupakan pikiran untuk bunuh diri
pada individu namun tidak melakukan tindakan apapun, bahkan individu tidak
mengungkapkan ide bunuh diri tersebut kepada orang lain.

C. Penyebab Ide Bunuh Diri

Terdapat banyak sekali alasan atau penyebab yang membuat seseorang


memiliki pikiran untuk bunuh diri. Freud (Nolen-Hoeksema, 2007) mengungkapkan
bahwa frustasi, ambivalensi, dan perasaan sedih dapat menyebabkan seorang individu
memiliki pikiran untuk bunuh diri. Perilaku bunuh diri tidak dapat dikatakan sebagai
1912142010151

suatu gangguan psikologis, akan tetap didasari atau disebabkan oleh gangguan
psikologis, seperti depresi dan gangguan mood.

Menurut Mehrabian dan Weinstein (dalam Nevid dkk, 2003), individu yang
melakukan perilaku bunuh diri biasanya merasa bahwa hidupnya menjenuhkan,
kosong, dan membosankan. Hal tersebut biasanya dipicu oleh suatu peristiwa yang
menyakitkan dan tidak dapat diterima oleh individu. Individu yang memiliki ide
bunuh diri kemungkinan kehilangan harapan, mungkin karena stres yang dialami di
perguruan tinggi, individu merasa seakan mereka tidak berhasil untuk mencapai
tujuan-tujuan pribadi mereka (Hirsch dkk, 2007). Kegagalan dalam bidang
pendidikan, seperti gagal mendapatkan nilai yang diinginkan, atau gagal
mempertahankan nilai yang sudah dicapai juga menjadi faktor dari mahasiswa
memiliki ide atau pikiran untuk bunuh diri.

Para peneliti mengungkapkan bahwa terdapat beberapa penyebab dari ide


bunuh diri pada mahasiswa, seperti problem sosial, keputusasaan, tidak ada keinginan
atau alasan untuk hidup, permasalahan akademis, dan faktor interaktif lainnya (Furr,
Westefeld, McConnel, dan Jenkins, 2001). Permasalahan mengenai peringkat atau
nilai merupakan salah satu faktor yang berkontribusi dengan ide bunuh diri atau
perilaku bunuh diri. Perkuliahan menjadi waktu yang penuh tekanan bagi banyak
mahasiswa, dimana mahasiswa perlu melakukan adaptasi dengan lingkungan
pendidikan dan lingkungan sosial yang baru (Misram dan Castillo, 2004).
Diungkapkan juga, bahwa pengalaman atau peristiwa yang terjadi di universitas,
termasuk tuntutan akademis, memiliki potensi untuk menjadi faktor dari individu
memiliki ide untuk bunuh diri.

D. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP)
untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi
dari resiko bunuh diri adalah :

a. Faktor Predisposisi

Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku


destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1912142010151

1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor
lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
1912142010151

c. Perilaku Koping

Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan


dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan
seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif
dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.

d. Mekanisme Koping

Respon adaptif Respon maladaptive


Beresiko Destruktif diri
Peningkatan diri Pencederaan diri Bunuh diri
destruktif tidak langsung
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Keterangan :

 Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan,


yakin, dan kesadaran diri meningkat.
 Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami individu yang mengalami
perkembangan perilaku.
 Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan
kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan
zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku yang
menimbulkan stres.
1912142010151

 Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri


yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah
untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri
termasuk melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau
anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit
jari.
 Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untuk mengakhiri kehidupan.

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

E. Rentang Respons
Menurut YoseP, Iyus (2009) antara lain :
a. Peningkatan diri.
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai 
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif.
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal
sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung.
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan
tidak optimal.
d. Pencederaan diri.
1912142010151

Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat


hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri.
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.

F. Tahap-tahap Resiko Bunuh Diri


1. Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan,
bahkan klien pada tahap ini tidak akan menungkapkan idenya apabila tidak
di tekan.
2. Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri
3. Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang
dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya, tetapi
sudah ada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
5. Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien mempunyai indikasi individu yang
ingin mati dan tidak mau diselamatkan.Misalnya, minum obat yang
mematikan.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita,
2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut :

a. Upaya bunuh diri (scucide attempt) 


Yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian.
Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-
benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
1912142010151

b. Isyarat bunuh diri (suicide gesture)


Yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku
orang lain.
c. Ancaman bunuh diri (suicide threat)
Yaitu suatu peringatan baik secara langsung verbal atau nonverbal bahwa
seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi
atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

G. Tanda dan Gejala


Menurut Fitria, Nita (2009) antara lain :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri)
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
1912142010151

16. Latar belakang keluarga.


17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

H. Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan (Resiko


mencederai diri sendiri)

Resiko Bunuh Diri

Gangguan interaksi sosial


(Menarik diri)

gangguan konsep diri


(harga diri rendah)

I. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh
diri:
1. Resiko bunuh diri.
2. Harga diri rendah
3. Koping yang tak efektif.

J. Mekanisme Koping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif diri. Seringkali klien secara sadar
1912142010151

memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) dalam Yollanda, Amadea (2018)
mengungkapkan bahwa mekanisme pertahan ego yang berhubungan dengan
perilaku destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi dan regresi.
1912142010151

BAB III
KASUS

Seorang mahasiswa ITB ditemukan tewas gantung diri di kamar indekos di


RT14 RW13 Sadang Hegar 2, Kelurahan Sekeloa, Kecamatan Coblong sekitar
pukul 17.15 WIB, Selasa (3/9/2019). Muhtar Amin (24) memilih mengakhiri
hidup diduga akibat depresi. "Betul ada yang bunuh diri (gantung diri).
Mahasiswa ITB (S2 jurusan Mikro elektronik)," ujar Kapolsek Coblong, AKP
Auliya Djabar saat dikonfirmasi Ayobandung.com, Selasa (3/9/2019). Dia
menjelaskan seorang saksi yang merupakan teman indekos korban curiga saat
melihat ada tali tambang warna biru terlilit di kusen pintu. Saksi tersebut
kemudian mengecek pintu kamar korban, namun tidak dapat dibuka karena
terganjal badan korban. Saksi kemudian berusaha menggunakan kursi untuk
melihat atau memastikan yang mengganjal pintu namun tetap tidak terlihat apapun
dan langsung teriak minta tolong kepada kawannya yang lain.
"Saksi yang lain mengintip dari fentilasi dan melihat korban sudah dalam
keadaan tergantung membelakangi pintu kamar," katanya. Lebih lanjut Kapolsek
menuturkan para saksi lantas berupaya membuka pintu serta menggunting tali
sehingga korban bisa terlepas dari ikatan. Saat berhasil masuk kamar, para saksi
tersebut tidak berani memegang korban dan memilih melaporkan kejadian
tersebut ke pihak kepolisian. Menurutnya, korban diduga bunuh diri karena
berdasarkan keterangan Inafis Polrestabes Bandung tidak ada bekas kekerasan
fisik. Selain itu, ditemukan surat kontrol dari RS Melinda dari kejiwaan yang
menerangkan bahwa korban mengalami depresi. "Diduga bunuh diri, tapi
penyebabnya belum tahu. Lagi dihubungi pihak keluarganya. Saat ini," kata
Auliya.
Di saat kamu memiliki pemikiran bunuh diri atau gangguan kesehatan
jiwa, segera kunjungi psikolog atau psikiater atau tenaga profesional kesehatan
jiwa terdekat dari tempat tinggal kamu. Bertemu dengan psikolog atau psikiater
terdekat terbukti efektif dalam menangani krisis bunuh diri atau gangguan jiwa
yang dialami kamu atau orang terkasih. Psikolog atau psikiater akan mendiagnosis
berdasarkan gejala yang muncul dan kemudian akan memberikan tindakan
penanganan (melalui terapi atau obat-obatan tertentu). Tidak hanya itu, tatap muka
1912142010151

dengan profesional juga akan menjamin kerahasiaan informasi pribadi kamu.


1912142010151

BAB IV
PEMBAHASAN DAN JURNAL

A. Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Pasien Depresi Dan Resiko Bunuh Diri
Berbagai masalah dan problematika hidup semua orang pasti
mengalaminya. Kehidupan yang penuh dengan tekanan dan stres pada saat ini
sedang banyak dialami seiring dengan kejadian bencana alam terjadi dimana -
mana.Hal ini dapat memicu seseorang terkena depresi. Perlu diketahui depresi
bukan hanya terjadi pada orang dewasa atau orang tua, melainkan depresi juga
terjadi pada remaja. Apabila depresi ini tidak segera untuk diatasi maka
keberlanjutannya akan terus dialami oleh remaja tersebut hingga dia dewasa.
Karena Usia remaja merupakan masa usia pertumbuhan seseorang yang paling
menetukan (Saepudin, 2018).
Namun yang lebih membahayakan adalah munculnya inisiatif melakukan
tindakan yang diluar dugaan yaitu bunuh diri. Sedang Hinton menjelaskan bahwa
meskipun depresi yang diderita tidak terlalu parah, tetapi resiko bunuh diri tetap
ada (Hinton, 1989).
Depresi dapat diartikan sebagai suatu gangguan mental ditandai dengan
adanya perasaan sedih, putus asa, kehilangan semangat, merasa bersalah, lambat
dalam berpikir, menurunnya motivasi untuk melakukan aktivitas, dll. Pendertia
depresi cenderung di derita oleh para remaja dan orang tua, sebab mereka lebih
cenderung memperhatikan citra tubuhnya, rentan mengalami peristiwa-peristiwa
yang penuh dengan tekanan dan stres dan sulit untuk menyesuaikan diri dan
berinteraksi dengan orang lain.
Hinton menjelaskan masa remaja adalah masa dimana ia sedang
mengalami masa perubahan hormonal, perubahan tingkat hubungan sosial
sehingga remaja lebih cenderung berbeda dalam mempersepsikan orang tua
(Hinton, 1989). Akibat dari depresi banyak hal yang dirugikan karenanya antara
lain terganggunya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, merasakan kesulitan
berkonsentrasi, ketidakberdayaan terhadap suatu hal yang dipelajari, bahkan
hingga tindakan bunuh diri yang menyebabkan kematian. Remaja yang
mengalami depresi dia hanya bisa mengurung diri dikamarnya. Hilang konsentrasi
1912142010151

dan percaya diri, semangat hidup yang terus menurun sampai dengan dia tidak lagi
mau bicara dan komunikasi dengan orang lain.
Remaja ini jadi pesimis memandang hidupnya, seakan hilang harapan,
tidak ada yang bisa memahami dirinya, dan sebagainya. Prevalensi kejadian
depresi cukup tinggi hampir lebih dari 350 juta penduduk
dunia mengalami depresi dan merupakan penyakit dengan peringkat ke-4 di dunia
menurut WHO. Di Indoneisa prevalensi gangguan mental emosional pada
penduduk berusia ≥ 15 tahun berdasarkan RISKESDAS 2018 adalah 9,8%, terjadi
kenaikan 3,8 % dari tahun 2013, sebelumnya adalah 6%. Sedangkan prevalensi
gangguan depresi penduduk di atas 15 tahun mencapai 6,1%, dan hanya 9%
penderita depresi yang minum obat/menjalani pengobatan medis. Kejadian depresi
lebih sering pada wanita (10-25%) dibanding pada pria (5-12%). Kejadian depresi
juga lebih tinggi pada usia produktif dibanding pada usia anak remaja maupun
lanjut usia (kemenkes, 2018).
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa klien mengalami depresi dan
melakukan tindakan bunuh diri. Resiko bunuh diri merupakan beresiko terhadap
cedera yang ditimbulkan sendiri dan mengancam jiwa (Wilkinson & Ahern, 2012)
didukung dengan data–data subjektif maupun objektif. Data subjektif dari kasus
diatas tidak dapat diambil kesimpulan cuma biasanya seseorang sering
mengatakan ingin mengakhiri hidupnya, merasa tidak berharga dan tidak berguna.
Sedangkan data objektif yang menunjang adalah adanya riwayat pasien pernah
berobat kesalahsatu rumah sakit jiwa yang klien mengalami depresi.
Depresi adalah salah satu gangguan mental dan siapapun dapat
mengalaminya. Depresi dapat disebabkan oleh adanya kekerasan emosional, fisik,
minder, bullying. Dampak dari depresi ini diantaranya adalah bunuh diri,
menyakiti diri sendiri. Dalam DSM–IV-GTR dijelaskan bahwa depresi mayor
dapat ditetapkan bila sekurangnya dalam waktu dua minggu ditemukan sedikitnya
lima dari gejala dan merupakan satu perubahan fungsi dari sebelumnya. Diantara
gejala yang dimaksud diantaranya adalah mood tertekan atau hilangnya
kesenangan, berkurangnya berat badan atau bertambah secara signifikan tanpa diet
sebanyak 5% dalam sebulan, insomnia atau hypersomnia, lelah, perasaan tidak
berharga, menurunnya konsentrasi,, pikiran tenatng kematian yang berulang.
1912142010151

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Depresi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan


kesehatan mental yang ditandai dengan adanya suasana hati yang tertekan, sedih,
murung, merasa bersalah, suka menyendiri, putus asa, lambat dalam berpikir,
menurunnya motivasi untuk melakukan aktivitas, kehilangan semangat, dll.
Pendertia depresi cenderung dialami oleh para remaja dan orang tua, sebab mereka
lebih cenderung memperhatikan citra tubuhnya, rentan mengalami peristiwa-
peristiwa yang penuh dengan tekanan dan stres dan sulit untuk menyesuaikan diri
dan berinteraksi dengan orang lain.
Masa remaja merupaakan masa perubahannhormonal, perubahan
tingkattdan pola hubungan social sehinggaaremaja cenderung
mempersepsikannorang tua secara Asuhan Keperawatan Pada Pasien Depresi dan
Resiko Bunuh Diri berbeda. Selain itu, pada masa perkembangan remaja, jarang
dalam prosesnya berjalan tanpa ada hambatan. Banyak masalah yang dihadapinya
bahkan hingga sampai pada titik masalah itu tidak lagi teratasi dan berujung pada
peristiwa depresi yang berkepanjangan dan terus menerus. Biasanya remaja yang
sedang mengalami depresi sikapnya berubah menjadi apatis dan cenderung selalu
menyalahkan dirinya sendiri sehingga dia menolak untuk ditolong atau mencari
pertolngan dari orang lain.
Sehingga dengan ada banyak factor yang melatar belakangi risiko atau
percobaan bunuh diri pada remaja seperti ketidakberdayaan dalam mengahadapi
hidup, depresi, tidak diterima oleh lingkungan, merasa terasingkan atau
terabaikan, mendapat perilaku kekerasan secara terus menerus dari orang lain, dan
kehilangan orang yang dicintai. Untuk menghindari risiko bunuh diri tersebut kita
hanya perlu keluar dari zona mencekam tersebut dengan meluapkan emosi kita
kepada orang terdekat ataupun kepada orang yang dianggap dapat dipercaya.

Sebagai seorang perawat kita dituntut agar bisa menjadi orang yang dapat
dipercaya oleh pasien baik itu dalam hal pencegahan maupun dalam penanganan
percobaan bunuh diri. Dengan teknik membina hubungan saling percaya maka
1912142010151

kita dapat mengkaji lebih dalam factor pencetus risiko bunuh diri dan mencegah
hal itu dapat terjadi.

B. Saran

1. Bagi orang tua agar dapat memberikan contoh yang baik kepada anak
remajanya dan memberikan wadah dalam masa perkembangannya serta
memberikan perlindungan.
2. Bagi remaja agar dapat menjadi pelajaran bahwa hidup tidak untuk hari ini
saja, kenali diri, cari jati diri yang baik, dan jangan memendam emosi
secara berlebihan, carilah orang yang dapat dipercaya untuk
meredakannya.
3. Bagi perawat agar dapat lebih memahami lagi bagaiman cara untuk
membina hubungan saling percaya dengan pasien atau keluarga.
1912142010151

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, W. Gail.(2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa.Singapore: Elsevier

Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(Basic


Course). Jakarta: EGC

Dessy, Rossyta,.2018. Asuhan Keperawatn Resiko Bunuh Diri diakses dari


https://www.academia.edu/8977353/Asuhan_Keperawatan_RESIKO_BUNUH_
DIRI

Khurniawan, Adji,.2018.Resiko Bunuh Diri diakses dari


https://www.academia.edu/23897284/Resiko_bunuh_diri

Anda mungkin juga menyukai