Anda di halaman 1dari 62

Arsitektur Bugis Makassar

Pendahuluan
• Bangunan tradisional Bugis Makassar
mempunyai bentuk dan sistem struktur didasari
budaya dan lingkungan (geografi, geologi, iklim)
dalam waktu yang lama telah membentuk daya
cipta/kreasi suku Bugis Makassar dalam
memenuhi kebutuhan akan wadah tempat
tinggalnya.
• Bentuk bangunan dan struktur serta lingkungan
perumahan Bugis Makassar dilandasi atas falsafah
budaya dan norma serta teknik yang dibawa
secara turun-temurun.
Perkembangan

• Pada masa sekarang akibat kemajuan ilmu


pengetahuan dan teknologi, yang terlihat di
daerah Sulawesi Selatan pada umumnya dan
khususnya Ujung Pandang sebagai ‘Habitat’
suku Bugis Makassar sangat kurang didapati
bangunan tradisional Bugis Makassar. Baik
dalam bentuk bangunan maupun penggunaan
struktur dan bahan
Tinjauan Bentuk Bangunan Tradisional
Bugis Makassar

• Sebelum agama Islam datang, penduduk


Bugis Makassar menganut kepercayaan yang
menganggap adanya roh-roh yang terdapat
pada benda-benda seperti batu-batu besar,
pohon-pohon besar dan puncak-puncak
gunung.
Kepercayaan
• Cara-cara penyembahan disebut attau
riolong (orang dahulu/agama leluhur). Ada
beberapa dewa yang dipuja dalam
kehidupan masyarakat, seperti dewa Langi’
(dewa langit), dewa Malino (dewa yang
berdiam di bumi) dan dewa Uwae (dewa
yang tinggal di air). Dewa-dewa ini dikepalai
oleh dewa tertinggi yang disebut Dewata
Seuwae
Konsep Bangunan

• Bangunan tradisional Bugis Makassar, atas


pandangan hidup yang ontologis, didekati
dalam konsep struktur rumah tradisional Bugis
Makassar maka secara struktural dan
fungsional dipahami sebagai berikut mitologi,
bentuk fisik dan kepercayaan
1. Dari mitologi

Orang Sulawesi Selatan disebut tentang


penciptaan dunia mengikuti susunan alam
semesta yaitu adanya langit, dunia dan dunia
di bawah bumi (Mattulada, 1992 : 2).
1. Dari mitologi
• Berkaitan dengan kepercayaan, mereka meyakini alam raya
(makro kosmos) ini tersusun dari tiga tingkatan yakni :
a) Alam atas (benua atas) atau dunia atas (boting langi’),
merupakan pusat dari ketiga bagian alam raya, tempat
dewa–dewa tertinggi yang disebut Dewata Seuwae yang
bersemayam di langi`.
b) Alam tengah (benua tengah) atau dunia tengah (ale
kawa), adalah merupakan bumi ini, dimana disamping dihuni
oleh manusia juga dihuni oleh makhluk halus misalnya yang
menghuni tempat–tempat tertentu (sungai, pohon, batu,
dsb), sehingga tempat itu dianggap Makerre (keramat).
c) Alam bawah (benua bawah) atau uriliyu, dianggap berada
dibawah air.
2. Bentuk fisik
• rumah merupakan cerminan dari tubuh
manusia yang terdiri atas kepala, badan dan
kaki.
3. Kepercayaan
• Kepercayaan akan komponen pembentuk
bumi yang terdiri air, tanah, angin dan api atau
disebut sulapa appakang/sulapa eppa yang
dianggap sebagai unsur kejadian manusia.
• Pengejawantahannya terlihat dari bentuk
denah di mana umumnya dikenal hanya
dengan yang berbentuk segi empat. Bentuk
denah yang demikian itu diartikan sebagai
usaha untuk menyempurnakan diri.
Jadi urutan tersebut dapat kita simpulkan bahwa rumah
tradisional adalah pengejawantahan dari

• Usaha menyempurnakan diri secara terus


menerus yang dicerminkan melalui denah
yang segi empat.
• Pemahaman atau pandangan akan adanya
kesatuan antara diri dan lingkungan yang
dicerminkan dalam bentuk rumah di bagi tiga
bagian : kepala, badan, dan kaki.
• Pencerminan dari adanya tingkatan alam yang
lebih luas yang juga terbagi yaitu : alam atau
dunia atas, tengah dan bawah
Pola Perkampungan
• Kampung kuno orang Bugis Makassar
umumnya terdiri dari sejumlah keluarga,
antara 10 sampai 200 rumah yang berderet,
menghadap selatan atau barat.
• Pusat dari kampung lama merupakan suatu
tempat keramat (possi tama) dengan suatu
pohon beringin yang besar, dan kadang-
kadang dengan satu rumah pemujaan
(saukang). Selain tempat keramat, kampung
umumnya memiliki langgar atau masjid.
Pola Perkampungan
• Pola perkampungan orang Bugis umumnya
adalah mengelompok padat dan menyebar
terdapat di dataran rendah, dekat persawahan,
pinggir laut, dan danau.
• Pola menyebar terdapat di pegunungan atau
perkebunan. Letak paling ideal bila dibangun
dekat dengan anggota keluarga baik keluarga
suami atau isteri maupun famili lain. Membangun
rumah dekat dengan jalan setapak atau jalan
raya, dekat dengan tempat pekerjaan, dekat
sungai atau sumber-sumber air dan pusat
pemasaran hasil produksi.
Pola Perkampungan
• Perkampungan orang Bugis Makassar dibedakan
berdasarkan tempat pekerjaan, seperti pallaon
ruma (kampung petani), pakkaja (kampung
nelayan)dan matowa (kepala kampung).
• Pada kampung Bugis Makassar juga terdapat
pasar kampung, kuburan dan masjid/mushala.
• Pandangan kosmologis Bugis Makassar
menganggap dunia ini segi empat dimana
keempat arah mata angin sama kedudukannya.
Sehingga rumah dapat saja menghadap ke salah
satu arah mata angin (boleh menghadap ke timur,
barat, selatan atau utara).
Orientasi Bangunan
• Arah rumah yang paling baik menghadap
timur ke tempat terbitnya matahari (enre-enre
esso) yang disimbolkan sebagai naiknya rejeki
(enre-enrekeng dalle’/senno-sennoang). Bila
tanahnya miring ke utara, rumah harus
menghadap ke timur karena adanya
peraturan adat bahwa air pelimpahan harus
mengalir ke kiri. Tanah yang dipilih sebaiknya
rata atau tanah yang tinggi di sebelah barat
atau di sebelah selatan.
Dalam penentuan lokasi rumah, maka tanah
yang paling baik memenuhi syarat :
• Rasa tanah yang paling baik adalah yang agak
kemanis-manisan dan di dalamnya terdapat
sarang ani-ani.
• Kecocokan tanah dengan pemilik rumah yang
diuji dengan meletakkan sebuah bila (buah
majah) berisi air pada tempat possi bola selama
satu malam. Kalau air dalam bila bertambah
maka pertanda cocok dan baik sebaliknya bila
volume air tetap maka pertanda tidak cocok.
Bagian-Bagian Rumah Tradisional Bugis
Makassar
• Kepercayaan makro kosmos mempengaruhi
bentuk rumah tradisional (mikro kosmos) Bugis
Makassar dalam bentuk rumah panggung yang
terdiri atas tiga tingkatan, yaitu :
• 1) Bagian atas (Bugis = Rakkeang/Makassar =
Pammakang)
• 2) Bagian tengah (Bugis = ale bola/ Makassar =
kale balla)
• 3) Bagian bawah (Bugis = awa sao/Makassar =
siring)
1) Bagian atas (Bugis =
Rakkeang/Makassar = Pammakang)
• Bagian rumah paling atas, yang terdiri dari
loteng dan atap rumah, tempat melekat langit
rumah, tempat atap menaungi, tempat
menyimpan benda-benda pusaka/benda yang
dianggap keramat, tempat berdandan dan
bersembunyi bagi gadis-gadis menjelang
perkawinan, tempat menyiapkan hidangan-
hidangan apabila ada hajatan dalam keluarga,
juga sebagai lumbung.
1) Bagian atas (Bugis =
Rakkeang/Makassar = Pammakang)
• Bentuk atap adalah pelana, dimana
bagian depan dan belakang dibuat
susunan atap sebagai penutup yang
disebut timpa laja/timba sela
berfungsinya sebagai ventilasi, dan
penerangan. Dari tingkat susunannya,
timpa laja/timba sela dapat diketahui
derajat sosial pemiliknya
Timpa Laja Bugis
• Di daerah Bugis, timpa laja 5 susun dipakai
pada rumah raja yang sedang memegang
kekuasaan di daerah itu. Timpa laja 4 susun
hanya boleh dipakai pada rumah raja yang
merangkap panglima perang. Timpa laja 3
susun dipakai oleh raja yang tidak memegang
jabatan lagi. Timpa laja 2 susun dipakai oleh
keturunan raja saja dan timpa laja satu susun
(tidak bersusun) untuk rumah rakyat biasa.
Timpa Laja Makassar
• Di daerah Makassar, rumah jabatan raja
memiliki 5 susun timba sela. Rumah raja
tidak berkuasa (bekas raja) memakai 4
susun timba sela. Rumah bangsawan
pertama (karaeng) memakai 3 susun
timba sela. Rumah bangsawan kedua
(daeng) memakai 2 susun timba sela dan
rumah rakyat biasa memakai timba sela
tidak bersusun.
2) Bagian tengah (Bugis = ale bola/
Makassar = kale balla)
• Sebagai tempat tinggal atau tempat
melakukan aktifitas rutin.
• Badan rumah yang terdiri dari lantai dan
dinding, terletak antara lantai dan loteng.
Terbagi atas beberapa ruang yang
mempunyai fungsinya sendiri-sendiri
ditutupi oleh dinding yaitu kanan, kiri,
muka dan belakang
3) Bagian bawah (Bugis = awa
sao/Makassar = siring)
• Dasar rumah atau kolong rumah yang terletak
pada bagian bawah antara lantai dengan
tanah. Kolong rumah digunakan untuk
menyimpan alat-alat bercocok tanam,
peralatan pertukangan, pertanian dan
peralatan lainnya, tempat menyimpan hewan
peliharaan, bertukang, tempat pelimpahan air
kotor bekas cucian, tempat melangsungkan
kegiatan khusus seperti pertemuan,
perkawinan dan lain-lain.
3) Bagian bawah (Bugis = awa
sao/Makassar = siring)
• Bagian bawah berupa tiang-tiang (aliri) yang
mulanya ditanam di dalam tanah, perkembangan
sampai sekarang diletakkan di atas batu yang
disebut pallangga balla. Fungsi tiang ialah
sebagai dasar melekatnya ramu-ramuan dasar
dari rumah.
• Rumah-rumah tradisional Bugis Makassar untuk
bangsawan sekurang-kurangnya terdiri dari
empat petak dan tiang sekuarang-kurangnya 25
buah tiang yang disebut bola lima-lima, sedang
untuk rakyat biasa sebanyak-banyaknya tiga
petak dengan 16 buah tiang disebut bola eppa-
eppa.
3) Bagian bawah (Bugis = awa
sao/Makassar = siring)
• Ketiga bagian rumah terpusat pada posi bola,
tempat pada rumah yang dianggap suci. Di
tempat itu didirikan tiang pusat (aliri posi) rumah.
Kebahagiaan hanya akan tercapai bila hubungan
makrokosmos dengan mikro kosmos tetap terjalin
dengan harmonis.
• Orang Bugis Makassar juga mengenal sistem
tingkatan sosial yang sangat berkait dengan
arsitektur. Pelapisan sosial tersebut antara lain
adalah anakarung/karaeng (bangsawan), to
maradeka/ana’ cera (rakyat biasa), dan
ata/tosama (hamba sahaya).
Berdasarkan lapisan sosial penghuninya, berdampak pada pola bentuk
rumah yang disimbolkan berbeda-beda, yaitu :

• 1) Sao-raja (sallasa), adalah rumah besar yang


didiami keluarga keturunan raja atau kaum
bangsawan (anakarung) tingkat tinggi yang
mempunyai jabatan di pusat pemerintahan.
Mempunyai ukuran yang lebih luas dengan
tiang paling banyak 48 buah atau 6 deretan ke
samping dan 8 dereten ke belakang. Ale bola
mempunyai timpa laja/timba sela lima susun
dan kembarnya mempunyai tiga susun timpa
laja/timba sela.
Berdasarkan lapisan sosial penghuninya, berdampak pada pola bentuk
rumah yang disimbolkan berbeda-beda, yaitu :

• 2) Sao-piti’, bentuknya lebih kecil tanpa


sapana, dan memiliki bubungan yang
bersusun dua.
• 3) Bola/balla, merupakan rumah bagi
masyarakat umumnya. Jumlah anak tangga
berkisar 3, 5, 7 dan 9 serta terbuat dari
kayu/bambu yang letaknya tidak langsung
menumpuk pada rumah tetapi pada lego-lego
atau searah dengan lebar rumah.
Berdasarkan lapisan sosial penghuninya, berdampak pada pola bentuk
rumah yang disimbolkan berbeda-beda, yaitu :
• Rumah bangsawan terdiri atas rumah tinggal dan
lumbung padi (landrangase). Bentuknya lebih kecil
dari saoraja. Terdapat juga bangunan tempat
musyawarah atau upacara yang disebut baruga.
Derajat sosial pemiliknya tampak dari perbedaan
tinggi lantai baruga, yaitu :
• 1) Baruga mattamping wali, untuk raja dan
keturunannya dan lantai setinggi kepala.
• 2) Baruga mattamping sewali, untuk bangsawan
tinggi dan lantainya setinggi bahu.
• 3) Baruga mattamping riolo, untuk bangsawan biasa
dan lantainya setinggi lutut.
Berdasarkan lapisan sosial penghuninya, berdampak pada pola bentuk
rumah yang disimbolkan berbeda-beda, yaitu :

• golongan To Maradeka bisa membangun


tempat upacara komunal yang bersifat
umum, disebut saropa atau kalampang.
Disinilah dilaksanakan berbagai upacara
desa, adat dan agama yang mencakup
kepentingan seluruh warga desa.
Bahan Rumah Tradisional Bugis Makassar
• Untuk golongan bangsawan, kayu yang dipakai
yang berkualitas baik, yaitu kayu sappu, kayu besi,
kayu ipi, kayu hitam, kayu bayam dan kayu bitti.
• Golongan rakyat dipergunakan kayu yang
berkualitas sedang namun awet seperti kayu jati.
• Golongan hamba sahaya, bahannya dari bambu
atau kayu lainnya yang kualitasnya tidak boleh
sama dengan yang digunakan oleh golongan di
atasnya.
Mitos Material Bangunan
• Waktu yang baik untuk menebang kayu atau
bambu untuk peralatan rumah agar tahan
lama harus pada waktu embun yang melekat
pada daun-daunan sudah habis menguap
(kering) atau maruttunni namo-namoe.
• Yang pertama harus dicari adalah kayu untuk
tiang pusat rumah
Kayu cendana tidak boleh dijadikan tangga karena kayu ini tidak bisa
diinjak dan dianggap sebagai rajanya kayu.
Bahan yang tidak boleh dijadikan bahan, yaitu :
• 1) Kayu yang pernah terkena halilintar/petir.
• 2) Kayu yang bergesek ujungnya atau
dahannya ketika masih hidup.
• 3) Kayu yang ketika tumbang menindis
makhluk hidup.
• 4) Kayu yang pada waktu tumbuh dibelit oleh
tumbuhan lain.
• 5) Kayu yang dilubang oleh kumbang.
Struktur Rumah Tradisional Bugis
Makassar
• Berdasarkan atas pandangan masyarakat Bugis
Makassar yang membagi kosmos dalam tiga
tingkatan, sebagai mana aplikasinya dalam
bentuk rumah, dalam struktur pun di
golongkan dalam tiga bagian dengan sistem
utama adalah sistem rangka berbentuk rumah
panggung, yaitu :
1) Struktur dan konstruksi bawah rumah

• Terdiri dari beberapa konstruksi/ sambungan


kayu dimana tiang adalah konstruksi utama.
• Bahan tiang tersebut dari segi kualitas
dibedakan menurut status sosialnya. Adapun
bentuk tiang di daerah Makassar yaitu bentuk
bulat untuk rakyat biasa dan bentuk segi
empat untuk bangsawan. Untuk di daerah
Bugis yaitu bentuk bulat untuk bangsawan
dan bentuk segiempat untuk rakyat biasa
1) Struktur dan konstruksi bawah rumah

• Ditinjau dari tempatnya dapat dibedakan atas


tiang tengah (aliri tengnga/benteng pa’lalang)
dan tiang pinggir (aliri passeppi/benteng
pakkai).
• Ditinjau dari fungsinya dibedakan atas tiang
kepala (aliri ulu), tiang hati (aliri ati), tiang
pusat (possi bola) yang berarti bersifat
wanita, tiang kaki (aliri pakka), tiang
sanresang addeneng bersifat laki-laki dan
tiang tamping.
1) Struktur dan konstruksi bawah rumah
• Tahap yang paling penting dalam sistem
struktur bangunan adalah pembuatan tiang
(aliri), yaitu tiang yang merupakan dasar
berdirinya sebuah rumah. Diantara semua
tiang yang digunakan pada rumah Bugis, ada
dua buah tiang yang memegang peranan
penting, yaitu aliri posi bola (tiang pusat
rumah) dan aliri pakka (tiang tempat
bersandarnya tangga depan) atau biasa
disebut sanreseng addengeng.
1) Struktur dan konstruksi bawah rumah
• Tiang pusat rumah (aliri posi bola) sebagai simbol
seorang wanita (ibu rumah tangga) yang harus
menyimpan dan memelihara semua hasil yang diperoleh
suaminya dan menjaga keharmonisan hidup keluarga di
dalam rumah.
• Pembuatan tiang dimulai dengan membuat posi bola
(tiang pusat rumah).
• Bila rumah terdiri dari dua petak maka letak tiang pusat
ialah pada baris kedua dari depan dan baris kedua dari
samping kanan.
• Bila tiga petak atau lebih maka letak tiang pusat adalah
baris ketiga dari depan dan baris kedua dari samping
kanan.
1) Struktur dan konstruksi bawah rumah
• Tiang sandaran tangga (aliri pakka) sebagai simbol laki-
laki (kepala rumah tangga) yang memikul tanggung
jawab hidup berumah tangga.
• Dia harus mencari nafkah untuk keluarga dan semua
bahan kebutuhan harus melalui suami. Karena itu dalam
rumah Bugis dilarang menaikkan/memasukkan sesuatu
ke rumah melalui pintu/tangga belakang atau jendela,
tetapi semuanya harus melalui pintu/tangga depan (aliri
pakka).
• Sebuah rumah baru dianggap sempurna bila memiliki
kedua tiang tersebut karena sebagai kehidupan rumah
tangga barulah sempurna bila ada jalinan kerjasama
yang baik antara suami dan istri.
Dalam berdirinya tiang, ditunjang oleh
beberapa konstruksi/sambungan, yaitu :

• a) Pattodo (Makassar)/pattolo riawa (Bugis)

• b) Pallangga (Makassar)/arateng (Bugis)

• c) Pondasi (umpak tiang)

• d) Tangga (Bugis = addengeng/Makassar = tuka’)


a) Pattodo (Makassar)/pattolo riawa
(Bugis)
• Balok-balok panjang yang menghubungkan
jajaran tiang bagian bawah, terbuat dari balok
panjang pipih yang panjangnya sama dengan
lebar rumah. Berfungsi untuk menghubungkan
antara tiang satu dengan tiang lainnya dengan
arah melebar rumah.
• Bahannya biasanya dari kayu jati, batang
kelapa/lontar, bambu, kayu bitti dan lain-lain.
Panjangnya lebih sedikit dari lebar rumah, namun
secar tradisional ukurannya berdasarkan dari
jumlah lilitan tali pada perut si istri (jumlah
lilitannya biasanya 7 lilitan).
b) Pallangga (Makassar)/arateng (Bugis)
• Terbuat dari balok pipih yang panjangnya lebih sedikit
dari panjang rumah (induk rumah), berfungsi sebagai
penahan berdirinya tiang-tiang rumah dan sebagai dasar
tempat meletakkan tunebba/palangga caddi yang
merupakan dasar meletakkan/bertumpunya lantai.
• Secara tradisional diukur berdasarkan jumlah lilitan tali
pada perut si suami (biasanya 11 lilit), maksudnya agar
supaya murah rejeki. Balok yang digunakan dari bahan
kayu bitti, pohon kelapa/lontar yang umum digunakan.
• Pada rumah bangsawan, jumlah pallangga biasanya 5-
6 (disesuaikan petak rumah), sedangkan untuk rakyat
biasa jumlahnya 4 batang.
c) Pondasi (umpak tiang)
• Pada mulanya tiang rumah tradisional Bugis
Makassar ditanam dalam tanah, namun dalam
dalam perkembangan selanjutnya telah berada di
atas batu yang berfungsi sebagai pondasi dimana
bahannya dari batu alam.
• Dalamnya tiang tergantung dari status
penghuninya. Semakin tinggi kedudukan orang
tersebut, semakin dalam tiang itu ditanam.
• Cara mengukur tiang untuk kolong rumah secara
tradisional, diukur dari telapak kaki sampai kepala
ditambah acungan 1 tangan + 1 kepal tinju
(standar dari suami).
d) Tangga (Bugis = addengeng/Makassar =
tuka’)
• Penghubung dan tangga memberikan perbedaan
umum bentuk rumah tradisional Bugis Makassar.
• Menurut tempatnya, dibagi atas tangga depan dan
tangga belakang. Cara memasangnya langsung
pada ale bola (kale balla) dan dipasang pada lego-
lego (paladang).
• Arahnya ada yang mengarah sesuai dengan arah
panjang rumah (massojo) dan ada yang mengarah
sesuai dengan lebar rumah. Jika mengarah pada
lebar rumah sampai pada tiang ke lima maka
menandakan rumah raja, jika sampai pada tiang
ketiga menandakan rakyat biasa.
Menurut bahannya, tangga terbagi atas :
• Tangga sapana, tangga dari bambu dengan tiga
induk yang biasanya tanpa pegangan
(accakuccureng/cocorang) hanya dapat
digunakan oleh kalangan bangsawan, sedangkan
untuk dua induk untuk rakyat biasa.
• Tangga kayu, yaitu tangga saoraja (bangsawan)
dilengkapi dengan pegangan tangga
(accakuccureng/cocorang) dan bola-bola
addengeng serta bentuknya lurus ke pintu
(massojo) sedangkan tangga bola (rumah rakyat)
tidak mempunyai pegangan.
Menurut jumlah anak tangga
• Jumlah anak tangga harus ganjil dimana bilangan
genap dipercaya sebagai perangkap orang mati,
sehingga anak tangga harus ganjil yaitu
3,5,7,9,11,13, 15.
• Jumlah anak tangga juga menunjukkan tingkat
derajat. Untuk daerah Makassar yaitu 3–5 buah
untuk rakyat biasa, 7–9 buah untuk daeng
(turunan raja) dan 13-15 buah untuk karaeng.
Untuk daerah Bugis berlaku induk tangga Sao
Raja tiga buah dan anak tangganya 11-15
sedangkan induk tangga bola hanya dua buah
dan anak tangganya berjumlah 3-9.
Struktur dan konstruksi badan rumah
a) Konstruksi lantai (Bugis = dapara/Salima atau Makassar = dasere)
b) Konstruksi balok anak (pallanga/tunebba)
c) Konstruksi dinding
d) Konstruksi pintu (Bugis = babang/tange atau Makassar = pekkebbu)
e) Konstruksi jendela (Bugis = tellongeng/Makassar = tontongan)
f) Struktur dan konstruksi bagian atas rumah
1) Balok makelar (soddu/Bugis, suddu/Makassar)
2) Kaki kuda-kuda (pasolla)
3) Balok bubungan (coppo)
4) Balok pengerat (pattolo riase/Bugis, pannodo/Makassar.
5) Balok blender (bare/Bugis, panjakkala/Makassar)
6) Balok skor (pa’dongko keke/Makassar, pattolo/Bugis)
7) Barakapu
8) Rakkeang/Bugis, Pammakang/Makassar (plafon)
9) Konstruksi sambulayang, timpa laja/Bugis, timba sela/Makassar.
10) Listplank (ciring-ciring)
11) Atap
Ornamen/Hiasan

• 1) Flora

• 2) Fauna

• 3) Kaligrafi
Flora
• Ragam hias flora bunga parengreng yang artinya
bunga yang menarik, hidupnya menjalar berupa sulur-
sulur yang tidak ada putus-putusnya, bentuknya
menjalar kemana-mana tidak ada putusnya. Artinya
rezeki yang tidak putus-putusnya seperti menjalarnya
bunga parengreng.
• Ragam hias ini biasanya ditempatkan pada papan
jendela, induk tangga atau tutup bubungan (anjong)
yang merupakan tempat yang mudah dilihat.
• Ragam hias flora yang berupa sulur-sulur bunga yang
menjalar biasanya menggunakan teknik pahat tiga
dimensi yang membentuk lobang terawang. Bentuk
demikian selain makin menampakkan keindahan
karena adanya efek pencahayaan yang dibiaskan juga
dapat menyalurkan angin dengan baik.
Fauna
• Kepala kerbau , diperuntukkan bagi tiga orang
raja yaitu Raja Gowa, Raja Bone dan Raja
Luwu yang dianggap mempunyai hak
menggunakan ornamen tersebut atau jelasnya
dari keturunan yang sama yaitu To Manurung.
Bentuk kepala kerbau ini diartikan sebagai
simbol bumi yang subur melambangkan
kekayaan dan status sosial, penunjuk jalan
dan diartikan sebagai tunggangan untuk
keperluan tertentu. Ragam hias kerbau pada
umumnya ditempatkan di pucuk bubungan
(anjong) rumah bangsawan/raja baik bagian
muka maupun belakang.
Fauna
• Ayam jantan (manuk) , melambangkan keberanian
dan kehidupan yang baik, suatu keuletan dan
keberanian, ditempatkan di pucuk bubungan rumah
(anjong) baik bagian depan maupun belakang dengan
maksud agar kehidupan keluarga dalam rumah
senantiasa baik dan tentram. Keberanian diharapkan
sebagai unsur kehidupan yang diteladani oleh
masyarakat.
• Naga/ular besar , yang hidup di langit merupakan
pelambang kekuatan yang maha dashyat. Biasanya
ditempatkan di puncak bubungan (anjong) atau induk
tangga. Pola hias rambut yang dikembangkan menjadi
bentuk naga, dalam hal ini merupakan bagian dari
konsepsi kosmos yang disebut sebagai ular. Ular dapat
diartikan sebagai simbol perempuan yang sifatnya
lembut.
Kaligrafi
• Ragam hias berupa bulan sabit dan tulisan-
tulisan indah dari ayat-ayat Al Qur`an yang
biasanya ditempatkan di dinding mesjid,
mimbar dan rumah-rumah pribadi.
• Ayat-ayat yang dijadikan bahan adalah ayat-
ayat yang selalu diingat dan dipedomani
dalam kehidupan seperti kalimat sahadat,
basmalah, dan sebagainya. Hal ini
dimaksudkan untuk mengembangkan dan
memantapkan ajaran-ajaran Islam dalam
kehidupan.
Pelaksanaan Lapangan
• Rumah raja (saoraja/salassa) ditentukan oleh
keahlian panrita bola,
• Rumah rakyat (bola/balla) cukup dikerjakan oleh
panre bola (tukang rumah).
• Pelaksanaan pembangunan selalu melibatkan
seorang dukun adat (sanro bola) yang
menentukan hari baik dan melaksanakan
upacara-upacara adat sebelum dan sesudah
mendirikan rumah (makkarawa bola,
mappatettang bola, menre bola baru dan
meccera bola).
Sekian

Anda mungkin juga menyukai