Sex Diferensiasi
Sex Diferensiasi
Sperma dan ovum memiliki jumlah kromosom yang haploid. Sewaktu terjadi
pembuahan, sperma dan ovum menyatu untuk memulai individu baru dengan empat puluh
enam kromosom , satu anggota dari setiap pasangan kromosom berasal dari ibu dan anggota
yang lain dari ayah. (Gbr. 1)
Perbedaan antara pria dan wanita terdapat dalam tiga tingkatan: jenis kelamin genetik,
gonad, dan fenotipe (anatomis) (Gbr 2).
Jenis kelamin fenotipe, jenis kelamin anatomik yang tampak pada seseorang,
bergantung pada jenis kelamin gonad yang ditentukan secara genetis. Diferensiasi seks
mengacu pada perkembangan genetalia eksterna dan saluran reproduksi pada masa embrio
yang mengikuti jalur pria atau wanita. Seperti gonad yang belum berdiferensiasi, embrio dari
kedua jenis kelamin memiliki potensi untuk memiliki saluran reproduksi dan genetalia
eksterna pria atau wanita. Diferensiasi menjadi sistem reproduksi pria di pengaruhi hormon
maskulinisasi yang disekresikan oleh testis yang sedang berkembang. Testosteron adalah
androgen yang paling kuat. Tidak adanya hormon-hormon testis ini pada janin wanita
menyebabkan berkembangnya sistem reproduksi tipe wanita. Pada usia kehamilan sepuluh
sampai dua belas minggu, kedua jenis kelamin dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan
gambaran anatomis genetalia eksterna.
Genetalia eksterna pria dan wanita berkembang dari jaringan embrionik yang sama.
Pada kedua jenis kelamin, genetalia eksterna yang belum berdiferensiasi terdiri dari sebuah
tuberkel genital, sepasang lipatan urera yang mengelilingi sebuah alur uretra, dan lebih ke
lateral, pembengkakan genital (labioskrotum) (Gbr.3).
Gambar 3. Diferensiasi Seks Genetalia Eksterna. (a) Stadium belum berdiferensiasi (7
Minggu). (b)Perkembangan pria. (c) Perkembangan wanita
Tuberkel genital menghasilkan jaringan erotik yang sangat peka—pada pria glans
penis (tutup di ujung distal penis) dan pada wanita klitoris. Perbedaan utama antara glans
penis dan klitoris adalah ukuran klitoris yang lebih kecil dan ditembusnya glas penis oleh
muara uretra. Uretra adalah saluran (tabung) tempat keluarnya urin dari kandung kemih dan
pada pria juga berfungsi untuk penyaluran keluar semen melalui penis. Pada pria, lipatan
uretra yang mengelilingi uretra. Pembengkakan genital juga berfusi untuk membentuk
skrotum dan prepusium, lipatan kulit yang melebihi ujung penis dan sedikit banyak menutupi
glans penis. Pada wanita, lipatan uretra dan pembengkakan genital tidak menyatu di garis
tengah tetapi masing-masing berkembang menjadi labia minora dan mayora. Alur uretra tetap
terbuka, menjadi akses ke inferior melalui muara uretra dan orifisium (mulut ) vagina.
Walaupun genetalia eksterna pria dan wanita berkembang dari jaringan embriotik
tidak berdiferensiasi yang sama, hal ini tidak berlaku untuk saluran reproduksi. Dua sistem
duktus primitif –duktus Wolfii dan duktus Mulleri- berkembang di kedua embrio. Pada pria,
saluran reproduksi berkembang dari duktus Wolfii dan duktus Mulleri berdegenerasi,
sedangkan pada wanita, duktus Mulleri berkembang menjadi saluran reproduksi dan duktus
Wolfii mengalami regresi. Karena kedua sistem duktus sudah ada sebelum diferensiasi jenis
kelamin terjadi, embrio muda memiliki potensi untuk berkembang mengikuti baik jalur
saluran reproduksi pria dan wanita. Perkembangan saluran reproduksi mengikuti jalur pria
atau wanita ditentukan oleh ada tidaknya dua hormon yang disekresikan oleh testis janin-
testosteron dan Mullerian inhibiting factor (Gbr. 2). Suatu hormon yang dikeluarkan oleh
plasenta, human chorionic gonadotropin, tampaknya merupakan stimulus bagi sekresi testis
awal ini. Testesteron memicu perkembangan duktus Wolfii menjadi saluran reproduksi pria
(epididimis, duktus deferens, duktus ejakulatorius, dan vesika seminalis). Hormon ini, setelah
diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT), juga bertanggung jawab dalam diferensiasi
genetalia eksterna menjadi penis dan skrotum. Sementara itu, Mullerian –inhibiting factor
menyebabkan regersi duktus Mulleri. Tanpa adanya testosteron dan Mullerian –inhibiting
factor pada wanita, duktus mengalami regresi, sedangkan duktus Mulleri berkembang
menjadi saluran reproduksi wanita (oviduktus dan uterus), dan genetalia eksterna
berdiferensiasi menjadi klitoris dan labia.
Pada kasus yang lazim, jenis kelamin genetik dan diferensiasi jenis kelamin cocok
satu sama lain; yaitu pria genetik tampak sebagai pria secara anatomis dan berfungsi sebagai
pria, dan kesesuaian yang sama juga berlaku bagi wanita. Namun, kadang-kadang terjadi
ketidakcocokan antara jenis kelamin genetik dan anatomik karena kesalahan pada diferensiasi
jenis kelamin, seperti yang digambarkan oleh contoh berikut:
Apabila testis pada pria genetik gagal berdiferensiasi dengan benar dan tidak
mengeluarkan hormon, hasilnya adalah berkembangnya individu dengan anatomi
wanita tetapi gen pria yang tentu saja, akan steril.
Karena testosteron bekerja pada duktus wolfii untuk mengubahnya menjadi saluran
reproduksi pria, sedangkan DHT (turunan testosteron) bertanggung jawab untuk
maskulinisasi genitalis eksterna, defisiensi genetik enzim mengubah testosteron
menjadi DHT akan menghasilkan pria genetik dengan testis dan saluran reproduksi
pria tetapi genetalia eksternya wanita.
Kelenjar adrenal dalam keadaan normal mengeluarkan suatu androgen lemah,
dehidroepiandrosteron, dalam jumlah yang tidak mencukupi untuk menyebabkan
maskulinisasi wanita. Namun, sekresi berlebihan dan patologis hormon ini pada janin
yang secara genetis wanita selama tahap-tahap kritis berkembangan menyebabkan
saluran reproduksi dan genetalia eksterna berkembang mengikuti jalur pria
Kadang-kadang ketidaksesuaian antara jenis kelamin genetik dan jenis kelamin yang
tampak ini belum diketahui sampai masa pubertas, saat temuan tersebut menyebabkan krisis
identitas gender yang menimbulkan trauma psikologis. Sebagai contoh; individu dengan gen
wanita yang mengalami maskulinisasi memiliki ovarium tetapi dengan genetalia eksterna
jenis pria, sehingga dibesarkan sebagai anak laki-laki. Ketika terjadi pembesaran payudara
(disebabkan oleh ovarium yang mulai aktif mensekresikan estrogen) dan tidak timbul
janggut (karena tidak ada testoseron yang disebabkan oleh tidak adanya testis), akan timbul
masalah. Dengan demikian setiap masalah diferensiasi jenis kelamin harus didiagnosis sejak
masa bayi. Jika jenis kelamin sudah ditentukan; hal tersebut dapat diperkuat, jika
diperlukan,dengan terapi bedah atau hormon sehingga perkembangan psikoseksual dapat
berlangsung senormal mungkin. Kasus-kasus ketidaksesuain diferensiasi jenis kelamin yang
lebih ringan sering muncul sebagai masalah sterilitas.
Bahan bacaan:
1. Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem, Ed:2. Jakarta:
EGC
2. Tortora, Graboswki. (1996). Principles of anatomy and physiology. Philadelpia :
Harper Collins Pub. Inc
Tugas Diskusi
DIFERENSIASI SEKS
Oleh :
Nama: Muhammad Bahori
NIM: 20112508044
Dosen Pembimbing: