Anda di halaman 1dari 3

CITRA SI DOKTER CILIK

Oleh: RINA WULANDARI, S.Pd


(Guru PAUD SRIKANDI SKB KOTA PONTIANAK-KALBAR)

Profil Tokoh Carita :

Tema cerita : Penumbuhan Budi Pekerti (menolong sesama teman)


Peruntukan Usia : Usia 5-6 tahun
Tokoh Cerita Protagonis : Citra, Fitri dan Bunda Citra
Tokoh Cerita Antagonis : Andi
Pesan Moral Cerita : Menolong sesama, patuh dengan nasehat orang tua,
belajar bersama, jangan sombong,
Karakter Citra : Suka Belajar, gemar menolong, patuh kepada orang tua
Karakter Fitri : Ceria, suka bermain bersama, menolong sesama
Karakter Bunda Citra : Periang, murah hati, penyabar dan suka cerita
Karakter Andi : Sombong, tidak mendengar nasehat orang tua, keras kepala

Isi Cerita Lengkap :

Pulang dari sekolah PAUD, Citra dan dua orang temannya Andi dan Fitri nampak
sedang bermain sepeda di rumahnya Citra. Citra sangat bersemangat menaiki sepeda barunya.
Maklum Ayahnya baru saja membelikan Citra sepeda mini baru sebagai hadiah Ultahnya
yang ke 5. Halaman rumah Citra yang cukup luas sangat memungkinkan untuk berkeliling-
keliling beramai-ramai. Satu persatu mereka bergantian menaiki sepeda Citra. Setelah puas
mereka mencoba sepeda baru Citra, akhirnya Andi berkata: “Citra, yuk...kita bersepeda di
depan rumah, disini terlalu kecil halamannya.”
“Ah...jangan....bahaya kita bersepedaan di depan rumah, bagaimana nanti kalau ada
mobil atau motor lewat?,” jawab Fitri menyatakan penolakannya. “Iya ...aku setuju dengan
Fitri, lagian Ayahku setiap hari berpesan agar tidak bersepedaan di depan jalan,” sambung
Citra. “Kan...disini sempit....kita tidak bisa jalan jauh,” ucap Andi. “Aku gak berani ah...
bersepedaan di jalan, Ayahku bilang juga dijalanan banyak penculik anak, ihhh.....gak mau
ah,” sambung Citra. “Gak ada apa-apa kok, jangan takut dong....kan ada aku,” ucap Andi
sambil menepuk dadanya, menyombongkan diri. “Eh ...Andi jangan sombong dong....Mama
ku bilang sombong itu gak baik,” ucap Fitri sambil menunjuk Andi.
Perdebatan antara Citra, Fitri dan Andi masih sangat seru. Andi merasa tertantang
untuk bersepeda di jalan karena lebih luas dan ia bisa mengayuh sepedanya dengan bebas.
Tetapi Citra dan Fitri masih takut dan ingat pasan Ayah dan Mamanya bahwa bersepeda di
jalanan sangat bahaya bagi mereka yang masih kecil. Sementara keraguan masih menyelimuti
Citra dan Fitri, Andi sudah mendorong sepeda, dengan setengah memaksa, keluar halaman
rumah Citra. Serentak Citra dan Fitri berteriak,” Andi....Andi...jangan diluar... awas banyak
kendaraan”. Namun Andi tidak memedulikannya, dengan riang dan semangat Andi menaiki
sepeda baru Citra dan sambil melengaak lenggokan badanya, sebagai tanda bahwa ia sangat
gembira. Citra dan Fitri terus mengikuti Andi dari belakang sambil berlari-lari kecil. Andi
masih mengayuh sepedanya hingga jauh kedepan. “Ayo...Citra...Fitri kejar aku,” begitu teriak
Andi. Melihat Andi tidak apa-apa dan sangat riang dengan sepedanya. Akhirnya Citra dan
Fitripun merasa tertarik untuk mencoba mengayuh sepedanya di jalanan.
“Tuh...kalian liat kan...aku gak apa-apa?, kalian saja yang penakut,” kata Andi sambil
tersenyum bangga. Sepeda tepat berhenti di depan rumah Citra. Terdengar teriakan Mamanya
Citra dari dalam rumah, “Citra....jangan bersepedaan di jalanan yah....banyak kendaraan ...
nanti kamu ada apa-apa Citra.” “Iya Mama....kami masih di halaman rumah kok,” sahut Citra.
“Sssttt....tuh dengarkan apa kata mama ku,...kita tidak boleh bersepedaan di jalanan, nanti kita
dilanggar motor,” ucap Citra menegaskan kepada Andi dan Fitri. “Kan kamu liat tadi ...aku
bersepedaan di jalanan tapi tidak apa-apa kan?,” sahut Andi. Citra dan Fitri saling pandang,
mengiyakan apa kata Andi.
Belum sempat berkata-kata, Andi kembali mendorong sepeda keluar untuk dinaiki
kembali. Citra dan Fitri kembali berlari kecil mengikuti Andi yang sedang mengayuh sepeda.
Mata Andi terus kebelakang melihat Citra dan Fitri yang mengikutinya, sambil
menertawainya. Tidak mengetahui ada batu kerikil, tiba-tiba sepeda Andi jatuh.
“Gubrak...bark...brak,” begitu bunyinya. Sepeda menindih Andi, sementara Andi meringis
kesakitan. Lututnya lecet dan mengeluarkan darah. Panik melihat darah di lututnya, Andi
semakin keras menagisnya. Melihat Andi terluka Citra segera balik kerumahnya dan
mengambil kotak obat. Kotak berwarna putih dan ada tulisan P3K. Citra dengan sigap
mengambil yodium “Betadine” obat luka dan Handy Plas. Tidak lupa juga ia mengambil lap
kaki dan segelas air untuk membasahi dan mengelap lutut Andi yang luka.
Fitri membantu memegang kaki Andi, nampak Fitri juga sedikit takut karena darah di
lutut Andi masih terus mengalir. Citra mengelap lutut Andi dengan kain hingga bersih.
Kemudian ia meneteskan obat luka “Betadine” ke lututnya. Begitu terkena obat luka, Andi
meringis dan merintih. “Perih sebentar kok, nanti juga hilang, aku sering jatuh juga dan
kugunakan cara ini untuk menolong luka ku,” begitu kata Citra. Melihat Citra yang cekatan
dalam mengobati luka Andi, Fitripun bertanya, “ Hebat kamu Citra,....bisa mengobati Andi,”
“Oh ini...Ayahku sering mengajari ku bagaimana memasang Handy Plas dan meneteskan obat
luka “Betadine”, dan di rumahku selalu tersedia kotak obat, ada tandanya yaitu tanda silang
merah dan kotaknya berwarna putih,” begitu Citra menjelaskan.
Kini selesai sudah Citra mengobati luka Andi, dan iapun sekarang berhenti meringis
dan menangis. “Terima Kasih ya Citra,” begitu kata Andi, sambil tersenyum ceria kepada
Citra..”Kamu sih Andi, kan sudah di bilang jangan bersepeda di jalan, bisa bahaya dan jatuh,”
sahut Fitri. Mendengar suara ribut-ribut di luar, Mamanya Citra keluar, dan menanyakan apa
yang terjadi. “Ada apa Citra?, ada yang luka kah?,”. “Iya mama...tadi Andi Jatuh dari sepeda
terus luka, tapi sudah saya obati pake ini mama,” kata Citra sambil menunjukkan obat luka
yang di kotak P3K. Sejenak Mamanya Citra kaget, tapi iapun akhirnya mengecek hasil kerja
Citra. “Bagus, dan rapi mengobatinya dan handy plas yang dipasang juga bagus pula,” begitu
kata Mamanya Citra dalam hati. “Makanya kan mama sudah bilang main sepedanya di
halaman rumah saja, jangan di luar,” jawab mamanya Citra.
Akhirnya, Citra, Fitri dan Andi masuk ke rumah Citra, dan mamanya Citrapun
membawakan segelas es manis sirup dan kue brownis buatan mama. “Sudah....sekarang Andi
kaki mu sudah diobati, apakah sudah mengucapkan terima kasih sama Citra?,” “Sudah
bunda,” sahut Andi. Namun Andipun mengulangi lagi ucapannya, “Terima kasih ya Citra
Dokter Kecil,” kata Andi. Demi mendengar sebutan dokter kecil, Citrapun tersenyum malu.
Untung ada Ayah yang selalu mengajari Citra mengobati luka jatuh. “Iya...kamu cocok deh
jadi Dokter Cilik,” sambung Fitri. Sambil tertawa-tawa, mamanya Citrapun bertanya,”Kalau
Citra jadi Dokter, kamu Fitri mau jadi apa?”. “Emmm....aku jadi perawat saja Bunda,” jawab
Fitri. “Terus kamu Andi mau jadi apa?” tanya Mamanya Citra kepada Andi. “Emmm....apa
yah...,” Andi nampak berpikir. “Jadi pasienn
ya saja Bunda,” sontak Andi menjawab. Demi mendengar jawaban spontan dari Andi.
Mamanya Citra bertanya,” Kok jadi pasien?.” “Iya Bunda...kalo Citra jadi Dokter, Fitri jadi
perawat, terus kalau gak ada pasiennya gimana?,” jawab Andi lucu. Mendengar jawaban lucu
tersebut akhirnya kami tertawa, dan siang hari itu menjadi hari yang menyenangkan buat
keluarga Citra.

Anda mungkin juga menyukai