Anda di halaman 1dari 11

TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat dan besarnya pungutan pajak PPh Pasal 22
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Besarnya pungutan sebagaimana
dimaksud di atas yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok
wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

TARIF PPh PASAL 22 ATAS IMPOR

Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor ditetapkan sebagai berikut:

a. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen)
dari nilai impor;
b. yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
c. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 adanya pengecualian


terhadap besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor kedelai, gandum dan tepung
teriguoleh importir yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) diturunkan dari semula
sebesar 2,5% (dua setengah persen) menjadis ebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
Sedangakan bagi importir yang tidak menggunakan API, Besarnya pungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 atas impr kedelai, gandum, dan tepung terigu adalah 7,5% (tujuh setengah persen) dari
nilai impor.

Nilai impor sebagaimana dimaksud di atas adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
perhitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan [eraturan perundang-undangan
parabean di bidang impor.

PPh Pasal 22 yang dipungut adalah merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat
diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajakn yang bersangkutan.

TARIF PPh PASAL 22 ATAS PEMEBLIAN YANG DILAKUKAN OLEH BUMN/BUMD


BAIK YANG MENGGUNAKAN APBN/APBD ATAU TIDAK
Besar Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pemeblian barang yang dilakukan oleh:

a. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik ditingkat Puast maupun


di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
b. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dan belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah
(APBD).
c. Bank Indonesia (BI), PT. Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perum Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik
Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina,
dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari
APBN maupun non-APBN.

Sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pemebelian sebelum PPN. PPh Pasal 22 yang
dipungut atas penjualan barang kepada Badan Usaha Milik Negara seperti tersebut diatas adalah
merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk
tahun pajak yang bersangkutan.

Jika harga pembelian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai maka Harga Pemebelian
sebelum PPN atau Dasar Pengenaan Pajak pemebelian adalah:

Dasar Pengenaan Pajak = (100 : 110) x Harga Pembelian Termasuk PPN

Jika harga pembelian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang
Mewah maka perhitungan Harga Pemebelian sebelum PPN dan PPnBM atau dasar pengenaan
pajak pembelian adalah:

100 %
Dasar Pengenaan Pajak¿ X Harga Pembelian termasuk PPN
110 %+Tarif PPnBM

TARIF PPH PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL PRODUKSI

Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Badan Usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja,
dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya didalam negeri; berdasarkan ketentuan yang dutetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.

Industri Semen

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas penjualan semua jenis semen
adalah sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
PPN.

Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut oleh Pemungut Pajak pada saat penjualan semua
jenis semen didalam negeri.

Dalam melaksanakan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud


diatas, badan usaha yang bergerak dibidang industri semen selaku Pemungut Pajak wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga) yaitu:

- lembar pertama: untuk pembeli;


- lembar kedua: untuk disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada SPT
Masa PPh Pasal 22);
- lembar ketiga: sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan

Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
dipungut paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 wajib menyampaikan laporan mengenai Pajak


Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dan telah disetor setiap bulan kepada Kantor
Pelayanan Pajak di tempat kedudukan Pemungut Pajak, paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 22 yang
dilampiri Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.

Industri Rokok

Badan Usaha yang bergerak di bidang indusri rokok ditunjuk sebagai pemungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas penjualan rokok di dalam negeri.
Ketentuan tersebut di atas tidak berlaku bagi badan usaha yang bergerak di bidang
industri rokok yang tergolong pengusaha pabrik hasil tembakau golongan kecil sekali
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.05/2000
sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
384/KMK.04/2001.

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat
penjualan rokok didalam negeri adalah sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen) dari
harga bandrol dan bersifat final.

Sesuai dengan Surat Edaran Nomor SE-7/PJ.03/2008 tentang Penunjukan Pemungut


Pajak Penghasilan pasal 22, sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan
Pelaporannya bahwa industri rokok tidak lagi ditunjuk sebagi Pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22 atan penjualan rokok didalam negeri mulai tanggal 1 januari 2009.

Sesuai dengan PER-52/PJ/2008 tertanggan 31-12-2008 tentang Perlakuan pajak


penghasilan atas penghasilaan penyalur/distributor rokok adalah atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh prnyalur/distributor rokok dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan
umum tarif Pasal 17 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas
Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Penyalur/distributor rokok sebagaimana dimaksud diatas wajib melakukan pembayaran


angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan.

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud diatas untuk tahun pajak
2009 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

Industri Kertas

Yang dimaksud dengan badan usaha yang bergerak dibidang industri kertas adalah badan usaha
yang memproduksi segala jenis kertas dari bahan baku kertas (pulp, kayu, dan sebagainya).
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Industri Kertas
sebagaimana dimaksud diatas adalah pada saat penjualan kertas didalam negeri adala 0,1% dari
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN.

Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan kertas pada
saat penjualan kertas di dalam negeri di lakukan sesuai dengan tarif diatas.

Atas pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, Pemungut Pajak wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yaitu:

- lembar pertama: untuk Wajib Pajak (pembeli);


- lembar kedua: disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada SPT Masa
PPh Pasal 22);
- lebar ketiga: untuk arsip Pemungut Pajak.

Industri Baja

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pemungut Pajak badan usaha
yang bergerak di bidang industri baja yang merupakan industri hulu ditunjuk sebagai Pemungut
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya didalam negeri pada saat penjualan
hasil produksinya didalam negeri adalah 0,3% (tiga persepuluh persen) dari dasar Pengenaan
Pajak PPN dan tidak bersifat final.

Yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasl 22 adalah industri hulu, namun apabila
industri hulu tersebut secara “integrated” meghasilkan pula produk industri antara dan atau
produk industri hilir, maka PPh Pasal 22 terutang atas penualan produk hulu, produk antara, dan
produk hilir. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Logam Mesin dan elektronika, Wajib
Pajak yang bergerak di bidang industri baja hulu dan telah berproduksi hingga saat ini.

Produk hulu adalah produk yang dihasilkan oleh industri hulu, yang antara lain :

- besi spons
- slab baja
- bloom
- billet baja
Sedang produk antara adalah produk yang dihasilkan oleh industri hulu dan/atau industri
antara yang dibuat dengan menggunakan bahan baku produk hulu, yang antara lain :

- batang kawat baja (wire rod);


- kawat tali baja (wire rop);
- kawat baja (steel wire);
- baja batangan (shafting bar);
- pelat baja canai panas gulungan/lembaran (hot rolled coil/plate);
- pelat baja canai dingin gulungan/lembaran (cold rolled coil/plate);
- pipa las lurus;
- pipa las spiral.
Dan produk hilir adalah produk yang dapat langsung dipakai tanpa diproses lebih lanjut
yang dibuat dengan menggunakan bahan baku produk hulu dan atau produk antara.

Pemungut Pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkat 3 (tiga) yaitu
:

- lembar pertama: untuk wajib pajak pembeli;


- lembar kedua: untuk disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada SPT
Masa PPh Pasal 22);
- lembar ketiga: untuk arsip Pemungut Pajak.

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan produk industri baja yang dikembalikan (retur)
setelah Masa Pajak terjadinya penjualan, dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal 22
terutang dlam Masa Pajak terjadinya pengembalian produk tersebut, kecuali apabila dalam masa
pajak terjadinya pengembalian, industri baja menggantinya dengan produk yang sama, baik
phisik maupun jumlah harganya.

Apabila terjadi pengembalian seperti tersebut diatas, pembeli wajib membuat Nota Retur
dalam masa pajak terjadinya pengembalian rangkap 3 (tiga) yaitu:

- lembar pertama dan lembar kedua: untuk Pemungut Pajak


- lembar ketiga: untuk arsip Wajib Pajak (pembeli)
Nota Retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

a. Nomor dan tanggal Nota Retur;


b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
c. Nama, almat, dan NPWP industri baja;
d. Nomor dan tanggal Faktur Pembelian baja yang dikembalikan;
e. Macam, jenis, kuantum, dan harga baja yang dikembalikan;
f. Tanda tangan pembeli.

Otomotif

Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas penjualan semua jenis kendaraan
bermotor adalah 0,45% dari dasar oengenaan pajak (DPP) PPN.

Dikecualikan dari pemungutan sebagaimana dimaksud diatas, penjualan kendaraan


bermotor kepada :

a. Instansi Pemerintah;
b. Corps Diplomatik;
c. Bukan Subjek Pajak.

Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3
(tiga) yaitu :

a. lembar pertama: untuk wajib pajak pembeli


b. lembar kedua: untuk disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada
SPT Masa PPh Pasal 22);
c. lembar ketiga: untuk arsip Pemungut Pajak.

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan produk industri otomotif yang dikembalikan
(retur) setela Masa Pajak terjadinya penjualan, dapat dikurangkan dari Pajak Penghasilan Pasal
22 terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian, industrinotomotif menggantinya dengan
produk yang sama, baik phisik maupun jumlah harganya.

Apabila terjadi pengembalian seperti tersebut diatas, pembeli wajib membuat Nota Retur
dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian rangkap 3 (tiga) yaitu :
- lembar pertama dan lembar kedua: untuk Pemungut pajak;
- lembar ketiga: untuk arsip wajib Pajak (pembeli).

Nota Retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan:

- Nomor dan tanggal Nota retur;


- Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
- Nama, alamat, dan NPWP industri baja;
- Nomor dan tanggal faktur pembelian baja yang dikembalikan;
- Macam, jenis, kuantum, dan harga baja yang dikembalikan;
- Tanda tangan pembeli.

TARIF PPh PASAL 22 ATAS PENJUALAN PERTAMINA

Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh
Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis
premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:

SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina


Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Premix/Super TT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Minyak Tanah - 0,3% dari penjualan
Gas LPG - 0,3% dari penjualan
Pelumas - 0,3% dari penjualan
Pungutan Pajak penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas
kepada:

a. penyalur/agen bersifat final;


b. selain penyalur/agen bersifat tidak final.

TARIF PPh PASAL 22 ATAS INDUSTRI DAN EKSPORTIR YANG BERGERAK


DALAM SEKTOR PERHUTANAN, PERKEBUNAN, PERTANIAN, DAN PERIKANAN

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan


Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain bahwa industri dan eksportir
yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedangan pengumpul adalah
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan oleh
pemungut adalah sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh Kasus:

Kasus 1

PT. FM adalah produsen makanan ringan yang memiliki Angka Pengenal Impor (API). Pada
bulan Maret 2009 PT. FM melakukan impor barang dari Amerika dengan nilai faktur sebesar U$
$150.000,-. Biaya asuransi yang dibayar adalah US$1.500,- dan ongkos angkut adalah
US$6.000,-. Tarif Bea Masuk adalah 25% pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan pabean
adalah Rp. 15.000.000,-. Kurs Pajak pada saat melakukan elearance ke pelabuhan adalah 1US$ =
Rp. 9.000,-. Hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar!

Jawab:

Menentukan Nilai Impor;

 Nilai Faktur US$ 150.000,-


 Biaya Asuransi Dalam/Luar Negeri US$ 1. 500,-
 Biaya ongkos angkut US$ 6.000,-

Jumlah CIF (Cost Insurance and Freight) US$ 157.500,-

Besarnya Nilai Cost Insurance and Freight dalam Rupiah:

US$ 157.500,- x Rp.9000 Rp. 1.417.500.000,-

Ditambah:

Bea Masuk: 25% x Rp. 1.417.500.000,- Rp. 354.375.000,-

Pungutan Lainnya Rp. 15.000.000,-

Nilai Impor Rp. 1.786.875.000,-


PPh Pasal 22 atas impor dari Amerika adalah:

2.5% x Rp. 1.786.875.000,- = Rp. 44.671.875,-

Jika PT.FM tidak memiliki Angka Pengenal Impor maka besarnya PPh Pasal 22 adalah:

7.5% x Rp. 1.786.875.000,- = Rp. 134.015.625,-

Kasus 2

PT. FM menjual barang hasil produksinya berupa kembang gula kepada Badan Usaha Milik
Negara senilai Rp. 990.000.000,- (termasuk Pajak Pertambahan Nilai) yang didanai dari
APBN.

Jawab:

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan BUMN adalah:

Dasar Pengenaan Pajak dari nilai pembelian Rp. 990.000.000,-

= (100 : 110) x Rp. 990.000.000,- = Rp. 900.000.000,-

Jadi, PPh Pasal 22 adalah:

1.5% x Rp. 900.000.000,- = Rp. 13.500.000,-

Kasus 3

PT. FM membeli besi dari pabrik besi PT. Baja Industri di Medan dengan total harga sebesar
Rp. 99.000.000,- termasuk PPN. Hitung PPh Pasal 22 yang terutang?

Jawab:

Dasar Pengenaan Pajak: (100/110) x Rp 99.000.000,- = Rp. 90.000.000,-

PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT. Baja Industri adalah:

0,3% x Rp. 90.000.000,- = Rp. 270.000,-

Anda mungkin juga menyukai