Anda di halaman 1dari 48

UJIAN TENGAH SEMESTER

ILMU KEBIDANAN & PENYAKIT KANDUNGAN

Disusun oleh:

NAMA : DESRITA AYU TANGDI ALLA

NIM : 20160811014018

Dosen Pengampu :

1. dr. Jefferson Nelson Munthe, Sp.OG (K), M.Kes (Koordinator)


2. dr. Josef William Wattimury, Sp.OG
3. dr. David Randel Christianto, Sp.OG (K), M.Kes
4. dr. Fitri Ria Dini, Sp.OG (K)

PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

TAHUN 2020
1. Jelaskan perihal Abortus provokatif dan Abortus spontan serta
pengobatannya!
Keguguran atau abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin
dapat hidup diluar dunia, tanpa mempersoalkan sebabnya. Menurut WHO,
aborsi berarti keluarnya janin dengan berat badan <500 gram atau usia
kehamilan <22 minggu. Meningat kondisi penanganan bayi baru lahir
berbeda-beda diberbagai negara, usia kehamilan seperti defenisi abortus dapat
berbeda-beda pula. Di negara maju, keguguran saat ini diartikan sebagai
keluarnya hasil konsepsi ketika usia kehamilan <20 minggu atau berat badan
janin <400 gram. Menurut kejadiannya, abortus dikelompokkan sebagai;
1. Abortus spontan (spontaneous abortion, miscarriage, pregnancy loss)
Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis. Berikut adalah pembagian abortus spontan beserta
penanganannya :
a. Abortus imminens adalah keguguran membakat dan akan terjadi,
keluarnya fetus masih dapat dicegah.
Pengelolaan :
1. Bila hasil konsepsi masih utuh dan terdapat tanda-tanda kehidupan
janin:
 Ibu diminta tirah baring dan tidak melakukan aktivitas
seksual sampai gejalan perdarahan hilang atau selama 3 x 24
jam;
 Pemberian preparat progesteron masih diperdebatkan karena
dapat menyebabkan relaksasi otot polos, termasuk otot
uterus. Beberapa penelitian menunjukkan efek buruk
progesteron, yakni meningkatkan risiko abortus inkomplet,
sehingga hanya diberikan bila terdapat gangguan fase luteal;
dosisnya 5-10 mg;
2. Bila hasil USG meragukan, USG diulang kembali 1-2 minggu
kemudian;
3. Bila hasil USG tidak baik, segera lakukan evakuasi.
b. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang berlangsung dengan
ostium sudah terbuka dan ketuban sudah teraba. Kehamilan sudah
tidak dapat dipertahankan lagi.
Pengelolaan :
1. Evakuasi hasil konsepsi;
2. Pemberian uterotonika pascaevakusi;
3. Pemberian antibiotik selama 3 hari.
c. Abortus inkompletus adalah hanya sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan yang tertinggal adalah desidua dan plasenta.
Pengelolaan :
1. Perbaikan keadaan umum, syok harus diatasi bila muncul, bila Hb
<8 gr%, tranfusi darah segera diberikan;
2. Evakuasi hasil konsepsi, baik dengan metode digital atau kuretasi;
3. Pemberian uterotonika;
d. Abortus kompletus adalah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua
dan fetus), sehingga rongga rahim kosong.
Pengelolaan :
Abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, apabila
pasien anemia perlu diberi sulfat ferrosus atau transfusi.
e. Missed abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
Pengelolaan :
1. Perbaikan keadaan umum
2. Transfusi darah segar
3. Transfusi fibrinigen
4. Pemberian misoprostol peroral atau pervaginal, dosis 200
mikrogram/6jam. Bila dalam 2 × 24 jam hasil konsepsi tidak
keluar, kuretasi segera dilakukan
5. Evakuasi dengan kuretasi, bila usia kehamilan ˃12 minggu,
kuretasi didahului dengan pemasangan dilator (laminaria stift) atau
pemberian misoprostol 200ug/6jam.
f. Abortus habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami
keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
Pengelolaan :
Pengelolaan abortus habitualis bergantung kepada etiologi. Pada
kelainan anatomi, misalnya inkom petensi servilks, dapat dilakukan
operasi Shirodkar atau McDonald.
2. Abortus provocatus (abortus buatan, aborsi disengaja, digugurkan)
Dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi :
a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (abortus provocatus artificialis
atau abortus therapeuticus) adalah abortus sesuai indikasi untuk
kepentingan ibu, misalnya penyakit jantung, hipertensi maligna, atau
karsinoma serviks. Keputusan pelaksanaan aborsi ditentukan oleh tim
ahli yang terdiri atas dokter ahli kebidanan, penyakit dalam, dan
psikiatri atau psikolog.
Pengelolaan :
1. Kimiawi-pemberian obat abortus ekstrauterin atau intrauterin,
seperti prostaglandin, antiprogesteron (RU 486) atau oksitosin.
2. Mekanis:
a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka
serviks secara perlahan dan tidak traumatik, kemudian
dilanjutkan dengan evakuasi menggunakan kuret tajam atau
vakum;
b. Dilatasi serviks menggunakan dilator Hegar dilanjutkan dengan
evakuasi dengan kuretasi;
c. Histerotomi/histerektomi.
b. Abortus buatan kriminal (abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah, dilarang oleh
hukum atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang. Kecurigaan
terhadap abortus provokatus kriminalis harus dipertimbangkan bila
terdapat abortus febrilis. Aspek hukum tindakan abortus buatan harus
diperhatikan. Beberapa bahaya abortus buatan kriminalis adalah
infeksi, infertilitas sekunder, maupun kematian.
2. Jelaskan Preeklamsi dalam kehamilan serta pengobatannya!
Preeklamsia diidentifikasi melalui adanya hipertensi, dan proteinuria pada
seorang perempuan hamil yang tadinya normotensif. Penyakit ini timbul
sesudah minggu ke-20 dan paling sering terjadi pada primigravida yang muda.
Preeklamsia adalah penyakit primigravida dan bila timbul pada seorang
multigravida biasanya ada faktor predisposisi, seperti hipertensi, diabetes atau
kehamilan ganda. Disebut sebagai sindrom preeklamsia karena merupakan
kelainan yang ditandai oleh beberapa gejala spesifik dalam kehamilan akibat
terlibatnya banyak sistem organ.
Diagnosis preeklamsia ditegakkan bila ditemukan gejala hipertensi dan
proteinuria, yang disebut juga sebagai kriteria minimum :
1. Hipertensi merupakan gejala yang paling awal dan tiba-tiba sesudah
kehamilan 20 minggu. Batas tekanan darah adalah 140 mmHg (sistolik)
dan 90 mmHg (diastolik). Tekanan darah diukur ketika penderita
beristirahat rebah dan miring ke kiri. Bunyi Korotkoff ke-V dipakai untuk
menentukan tekanan diastolik.
2. Proteinuria ditegakkan bila kadar protein ≥ 300 mg dalam urin 24 jam atau
30 mg/dl (+1 dipstick) urine sewaktu, atau rasio protein/kreatinin ≥ 0,3.
Preeklamsia disebut berat bila ditemukan:
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan/atau diastolik ≥ 110 mmHg
2. Proteinuria ≥ 2 gram dalam 24 jam atau ≥ 2+ dipstick urine sewaktu
3. Kreatin serum > 1,2 mg/dl
4. Trombosit < 100.000/µl
5. Hemolisis dan peninggian kadar LDH
6. Peningkatan kadar serum transaminase (SGOT dan SGPT)
7. Gangguan serebral (sakit kepala menetap) atau gangguan penglihatan
8. Sakit ulu hati yang menetap
Pengelolaan Obstetrik :
Pengelolaan preeklamsia yang terbaik ialah mengakhiri kehamilan karena:
1. Penyebabnya adalah kehamilan itu sendiri;
2. Preeklampsia akan membaik setelah persalinan;
3. Mampu mencegah kematian janin dan ibu.
Namun, bila kehamilan belum matur dan ibu serta janin masih baik, perawatan
konservatif dapat dilakukan untuk mempertahankan kehamilan sampai
berumur 37 minggu. Bila persyaratan perawatan konservatif tidak terpenuhi,
kehamilan sebaiknya segera diakhiri dengan induksi atau augmentasi.
Persalinan per vaginam diselesaikan dengan partus buatan; bila ada indikasi,
seksio sesarea dapat dilakukan.

3. Jelaskan infeksi TORCH, Hepatitis B dan Malaria yg terjadi pada ibu


hamil serta pengobatannya masing-masing!
a) TORCH
TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan
oleh (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), Herpes simplex
virus II and Others). Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai
masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga
menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Infeksi TORCH bersama dengan
paparan radiasi dan obat-obatan teratogenik dapat mengakibatkan
kerusakan pada embrio. Beberapa kecacatan janin yang bisa timbul akibat
TORCH yang menyerang wanita hamil antara lain kelainan pada saraf,
mata, kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga, terganggunya fungsi
motorik, hidrosefalus, dan lain sebagainya.
1) Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii. Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi pada
bayi baru lahir yang berasal dari ibu yang terinfeksi. Bayi tersebut
biasanya asimptomatik, namun manifestasi selanjutnya bisa menjadi
korioretinitis, strabismus, epilepsy dan retardasi psikomotor.
Pengobatan :
 Pengobatan pada ibu hamil
Pengobatan dengan spiramisin. Spiramisin merupakan
antibiotik makrolid paling aktif terhadap toksoplasmosis di
bandingkan dengan antibiotika lainnya, dengan mekanisme kerja
yang serupa dengan klindamisin. Spiramisin menghambat
pergerakan mRNA pada bakteri/parasit dengan cara menghambat
50s ribosom, sehingga sintesis protein bakteri/parasit akan
terhambat dan kemudian mati. Spiramisin sebaiknya tidak
diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap antibiotik
makrolid. Sejumlah kecil ibu hamil menunjukkan gejala gangguan
saluran cerna atau reaksi alergi. Dosis spiramisin yang diberikan
ialah 3 gram/hari.
Untuk ibu hamil yang memiliki kemungkinan infeksi tinggi
atau infeksi janin telah terjadi, pengobatan dengan spiramisin harus
ditambahkan pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folat setelah usia
kehamilan 18 minggu. Pada beberapa pusat pengobatan,
penggantian obat dilakukan lebih awal (usia kehamilan 12-14
minggu). Kombinasi ini juga diindikasikan untuk ibu hamil dengan
infeksi janin atau janin dengan tokso plasmosis kongenital yang
terdeteksi melalui ultasonografi. Dosis pirimetamin 25-50 mg per
oral sekali sehari dan dikombinasikan dengan sulfonamid selama
1-3 minggu; kemudian dosis obat dikurangi setengah dari dosis
sebelumnya, dan terapi dilanjutkan 4-5 minggu. Dosis pemberian
sulfadiazin 2-4 gram per oral sehari sekali selama 1-3 minggu,
kemudian dosis dikurangi setengah dari dosis sebelumnya dan
terapi dilanjutkan hingga 4-5 minggu.
 Pengobatan pada bayi
Kombinasi sulfadiazin, pirimetamin, dan asam folat biasanya
diberikan untuk bayi yang lahir dari ibu dengan hasil positif pada
cairan amnionnya atau yang sangat dicurigai menderita T. gondii.
Dosis pirimetamin 2 mg/kgBB/hari (maksimal 50 mg), dilanjutkan
1 mg/kgBB/hari untuk 2-6 bulan, dan setelah itu 1 mg/kgBB/hari 3
kali perminggu. Dosis sulfadiazin 50 mg/kgBB setiap 12 jam, dan
dosis asam folat 5 – 20 mg 3 kali perminggu.
2) Rubella
Infeksi ini juga dikenal dengan campak Jerman dan sering diderita
anak-anak. Rubela yang dialami pada trisemester pertama kehamilan
90 persennya menyebabkan kebutaan, tuli, kelainan jantung,
keterbelakangan mental, bahkan keguguran. Ibu hamil disarankan
untuk tidak berdekatan dengan orang yang sedang sakit campak
Jerman. Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella, sebuah togavirus
yang menyelimuti dan memiliki genom RNA beruntai tunggal. Gejala
yang di timbulkan adalah demam, ruam pada kulit , batuk, nyeri sendi,
nyeri kepala, limfadenopati post auricular and suboccipital. Gejala
klinis biasanya ringan dan 50-75% kasus, gejala tdk tampak.
Pengobatan :
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi, pengobatannya
hanya bersifat suportif.
a. Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah
simptomatis. Adamantanaminhidroklorida (amantadin) telah
dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat stadium awal
infeksi rubella pada sel yang dibiakkan.
b. Pada bayi yang dilakukan tergantung kepada organ yang terkena:
 Gangguan pendengaran diatasi dengan pemakaian alat bantu
dengar, terapi wicara dan memasukkan anak ke sekolah
khusus atau implantasi koklea.
 Penyakit jantung bawaan diatasi dengan pembedahan
 Gangguan penglihatan sebaiknya diobati agar penglihatan
anak berada pada ketajaman yang terbaik seperti operasi
 Keterbelakangan mentalnya diatasi dengan fisioterapi, terapi
wicara, okupasi atau jika sangat berat, mungkin anak perlu
dimasukkan ke institusi khusus.
3) Cytomegalovirus
Cytomegalovirus (infeksi sitomegalovirus) adalah penyakit yang
disebabkan oleh sitomegalovirus. Virus ini termasuk dalam keluarga
besar virus herpes. Penyakit ini termasuk penyakit yang mewabah di
seluruh negara dan menular melalui kontak manusia. Mononukleos
sitomegalovirus disertai dengan demam tinggi yang tidak teratur
selama 3 minggu atau lebih (orang dewasa). Infeksi CMV
terdisemisasi bisa menyebabkan koriorenitis (kebutaan), koloitis atau
ensafilitis (jika pasien juga mengalami acquired immunedeficiency
syndrome). Infeksi virus CMV pada bayi yang berusia 3 – 6 bulan,
biasanya terinfeksi, seperti: asimtomati/disfungsi hepatitik,
hepatosplenomegali, angioma laba – laba, pneumonitis,
limfadenotenopati, kerusakan otak.
Pengobatan :
Penyakit infeksi virus CMV, seperti juga penyakit virus lainnya
adalah penyakit ”self limited disease”. Pengobatan ditujukan kepada
perbaikan nutrisi, respirasi dan hemostasis. Pengobatan anti virus
masih belum jelas hasilnya. Dicoba cara pemberian
zat immunoglobulin in utero. Bagi ibu yang mengalami gangguan
imunitas dikembangkan obat; ganciclovir, cidofovir, formivirsen,
foscarnet (virustatic).
Pemberian Ganciclovir pada dewasa: dosis induksi 5 mg/kg dua
kali sehari, intra vena selama 2 minggu, dipertahankan dengan dosis 5
mg/kg/hari. Pemberian oral untuk mempertahankan dosis dalam
sirkulasi darah adalah 1 gram 3 kali sehari, perlu diperhatikan efek
samping yaitu gangguaan fungsi ginjal. Pemberian Ganciclovir
12mg/kg/hr pada bayi dapat mengurangi progresivitas ketulian dalam 2
tahun pertama kehidupannya.
4) Herpes Simplex Virus
Infeksi Herpes simplex virus (HSV) merupakan salah satu virus
penyebab infeksi menular seksual yang meluas di seluruh dunia.
Infeksi HSV sering terjadi pada wanita usia reproduktif dan dapat
ditransmisikan kepada fetus pada saat kehamilan, persalinan maupun
sesudah persalinan. Infeksi HSV pada kehamilan dapat terjadi secara
primer maupun rekuren. Infeksi primer pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan tampilan klinis yang lebih berat dibandingkan wanita
yang tidak hamil. Lesi gingivostomatitis dan vulvovaginitis herpetika
cenderung lebih menyebar dan risiko terjadinya gejala pada organ
visceral (hepatitis, encephalitis) lebih besar. Ketika infeksi primer
didapatkan pada akhir kehamilan, maka tubuh ibu tidak sempat untuk
membentuk antibodi untuk menekan replikasi virus sebelum terjadinya
persalinan.
Infeksi Rekuren HSV adalah infeksi HSV yang mengalami
reaktivasi pada traktus genitalis secara asimptomatis maupun
simtomatis. Infeksi rekuren HSV ditandai dengan timbulnya antibodi
terhadap tipe HSV yang sama dan gejala herpes yang biasanya lebih
ringan (7-10 hari) dibandingkan infeksi primer. Mayoritas infeksi
rekuren disebabkan oleh HSV-2 karena virus ini lebih sering
bereaktivasi dibandingkan HSV-1.
Pengobatan :
Wanita hamil dengan episode klinis pertama atau rekuren dapat
diterapi dengan acyclovir atau valacyclovir. Walaupun penggunaan
kedua obat ini tidak meningkatkan kemungkinan terjadinya
abnormalitas pada fetus, tetapi efek obat tersebut pada jangka panjang
masih membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Risiko tertinggi infeksi neonatal terjadi jika ibu hamil terinfeksi
HSV pada trimester ketiga kehamilan. Oleh karena itu persalinan
secara sectio sesaria merupakan keharusan pada wanita hamil yang
terinfeksi HSV primer maupun non primer pada trimester akhir
kehamilan. Selain itu, membatasi penggunaan monitoring invasif pada
wanita yang akan bersalin dapat menurunkan kejadian infeksi neonatal.
Teradapat penentuan cara persalinan menurut status infeksi
HSV yang diderita, yaitu:
 Manajemen infeksi HSV primer pada kehamilan
Jika infeksi primer terjadi pada trimester 1 atau 2 kehamilan,
disarankan untuk melakukan kultur virus dari sekret genital pada
umur kehamilan 32 minggu. Jika 2 kali hasil kultur menunjukkan
hasil negatif dan tidak ada lesi genital herpetika aktif pada saat
persalinan, maka dimungkinkan untuk dilakukan persalinan
pervaginam. Jika terjadi serokonversi pada saat persalinan, yang
artinya risiko transmisi HSV kepada fetus rendah karena neonatus
telah terproteksi oleh antibodi maternal, maka tindakan sectio
sesaria tidak perlu dilakukan.
Jika infeksi primer didapatkan pada trimester 3 kehamilan,
maka tindakan sectio sesaria harus dilakukan karena serokonversi
yang adekuat tidak akan terjadi pada 4 sampai 6 minggu gestasi
akhir sehingga bayi berisiko untuk terinfeksi jika dilahirkan
pervaginam.
 Manajemen terapi infeksi HSV rekuren pada kehamilan
Bagi para wanita hamil dengan episode rekuren herpes
genital yang terjadi beberapa minggu sebelum taksiran persalinan,
dibutuhkan terapi supresif dengan acyclovir atau valacyclovir
sepanjang 4 minggu terakhir kehamilan. Selain itu dilakukan kultur
virus dari sekret servix-vagina pada saat umur 36 minggu
kehamilan. Jika tidak terdeteksi lesi herpes secara klinis tetapi
kultur virus positif pada saat persalinan, maka dibutuhkan tindakan
sectio sesaria untuk persalinannya. Sebaliknya, bila tidak
ditemukan lesi dan kultur virus negatif, maka dapat dilakukan
persalinan pervaginam.
b) Hepatitis B
Hepatitis adalah inflamasi dari hepar yang dapat disebabkan oleh
terpaparnya hepar dengan bahan kimia tertentu, penyakit autoimun, atau
infeksi bakteri tetapi paling sering disebabkan oleh beberapa virus. Hepatitis
B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis
B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang hati, gagal hati, serosis hati, kanker hati, dan
kematian. Hepatitis B akut memiliki masa inkubasi 60-90 hari. Hepatitis B
kronik berkembang dari Hepatitis B akut. Infeksi hepatitis B kronis
didefinisikan sebagai deteksi terus-menerus dari Hepatitis B surface antigen
(HBsAg) selama lebih dari 6 bulan setelah paparan awal virus.
Tabel Petanda Serologik VHB dan Interpretasinya pada Infeksi VHB

Penularan infeksi VHB dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu penularan


horizontal dan vertikal. Penularan horizontal VHB dapat terjadi melalui
berbagai cara yaitu penularan perkutan, melalui selaput lendir atau mukosa.
Mother-to-child-transmission (MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang
menderita hepatitis B akut atau pengidap persisten HBV kepada bayi yang
dikandungnya atau dilahirkannya. Penularan HBV vertikal dapat dibagi
menjadi penularan HBV in-utero, penularan perinatal dan penularan post
natal. Penularan HBV in-utero ini sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti, karena salah satu fungsi dari plasenta adalah proteksi terhadap bakteri
atau virus. Bayi dikatakan mengalami infeksi in-utero jika dalam 1 bulan
postpartum sudah menunjukkan HbsAg positif.
Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi pada saat persalinan.
Sebagian besar ibu dengan HbeAg positif akan menularkan infeksi HBV
vertikal kepada bayi yang dilahirkannya sedangkan ibu yang anti Hbe
positif tidak akan menularkannya. Penularan post natal terjadi setelah bayi
lahir misalnya melalui ASI yang diduga tercemar oleh HBV lewat luka kecil
dalam mulut bayi. Pada kasus persalinan lama cenderung meningkatkan
penularan vertikal (lebih dari 9 jam). Kehamilan tidak akan memperberat
infeksi virus, akan tetapi jika terjadi infeksi akut bisa mengakibatkan
hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan mortalitas tinggi pada ibu dan
bayi. Jika penularan virus hepatitis B dapat dicegah berarti mencegah
terjadinya kanker hati secara primer yang dipengaruhi titer DNA virus
hepatitis B tinggi pada ibu (semakin tinggi kemungkinan bayi akan tertular).
Infeksi akut terjadi pada kehamilan trisemester ketiga, persalinan lama dan
mutasi virus hepatitis B.
Pengobatan :
a. Pada saat kehamilan
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan
terinfeksi adalah sebagai berikut:
1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam
14 hari :
 Berikan vaksin VHB ke dalam musculus deltoideus. Tersedia 2
monovalen vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure
yaitu Recombivax HB dan Engerix-B. Dosis HBIg yang
diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral.
 Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau
luka mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan
kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB
Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam
rumah dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis
post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.
Wanita hamil dengan carrier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
 Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau
semen
 Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah
seperti sikat gigi, alat cukur dan sebagainya.
 Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium
bahwa dirinya penderita hepatitis B carrier.
 Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B
dalam 1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
Beberapa obat antiviral Hepatitis B yang direkomendasikan pada ibu
hamil menurut American Association for the Study of Liver Disease
Practice Guidelines Committee ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel Pengobatan Hepatitis B pada kehamilan

b. Pada Saat Persalinan


Persalinan pengidap VHB tanpa infeksi akut tidak berbeda dengan
penanganan persalinan umumnya.
 Pada infeksi akut VHB dan adanya hepatitis fulminan persalinan
pervaginam usahakan dengan trauma sekecil mungkin dan rawat
bersama dengan spesialis penyakit dalam (spesialis hepatologi).
Gejala hepatitis fulminan antara lain sangat ikterik, nyeri perut
kanan atas, kesadaran menurun, dan hasil pemeriksaan urin; warna
seperti teh pekat, urobilin dan bilirubin positif, pada pemeriksaan
darah selain urobilin dan bilirubin positif, SGOT dan SGPT sangat
tinggi biasanya diatas 1000.
 Pada ibu hamil dengan Viral Load tinggi dapat dipertimbangkan
pemberian HBIG atau lamivudin pada 1 – 2 bulan sebelum
persalinan. Mengenai hal ini masih ada beberapa pendapat yang
menyatakan lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi, tetapi ada
yang masih mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.
 Persalinan sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung lama,
khususnya pada ibu dengan HbsAg positif. Wong menyatakan
persalinan berlangsung lebih dari 9 jam, sedangkan Surya
menyatakan persalinan berlangsung lebih dar 16 jam, sudah
meningkatkan kemungkinan penularan VHB intrauterin. Persalinan
pada ibu hamil dengan titer VHB tinggi (3,5 pg/ml) atau HbsAg
positif, lebih baik seksio sesarea. Demikian juga jika persalinan
yang lebih dari 16 jam pada pasien pengidap HbsAg positif.
c. Pada Masa Nifas
Menyusui bayi tidak merupakan masalah. Pada penelitian telah
dibuktikan bahwa penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer
virus yang jauh lebih tinggi dari penularan parenteral.
d. Pada Neonatus
 Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah
lahir, seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2,
dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.
 Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B
200 IU IM (0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam
waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah
bayi lahir).

c) Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia,
pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya
pada beberapa organ misalnya otak, hati, dan ginjal. Empat species
Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah Plasmodium vivax.,
Plasmodium malariae, Plasmodium ovale & Plasmodium falciparum.
Manifestasi klinis malaria berupa :
- Suhu > 37,5oC
- Dapat ditemukan pembesaran limpa
- Dapat ditemukan anemi
- Gejala klasik malaria khas terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yaitu
menggigil (15-60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam).
Di daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai
imunitas terhadap malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan,
bahkan tidak semua gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik
di atas, dapat juga disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas,
sakit kepala, mialgia, sakit perut, mual/muntah, dan diare. Sedangkan
manifestasi klinis malaria berat/dengan komplikasi adalah :
- Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)
- Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)
- Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)
- Udem paru/ARDS
- Jaundice (bilirubin > 3 mg%)
- Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)
- Asidosis metabolik
- Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.
- Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.
- Hemoglobinuri
- Kelemahan yang sangat (severe prostration)
- Hiperparasitemi
- Hiperpireksi (suhu > 40oC)
Pengobatan :
Ada 3 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam
kehamilan, yaitu:
1. Pengobatan malaria
2. Penanganan komplikasi
3. Penanganan proses persalinan
1. Terapi Malaria
Terapi malaria dalam kehamilan harus energetik, antisipatif dan
seksama (careful)
 Energetik: Tidak membuang-buang waktu, lebih baik
memperlakukan semua kasus sebagai kasus malaria falciparum,
dan memeriksa tingkat keparahan penyakit dengan melihat
keadaan umum, pucat, ikterus, tekanan darah, suhu,
hemoglobin, hitung parasit, SGPT, bilirubin dan kreatinin serum
serta glukosa darah.
 Antisipatif: malaria dalam kehamilan dapat tiba-tiba memburuk
dan menunjukkan komplikasi yang dramatik. Oleh karena itu
harus dilakukan monitoring ketat serta me nilai kemungkinan
timbulnya komplikasi pada setiap pemeriksaan/visite rutin.
 Seksama: Perubahan fisiologis dalam kehamilan menimbulkan
masalah yang khusus dalam penanganan malaria. Selain itu,
sejumlah obat anti malaria merupakan kontraindikasi untuk
kehamilan atau dapat menimbulkan efek samping yang berat.
Semua faktor tersebut harus selalu dipertimbangkan saat
memberikan terapi pada pasien-pasien malaria dengan
kehamilan.
- Pilih obat yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit
dan pola sensitivitas di daerah tersebut (terapi empiris)
- Hindari obat yang menjadi kontra indikasi
- Hindari kelebihan/kekurangan dosis obat
- Hindari pemberian cairan yang berlebihan/kurang.
- Pertahankan asupan kalori yang adekuat.
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan
pengobatan malaria pada orang dewasa. Tetapi pada ibu hamil tidak
diberikan primaquine, doksisiklin dan tetrasiklin. Penggunaan
primaquine dalam kehamilan merupakan kontraindikasi. Pemberian
primaquine dalam masa laktasi juga merupakan kontraindikasi. Obat
ini telah terbukti menyebabkan atau memiliki potensi menyebabkan
peningkatan insidensi malformasi atau kerusakan ireversibel pada janin
manusia. Doksisiklin sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan
anak usia di bawah usia 8 tahun karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan tulang dan gigi pada anak. Dampak yang paling sering
muncul pada anak adalah pengaruh perubahan warna pada gigi dan
tulang. Hal ini dapat terjadi karena mekanisme gangguan pada tempat
penyimpanan kalsium. Warna pada gigi menetap dan muncul sebagai
hypoplasia enamel. Gangguan pertumbuhan pada tulang secara luas
telah diketahui jika ibu mengkonsumsi tetrasiklin pada saat hamil atau
tetrasiklin diberikan pada masa neonatal.
Tabel Pengobatan malaria falciparum pada ibu hamil
Umur kehamilan Pengobatan
Trimester I (0-3 bulan) Kina tablet + Klindamisin selama 7 hari
Trimester II (4-6 bulan) ACT tablet selama 3 hari
Trimester III (7-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari

Tabel Pengobatan malaria vivax pada ibu hamil


Umur kehamilan Pengobatan
Trimester I (0-3 bulan) Kina tablet selama 7 hari
Trimester II (4-6 bulan) ACT tablet selama 3 hari
Trimester III (7-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari

2. Penanganan Komplikasi Malaria


 Edema paru akut:
Pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat; tidur dengan posisi
setengah duduk, pemberian oksigen, diuretik dan pemasangan
ventilator bila diperlukan.
 Hipoglikemia:
Dekstrosa 25-50%, 50-100 cc I.V., dilanjutkan infus dekstrosa 10%.
Bila sebabnya adalah kelebihan cairan, dapat diberikan glukagon
0,5-l mg intramuskuler. Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6
jam untuk mencegah rekurensi hipoglikemia.
 Anemia:
Harus di berikan transfusi bila kadar hemoglobin <5 g%.
 Gagal Ginjal:
Gagal ginjal dapat terjadi pre prenal karena dehidrasi yang tidak
terdeteksi atau renal karena parasitemia berat. Penanganannya
meliputi pemberian cairan yang seksama, diuretik dan dialisa bila
diperlukan.
 Syok septikemia:
Infeksi bakterial sekunder seperti infeksi saluran kemih, pneumonia
dll, sering menyertai kehamilan dengan malaria. Sebagian dari
pasien-pasien tersebut dapat mengalami syok septikemia, yang
disebut algid malaria. Penanganannya adalah dengan pemberian
cephalosporin generasi ketiga, pemberian cairan, monitoring tanda-
tanda vital dan intake-output.
 Transfusi ganti:
Transfusi ganti diindikasikan pada kasus malaria falciparum berat
untuk menurunkan jumlah parasit. Darah pasien dikeluarkan dan
diganti dengan packed sel. Tindakan ini terutama bermanfaat pada
kasus parasitemia yang sangat berat (membantu membersihkan) dan
impending odema paru (membantu menurunkan jumlah cairan).
3. Penanganan saat persalinan
Anemia, hipoglikemia, edema paru dan infeksi sekunder akibat
malaria pada kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi
ibu maupun janin. Malaria falciparum berat pada kehamilan aterm
menimbulkan risiko mortalitas yang tinggi. Distres maternal dan fetal
dapat terjadi tanpa terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan
monitoring yang baik, bahkan untuk wanita hamil dengan malaria beat
sebaiknya dirawat di unit perawatan intensif.
Malaria falciparum merangsang kontraksi uterus yang
menyebabkan persalinan prematur. Frekuensi dan intensitas kontraksi
tampaknya berhubungan dengan tingginya demam. Gawat janin sering
terjadi dan seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu perlu dilakukan
monitoring terhadap kontraksi uterus dan denyut jantung janin untuk
menilai adanya ancaman persalinan prematur dan takikardia, serta
bradikardia atau deselerasi lambat pada janin yang berhubungan dengan
kontraksi uterus karena hal ini menunjukkan adanya gawat janin. Harus
diupayakan segala cara untuk menurunkan suhu tubuh dengancepat,
baik dengan kompres dingin, pemberian antipiretika seperti parasetamol
dll.
Pemberian cairan denan seksama juga merjupakan hal penting.
Hal ini disebabkan baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah
karena kedua keadaan tadi dapat membahayakan baik bagi ibu maupun
janin. Pada kasus parasitemia berat, harus dipertimbangkan tindakan
transfusi ganti.
Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan. Kala II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila
terdapat indikasi pada ibu atau janin. Seksio sesarea ditentukan
berdasarkan indikasi obstetrik.

4. Jelaskan perdarahan antepartum (Solusio plasenta dan Plasenta Previa)


dan pengobatannya masing-masing!
Perdarahan pada kehamilan secara umum dapat disebabkan oleh faktor
obstetrik maupun non-obstetrik. Penyebab utama perdarahan pada kehamilan
muda antara lain keguguran (abortus), kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.
Perdarahan antepartum ialah perdarahan pada trimester terakhir kehamilan.
Penyebab utama perdarahan antepartum ialah:
1. Plasenta previa;
2. Solusio plasenta.
Faktor non-obstetrik meliputi luka jalan lahir akibat terjatuh, koitus atau
varises yang pecah dan oleh kelainan serviks seperti karsinoma, erosio dan
polip.
1. Plasenta Previa
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga
menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta
normalnya terjadi di dinding depan, dinding belakang rahim atau di fundus
uteri. Klasifikasi plasenta previa yaitu :
 Plasenta previa totalis--seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta;
 Plasenta previa lateralis/parsialis--sebagian ostium tertutup oleh
plasenta;
 Plasenta previa marginalis--hanya di pinggir ostium terdapat jaringan
plasenta;
 Plasenta letak rendah-implantasi plasenta rendah tapi tidak sampal ke
ostium (tepi plasenta berjarak <5 cm dari pinggir ostium);
 Vasa previa--pembuluh darah janin terdapat di membran yang
melintasi ostium.
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan ketika endometrium
kurang baik, misalnya akibat atrofi endometrium atau vaskularisasi
desidua yang kurang baik. Gejala plasenta previa adalah perdarahan tanpa
nyeri, bagian terendah anak sangat tinggi karena disebabkan oleh plasenta
yang terletak dibawah kutub rahim sehingga bagian terendah tidak dapat
mendekati pintu atas panggul, dan adanya kelaina letak yang terjadi karena
ukuran panjang rahim berkurang.
Pengobatan :
Pengobatan plasenta previa dapat dibagi ke dalam 2 golongan:
a) Terminasi--kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang
membawa maut. Misalnya, ketika kehamilan sudah cukup bulan tetapi
perdarahan banyak, parturien dan anak mati (tidak selalu):
 Cara vaginal--untuk menekan plasenta sehingga dengan demikian
menutup pembuluh darah yang terbuka (tamponade plasenta), cara-
cara vaginal terdiri dari pemecahan ketuban, versi Braxton Hicks
dan Cunam Willett-Gauss;
 Seksio sesarea--untuk mengosongkan rahim sehingga rahim dapat
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesarea juga
mencegah robekan serviks yang cukup sering terjadi pada
persalinan pervaginam.
b) Ekpektatif--dilakukan bila janin masih kecil sehingga kemungkinannya
hidup di dunia luar kecil sekali. Sikap ekspektatif tentu hanya dapat
dibenarkan bila keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau
sedikit sekali.
2. Solusio Plasenta
Plasenta normalnya terlepas setelah anak lahir. Solusio plasenta berarti
lepasnya plasenta sebelum waktunya, artinya sebelum anak lahir.
Pelepasan plasenta sebelum minggu ke-22 disebut abortus. Pelepasan
plasenta yang terimplantasi rendah, tidak disebut solusio plasenta
melainkan plasenta previa. Jadi, definisi lengkapnya: Solusio plasenta
adalah lepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang terimplantasi normal
di atas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak. Pada solusio plasenta, darah
dari tempat pelepasan mencari jalan keluar di antara selaput janin dan
dinding rahim lalu akhirnya keluar dari serviks, sehingga terjadi
perdarahan ke luar atau perdarahan tampak. Kadang-kadang darah tidak
keluar tetapi berkumpul di belakang plasenta, membentuk hematoma
retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau
perdarahan tersembunyi. Kadang-kadang darah masuk ke dalam ruang
amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi. Gejala solusio plasenta
adalah :
 Perdarahan--disertai nyeri yang juga timbul di luar his;
 Anemia dan syok--beratnya sering tidak sesuai dengan banyaknya
darah yang keluar;
 Rahim keras-seperti papan dan nyeri ketika dipegang karena isi
rahim bertambah dengan darah berkumpul di belakang plasenta,
sehingga Rahim teregang (uterus en bois);
 Palpasi sukar--karena rahim keras;
 Fundus uteri--semakin lama semakin naik;
 Bunyi jantung--biasanya tidak ada;
 Pemeriksaan dalam--senantiasa teraba ketuban yang senantiasa
tegang (karena isi rahim bertambah);
 Proteinuria--kerap kali terjadi karena disertai preeklamsia.
Diagnosis solusioplasenta didasarkan atas adanya perdarahan antepartum
yang terasa nyeri serta uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir,
terdapat impresi (cekungan) di permukaan maternal plasenta akibat
tekanan hematoma retroplasenta.
Pengobatan :
1. Umum:
a) Transfusi darah yang memadai;
b) Oksigenasi;
c) Antibiotik;
d) Pada syok berat, diberikan kortikosteroid dosis tinggi.
2. Khusus:
a) Untuk mengatasi hipofibrinogenemia--substitusi dengan human
fibrinogen 10 g atau darah segar, hentikan fibrinolisis dengan
trasylol IV (penghambat proteinase inhibitor) 200.000 IU.
Selanjutnya, bila perlu, berikan 100.000 IU/jam dalam infus;
b) Untuk merangsang diuresis--beri manitol. Diuresis dinilai baik bila
melampaui 30-40 cc/jam.
3. Obstetri--Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan
mempercepat persalinan agar kelahiran sedapat-dapatnya terjadi dalam
6 jam, karena bagian plasenta yang terlepas semakin lama meluas,
perdarahan kian bertambah, dan hipofibrinogemia pun menjelma atau
bertambah parah.

5. Jelaskan persalinan preterm yang kamu ketahui (lebih lengkap lebih


baik)!
Persalinan preterm (persalinan prematur/preterm abor) adalah persalinan
sebelum usia kehamilan 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499
gram. Kejadiannya masih tinggi dan merupakan penyebab utama kematian
neonatus; di Amerika Serikat kejadiannya 8-10%, sementara di Indonesia 16-
189 dari semua kelahiran hidup. Ibu yang pernah melahirkan bayi prematur
berisiko 20-30% melahirkan bayi prematur kembali di kehamilan berikutnya.
Akan tetap, 50% ibu yang melahirkan prematur tidak mempunyai faktor
risiko.
a) Faktor Risiko Persalinan Preterm
Kejadian persalinan preterm meningkat oleh beberapa faktor predisposisi
berikut:
1) Karakteristik pasien:
a. Status sosio-ekonomi--penghasilan dan pendidikan yang rendah
serta gizi yang buruk;
b. Ras--di Amerika, orang berkulit hitam lebih banyak melahirkan
prematur daripada orang berkulit putih (16,3% berbanding 7,7%);
c. Umur ibu--risiko meningkat bila ketika mengandung adalah 16
tahun atau primigravida 30 tahun;
d. Riwayat persalinan prematur--ibu yang pernah sekali mengalami
persalinan prematur mempunyai risiko 4 kali lipat lebih besar,
sedangkan yang pernah dua kali mengalami persalinan prematur
mempunyai risiko 6 kali lipat lebih besar;
e. Pekerjaan dan aktivitas--pekerjaan fisik yang berat dan tekanan
mentall/stres atau kecemasan yang tinggi meningkatkan kejadian
prematur;
f. Merokok--lebih dari 10 batang/hari;
g. Pengguna obat bius/kokain
2) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti:
a. Infeksi saluran kemih--bakteriuria tanpa gejala (asymptomatic bac-
teriuria) dan pielonefritis;
b. Penyakit ibu:
 Hipertensi dalam kehamilan
 Asma
 Hipertiroidisme
 Penyakit-penyakit jantung
 Kecanduan obat
 Kolestasis
 Anemia dengan Hb <9 gram%
c. Distensi uterus berlebihan akibat:
 Kehamilan multiple
 Hidramnion
 Diabetes
 Isoimunisasi Rh
 Perdarahan antepartum
 Infeksi umum pada ibu---malaria, tuberkulosis, dan hepatitis
 Tindakan bedah pada ibu selama kehamilan
 Kehamilan dengan kegagalan IUD/AKDR, (intrauterine
device/alat kontrasepsi dalam rahim)
b) Pengelolaan Kehamilan
Faktor risiko persalinan preterm harus diketahui, mengingat deteksi dini
sulit dilakukan dan bila persalinan telah berlangsung, prematuritas akan
sulit dicegah. Tahapan pengelolaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan--ibu yang berisiko tinggi diajari mengenal tanda-tanda
persalinan dini yang harus diwaspadai sebelum kehamilan berusia 37
minggu seperti:
 Nyeri seperti nyeri haid;
 Nyeri pinggang;
 Tekanan pada jalan lahir meningkat;
 Frekuensi berkemih meningkat;
 Keluar lendir berdarah (show) atau cairan ketuban dari jalan lahir.
2. Pengawasan--setelah kehamilan berumur >20 minggu, ibu dipantau
dengan cara:
 Menanyakan tanda-tanda persalinan seperti di atas;
 Bila tanda-tanda tersebut ada, periksa keadaan-keadaan berikut di:
 dilatasi ostium internum atau eksternum;
 pendataran atau perlunakan;
 perubahan posisi;
 penurunan bagian terendah janin;
 Bila ditemukan tanda-tanda perubahan serviks dan his, pasien
segera dirawat;
 Bila ada persalinan, diberikan terapi.
c) Terapi
1. Umum:
 Istirahat rebah dengan posisi miring ke kiri untuk memperbaiki
peredaran darah ke uterus dan memberi cairan bila perlu
 Mengobati bakteriuria tak bergejala dan memeriksa
kemungkinan reinfeksi setiap 6-8 minggu
 Menghilangkan/mengurangi faktor risiko (stres pekerjaan)
dengan istirahat, perbaikan gizi, mengobati anemia dsb.
 Ibu yang berisiko tinggi sebaiknya tidak berhubungan seksual
setelah 20 minggu
 Memantau kemungkinan adanya kontraksi rahim dengan
tokodina mometer
2. Pengobatan
a. Tokolitik :
 Etanol--menghambat kerja hipofisis posterior, sehingsa
sekrest oksltosin dihambat (menghambat letdown reflex).
Sekarang, jarang dipakai karena efek sampingnya yang
berat terhadap ibu (muntah, gastritis, aspirasi dan asidosis)
serta depresi janin.
 Magnesium sulfat--lebih populer dan bekerja efektif dengan
dosis awal 4 gram intravena dilanjutkan dengan 1-3
gram/jam. Efek sampingnya antara lain napas menjadi
pendek/depresi napas. Antidotumnya adalah kalsium
glukonas.
 Golongan β2-adrenergik--sangat sering dipakai untuk
menghentikan kontraksi premature. Mekanisme aksi β2-
mimetik, adalah merangsang reseptor β2 di otot polos
uterus, sehingga terjadi relaksasi dan hilangnya kontraksi.
Obat yang sering dipakai adalah;
 Terbutalin 0,25 mg diberikan di bawah kulit setiap 30 menit
maksimum 6 kali, selanjutnya dipertahankan dengan dosis
5 mg per oral setiap 4-6 Jam;
 Ritrodin intravena, maksimum 0,35 mg/menit sampai 6 jam
setelah kontraksi hilang, lalu dipertahankan dengan
pemberian oral 10 mg setiap 2-6 Jam. Efek samping pada
ibu berupa takikardia, palpitasi, hipertensi, tremor, nausea,
iritabllitas sampai asidosis metabolik. Ritrodin tidak boleh
diberikan kepada ibu penderita preeklampsia, hipertensi
dalam kehamilan lainnya, penyakit jantung, diabetes, dan
infeksi intrauterin. Bila diberikan 2-3 hari sebelum anak
lahir, neonatus dapat mengalami hipoglikemia, hipotensi
dan hipokalsemia.
b. Pematangan paru-paru janin
 Kortikosteroid terbukti menurunkan kejadian RDS
(respiratory distress syndrome) bila diberikan pada umur
kehamilan 28-34 minggu dan 24 jam sebelum persalinan.
 Surfaktan--sangat efektif menurunkan kematian, tetapi
harganya sangat mahal,
Bila kontraksi rahim prematur tak dapat di hentikan dan persalinan tak
dapat dicegah, pimpinan persalinan prematur harus dilakukan sebaik
mungkin agar tidak terjadi trauma bagi anak yang masih lemah:
1. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi juga jangan
terlalu cepat;
2. Jangan memecahkan ketuban sebelum pembukaan lengkap;
3. Buatlah episiotomi medialis;
4. Bila persalinan perlu diselesaikan, pillhlah forseps darlpada
ekstraksi vakum;
5. Jangan mempergunakan narkosis,
6. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk mencegah
neonatus menderita ikterus berat.
Bila tempat bersalin tidak mempunyai fasilitas merawat bayi prematur,
ibu harus dirujuk sebelum persalinan terjadi.

6. Jelaskan perihal Kehamilan normal (bulan demi bulan yang terjadi


selama kehamilan itu) dan pembagian trimesternya serta bahaya-
bahayanya pertrimester tersebut!
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum, dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Dihitung
dari saat fertilisasi sampai kelahiran bayi, kehamilan normal biasanya
berlangsung dalam waktu 40 minggu. Umur janin yang sebenarnya harus
dihitung dari saat fertilisasi atau, karena fertilisasi selalu berdekatan dengan
ovulasi, sekurang-kurangnya dari saat ovulasi.
 Mulal dari 0-2 minggu setelah fertilisasi disebut ovum.
 Mulai dari 3-5 minggu disebut embrio (mudigah)
Pada saat ini mudigah manusia belum dapat dibedakan dari mudigah
binatang lain. Pembentukan alat-alat badan dalam bentuk dasar sudah
terjadi.
 Lebih dari 5 minggu disebut fetus (janin), yang sudah mempunyai
bentuk manusia.
Dalam praktik klinis, tuanya kehamilan dihitung dari haid terakhir sehingga
terdapat perbedaan +2 minggu dengan umur yang ditentukan mulai dari
ovulasi. Selain iu, tuanya kehamilan dihitung dalam bulan, masing-masing
bulan terdiri dari 4 minggu. Jadi, kehamilan 3 bulan sama dengan kehamilan
12 minggu.
Di bawah ini dituturkan pertumbuhan janin pada akhir tiap bulan (dari
4 minggu).
a. Akhir bulan I
Badan bayi sangat melengkung panjangnya 7,5-10 mm, kepalanya 1/3 dari
seluruh mudigah. Saluran yang akan menjadi jantung terbentuk dan sudah
berdenyut. Dasar-dasar traktus digestivus sudah tampak, permulaan kaki
dan tangan berbentuk tonjolan.
b. Akhir bulan II
Wajah sudah jelas berbentuk wajah manusia, dan sudah mempunyai
lengan serta tungkai dengan jari tangan dan kaki. Alat kelamin sudah
tampak, walaupun belum dapat ditentukan jenisnya. Panjangnya +2,5 cm.
c. Akhir bulan III
Panjang bayi sekitar 7-9 cm, sudah terdapat pusat-pusat penulangan. Kuku
sudah ada dan jenis kelamin sudah dapat ditentukan, Janin sudah bergerak,
tetapi sedemikian halusnya pergerakan ini sehingga belum da pat
dirasakan oleh ibu. Ginjal sudah membentuk sedikit air kencing.
d. Akhir bulan IV
Panjang bayi sekitar 10-17 cmn dengan berat 100 gr. Alat kelamin luar
sudah dapat ditentukan jenisnya. Kulit ditumbuhi rambut yang halus
(lanugo). Pergerakan anak mungkin sudah dapat dirasakan oleh ibu,
e. Akhir bulan V
Panjang bayi sekitar 18-27 cm dengan berat 300 gr. Bunyi jantung sudah
dapat didengar dengan stetoskop monoaural. Jika saat ini dilahirkan, bayi
sudah berusaha untuk bernafas.
f. Akhir bulan VI
Panjang bayi sekitar 28-34 cm dengan berat 600 gr. Kulitnya keriput dan
lemak mulai ditimbun di bawah kulit. Kulit tertutup oleh verniks kaseosa
yang bertujuan untuk melindungi kulit.
g. Akhir bulan VII
Panjang bayi sekitar 35-38 cm dengan berat +1000 gr. Jika saat ini
dilahirkan, bayi sudah dapat hidup di dunia luar, walaupun kemungkinan
untuk terus hidup masih kecil. Jika menangis, bayi mengeluarkan suara
yang lemah.
h. Akhir bulan VIII
Panjang bayi sudah mencapai 42,5 cm dengan berat 1700 gr. Permukaan
kulit masih merah dan keriput seperti kulit orang yang tua.
i. Akhir bulan IX
Panjang bayi sudah mencapai 46 cm dengan berat 2500 gr. Karena sudah
ada lapisan lemak di bawah kulit, ia sudah berisi.
j. Akhir bulan X
Janin sudah cukup bulan (matur, aterm). Panjangnya mencapai 50 cm
dengan berat 3000 gr. Bayi laki-laki biasanya lebih berat daripada bayi
perempuan. Kulitnya halus dan hampir tidak memiliki lanugo lagi, Pada
kulit masih terdapat verniks kaseosa, yaitu cam puran sel-sel epitel kulit,
lanugo dan sekret kelenjar lemak, Kepala ditumbuhi rambut. Kuku
melebilhi ujung jari. Pada laki-laki, testis sudah ada dalam skrotum,
sedangkan pada perempuan, labia majora menutupi labia minora.
Pembagian trisemester kehamilan adalah sebagai berikut :
1) Trimester pertama 0 – 12 minggu
2) Trimester kedua 12 – 28 minggu
3) Trimester ketiga 28 – 40 minggu
Tanda Bahaya Kehamilan Per-Trisemester :
1) Tanda Bahaya Kehamilan Trimester I (0 – 12 minggu)
a) Perdarahan Pada Kehamilan Muda
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya
Perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada
kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus,
misscarriage, early pregnancy loss.
 Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan
ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram. Berdasarkan jenisnya abortus dibagi menjadi:

(a) Abortus Imminens (threatened)


(b) Abortus Insipien (inevitable)
(c) Abortus Incompletus (incomplete)
(d) Abortus Completus (complete)

(e) Missed Abortion


(f) Abortus Habitualis (habitual abortion)
 Kehamilan ektopik
Adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur telah
dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum
uteri. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering
karena sel telur yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju
endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang
sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di
luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak
dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan,
akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik.
 Mola hidatidosa
Adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara
makroskopik, molahidatidosa mudah dikenal yaitu berupa
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter
sampai 1 atau 2 cm.
 Muntah terus dan tidak bisa makan pada kehamilan
Mual dan muntah adalah gejala yang sering ditemukan pada
kehamilan trimester I. Mual biasa terjadi pada pagi hari, gejala
ini biasa terjadi 6 minggu setelah HPHT dan berlangsung
selama 10 minggu. Perasaan mual ini karena meningkatnya
kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum.
 Selaput kelopak mata pucat
Merupakan salah satu tanda anemia. Anemia dalam kehamilan
adalah kondisi ibu dengan keadaan hemoglobin di bawah 11
gr% pada trimester I.
 Demam Tinggi
Ibu menderita demam dengan suhu tubuh >38ºC dalam
kehamilan merupakan suatu masalah. Demam tinggi dapat
merupakan gejala adanya infeksi dalam kehamilan.
2) Tanda Bahaya Kehamilan Trimester II (12 – 28 minggu)
a) Demam Tinggi
Demam dapat disebabkan oleh infeksi dalam kehamilan yaitu masuknya
mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh wanita hamil yang kemudian
menyebabkan timbulnya tanda atau gejala–gejala penyakit. Pada infeksi
berat dapat terjadi demam dan gangguan fungsi organ vital.
b) Bayi kurang bergerak seperti biasa
Gerakan janin tidak ada atau kurang (minimal 3 kali dalam 1 jam). Ibu
mulai merasakan gerakan bayi selama bulan ke-5 atau ke-6. Jika bayi
tidak bergerak seperti biasa dinamakan IUFD (Intra Uterine Fetal
Death). IUFD adalah tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin didalam
kandungan.
c) Selaput kelopak mata pucat
Merupakan salah satu tanda anemia. Anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan keadaan hemoglobin di bawah <10,5 gr% pada
trimester II. Anemia pada trimester II disebabkan oleh hemodilusi atau
pengenceran darah.
3) Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III (29 – 42 minggu)
a) Perdarahan Pervaginam
Pada akhir kehamilan perdarahan yang tidak normal adalah merah,
banyak dan kadang-kadang tidak disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan
semacam ini berarti plasenta previa. Plasenta previa adalah keadaan
dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal. Penyebab
lain adalah solusio plasenta dimana keadaan plasenta yang letaknya
normal, terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir, biasanya
dihitung sejak kehamilan 28 minggu.
b) Sakit Kepala Yang Hebat
Sakit kepala yang menunjukkan masalah yang serius adalah sakit
kepala hebat yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat. Sakit
kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari pre-eklampsia.
c) Penglihatan Kabur
Penglihatan menjadi kabur atau berbayang dapat disebabkan oleh sakit
kepala yang hebat, sehingga terjadi oedema pada otak dan
meningkatkan resistensi otak yang mempengaruhi sistem saraf pusat,
yang dapat menimbulkan kelainan serebral (nyeri kepala, kejang), dan
gangguan penglihatan. Perubahan penglihatan atau pandangan kabur,
dapat menjadi tanda pre-eklampsia. Selain itu adanya skotama, diplopia
dan ambiliopia merupakan tanda-tanda yang menujukkan adanya
preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia.
d) Bengkak di muka atau tangan
Bengkak dapat menunjukkan adanya masalah serius jika muncul pada
permukaan muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan
diikuti dengan keluhan fisik yang lain. Hal ini bisa merupakan pertanda
pre-eklampsia.
e) Janin Kurang Bergerak Seperti Biasa
Gerakan janin tidak ada atau kurang (minimal 3 kali dalam 1 jam). Ibu
mulai merasakan gerakan bayi selama bulan ke-5 atau ke-6. Jika bayi
tidak bergerak seperti biasa dinamakan IUFD (Intra Uterine Fetal
Death). IUFD adalah tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin didalam
kandungan.
f) Pengeluaran Cairan Pervaginam (Ketuban Pecah Dini)
Yang dimaksud cairan di sini adalah air ketuban. Ketuban yang pecah
pada kehamilan aterm dan disertai dengan munculnya tanda-tanda
persalinan adalah normal. Pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda-tanda
persalinan ini disebut ketuban pecah dini.
g) Kejang
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya keadaan
dan terjadinya gejala-gejala sakit kepala, mual, nyeri ulu hati sehingga
muntah. Bila semakin berat, penglihatan semakin kabur, kesadaran
menurukemudian kejang. Kejang dalam kehamilan dapat merupakan
gejala dari eklampsia.
h) Selaput kelopak mata pucat
Merupakan salah satu tanda anemia. Anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan keadaan hemoglobin di bawah 11 gr% pada
trimester III. Anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi
dan perdarahan akut bahkan tak jarang keduanya saling berinteraksi.
Anemia pada Trimester III dapat menyebabkan perdarahan pada waktu
persalinan dan nifas, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah yaitu kurang dari
2500 gram).
i) Demam Tinggi
Ibu menderita demam dengan suhu tubuh >38ºC dalam kehamilan
merupakan suatu masalah. Demam tinggi dapat merupakan gejala
adanya infeksi dalam kehamilan.
7. Jelaskan Anemia defisiensi dalam kehamilan dan pengobatannya!

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat


berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang. Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi
sehingga memicu peningkatan produksi eitropoietin. Akibatnya, volume
plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi Hb akibat hemodilusi.
Anemia merupakan komplikasi dalam kehamilan yang paling sering
ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat
makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan
sumsum tulang. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh
defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi
yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter. Namun, penyebab
mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang
tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang
berlebihan. Faktor nutrisi utama yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah
zat besi.
Tabel Nilai batas untuk anemia pada perempuan

Status Kehamilan Hemoglobin (gr/dL) Hematokrit (%)


Tidak Hamil 12,0 36
Hamil Trimester I 11,0 33
Hamil Trimester II 10,5 32
Hamil Trimester III 11,0 33
Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami
seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak
tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah,
peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok,
selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).
Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang
utama adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan.
Akibatnya banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada
sistem organ ini:
- Atropi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
- Stomatitis angularis (cheilosis); adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklhloridia.
- Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; kesulitan dalam
menelan, pada defisiensi zat besi jangka panjang.
- Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari
lapisan kuku.
- Koilonychia; kuku sendok (spoon nail), karena pertumbuhan lambat
dari lapisan kuku, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.
- Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.
- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Selain itu, dampak anemia defisiensi besi pada ibu hamil, yaitu:
 Menimbulkan pendarahan sebelum atau saat persalinan.
 Meningkatkan resiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah
atau BBLR (<2,5 kg)
 Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian pada ibu
dan/atau bayinya.
Pengobatan :
Terapi zat besi oral terbukti efektif dalam memperbaiki anemia defisiensi
besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun terbatas pada
banyak pasien karena dosis bergantung pada efek samping, kurangnya
kepatuhan dan penyerapan zat besi yang tidak cukup di duodenum. Juga harus
dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter
status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data pada
peningkatan berat lahir dan berkurangnya kelahiran premature masih kurang.
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat besi dan nonanemik
(Hb <11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi
berat lahir rendah
Dosis untuk pengobatan anemia diberikan bila kadar HB < 11 pemberian
tablet fe menjadi 2 tablet sehari (2 x 1 tablet) selama 90 hari masa kehamilan
sedangkan kadar Hb < 10 maka pemberian menjadi 3 tablet sehari (3 x 1
tablet) selama 90 hari masa kehamilan, untuk anemia berat bisa dilakukan
transfusi darah. Pemberian preparat tablet Fe (fero sulfat) 60 mg /hari dapat
menaikan kadar Hb sebanyak 1 g % perbulan. Saat ini program nasional
menganjurkan kombinasi 60 mg zat besi dan 50 nanogram asam folat untuk
profilaksis anemia.
WHO merekomendasikan ferro sulfat 320 mg (setara dengan 60 mg zat
besi) 2 kali sehari bagi semua ibu hamil. Jika Hb 8 g atau kurang pada salah
satu kunjungan, tingkatkan pemberian tablet besi menjadi 3 kali 1 tablet
perhari selama kehamilan. Sedangkan kebijaksanaan progran KIA pemberian
tablet Fe ( 320 mg Fe sulfat dan 0,5 mg asam folat ) untuk semua ibu hamil
selama 90 hari. Jumlah tersebut sudah mencukupi tambahan zat besi selama
kehamilan yaitu 1000 mg.
Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil seperti daging
sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi
dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan
asam folat).

8. Jelaskan Retensio Plasenta dan pengobatannya!


Retensio plasenta didefinisikan apabila plasenta tidak berhasil dilahirkan
dalam waktu 30 menit setelah kelahiran bayi. Retensio plasenta merupakan
suatu komplikasi yang terjadi dari 2-3% persalinan pervaginam dan diketahui
sebagai salah satu penyebab perdarahan postpartum. Dalam beberapa kasus,
retensio plasenta dapat disebabkan akibat plasenta akreta. Plasenta akreta
merupakan suatu bentuk invaginasi plasenta yang langsung pada miometrium
tanpa adanya decidua basalis secara utuh atau parsial. Faktor risiko terjadinya
retensio plasenta yaitu persalinan yang diinduksi, jumlah paritas yang tinggi
(lima paritas atau lebih), riwayat retensio plasenta sebelumnya, riwayat
dilatasi dan kuretase sebelumnya, kelahiran prematur, berat plasenta yang
kecil, maupun usia maternal (≥ 30 tahun).
Pengobatan :

Selama periode batas waktu setengah jam pasca melahirkan bayi,


pasien harus diawasi dengan cermat untuk bukti adanya perdarahan, baik
perdarahan yang tampak maupun perdarahan yang tersembunyi, serta
pencatatan tanda-tanda adanya pemisahan plasenta. Kandung kemih perlu
dikosongkan menggunakan kateter. Setiap perdarahan saat melahirkan
plasenta perlu dikelola sebagai perdarahan pada kala ketiga. Pada setiap
perdarahan kala tiga, diberikan larutan kristaloid (larutan saline normal atau
Ringer) dapat ditambahkan dengan oksitosin (1 L dengan 20 unit) dengan 60
tetes per menit dan mempersiapkan transfusi darah jika diperlukan.

Gambar Algoritme tatalaksana perdarahan kala 3

Apabila dalam waktu setengah jam plasenta tidak lahir dan terdapat
perdarahan, maka diperlukan tindakan manual plasenta. Teknik manual
plasenta yaitu melepaskan plasenta dari perlekatan uterus dengan gerakan
yang sama dengan yang digunakan dalam memisahkan halaman-halaman
buku. Setelah diangkat, selaput dikeluarkan dengan hati-hati dengan cara
ditelusuri dari desidua dan menggunakan ring forceps apabila diperlukan.
Metode lain adalah dengan membersihkan rongga rahim dengan tangan yang
dibungkus dengan kain kasa.

Gambar Teknik manual plasenta

Tabel Langkah-langkah Teknik Manual Plasenta

Teknik Manual Plasenta


Langkah I Operasi dilakukan dengan anestesi umum. Dalam keadaan
sangat mendesak di mana ahli anestesi tidak tersedia,
operasi mungkin harus dilakukan dengan sedasi dalam
dengan 10 mg diazepam yang diberikan secara intravena.
Pasien ditempatkan dalam posisi litotomi. Dengan semua
tindakan aseptik, kandung kemih dikateterisasi.
Langkah II Satu tangan dimasukkan ke dalam rahim setelah diolesi
dengan larutan antiseptik. Tangan berbentuk kerucut
mengikuti tali pusat, yang dibuat kencang oleh tangan lain.
Saat memperkenalkan tangan, labia dipisahkan oleh jari-
jari tangan lainnya. Jari-jari tangan harus menemukan
margin plasenta.
Langkah III Tekanan balik pada fundus uterus diterapkan dengan
tangan lain yang diletakkan di atas perut. Tangan pada
perut harus menstabilkan fundus dan memandu gerakan
jari-jari di dalam rongga rahim sampai plasenta benar-
benar terpisah.

Langkah IV Segera setelah margin plasenta tercapai, jari-jari disisipkan


di antara plasenta dan dinding rahim dengan punggung
tangan bersentuhan dengan dinding rahim. Plasenta secara
bertahap dipisahkan dengan gerakan mengiris jari ke
samping, sampai seluruh plasenta dipisahkan.
Langkah V Ketika plasenta benar-benar dipisahkan, plasenta
diekstraksi oleh traksi tali pusat oleh tangan lain. Tangan
pada rahim masih di dalam rahim untuk eksplorasi rongga
untuk memastikan bahwa tidak ada plasenta yang
tertinggal.
Langkah VI Methergine intravena 0,2 mg diberikan dan tangan pada
rahim secara bertahap diangkat sambil memijat rahim
dengan tangan eksternal untuk membuatnya berkontraksi.
Setelah selesainya pengangkatan secara manual, inspeksi
kanal serviks harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya
cedera.
Langkah VII Plasenta dan membran diperiksa untuk kelengkapan dan
pastikan uterus tetap keras dan berkontraksi.

Komplikasi yang tak terduga selama manual plasenta yaitu terjadinya


kontraksi jam pasir dan inversi uteri. Pengangkatan plasenta secara manual
diketahui sebagai salah satu risiko penyebab terjadinya inversi uterus,
terutama pada plasenta yang sulit dilepaskan. Plasenta, baik yang tidak
terpisah atau terpisah, sebagian atau seluruhnya, dapat terperangkap oleh
kontraksi lokal dari otot-otot melingkar uterus. Kontraksi jam pasir ini dapat
terletak pada pertemuan segmen bawah dan atas rahim ataupun dapat berada
pada satu cornu. Pemberian oxytocic, terutama ergometrine dalam
manajemen aktif tahap ketiga atau respon iritabilitas yang tidak semestinya
dari uterus dengan upaya prematur untuk melahirkan plasenta adalah
penyebab terpenting terjadinya kontraksi jam pasir ini. Diagnosis dapat dibuat
selama upaya ekstraksi dengan manual plasenta. Penatalaksanaan: Cincin
harus dibuat rileks dengan memberikan agen anestesi (halotan dapat
digunakan dalam kasus ini), kemudian tangan berbentuk kerucut dimasukkan
dan pemisahan plasenta lebih direkomendasikan untuk dilakukan dengan arah
dari atas ke bawah untuk meminimalkan perdarahan.
Tatalaksana retensio plasenta, baik ekstraksi plasenta secara manual
plasenta atau melalui operatif, berpotensi meningkatkan risiko perdarahan,
infeksi, dan peningkatan durasi rawat inap di rumah sakit. Menurut panduan
WHO mengenai penatalaksanaan retensio plasenta, dosis tunggal antibiotik
(ampisilin atau sefalosporin generasi pertama) harus diberikan setelah
pengangkatan plasenta secara manual.
Pada kasus retensio plasenta dengan perdarahan masif yang telah
gagal dilakukan teknik manual plasenta (manual removal of placenta /
MROP), perlu segera dilakukan histerektomi untuk menghentikan
perdarahan. Histerektomi dapat dilakukan dibawah anastesi lokal maupun
anastesi umum. Apabila tidak terjadi perdarahan masif, perlu dilakukan
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui adanya invasi plasenta yang
abnormal (abnormally invasive placentation / AIP).
Selain histerektomi, reseksi histeroskopi sisa-sisa plasenta telah
dideskripsikan dapat mempercepat resolusi atau mengatasi perdarahan yang
tertunda dan / atau nyeri panggul. Keuntungan potensial menggunakan
pendekatan histeroskopi meliputi kemampuan untuk mengkonfirmasi secara
visual jaringan selama reseksi, dan mengurangi risiko pembentukan adhesi.
Methotrexate (MTX) adalah modalitas pengobatan farmakologis yang
telah diterapkan sebagai tambahan untuk manajemen konservatif pada kasus
plasenta akreta, sambil menunggu reabsorpsi atau ekspulsi plasenta. MTX
menghambat jalur asam folat; dengan demikian, memiliki target pengobatan
pada sel-sel yang membelah dengan cepat, seperti trofoblas. Berdasarkan cara
kerjanya, MTX lebih umum digunakan untuk kehamilan ektopik dan penyakit
trofoblas gestasional. Namun, MTX dinilai juga dapat mempercepat
reabsorpsi atau ekspulsi plasenta postpartum yang tidak lagi tumbuh. Selain
methotrexate, agen farmakologis lain yang diteliti efeknya dalam kasus
retensio plasenta yakni nitrogliserin (NTG). Berdasarkan evaluasi terhadap
tiga RCT, saat ini data yang tersedia menunjukkan bahwa penggunaan NTG
saja tidak mengurangi kebutuhan untuk pengangkatan plasenta secara manual.
Oleh sebab itu, NTG tidak secara rutin diindikasikan pada kasus retensio
plasenta.

Gambar Algoritma tatalaksana retensio plasenta setelah gagal dilakukan


manual plasenta

9. Jelaskan Inversio uteri dan pengobatannya!

Inversio Uteri adalah kelainan putaran uterus dari dalam ke luar, dengan
permukaan dalam korpus uteri ada di dalam atau di luar vagina. Inversio uteri
merupakan kegawatan medic obstetric yang jarang terjadi (I per 2000-12.000
kelahiran) yang timbul sewaktu atau segera kala tiga persalinan. Banyak
suplai vagal ke daerah servix, sehingga inversion uteris mengakibatkan syok
vasovagal, dan ini diperparah dengan pendarahan postpartum sekunder yang
hebat. Inversio uteri dapat menyebabkan kematian ibu dengan cepat macam-
macam insersio uteri:
1. Inversio inkomplit – fundus uteri tidak terbalik di luar serviks
2. Inversion komplit - seluruh uterus terbalik keluar, menonjol
melalui cincin serviks.
3. Inversio paksa – inversion uteri yang ditimbulkan dengan
mendorong korda atau dengan menekan paksa plasenta secara
manual ketika uterus atoni
4. Inversion spontan – inversion uteri setelah tindakan spontan dari
pasien seperti mengejan, mengkontraksikan otot abdomen dengan
tiba-tiba, batuk atau peningkatan tekanan intraabdomen
Faktor predisposisi:
Ini meliputi tekanan fundus, riwayat inversion uterus sebelumnya, traksi tali
pusat sebelum adanya kontraksi uterus, atonia uteri, insersio fundus plasenta,
dinding uterus yang tipis atau kendor, dan tekanan abdomen yang meningkat
secara tiba-tiba berkaitan dengan atonia uteri.
Hasil Anamnesis (Subjective) :
1. Perdarahan vaginam dapat hebat, terjadi segera setelah bayi
dilahirkan
2. Nyeri uterus dapat menghebat secara tiba-tiba
3. Pasien biasanya muda dan para 1 atau para 2
Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) :
a. Pemeriksaan umum: hipotensi dan takikardi menunjukkan adanya syok
postpartum
b. Pemeriksaan abdomen: palpasi: fundus uterus teraba abnormal
Pemeriksaan vaginal:
1. Inversio komplit : uteri berwarna biru keabuan menonjol
melalui orificium vagina. Pada 50% kasus, plasenta masih
menempel.
2. inversion inkomplit : tanda satu satunya yang tampak adalah
syok hebat akibat kehilangan darah
Penegakan Diagnosis (Assessment) :
Diagnosis ditegakkan berdasar pemeriksaan fisik. Diagnosis banding meliputi
penyebab-penyebab lain syok postpartum. Pada inversion uteri, penemuan
yang didapat biasanya berbeda.
Penatalaksanaan komprehensif (Plan) :

1. Reposisi uterus secepat mungkin untuk menghindari syok akibat


vasovagal reflek tanpa upaya untuk mengangkat plasenta dari fundus
yang inverse, kecuali jika sebagian kecil plasenta telah terlepas atau bila
diperlukan untuk mengurangi besarnya massa yang inverse diletakkan di
telapak tangan dan didorong ke atas. Tekanan diberikan pada ujung jari
pada taut serviks dan korpus untuk mendorong ke atas melalui kanalis
servikalis.

Anestesi umum mungkin diperlukan, khususnya bila serviks telah


ditutupi korpus uteri yang inverse. Segera setelah inverse dikoreksi,
plasenta diangkat dan uterus dieksplorasi secara manual. Kontraksi
uterus distimulasi dengan oksitosin dan ergonovin intravena. Kompresi
bimanual membantu mengontrol perdarahan lebih lanjut sampai tonus
uteri membaik
2. Resusitasi segera diperlukan. Aktifkan sistem emergensi. Terapi suportif
untuk syok dan perdarahan penting. Oksigen dan cairan intravena segera
diberikan, diikuti dengan pemberian darah untuk memperbaiki volume
cairan intravaskuler. Zat-zat oksitoksik dihindari sampai uterus
ditempatkan kembali dan plasenta diangkat.
3. Laparotomi mungkin diperlukan bila reposisi vagina gagal. Setelah
abdomen dibuka dan dapat dikenali uterus yang inverse, fundus secara
bersamaan didorong ke atas dari bawah dan ditarik ke arah atas dari atas.
Cincin kontraksi yang mencegah reposisi harus diinsisi melalui dinding
posterior uterus.

10. Jelaskan Abses tuba ovarium dan Kista Bartholin, serta masing- masing
pengobatannya!
1. Abses Tuba Ovarium
Tubo-ovarian abscess (TOA) atau disebut juga dengan abses tuba
ovarium adalah akumulasi suatu keadaan penyakit inflamasi akut pelvis di
mana kondisi tersebut dikarakteristikan dengan adanya massa pada
dinding pelvis yang mengalami inflamasi. Tubo-ovarian abscess (TOA)
adalah pembengkakan yang terjadi pada tuba-ovarium yang ditandai
dengan radang bernanah, baik di salah satu tuba-ovarium, maupun
keduanya. TOA Merupakan komplikasi termasuk efek jangka panjang dari
salfingitis akut tetapi biasanya akan muncul dengan infeksi berulang atau
kerusakan kronis dari jaringan adnexa. TOA biasanya disebabkan oleh
bakteri aerob dan anaerob, seperti Escherichia coli, Hemolytic streptococci
and Gonococci, Bacteroides species dan Peptococcus. Pada beberapa
kasus, Hemophilus influenzae, Salmonella, actinomyces, dan
Staphylococcus aureus juga dilaporkan menjadi penyebab TOA. Nyeri
abdomen merupakan gejala yang paling khas, cenderung memberat,
konstan dan difus disekitar abdomen bagian bawah. Karena peritonitis
meluas, area rasa nyeri menjadi lebih luas, nyeri maksimum cenderung
terlokalisir pada tempat abses. Perdarahan per vaginam, spotting dan secret
merupakan gejala variable yang dapat menunjukan adanya disfungsi
ovarium, endometritis penyerta atau servisitis. Gejala-gejala penyerta
meliputi demam, menggigil, anoreksia, nausea dan vomitus. Nyeri
sewaktu defekasi atau diare memberikan kesan keterlibatan rectum.
Disuria sering kencing piuria atau hematuria memberi kesan keterlibatan
vesika urinaria. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pelvis, nyeri
lepas dan defance muscular merupakan penemuan yang khas untuk
peradangan peritoneum. Bising usus sering hipoaktif atau tidak ada,
distensi disebabkan oleh ileus paralitik. Abses pelvis yang besar dapat
terpalpasi pada abdomen.
Pengobatan :
a. Curiga TOA utuh tanpa gejala
 Antibotika dengan masih dipertimbangkan pemakaian golongan :
doksiklin 2x/100 mg/hari selama 1 minggu atau ampisilin 4x500
mg/hari selama 1 minggu.
 Pengawasan lanjut, bila masa tak mengecil dalam 14 hari atau
mungkin membesar adalah indikasi untuk penanganan lebih lanjut
dengan kemungkinan untuk laparatomi
b. TOA utuh dengan gejala
 Masuk rumah sakit, tirah baring posisi “semi fowler”, observasi
ketat tanda vital dan produksi urine, periksa lingkar abdomen, jika
perlu pasang infuse P2 - Antibiotika massif (bila mungkin gol beta
lactam) minimal 48-72 jam, gol ampisilin 4x1-2 gram/hari IV
selama 5-7 hari dan gentamisin 5 mg/kgBB/hari IV/IM terbagi
dalam 2x1/hari selama 5-7 hari dan kloramfinekol 50
mg/kgBB/hari IV selama 5 hari, atau sefaloosporin generasi III 2-
3x/1 gr/sehari dan metronidazol 2 x1 gr selama 5-7 hari.
 Pengawasan ketat mengenai keberhasilan terapi.
 Jika perlu dilanjutkan laparatomi, SO unilateral, atau
pengangkatan seluruh organ genetalia interna.
c. TOA yang pecah
TOA yang pecah merupakan kasus darurat: dilakukan laparotomi
pasang drain kultur nanah. Setelah dilakukan laparatomi, diberikan
sefalosporin generasi III dan metronidazol 2x1 gr selama 7 hari (1
minggu).
2. Kista Bartholin
Kista Bartholin adalah penyumbatan duktus kelenjar bagian distal
berupa pembesaran berisi cairan dan mempunyai struktur seperti kantong
bengkak (swollen sac-like structure). Jika lubang pada kelenjar Bartholin
tersumbat, lendir yang dihasilkan oleh kelenjar akan terakumulasi
sehingga terjadi dilatasi kistik duktus proksimal dan obstruksi. Kista
Bartholin yang mengalami obstruksi dan terinfeksi dapat berkembang
menjadi abses. Kista Bartholin ratarata memiliki ukuran kecil yaitu 1-3
cm, biasanya unilateral dan asimtomatik. Kista yang lebih besar dapat
menimbulkan ketidaknyamanan terutama saat berhubungan seksual,
duduk, atau jalan. Penyebab awal sumbatan yang merupakan pencetus
terjadinya kista Bartholin adalah :
 Infeksi: Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk
bakteri yang umum, seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri
yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti gonore dan
klamidia.
 Non infeksi: Stenosis / atresia congenital, Trauma mekanik,
Inspissated mucous.
Pengobatan :
a. Pemasangan kateter Word yang dirancang untuk kasus Kista Bartholini,
setelah dipasang, kateter word ini dibiarkan selama empat minggu, dan
penderita dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas seksual, sampai
kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk saluran drainase baru
dari kista bartholini, secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena
orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak kelihatan.
b. Tindakan yang akan dilakukan adalah mengeluarkan isi kista dengan
cara yang disebut marsupialisasi. Permukaan kista diiris, isinya
dikeluarkan, dibersihkan bagian dalamnya kemudian tepi tepinya
diobras sehingga ketika sembuh akan membentuk saluran kista baru. Isi
kista jangan diaspirasi (disedot) supaya kempes, karena saluran kista
akan tetap tersumbat dan bekas luka jarum juga akan segera menutup
akibatnya kista dapat kambuh kembali.

c. Pada kehamilan, apabila kista tidak menimbulkan keluhan maka kista


tidak perlu diterapi, cukup diobservasi. Hal tersebut dikarenakan aliran
pembuluh darah di daerah kemaluan meningkat dikarenakan kehamilan
sehingga dikhawatirkan terjadi lebih banyak perdarahan. Namun apabila
memang menimbulkan keluhan, kista tersebut dapat dikeluarkan
absesnya (nanah) dan menggunakan antibiotik. Wanita yang hamil,
pengeluaran cairan kista terkadang justru dapat menimbulkan infeksi
tambahan. Bila setelah hamil dijumpai ada kista, harus dilakukan
operasi ketika usia kehamilan masih muda, sekitar 3-4 bulan. Jika sudah
telanjur, harus dilakukan operasi Caesar.
d. Dengan mengangkat kista melalui operasi. Namun, tindakan pengobatan
tersebut hingga kini belum memberikan hasil yang memuaskan.
Tindakan operasi pengangkatan kista tidak menjamin kista tidak akan
tumbuh kembali nantinya. Namun, dengan meningkatnya pengetahuan
serta kesadaran kaum wanita saat ini untuk memeriksakan organ
reproduksinya merupakan langkah awal yang tepat untuk mengurangi
risiko terjadinya kista.

Anda mungkin juga menyukai